Karakterisasi Film Komposit Polikaprolakton /Resin Epoksi

(1)

(2)

Gambar 1 Foto alat instrumen FTIR


(3)

52

Gambar 3 Grafik FTIR Perbandingan polikaprolakton dengan serat epoksi (1gram : 0,1gram)

Gambar 4 Grafik FTIR Perbandingan polikaprolakton dengan serat epoksi (1gram : 0,2gram)


(4)

Gambar 5 Grafik Perbandingan polikaprolakton dengan serat epoksi (1gram : 0,3gram)


(5)

54

Gambar 7 Foto alat instrumen SEM

(a) (b)

(c)

Gambar 8 Hasil Uji SEM Film dari polikaprolakton murni, pada gambar (a) dengan pembesaran 100 x , gambar (b) dengan pembesaran 500 x, gambar (c) dengan pembesaran 1000 x


(6)

(a) (b)

(c)

Gambar 9 Hasil Uji SEM Film dari polikaprolakton dengan serat epoksi dengan perbandingan 1g : 0,1g, pada gambar (a) dengan pembesaran 100 x , gambar (b) dengan pembesaran 500 x, gambar (c) dengan pembesaran 1000 x


(7)

56

(a) (b)

(c)

Gambar 10 Hasil Uji SEM Film dari polikaprolakton dengan serat epoksi dengan perbandingan 1g : 0,2g, pada gambar (a) dengan pembesaran 100 x , gambar (b) dengan pembesaran 500 x, gambar (c) dengan pembesaran 1000 x


(8)

(a) (b)

(c)

Gambar 11 Hasil Uji SEM Film dari polikaprolakton dengan serat epoksi dengan perbandingan 1g : 0,3g, pada gambar (a) dengan pembesaran 100 x , gambar (b) dengan pembesaran 500 x, gambar (c) dengan pembesaran 1000 x


(9)

58

(a) (b)

(c)

Gambar 12 Hasil Uji SEM Film dari polikaprolakton dengan serat epoksi dengan perbandingan 1g : 0,4g, pada gambar (a) dengan pembesaran 100 x , gambar (b) dengan pembesaran 500 x, gambar (c) dengan pembesaran 1000 x


(10)

Gambar 13 Foto alat instrumen DSC-TGA

Gambar 14 Hasil gabungan grafik TGA dari polikaprolakton murni dan polikaprolakton dengan resin epoksi


(11)

60


(12)

Surgery. Biomaterials 18:3-9.

Bandrup. 1985. Hand Book Of Polymer. New York : John Wiley and Sons.

Billmayer F.W. 1984. Textbook of Polymer Science. New York: Resslear Polytechnique Institute Troy.

Bottom, R. 2008. Principle and Application of thermal analysis (edi Poted by Paul Gabbot). Printed in UK. Blackwell Publishing Ltd. 87-88.

Brown, M.E. 1988. Introduction to Thermal Analysis Techniques and Aplication. London: Chapmann and Hall.

Causin, V. 2011. Nanocomposites Improve Performance of Biodegradable Polymers. Society of Plastics Engineers. 10: 1-2

Cowd M.A. 1991. Polymer Chemistry. London: Jhon Murray Ltd. Crivello. J. V. Lam, J.H.W. 1997. Macromolecules. 10: 13-07.

Cutright, D. 1971. Histologic Comparison of Polylactic Acid Sutures. Oral Surg: 32: 165-173.

Daniels,T. 1973. Thermal Analysis. London : Kogan Page.

Darmansyah. 2010. Evaluasi sifat Fisik Dan Sifat Mekanik Material Komposit Serat/Resin Berbahan Dasar Serat Nata De Coco Dengan Penambahan Nanofiller. Indonesia : Depok.

Daryanto. 2000. Fisika Teknik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Embuscado, M.E. 2009. Edible Film And Coating For Food Application. London: London.

Edlund, U., & Albertson AC. 2002. Degradable Polymer Microspheres For Controlled Drug Delivery. Springler-Verlag Berlin Heidelberg : Advances In Polymer Scienc, Vol. 157.

Gontard, N. 1993. Water And Glyserolas Plasticizer Affect Mechanical And Water Barier Properties at an Edible Wheat Gluten Film. USA: J.Food Science.


(13)

47

Goulding,T.M. 2003.HandbookOfAdhesiveTechonology,2nd Edition, Taylor&Francis Group,LLC,Ch.43

Gunatillake, P.A., & Andhikari. 2003. Biodegradable Syntetic Polymers for Tissue Enginerring. European Cells and Materials 5:1-16.

