Lahirnya Aisyiyah SEJARAH BERDIRI DAN PERKEMBANGAN
berkaitan dengan aliran skriptualisme yaitu aliran yang menyerukan kembali pada Al- Qur’an dan Al-Hadits dalam menentukan segala sesuatunya, dalam menentukan hal
yang merupakan ajaran dan praktik Islam yang sebenarnya.
8
Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh dikenal sebagai tokoh utama gerakan pembaharuan Islam di
Mesir. Gerakan pembaharuan itu mempunyai dampak luas di kalangan masyarakat Islam di seluruh dunia. Di Indonesia, gerakan tersebut mempunyai pengaruh yang
cukup kuat di kalangan pemeluk Islam. Lahirnya Muhammadiyah 1912 di Yogyakarta, yang menghimpunan orang-
orang Islam “modernis”, tidak terlepas dari adanya pengaruh gerakan Al-Afghani dan Abduh.
9
Oleh karenanya, Kiai Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah dengan tujuan untuk memurnikan
kembali ajaran Islam yang sesuai dengan Al- Qur’an dan Al-Hadits.
Upaya dalam memurnikan kembali ajaran Islam yang sesuai dengan Al- Qur’an
dan Al-Hadits, salah satunya dilakukan dengan cara melakukan dakwah. Pada saat itu Nyai Walidah sebagai istri Kiai Ahmad Dahlan, selalu mendampingi setiap kegiatan
yang dilakukan oleh Kiai Ahmad Dahlan dan ikut aktif juga. Nyai Walidah juga sering mengemukakan kepada Kiai Ahmad Dahlan agar dakwah yang dilakukan oleh
Kiai Ahmad Dahlan dapat disampaikan juga kepada perempuan, yang pada saat itu kondisi kaum perempuan menjadi pihak yang didiskriminasikan. Keadaan perempuan
saat itu sangat memprihatinkan dengan adanya paham budaya yang turun-temurun menempatkan wanita sebagai konco wingking teman untuk urusan rumah tangga
8
Din Syamsuddin, Muhammadiyah Kini dan Esok, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990, hal. 35-40.
9
M. Riza Sihbudi, Indonesia Timur Tengah: Masalah dan Prospek, Cet. I, Jakarta: Gema Insani Press, 1977, hal. 21.
saja.
10
Kaum perempuan hanya diperbolehkan berkecimpung dalam dunia rumah tangga saja, para orang tua melarang anak perempuannya keluar rumah untuk
melakukan kegiatan atau aktivitas di luar kegiatan rumah tangga, seperti untuk bersekolah, berkarir dalam dunia pekerjaan, mengikuti kegiatan pembinaan umat,
misalnya pengajian dan lain sebagainya. Oleh karenanya, melihat kondisi kaum perempuan yang seperti itu Nyai Walidah ingin agar kaum perempuan mendapatkan
kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki, salah satunya kesempatan untuk mendapatkan kegiatan pembinaan umat seperti mengikuti kegiatan dalam dakwah
yang disampaikan oleh Kiai Ahmad Dahlan mengenai ajaran-ajaran Islam. Kiai Ahmad Dahlan sangat menyadari akan hal tersebut, bahwa pentingnya peran
dari semua golongan, baik perempuan maupun laki-laki dalam membangun bangsa. Kesadaran itu ditanamkan kepada istrinya dengan mengajarkan pengetahuan
mengenai perempuan dalam perspektif Islam. Bersamaan dengan itu, Kiai Ahmad Dahlan juga memberikan kesempatan yang sama agar kaum perempuan mampu
mengurus dirinya. Ia berpendapat, jika kaum perempuan memiliki wadah sendiri untuk mengurus dirinya, dengan begitu mereka akan mampu mensinergikan potensi
yang ada pada diri mereka.
11
Maka dari itu, diwujudkanlah suatu wadah oleh Kiai Ahmad Dahlan bersama dengan Nyai Walidah, yang tujuannya untuk mengangkat dan memajukan harkat dan
martabat perempuan serta mencerdaskan kaum perempuan muslim dengan mengadakan pembinaan umat mengenai hal keagamaan seperti mengadakan
10
Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan ‘Aisyiyah, hal. 9.
