diinterferensikan dengan radiasi infra merah agar sinyal radiasi infra merah yang diterima oleh detektor secara utuh dan lebih trik.
Detektor yang digunakan dalam Spektrofotometer FTIR adalah TGS Tetra Glycerine Sulphate atau MCT Mercury Cadmium Telluride. Detektor
MCT lebih banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan detektor TGS, yaitu memberikan respon yang lebih baik pada frekwensi modulasi
tinggi, lebih sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh temperatur, sangat selektif terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi infra merah.
Gambar 2.3. Bagan FT-IR Silverstains, 1967
2.8. Thermal gravimetric Analysis TGA – Differential Thermal Analysis DTA
Teknik pengukuran TGA – DTA termasuk dalam metode analisis termal, berdasarkan prinsip pengukuran perubahan sifat fisika dan kimia suatu material
terhadap fungsi suhu Daniels, 1973.
Universitas Sumatera Utara
Thermal gravimetric analysis TGA merupakan metode ekseperimental yang mengukur berat dari sampel dengan fungsi suhu atau waktu. Sampel
dipanaskan dengan laju pemanasan yang konstan pengukuran dinamis atau ditahan pada suhu konstan pengukuran isotermal, dan juga dapat diukur dalam
keadaan program suhu non-linier seperti yang digunakan dalam pengukuran TGA sampel terkontrol SCTA. Pemilihan suhu program tergantung kepada
informasi yang akan digunakan dari sampel. Sebagai tambahan, keadaan atmosfer yang digunakan pada percobaan TGA mengambil peran yang penting.
Perubahan keadaan atmosfer dapat dilakukan pada saat pengukuran. Hasil dari pengukuran TGA biasanya ditampilkan sebagai kurva TGA yang memplotkan
massa atau persen terhadap suhu dan atau waktu. Tampilan alternatif yang dapat digunakan adalah kurva turunan pertama dari TGA terhadap suhu atau waktu.
Kurva ini menunjukan laju perubahan massa dan dikenal sebagai turunan termo gravimetri atau kurva DTG Bottom,2008.
Themal gravimetric analysis TGA memantau perubahan massa dari suatu zat sebagai fungsi temperatur atau waktu selama sampel dilektakkan pasa suatu
program temperatur yang teratur. TGA sering digunakan untuk mengatur material polimer berdasarkan stabilitas termalnya dengan membandingkan kehilangan
berat versus temperatur. Kegunaan TGA kedua adalah menentukan laju kehilangan uap, diluent,
dan monomer yang tidak bereaksi yang harus dihilangkan dari bahan polimer. Bahan polimer dapat dipirolisis dengan peralatan TGA untuk menetukan pengisi
karbon hitam atau sisa material anorganik. Kegunaan penting lainnya dari TGA adalah membatu dalam interoretasi termogram DSC dan DTA. Sebagai contoh,
aktifitas endotermik dalam kurva DSC yang terprogram dapat menunjukkan titik lebur polimer yang rendah, atau volatilisasi berat molekul meterial yang rendah.
TGA memberi ahli kimia laboratorium sejumlah aplikasi penting. Aplikasi yang paling penting meliputi profil analisis komposisi dan dekomposisi dari
sistem multikomponen yang dilakukan pada berbagai kondisi temperatur dan atmosfer, parameter tersebut dapat disesuaikan dan diubah pada berbagai titik
Universitas Sumatera Utara
selama percobaan. Aplikasi lain penting meliputi laju terdekat analisis batu bara, pemisahan kuantitatif dari komponen sampel utama dalam campuran
multikomponen, penentuan komponen yang volatil dan menguap dalam material sampel, studi kinetik, dan reaksi oksidasi-reduksi Patnaik, 2004.
Analisi TGA bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang perubahan fisik sampel misalnya titik leleh dan penguapan, tetapi juga terjadi
proses kimia yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi dan seterusnya. Penggunaan bahan polimer sebagai bahan teknik misalnya dalam
industri suku cadang mesin, konstruksi bangunan dan transportasi, tergantung sifat mekanisnya, yaitu gabungan antara kekuatan yang tinggi dan elastisitas yang
baik. Sifat mekanis yang khas ini di sebabkan oleh adanya dua macam ikatan dalam polimer, yakni ikatan kimia yang kuat antara atom dan interaksi antara
rantai polimer yang lebih lemah. Dalam hal dalam logam yang merupakan zat padat polikristalin, sifat mekanis ini tergantung dari sifat patah bahan karena
adanya cacat kristal. Karena itu, kekuatan mekanis teoritisnya yang diperkirakan dari energi ikatan antara ion Wirjosentono, 1995.
DSC merupakan model yang lebih akhir dan telah menjadi metode pilihan untuk penelitian penelitian kuantitatif terhadap transisi termal dalam polimer.
Dalam metode DSC dan DTA suatu sampel polimer dan referensi inert dipanaskan biasanya dalam atmosfer nitrogen dan kemudian transisi-transisi
termal dalam sampel tersebut dideteksi dan diukur . pemegang sampel yang paling umum dipakai adalah cangkir aluminium sangat kecil emas atau grafit dipakai
untuk analisis – analisis diatas 800
o
C, dan referensinya berupa cangkir kosong atau cangkir yang mengandung bahan inert dalam daerah temperatur yang
diinginkan misalnya alumina bebas air Stevens, 2001. Dalam bidang polimer peralatan ini banyak digunakan untuk menentukan
temperatur transisi gelas Tg dan temperature leleh Tm. Temperatur transisi gelas merupakan temperatur dimana terjadi perubahan sifat sifat fisik polimer dari
bentuk kaku glassy menjadi bersifat elastic lunak. Temperatur transisi gelas sendiri bersifat spesifik untuk setiap material padat yang dianalisa. Untuk material
yang kristalin atau semi kristalin, puncak-puncak tersebut akan tampak tajam
Universitas Sumatera Utara
jelas, sedangkan untuk material yang amorf, puncak –puncak tersebut tampak sebagai lereng slope atau bahkan tidak tampak sama sekali Bandrup, 1985.
Analisa termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang prubahan fisik sampel misalnya titik leleh dan penguapan, tetapi terjadinya
proses kimi yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi, dan sebagainya. Pencampuran polimer heterogen ditujukan untuk menaikan ketahanan
bentur bahan polimer, seperti modifikasi karet dengan resin ABS. campuran polimer heterogen ditandai dengan beberapa puncak T
g
, karena disamping masing-masing kompenen masih merupakan fase terpisah, daerah antar muka
mungkin memberikan T
g
yang berbeda Wirjosentono, 1995.
2.9. Scanning Electron Microscopy SEM