Habibi, Y. Lucia, L.A. Schiltz, N. Duquesne, E. Dubois, P. and Dufresne, A. 2008. Bionanocomposites Based On Poly(ɛ-Caprolactone)-Grafted Cellulosa Nanocrystals by Ring-Opening Polimerization. Journal of Materials Chemistry. 18:5002-5010.

Hartomo, J.A. 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Edisi ke Empat. Jakarta: Erlangga.

Jalil, R. J.R. Nixon. 1990. Biodegradable Poly (lactic acid) and Poly (latide-co-glicolide). Mikrocapsules-problems Associated With Preparative techniques and release Properties. J Microencapsulation 7:297-325.

Kaitian Xu, Kozluca Ahmet, Denkbas EB, Piskin Erhan., 1996. Poly(D,L-Lactic Acid) homopolymer: synthesis and characterization. Tr. J. Of Chemistry 20:43-53.

Kaw, N. 2006. Serat/Resin Berbahan Dasar Serat. Indonesia : ITB.

Keith, J.L,. 1982. Physical Chemistry. California: The Benjamin/ Cummings Publishing Company, Inc

Kiremitci, Deniz G. 1998. Synthesis, Characterization and In Vitro Degradetion Of Poly (DL-Lactic)/Poly (DL-Lactide-Co-Glycolide) Films. Turk J Chem. 23:153-161.

Krisna, D. 2001. Pengaruh Regelatinasi Dan Modifikasi Hidrotermal Terhadap Sifat Fisik Pada Pembuatan Edible Film Dari Pati Kacang Merah (vigna Angularis Sp.). Tesis Program Studi Magister Teknik Kimia. Universitas Dipenogoro. Semarang.

Krochta, J.M. 1994. Edible Coating And Films To Improve Food Quality New York: CRC Press Boca Raton.

Krochta, J.M. 1992. Control Off Miss Transfer Food With Edible Film. New York: CRC Press Boca Raton.

Lu et al. 2009. Starch-Based Completely Biodegradable Polymer Materials. Journal Off Express Polymer.


(14)

Applications of Syntetic Biodegradable Polymers. CRC Press: Boca Raton, FL. pp. 173-176.

Mc. Hugh. 1994. Permeability Of Edible Film. Lancaster: Technomic Publishing. Co. Inc.

Mcmurry, J., 2007. Organis Chemistry. International Student Edition.China: Thomson.

Mikrajuddin dan Khairurrijal. 2010. Karakterisasi Nanomaterial. Bandung: CV. Rezeki Putera Bandung.

Nair, L. S., and Laurencin, C. T. 2007. Biodegradable Polymers as Biomaterials Journal Of Progress In Polymer Science.

Nisperos, S. 1992. Pembuatan Edible Film Dengan Bahan Dasar Whey Terhadap Kadar Air, pH, Ketebalan, dan Waktu Kelarutan. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Andalas, Padang.

Patnaik, P. 2004. Dean’s Analytical Chemistry Handbook. Second Edition. The McGraw Hill, Inc. USA.

Pine, S.H. 1980. Organic Chemistry. McGraw-Hill Inc, New York.

Porjazoska A, Karal O-Yilmaz, Karyawan Napohan, Cyetkovsca M, Baysal B.M. 2004. Biocompatible Polymer Blends Of Poly (D,L Lactic acid co-glycolic acid) and Triblock PCL-PDMS-PCL Capolymers: Their Characterizations and Degradations. Original Scientitific Paper CCACAA77 (4): 545-551. Preeti, Rohindra DR, Khurma J.R.. 2003. Biodegradation Study Of

Polycaprolacton / Polyvinlybutyral Blends. S. Pac. J. Nat. Sci. 21: 47-49. Rabek, J.F. 1983. Experimental Method of Polymer Chemistry. New York: Wiley

and Sons.

Roylance, D. 2008. Mechanical Properties Of Material. Jhon Willey and Sons. New York.

Silverio, H.A,. Neto, W.P.S., Dantas, N.O,. and Pasquini, D. 2012. Extraction and And Characterization Of Cellulosa Nanocrystals From Corncop For Application as Reinforcing Agent in Nanocomposites. Journal of Industrial Crops and Product. 44:427-436.

Silverstain, R.M. 1967. Spectrometric Identification of Organic Compounds. Second Edition. New York: John Wiley and Sons, Inc.


