27
3. Adanya pekerjaan yang dijanjikan
4. Pekerjaan yang dijanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kesepakatan kedua belah pihak yang lazim disebut kesepakatan bagi yang
mengikatkan dirinya maksudnya bahwa pihak-pihak yang mengadakan perjanjian kerja harus setuju atau sepakat, setia-sekata mengenai hal-hal yang diperjanjikan.Apa yang dikehendaki
pihak yang satu dikehendaki pihak yang lain. Dalam penelitian Tia Sajida 2013 yang berjudul “ Relasi Kerja Mandor dan Buruh
Pemetik Teh di Perkebunan Teh Kaligua” menjelaskan bahwa relasi kerja yang terjalin antara mandor dan buruh pemetik teh bersifat asimetris yang menempatkan buruh pada posisi yang
paling rendah dalam proses produksi, relasi kerja yang asimetris tersebut menciptakan relasi kerja yang tidak seimbang antara mandor dan buruh pemetik teh. Relasi kerja yang asimetris
terjalin antar mandor dan buruh pemetik teh menciptakan ketidakadilan dan dominasi mandor terhadap buruh pemetik teh.
2.6 Penelitian Yang Relevan
Penelitian Ratnauli 1989 menunjukkan bahwa buruh perempuan perkebunan di Desa Sukaluwei harus bekerja guna membantu perekenomian keluarga sebagai buruh di
perkebunan dan pabrik. Buruh perempuan di perkebunan menjalani kehidupan dan aktifitas sehari-hari dengan penuh kesibukan. Mereka dituntut untuk pandai membagi waktu antara
pekerjaan dan rumah tangga, agar keduanya berjalan dengan lancar. Aneka pekerjaan mereka jalani dengan penuh ketekunan demi keluarga dan anak-anak. Di Desa Keluwei merupakan
keturunan kuli kontrak yang didatangkan dari jawa. Mayoritas karyawan perkebunan memiliki jumlah anak yang cukup banyak. Dengan kehidupan ekonomi yang sangat rendah,
mereka melakukan skala prioritas dalam kehidupan keluarga.
Universitas Sumatera Utara
28
Buruh perempuan di perkebunan menghadapi permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan di tempat kerja mereka. Hasil penelitian Emy 1905
menemukan bahwa buruh perempuan di perkebunan menghadapi gangguan kesehatan karena aktifitas monoton dalam bekerja. Misalnya buruh perempuan sebagai penampi dan pemilih
biji, mereka hanya duduk berjam-jam untuk memilih biji dan sekali-sekali mereka berdiri. Kondisi ini menyebabkan mereka banyak menderita sakit pinggang. Pihak perusahaan juga
tidak menyediakan sarana kamar mandi atau WC, sehingga mereka seringkali menahan keinginan buang air kecil. Hal-hal seperti ini amat mudah memicu timbulnya penyakit pada
diri perempuan seperti timbulnya infeksi saluran kemih, dan penyakit lain. Buruh perkebunan yang umumnya hidup di pedesaan sering mengalami ketidakadilan seperti gambaran di atas.
Kepatuhan buruh perempuan dalam bekerja telah dimanfaatkan oleh perusahaan, seperti yang dialami oleh buruh perempuan pabrik gula di kota kecil di Jawa Tengah.
Umumnya menghadapi permasalahan seputar perlakuan di pabrik, tuntutan kerja yang semakin meningkat, padahal imbalannya sangat sedikit Marcoes, 1995. Lebih lanjut hasil
penelitian Indraswari dan Thamrin pada buruh garmen 1995 mengungkapkan bahwa pihak perusahaan lebih leluasa melalaikan penyediaan fasilitas penyelamatan kerja. Pengadaan
masker sangat terbatas dibandingkan dengan jumlah buruh yang ada.
Universitas Sumatera Utara
11
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang