4.2.4 Analisa DSC-TGA
Pada kurva TGA polikaprolakton murni degradasi termal mulai terjadi pada suhu 30
o
C dengan persen kehilangan berat 98,89. Selanjutnya, degradasi termal mulai terjadi pada suhu 265,51
o
C dengan persen kehilangan berat 95,98 dan pada akhir degradasi termal terjadi pada suhu 419,31
o
C dengan persen kehilangan berat 2.389 dan menghasilkan persen residu sebesar 2,1237 .
Pada kurva TGA untuk perbandingan polikaprolakton dengan serat epoksi 1g:0,1g, degradasi termal mulai terjadi pada suhu 30
o
C dengan persen kehilangan berat 95,89. Selanjutnya, degradasi termal antara polikaprolakton dengan serat
epoksi mulai terjadi pada suhu 375,51
o
C dengan persen kehilangan berat 95,98 dan pada akhir degradasi termal anatara polikaprolakton dengan serat epoksi
terjadi pada suhu 419,31
o
C dengan persen kehilangan berat 2.489 dan menghasilkan persen residu sebesar 4,237 .
Pada kurva TGA untuk perbandingan polikaprolakton dengan serat epoksi 1g:0,2g, degradasi termal mulai terjadi pada suhu 30
o
C dengan persen kehilangan berat 1,830. Selanjutnya, degradasi termal antara polikaprolakton dengan serat
epoksi mulai terjadi pada suhu 378,07
o
C dengan persen kehilangan berat 82,06 dan pada akhir degradasi termal anatara polikaprolakton dengan serat epoksi
terjadi pada suhu 419,38
o
C dengan persen kehilangan berat 82,16 dan menghasilkan persen residu sebesar 13,58 .
Pada kurva TGA untuk perbandingan polikaprolakton dengan serat epoksi 1g:0,3g, degradasi termal mulai terjadi pada suhu 30
o
C dengan persen kehilangan berat 5,788. Selanjutnya, degradasi termal antara polikaprolakton dengan serat
epoksi mulai terjadi pada suhu 341
o
C dengan persen kehilangan berat 85,78 dan pada akhir degradasi termal anatara polikaprolakton dengan serat epoksi terjadi
pada suhu 420,04
o
C dengan persen kehilangan berat 86,37 dan menghasilkan persen residu sebesar 6,605.
Pada kurva TGA untuk perbandingan polikaprolakton dengan serat epoksi 1g:0,4g, degradasi termal mulai terjadi pada suhu 30
o
C dengan persen kehilangan berat 31,93. Selanjutnya, degradasi termal antara polikaprolakton dengan serat
Universitas Sumatera Utara
epoksi mulai terjadi pada suhu 341,73
o
C dengan persen kehilangan berat 89,04 dan pada akhir degradasi termal anatara polikaprolakton dengan serat epoksi
terjadi pada suhu 420,41
o
C dengan persen kehilangan berat 91,94 dan menghasilkan persen residu sebesar 3,359 .
Dari hasil analisa TGA, dapat diketahui bahwa perbandingan 1:0,1 polikaprolakton dengan serat epoksi memiliki stabilitas termal yang lebih baik
dibandingkan dengan perbandingan 1:02, 1:03 dan 1:04. Kenaikkan stabilitas termal pada polikaprolakton dengan serat epoksi disebabkan karena adanya gugus
sulfat dimana gugus sulfat tersebut menyebabkan energi aktivasi menjadi tinggi dan mempercepat proses degradasi. Selain itu, gugus sulfat pada polikaprolakton
dengan resin epoksi dapat meninggkatkan persen residu yang mengindikasikan bahwa gugus sulfat merupakan Flame-Restandart Dufresne, 2012.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa karakterisasi film yang didapat memenuhi syarat karakterisasi film. Perbandingan
polikaprolakton dengan resin epoksi dari analisis FT-IR menunjukkan adanya ayunan gugus O-H pada panjang gelombang 2944 – 2946 cm
-1
dan adanya regangan gugus C-H pada panjang gelombang 2866 – 2868 cm
-1
, sedangkan karakterisasi film yang terbaik terdapat pada perbandingan 1 g polikaprolakton
dengan 0,4g resin epoksi analisis dari kuat tarik 5,880 MPa, perpanjangan putus 8,5 cm
-1
, dan elastisitas 69,17. Hasil SEM yang terbaik di peroleh pada polikaprolakton murni hal ini karena hasil pada permukaan yang halus, berpori-
pori kecil dan rapat serta lebih kompatibel. Sedangkan hasil analisis TGA-DSC di peroleh pada data yang menunjukkan puncak 375,51
o
C, dan pirolisis terjadi pada 419,31
o
C sehingga persen residu yang dihasilkan sebesar 4,237.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dapat diaplikasikan sebagai sebagai bahan baku pembuatan plastikpengemas bahan makanan, alat medis, body atau
fiber pada kendaraan serta keperluan dalam dunia industri.
Universitas Sumatera Utara