(15)

49

Stevens, M.P.2001. Kimia Polimer. Cetakan Pertama. Pradnya Paramita. Jakarta. Stuart, B.H. 2002. Polimer Analysis. Australia: Jhon Willey and Sons Ltd.

Subaer. 2008. Pengantar Fisika Geopolimer. Solo: Direktorat Jendral Perguruan Tinggi.

Thomson, R.C. 1995. Biodegradable Polymer Scaffolds to Regenerate organs. Adv Poly Sci 122: 2335-2346.

Ulpa, D.R. 2011. Pembuatan Edible Film Dari Campuran Kanji, Ekstrak Pepaya, Dan Glycerine Sebagai Bahan Pengemas. Skripsi. Medan : Departemen Kimia Universitas Sumatera Utara.

Wirjosentono, B. 1995. Analisa dan Karakterisasi Polimer. Medan : USU-Press. Zhu, Y., and Shen, J. Surface Modification of Polycaprolactone With Poly

(Methacrylic Acid) and Gelatin Covalent Immobilization for Promoting Its Cytocompatibility. Journal of Biomaterials. 23: 4889-4895.


(16)

3.1 Alat-alat Penelitian

Alat Merek

Alat-alat gelas Pyrex

Neraca analitis Ohauss

Hot plate Cimarec

Magnetic Stirer Stirer

Termometer Fisher

Oven Carbolite

Spatula Botol Plastik Alumunium foil

Cawan Petri Pyrex

Cetakan spesimen ASTM D638 tipe 5

Seperangkat alat FT-IR Agilement Technologies Seperangkat alat SEM Bruker

Seperangkat alat TGA SDT Q600 v20 Build 20 Seperangkat alat uji tarik Gotech AL 7000 M

3.2 Bahan-Bahan Penetian

Bahan Merek

Aquades

H2SO4(p) 98% Merck

Resin Epoksi


(17)

27

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Film 3.3.1.1 Polikaprolakton 1 g

Sebanyak 1 gram polikaprolakton dimasukkan kedalam beaker glass, kemudian ditambahkan 4 ml H2SO4(p) 98% lalu dipanaskan pada suhu 550C selama 2 jam sambil diaduk dan di stirer di atas hot plate. Kemudian diletakkan kedalam cawan petri sampai merata dan dimasukkan kedalam oven pada suhu 500, setelah itu sampel dikeluarkan dari oven, dan biarkan sampel mengeras kemudian lepaskan sampel dari cawan petri dan dipotong hingga terbentuk seperti cetakan dump-bell ASTM-D638 tipe 5.

3.3.1.2 Perbandingan polikaprolakton 1g dengan resin epoksi 0,1g

Sebanyak 1 gram polikaprolakton dimasukkan kedalam beaker glass, kemudian ditambahkan 4 ml H2SO4(p) 98% lalu dipanaskan pada suhu 550C selama 2 jam sambil diaduk dan di stirer di atas hot plate. Kemudian ditambahkan resin epoksi 0,1g ke dalam beaker glass yang berisi antara polikaprolakton dengan H2SO4(p) lalu dipanaskan pada suhu 550C selama 1 jam dengan stirer di atas hot plate. Kemudian diletakkan kedalam cawan petri sampai merata dan dimasukkan kedalam oven pada suhu 500C, setelah itu sampel dikeluarin dari oven, dan biarkan sampel mengeras kemudian lepaskan sampel dari cawan petri dan dipotong hingga terbentuk seperti cetakan dump-bell ASTM-D638 tipe 5, dan dilakukan percobaan selama 3x dengan perbandingan 0,2g, 0,3g dan 0,4g.

3.3.2 Analisis Gugus Fungsi Dengan Spekrtoskopi FT-IR

Sampel di letakkan pada plat ke arah sinar infra merah lalu di jepit. Hasilnya akan diperoleh spektrum puncak absorbsi infra merah dari sampel berupa plot bilangan gelombang (cm-1) dan persen transmitansi (%) di monitor dengan rentang bilangan gelombang 4000-500 cm-1.


