83
5. Sistem upah buruh nyerep yaitu dengan sistem upah menurut waktu dimana yang
menentukan bahwa besar kecilnya upah yang akan dibayarkan kepada masing- masing tenaga kerja, tergantung pada banyak sedikitnya waktu kerja mereka
seperti bekerja per hari dan per bulan. Upah yang diterima buruh nyerep sebesar Rp 30.000 per harinya. Upah tersebut diterima pada saat gajian besar yaitu pada
tanggal 4. 6.
Pada awal mulanya keberadaan buruh nyerep hanya karena karyawan tidak sanggup lagi untuk bekerja dan meminta tolong kepada orang lain untuk bekerja
menggantikannya. Dari awalnya meminta tolong yang hanya dengan jangka waktu sementara hingga sampai jangka waktu yang lama. Keberlangsungan buruh nyerep
ini karena Asisten dan mandor masih mengijinkan karyawan menggunakan dan mempekerjakan buruh nyerep dan hal ini menjadi rahasia. Asisten Afdeling V
Unit Usaha Padang Matinggi juga tidak terlalu mempersoalkan keberadaan buruh nyerep selama produktivitas dan target perkebunan tidak terganggu.
5.2 Saran
1. Perlu adanya standar kerja atau pembinaaan kepada semua pekerja agar resiko
kecelakaan kerja tidak terlalu besar. 2.
Karyawan harus sportifitas dalam pekerjaannya. Jika tidak mampu untuk bekerja lagi sebaiknya melakukan pensiun mudah agar perkebunan dapat membuka lowongan
pekerjaan bagi pekerja yang masih memiliki standarisasi. 3.
Buruh nyerep harus memperjelas statusnya, jika tidak ada peluang untuk menjadi karyawan sebaiknya mencari pekerjaan lainnya karena resikonya sangat besar jika
tidak mendapatkan jaminan kesehatan atau kecelakaan kerja.
Universitas Sumatera Utara
84
DOKUMENTASI LAPANGAN
Gambar 1: Buruh nyerep perempuan
sedang bekerja menyemprot rumput.
Gambar 2: Buruh nyerep sedang sarapan
pagi di perkebunan sebelum bekerja.
Gambar 3: Penulis sedang melakukan
wawancara dengan Ibu Susi Karyawan.
Gambar 4: Kantor Afdeling V Unit Usaha
Padang Matinggi PT Perkebunan Nusantara IV Persero
Universitas Sumatera Utara
19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Posisi Pekerja Perempuan Dalam Sistem Kapitalis Perkebunan
Secara tradisional, ada tiga peranan utama perempuan yang dapat diidentifikasikan, antara lain: peran dalam rumah tangga dan pendapatan yang berkaitan dengan kegiatan rumah
tangga, reproduksi dan produksi sosial yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan dankesejahteraan anak, serta kerja sosial yang menunjang status keluarga. Kini selain ketiga
aspek tradisional di atas, perempuan juga seringkali karena terpaksa untuk dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga bekerja di luar rumah, mencari kerja di pasaran yang ada dalam
Herawati dan Vitayala, 1990. Tenaga kerja perempuan merupakan para perempuan yang mampu melakukan
pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Yudo, 2000. Dalam hal ini bukan saja buruh
perempuan, karyawati atau buruh-buruh perempuan yang merupakan tenaga kerja tetapi juga mereka yang bekerja mandiri. Semuanya merupakan tenaga kerja yang sangat penting bagi
perekonomian negara. Penyediaan kesempatan kerja bagi perempuan begitu sangat penting keberadaanya. Hal tersebut menjadi beralasan karena perempuan khususnya mereka yang
berasal dari keluarga miskin merupakan tenaga kerja yang potensial bagi kesejahteraan keluarganya bahkan acapkali memberikan sumbangan yang besar bagi kelangsungan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Kartasasmita, 1996. Dalam penelitiansebelumnya, perempuan khususnya ibu rumah tangga bekerja
sebagai buruh harian lepas BHL dan buruh pabrik ramling pengolahan karet. Pilihan sebagai buruh disebabkan karena dua alasan, antara lain: Pertama, penghasilan suami
umumnya bekerja sebagai karyawan perkebunan tidak mencukupi. Kondisi ini kemudian
Universitas Sumatera Utara
20
menyebabkan istri harus bekerja guna memenuhi ekonomi keluarga. Kedua, pekerjaan tersebut relatif mudah dan dapat dilakukan siapa saja. Pekerjaan sebagai buruh tidak
membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan tinggi, atau dapat dikatakan hanya membutuhkan tenagaJurnal Harmoni Sosial, September 2007.
Posisi perempuan dalam perkebunan kelapa sawit skala besar adalah menjadi BHL Buruh Harian Lepas. Dimana setiap pekerja tidak mempunyai jaminan hidup dan fasilitas
yang layak dalam melakukan tugasnya. Perusahaan perkebunan tidak pernah menjadikan perempuan sebagai karyawan tetap dengan alasan perempuan itu lemah dan tidak bisa
melakukan pekerjaan sekuat laki-laki. Perempuan juga memiliki reproduksi seperti haid, hamil dan melahirkan, maka dari itu, perkebunan tidak mempekerjakan perempuan sebab
perusahaan akan merugi dengan memberikan cuti haid, hamil dan melahirkan. Jenis pekerjaan yang dikerjakan oleh buruh perempuan adalah penyemprotan, miping,
tebas, memberondol, pemupukan, klerat dan pembibitan. Dalam melakukan pekerjaannya tersebut para buruh tidak pernah dibekali pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang
dampak negatif penggunaan pestisida bagi kesehatan manusia. Sehingga para buruh selalu mengesampingkan keselamatan kerja dan kesehatan demi mendapatkan upah yang tidak
seimbang dengan resiko kerja yang harus mereka terima.
2.2 Status Buruh Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Ketenagakerjaan