11
Jajat Burhanuddin, ed., Ulama Perempuan Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2001, hal. 47.
pengajian dan mengajarkan ilmu tentang ajaran Islam bagi kaum perempuan. Pada mulanya, wadah ini belum sebagai organisasi, melainkan kelompok pengajian untuk
kaum perempuan yang diberi nama Sopo Tresno
12
. Melalui kelompok pengajian ini, Nyai Walidah mengadakan pembinaan keagamaan bagi kaum perempuan baik yang
berusia remaja maupun yang sudah lanjut usia, yang diselenggarakan di kediaman Nyai Walidah.
Anggota yang mengikuti kelompok pengajian ini berasal dari semua golongan masyarakat, karena Nyai Walidah beranggapan bahwa pendidikan berlaku bagi
semua lapisan masyarakat tanpa memandang golongan. Dalam kelompok pengajian ini, para anggota diajak untuk mendalami ajaran Islam, yakni dengan memahami Al-
Qur’an dan Al-Hadist, yang berkenaan dengan hak dan kewajiban perempuan. Kemudian bukan hanya itu, dalam kegiatan kelompok pengajian ini Nyai Walidah
juga mengajarkan para anggotanya membaca dan menulis. Dengan demikian, Nyai Walidah memiliki harapan agar dapat menumbuhkan kesadaran bagi kaum
perempuan akan hak dan kewajibannya sebagai hamba Allah dan warga negara. Di samping itu, Nyai Walidah juga menginginkan bagi para remaja yang
mengikuti pengajiannya dapat memiliki daya kreatif dan memiliki jiwa kepemimpinan sehingga dapat ikut serta dalam mengembangkan dan meneruskan
kegiatan pembinaan umat. Untuk itu, Nyai Walidah kadang-kadang mengajak murid- muridnya untuk mendatangi rapat-rapat yang diselenggarakan oleh PSII Partai
Sarekat Islam Indonesia, tujuannya agar murid-muridnya dapat mengetahui dan
12
Djarnawi Hadikusumo, Aliran Pembaharuan Islam dari Jamaluddin Al-Afghani Sampai K.H.A. Dahlan, Jogjakarta: persatuan, t.t., hal. 81.
belajar mengenai bagaimana cara untuk mengeluarkan pendapat, cara menanggapi suatu pendapat dan lain sebagainya. Untuk yang pertama Nyai Walidah membina
beberapa muridnya yang dipersiapkan untuk menjadi pengurus dalam kelompok pengajian yang didirikannya.
Melihat perkembangan yang positif dari kelompok pengajian ini, sebuah pertemuan khusus diselenggarakan di kediaman Nyai Walidah. Pertemuan itu dihadiri
oleh Kiai Haji Fachruddin, Kiai Mukhtar, Ki Bagus Hadikusuma dan pengurus lainnya. Pertemuan itu memutuskan untuk mengembangkan kelompok pengajian
Sopo Tresno menjadi sebuah organisasi perempuan Islam yang mapan dan dilengkapi dengan anggaran dasar serta peraturan organisasi. Untuk itu, selanjutnya pemberian
nama organisasi ini dilakukan, awalnya ada yang mengusulkan nama Fatimah, namun banyak yang tidak setuju. Lalu, terakhir diusulkan nama Aisyiyah oleh Kiai
Haji Fachruddin, dan kemudian nama itu diterima oleh forum sebagai nama dari organisasi ini. Nama itu dianggap tepat karena diambil dari nama istri Nabi
Muhammad SAW., yakni Siti Aisyah. Dari nama itu diharapkan agar organisasi ini dapat mewarisi perjuangan Siti Aisyiyah dalam mendakwahkan Islam. Setelah semua
setuju akan usulan itu, maka pada tanggal 27 Rajab 1335 H yang bertepatan dengan tanggal 22 April 1917 M organisasi Aisyiyah resmi berdiri.
13
Pada saat pelaksanaan peresmian Aisyiyah, bertepatan dengan peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW.yang diadakan oleh Muhammadiyah yang pertama
kali. Acara ini diadakan secara meriah oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah serta
13
Suratmin, Nyai Ahmad Dahlan, hal. 62.
masyarakat luas. Acara itu diadakan sekaligus awal pembentukkan kepengurusan dalam organisasi Aisyiyah, di antaranya
14
: 1. Siti Badriyah sebagai Ketua.
2. Siti Badillah sebagai Sekretaris. 3. Siti Aminah Harawi sebagai Bendahara.
4. Anggota: Siti Dalalah, Siti Busyro, Siti Wadingah. Dalam membimbing dan mengikuti gerak langkah Aisyiyah, Nyai Ahmad Dahlan
diangkat sebagai pelindung. Saat itu Nyai Walidah sebagai sesepuh dari pengurus Aisyiyah yang sewaktu-waktu menjadi tempat bertanya dan memohon nasihat.
Bahkan Nyai Ahmad Dahlan memberikan jiwa dan semangat organisasi untuk membawa maju usaha-usahanya. Kemudian pada perkembangan selanjutnya, Nyai
Ahmad Dahlan diangkat sebagai ketua Pimpinan Pusat Aisyiyah berturut-turut dari tahun 1921 sampai tahun 1930.
15
Adapun yang menjadi landasan dalam organisasi Aisyiyah, di antaranya
16
: a.
Untuk memperoleh hasil yang maksimal, perlu dilakukan usaha secara bersama-sama. Maka, lahirlah satu bentuk kerja sama yang tertuang dalam
satu pergerakan yang disebut organisasi Aisyiyah. Sebagaimana dijelaskan dalam Surat Ali Imran3:104:
14
Yusron Asrofie, K.H.A. Dahlan Pemikiran dan Kepemimpinannya, Yogyakarta: Yogya Offset, 1983, hal. 58.
15
Jajat Burhanuddin, Ulama Perempuan Indonesia, hal. 52.
16
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ‘Aisyiyah Cet. Ke-16, Yogyakarta: Pimpinan Pusat „Aisyiyah, 2012, hal 1-3.
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah kepada yang munkar,
merekalah orang-orang yang beruntung .”
b. „Aisyiyah dengan motif geraknya membawa kesadaran beragama dan
berorganisasi serta mengajak warganya menciptakan Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur, suatu kehidupan bahagia dan sejahtera penuh limpahan
rahmat dan nikmat Allah SWT. di dunia dan akhirat. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Surat An-Nahl16:97:
Artinya: “Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuandalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan
.” Dalam perkembangannya, di tahun 1922 organisasi resmi menjadi bagian dari
Muhammadiyah. Kegiatan dalam organisasi ini pun berkembang tidak hanya sekadar pengajian saja, tetapi juga memiliki program lainnya. Program Aisyiyah yang
diadakan, di antaranya: mengirim para mubaligh untuk memimpin shalat tarawih saat bulan puasa, mengadakan hari-hari besar Islam, mengajarkan keterampilan-
keterampilan bagi para perempuan.
17
Tujuannya agar perempuan dapat mengembangkan daya kreatifitasnya sehingga dapat hidup mandiri dan tidak
bergantung kepada orang lain. Kemudian, organisasi ini berkembang dan meluas ke seluruh Indonesia. Program-
program Aisyiyah juga mengalami perluasan, bukan hanya kegiatan yang telah disebutkan sebelumnya, tetapi juga mengembangkan program dalam bidang lainnya
yang disebut dengan Amal Usaha Aisyiyah. Bidang-bidang dalam program Aisyiyah Amal Usaha Aisyiyah dibuat sebagai wadah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
di dalam masyarkat dalam berbagai aspek kehidupan di antaranya, bidang pendidikan; bidang keagamaan; bidang kesejahteraan sosial; bidang kesehatan,
bidang ekonomi, dan lain sebagainya. Dengan program-program Aisyiyah yang terwujud dalam Amal Usaha Aisyiyah telah berhasil memberikan manfaat bagi
peningkatan dan kemajuan perempuan serta masyarakat. Aisyiyah berkembang dan meluas ke seluruh wilayah di Indonesia, yang salah
satunya hadir dan berkembang di wilayah kota Depok. Dengan adanya Aisyiyah di wilayah kota Depok ini, telah berkontribusi serta memberikan dampak yang positif
bagi kemajuan masyarakat kota Depok, melalui program-program Aisyiyah yang terwujud dalam Amal Usaha Aisyiyah.
17
Yusuf Abdullah Puar, Perjuangan dan Pengabdian Muhammadiyah, Jakarta: Pustaka Antara, 1989, hal. 60.