(18)

Proses pengamatan mikroskopi menggunakan SEM dilakukan pada permukaan patahan sampel. Mula-mula sampel dilapisi dengan emas bercampur palladium dalam suatu ruangan (vacum evaporator) bertekanan 0,2 Torr dengan menggunakan mesin TM 3000. Selanjutnya sampel disinari dengan pancaran elektron bertenaga 20kV pada ruangan khusus sehingga sampel mengeluarkan elektron sekunder dan elektron yang terpental dapat dideteksi oleh detektor Scientor yang diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang menyebabkan timbulnya gambar CRT (Cathode Ray Tube) selama 4 menit. Kemudian coatting dengan tabel lapisan 400 Amstrong dimasukkan kedalam lapisan spesimen Chamber pada mesin SEM (JSM-35C) untuk dilakukan pemotretan. Hasil pemotretan dapat disesuaikan dengan perbesaran yang diinginkan.

3.3.4 Analisis Termal Dengan TGA

Sampel ditimbang dengan massa 12 mg dan dipanaskan pada suhu kamar sampai 600 0C dengan laju pemanasan 10 0C/menit. Analisis dilakukan dengan menaikkan suhu sampel secara bertahap. Perubahan massa akibat kenaikan suhu dapat ditentukan langsung dari termogarm. TGA ini menggunakan instrumen SDT Q600 v20 Build 20 yang mengandung gas nitrogen.

3.3.5 Analis Sifat Mekanik Dengan Uji Tarik

Pengujian kekuatan tarik dilakukan dengan menggunakan alat uji tarik GOTECH AL 7000 M terhadap tiap spesimen, dengan kecepatan tarik 5mm/menit dan beban 2000 kgf. Mula-mula dihidupkan alat uji tarik dan biarkan selama 1 jam. Spesimen dijepit menggunakan griffpada alat tersebut, kemudian diatur tegangan, regangan, dan satuannya. Tekan tombol start untuk memulai uji pada spesimen sampai putus. Dilakukan perlakuan yang sama untuk tiap sampel. Dari data load (tegangan) dan stroke(regangan) yang diperoleh dapat dihitung kekuatan tarik dan kemuluran masing-masing spesimen.


(19)

29

1g polikaprolakton 3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Bagan Penelitian Polikaprolakton murni

Dimasukkan kedalam beaker glass Ditambahkan 4 ml H2SO4 98% pada suhu 550C selama 2 jam Diaduk hingga homogen

Distirer di atas hot plate pada suhu 550C selama 1 jam

Didiamkan selama 1 menit

Dimasukkan kedadalm cawan petri hingga merata di permukaan

Dimasukkan kedalam oven pada suhu 500C selama 1 jam

Didiamkan hingga sampel mengeras hingga sampel bisa lepas dari cawan petri

Dipotong sampel sampai terbentuk seperti cetakan dump-bell ASTM-D638 tipe 5 Di karakterisasi (silverio et al. 2012)


(20)

1g polikaprolakton

Larutan polikaprolakton

3.4.2 Bagan Penelitian Perbandingan Polikaprolakton dengan Serat Epoksi

Dimasukkan kedalam beaker glass Ditambahkan 4 ml H2SO4 98% pada suhu 550C selama 2 jam Diaduk hingga homogen

Ditambahkan resin epoksi sebanyak 0,1g Distirer di atas hot plate pada suhu 550C selama 1 jam

Didiamkan selama 1 menit

Dimasukkan kedadalm cawan petri hingga merata di permukaan

Dimasukkan kedalam oven pada suhu 500C selama 1 jam

Didiamkan hingga sampel mengeras hingga sampel bisa lepas dari cawan petri

Dipotong sampel sampai terbentuk seperti cetakan dump-bell ASTM-D638 tipe 5 Di karakterisasi (silverio et al. 2012)

Dilakukan prosedur yang sama sebanyak 3x dengan perbandingan 1:0,2 ; 1:0,3 dan 1:0,4.


(21)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Hasil Analisis Gugus Fungsi Menggunakan Spektroskopi FTIR

Dari hasil perbandingan polikaprolakton murni dan campuran dari polikaprolakton dengan resin epoksi analisis gugus fungsi menggunakan spektroskopi FTIR dapat dilihat pada gambar 4.1 dan 4.2 serta tabel 4.1 dibawah ini:


(22)

Gambar 4.2 Spektrum FTIR dari Polikaprolakton dengan Resin Epoksi

Tabel 4.1 Bilangan Gelombang dari berbagai gugus fungsi pada polikaprolakton murni dan polikaprolakton dengan resin epoksi

Bilangan Gelombang (cm-1) Polikaprolakton Murni dan Polikaprolakton dengan Resin Epoksi

Jenis Vibrasi

Gugus Fungsi

Senyawa Pustaka (Fessenden 1992) (cm-1)

2944-2946 Ayunan O-H Alkohol 2900 – 3000

2866-2868 Regangan C-H Alkana 2800 – 2900

1721-1723 Regangan C=O Ester 1700 – 1800

1142-1244 Ayunan C-O-C Alkohol,Eter 1100 – 1300

1040-1043 Regangan C-O Alkohol 1000 – 1100

672-713 Regangan C-H Eter,Alkana 600 – 750

Berdasarkan dari Tabel 4.1 terlihat bahwa gugus polikaprolakton murni merupakan gabungan dari gugus fungsi spesifik yang terdapat pada komponen penyusunya. Gugus fungsi tersebut muncul kembali pada spektrum campuran antara polikaprolakton dengan resin epoksi dimana intensitasnya hampir sama dan tidak ditemukan gugus fungsi yang baru. Hal ini membuktikan campuran tersebut dihasilkan merupakan proses campuran secara fisika.


(23)

33

4.1.2 Hasil Analisis Kekuatan Tarik, Perpanjangan Untuk Putus Dan Elastisitas

Tabel 4.2 polikaprolakton murni

No Parameter Hasil

1 Kekuatan Tarik 4,080 MPa

2 Perpanjangan Putus 6,500 cm-1

3 Elastisitas 62,82 %

Tabel 4.3 Perbandingan polikaprolakton dengan serat epoksi (1gram : 0,1gram)

No Parameter Hasil

1 Kekuatan Tarik 4,335 MPa

2 Perpanjangan Putus 6,900 cm-1

3 Elastisitas 63,11 %

Tabel 4.4 Perbandingan polikaprolakton dengan serat epoksi (1gram : 0,2gram)

No Parameter Hasil

1 Kekuatan Tarik 4,707 MPa

2 Perpanjangan Putus 7,450 cm-1

3 Elastisitas 63,18 %

Tabel 4.5 Perbandingan polikaprolakton dengan serat epoksi (1gram : 0,3gram)

No Parameter Hasil

1 Kekuatan Tarik 5,444MPa

2 Perpanjangan Putus 7,900 cm-1

3 Elastisitas 68,91 %

Tabel 4.6 Perbandingan polikaprolakton dengan serat epoksi (1gram : 0,4gram)

No Parameter Hasil

1 Kekuatan Tarik 5,880MPa

2 Perpanjangan Putus 8,500 cm-1


(24)

Keterangan:

Max load = tegangan maksimal

Load = tegangan

σ = kekuatan tarik bahan P = max load

A = lebar X tebal Extension = waktu tegangan Young = elasitas

4.1.2.1 Penentuan polikaprolakton murni • Max Load = load x σ

= 0,30 x 9,8 = 2,940 N/mm2 • Tensiel Strength = �

= 2,940 6 � 0,12

= 4,083 MPa ( kekuatan tarik) • Elongation Break = ���������

����� � 100

= 1,300

20 � 100

= 6,500 cm-1 ( Perpanjangan Tarik / Untuk Putus) • Modulus Young = ������� ������� ℎ

���������� �����

= 4,083 0,065


(25)

35

4.1.2.2 Penentuan Polikaprolakton dengan serat epoksi (1gram : 0,1gram) • Max Load = load x σ

= 0,40x 9,8 = 3,920N/mm2 • Tensiel Strength = �

= 3,920 6 � 0,15

= 4,355 MPa ( kekuatan tarik) • Elongation Break = ���������

����� � 100

= 1,38

20 � 100

= 6,900 cm-1 ( Perpanjangan Tarik / Untuk Putus) • Modulus Young = ������� ������� ℎ

���������� �����

= 4,355 0,069

= 63,11 % (Elastisitas)

4.1.2.3 Penentuan Polikaprolakton dengan serat epoksi (1gram : 0,2gram) • Max Load = load x σ

= 0,49x 9,8 = 4,802N/mm2 • Tensiel Strength = �

= 4,802 6 � 0,17

= 4,707 MPa ( kekuatan tarik) • Elongation Break = ���������

����� � 100

= 1,49

20 � 100

= 7,450 cm-1 ( Perpanjangan Tarik / Untuk Putus) • Modulus Young = ������� ������� ℎ

���������� �����

= 4,707 0,074


(26)

• Max Load = load x σ = 0,60x 9,8 = 5,880N/mm2 • Tensiel Strength = �

= 5,880 6 � 0,18

= 5,444 MPa ( kekuatan tarik) • Elongation Break = ���������

����� � 100

= 1,58

20 � 100

= 7,900 cm-1 ( Perpanjangan Tarik / Untuk Putus) • Modulus Young = ������� ������� ℎ

���������� �����

= 5,444 0,079

= 68,91 % (Elastisitas)

4.1.2.5 Penentuan Polikaprolakton dengan serat epoksi (1gram : 0,4gram) • Max Load = load x σ

= 0,72x 9,8 = 7,056N/mm2 • Tensiel Strength = �

= 7,056 6 � 0,20

= 5,880 MPa ( kekuatan tarik) • Elongation Break = ���������

����� � 100

= 1,70

20 � 100

= 8,500 cm-1 ( Perpanjangan Tarik / Untuk Putus) • Modulus Young = ������� ������� ℎ

���������� �����

= 5,880 0,085


(27)

37

Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Kekuatan Tarik

Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Perpanjangan Putus

Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Elastisitas

0 1 2 3 4 5 6 7 X Y

KEKUATAN TARIK (MPa)

MURNI 1 : 0.1 1 : 0.2 1 : 0.3 1 : 0.4

0 2 4 6 8 10 X Y

PERPANJANGAN UNTUK PUTUS (CM

-1

)

MURNI 1 : 0.1 1 : 0.2 1 : 0.3 1 : 0.4

58 60 62 64 66 68 70 72 X Y

ELASTISITAS (%)

MURNI 1 : 0.1 1 : 0.2 1 : 0.3 1 : 0.4


(28)

Analisis Morfologi dengan SEM dilakukan untuk mengamati permukaan dari polikaprolakton murni dan polikaprolakton dengan serat epoksi yang terdapat pada gambar 4.6.

(a) (b)


(29)

39

(e)

Gambar 4.6 Hasil Uji SEM Film dengan pembesaran 500 x, pada gambar (a) polikaprolakton murni , gambar (b) polikaprolakton dengan resin epoksi (1:0,1), gambar (c) polikaprolakton dengan resin epoksi (1:0,2), gambar (d) polikaprolakton dengan resin epoksi (1:0,3) dan gambar (e) polikaprolakton dengan resin epoksi (1:0,4). Dimana dari gambar tersebut terdapat perbedaan mulai dari bentuk dan permukaan yang dihasilkan pada gambar tersebut.

4.1.4 Hasil Analisa Degradasi Termal Menggunakan DSC-TGA

Analisis degradasi termal dilakukan dengan menggunakan intrumen TGA SDT Q600 Seri 0600-1473, dengan kecepatan aliran gas nitrogen sebesar 100 mL/menit dan kenaikan temperature 300C/menit. Hasil analisis degradasi termal menggunakan TGA untuk polikaprolakton murni dan polikaprolakton dengan resin epoksi yang dapat dilihat pada gambar 4.7 dan 4.8 berikut.


(30)

Gambar 4.7 Grafik DSC-TGA Polikaprolakton Murni.

Gambar 4.8 Grafik DSC-TGA Polikaprolakton dengan Resin Epoksi dengan perbandingan mulai dari 1:0,1 ; 1:0,2 ; 1:0,3 dan 1:0,4 (gram).

Hasil dari gambar 4.7 dan 4.8 dimana grafik tersebut terjadi degradasi termal mulai dari suhu 98,89oC sampai dengan 420,45oC.


(31)

41

4.2 Pembahasan 4.2.1 Analisa FT-IR

Spektroskopi FT-IR dilakukan untuk karakterisasi interaksi spektrum gugus fungsi karakterisasi secara mikrostruktural di antara polikaprolakton dengan resin epoksi. Pada polikaprolakton dengan resin epoksi yang digunakan dalam penelitian, dilakukan analisa FT-IR menunjukkan adanya ayunan gugus O-H pada panjang gelombang 2944 – 2946 cm-1 di mana terdapat senyawa alkohol,adanya regangan gugus C-H pada panjang gelombang 2866 – 2868 cm-1 yang terdapat senyawa alkana, adanya regangan gugus C=O pada panjang gelombang 1721 – 1723 cm-1 yang terdapat senyawa ester, adanya ayunan gugus C-O-C pada panjang gelombang 1142 – 1244 cm-1 yang terdapat senyawa alkohol dan eter, adanya regangan gugus C-O pada panjang gelombang 1040 – 1043 cm-1 yang terdapat senyawa alkohol, adanya regangan gugus C-H pada panjang gelombang 672 – 713 cm-1 yang terdapat senyawa eter dan alkana. Dengan demikian, film yang telah dibuat memiliki karakteristik yang memenuhi syarat umum dalam pembuatan film.

4.2.2 Kuat Tarik, Perpanjangan Untuk Putus dan Elastisitas

Kuat tarik dan perpanjangan untuk putus maupun elastisitas merupakan sifat mekanik yang berhubungan dengan sifat kimia film. Kuat tarik dan perpanjangan untuk putus merupakan gaya maksimum yang dapat ditahan oleh sebuah film hingga terputus. Parameter ini merupakan salah satu sifat mekanis yang terpenting dalam film. Kuat tarik dan perpanjangan untuk putus maupun elastisitas yang terlalu kecil mengidentifikan bahwa film yang bersangkutan tidak dapat dijadikan kemasan, karena karakter fisiknya kurang kuat dan mudah patah (ulpa,2011).

Dari perbandingan hasil kuat tarik, perpanjangan untuk putus dan elastisitas dapat disimpulkan bahwa film dari polikaprolakton dengan resin epoksi dengan perbandingan 1:0,4 lebih tinggi dari film yang lainnya setelah dilakukan percobaan yang sama. karena proses campuran yang lebih stabil dan


(32)

lebih tinggi dan lebih tebal.

Hal ini terjadi karena dengan perbandingan antara polikaprolakton dengan resin epoksi 1:0,4 yang dihasilkan pada film terdapata titik jenuh, sehingga molekul tersebut akan terdispensi dan berinteraksi dengan struktur rantai polimer yang menyebabkan rantai polimer sukar bergerak. Hal ini yang menyebabkan kekuatan tarik meningkat karena adanya adanya gaya intermolekuler diantara serat epoksi.

4.2.3 Analisa SEM

Analisa ini dilakukan dengan alat yang biasa disebut dengan mikroskopi kamera. Analisa ini bertujuan untuk melihat permukaan penampang untuk melihat permukaan melintang dan membujur suatu spesimen secara mikroskopis dengan pembesaran tertentu. Analisa ini juga dapat mengevaluasi homogenitas film, struktur lapisan halus maupun kasarnya permukaan sehingga torpografi, tonjolan, lekukan dan pori-pori pada permukaan dapat terlihat. Pada prinsipnya bila terjadi perubahan suatu bahan misalnya patahan, lekukan dan perubahan struktur dari permukaan suatu bahan, maka bahan tersebut cenderung mengalami perubahan energi (Ulpa, 2011).

Hasil analisa SEM pada film, akan memperlihatkan permukaan pada film tersebut. Bila hasil pada permukaan tersebut rata atau bergelombang, tergantung pada bahan-bahan penyusun film tercampur merata atau tidak. Tergantung pada matriks, bahan pengisi dan peplastik tercampur dengan baik sehingga dihasilkan permukaan film yang baik. Dilihat dari uji mekanik tertinggi, dilakukan analisis permukaan film yang di hasilkan pada pembesaran 500 x pada gambar 4.8 dapat diketahui bahwa adanya tonjolan dan lekukan pada permukaan film, ini disebabkan karena proses percampuran tidak merata.


(33)

43

4.2.4 Analisa DSC-TGA

Pada kurva TGA polikaprolakton murni degradasi termal mulai terjadi pada suhu 30oC dengan persen kehilangan berat 98,89%. Selanjutnya, degradasi termal mulai terjadi pada suhu 265,51oC dengan persen kehilangan berat 95,98% dan pada akhir degradasi termal terjadi pada suhu 419,31oC dengan persen kehilangan berat 2.389% dan menghasilkan persen residu sebesar 2,1237 %.

Pada kurva TGA untuk perbandingan polikaprolakton dengan serat epoksi 1g:0,1g, degradasi termal mulai terjadi pada suhu 30oC dengan persen kehilangan berat 95,89%. Selanjutnya, degradasi termal antara polikaprolakton dengan serat epoksi mulai terjadi pada suhu 375,51oC dengan persen kehilangan berat 95,98% dan pada akhir degradasi termal anatara polikaprolakton dengan serat epoksi terjadi pada suhu 419,31oC dengan persen kehilangan berat 2.489% dan menghasilkan persen residu sebesar 4,237 %.

Pada kurva TGA untuk perbandingan polikaprolakton dengan serat epoksi 1g:0,2g, degradasi termal mulai terjadi pada suhu 30oC dengan persen kehilangan berat 1,830%. Selanjutnya, degradasi termal antara polikaprolakton dengan serat epoksi mulai terjadi pada suhu 378,07oC dengan persen kehilangan berat 82,06% dan pada akhir degradasi termal anatara polikaprolakton dengan serat epoksi terjadi pada suhu 419,38oC dengan persen kehilangan berat 82,16% dan menghasilkan persen residu sebesar 13,58 %.

Pada kurva TGA untuk perbandingan polikaprolakton dengan serat epoksi 1g:0,3g, degradasi termal mulai terjadi pada suhu 30oC dengan persen kehilangan berat 5,788%. Selanjutnya, degradasi termal antara polikaprolakton dengan serat epoksi mulai terjadi pada suhu 341oC dengan persen kehilangan berat 85,78% dan pada akhir degradasi termal anatara polikaprolakton dengan serat epoksi terjadi pada suhu 420,04oC dengan persen kehilangan berat 86,37% dan menghasilkan persen residu sebesar 6,605%.

Pada kurva TGA untuk perbandingan polikaprolakton dengan serat epoksi 1g:0,4g, degradasi termal mulai terjadi pada suhu 30oC dengan persen kehilangan berat 31,93%. Selanjutnya, degradasi termal antara polikaprolakton dengan serat


(34)

dan pada akhir degradasi termal anatara polikaprolakton dengan serat epoksi terjadi pada suhu 420,41oC dengan persen kehilangan berat 91,94% dan menghasilkan persen residu sebesar 3,359 %.

Dari hasil analisa TGA, dapat diketahui bahwa perbandingan 1:0,1 polikaprolakton dengan serat epoksi memiliki stabilitas termal yang lebih baik dibandingkan dengan perbandingan 1:02, 1:03 dan 1:04. Kenaikkan stabilitas termal pada polikaprolakton dengan serat epoksi disebabkan karena adanya gugus sulfat dimana gugus sulfat tersebut menyebabkan energi aktivasi menjadi tinggi dan mempercepat proses degradasi. Selain itu, gugus sulfat pada polikaprolakton dengan resin epoksi dapat meninggkatkan persen residu yang mengindikasikan bahwa gugus sulfat merupakan Flame-Restandart (Dufresne, 2012).


(35)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa karakterisasi film yang didapat memenuhi syarat karakterisasi film. Perbandingan polikaprolakton dengan resin epoksi dari analisis FT-IR menunjukkan adanya ayunan gugus O-H pada panjang gelombang 2944 – 2946 cm-1 dan adanya regangan gugus C-H pada panjang gelombang 2866 – 2868 cm-1, sedangkan karakterisasi film yang terbaik terdapat pada perbandingan 1 g polikaprolakton dengan 0,4g resin epoksi analisis dari kuat tarik 5,880 MPa, perpanjangan putus 8,5 cm-1, dan elastisitas 69,17%. Hasil SEM yang terbaik di peroleh pada polikaprolakton murni hal ini karena hasil pada permukaan yang halus, berpori-pori kecil dan rapat serta lebih kompatibel. Sedangkan hasil analisis TGA-DSC di peroleh pada data yang menunjukkan puncak 375,51oC, dan pirolisis terjadi pada 419,31oC sehingga persen residu yang dihasilkan sebesar 4,237%.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dapat diaplikasikan sebagai sebagai bahan baku pembuatan plastik/pengemas bahan makanan, alat medis, body atau fiber pada kendaraan serta keperluan dalam dunia industri.


(36)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. POLIMER

Polimer berasal dari bahasa Yunani, yaitu poly berarti banyak dan meros berarti bagian atau unit. Polimer didefenisikan sebagai suatu senyawa yang terdiri atas pengulangan unit kecil atau sederhana yang terikat dengan ikatan kovalen. Struktur unit ulang biasanya hampir sama dengan senyawa awal pembentukan polimer yang di sebut monomer (Billmayer, 1984).

Panjang rantai polimer dihitung berdasarkan jumlah satuan unit ulang yang terdapat dalam rantai yang disebut derajat polimerisasi. Polimer dapat dibedakan dalam tiga kelompok berdasarkan unit-unit ulang pada rantai molekul, yaitu polimer linier, polimer bercabang, dan polimer ikatan silang. Berdasarkan sumbernya polimer digolongkan kedalam dua jenis, yaitu polimer alam dan polimer sintetik. Polimer sintetik diklarifikasikan dalam dua golongan berdasarkan sifat termalnya, yaitu termoplastik dan termoset. Yang termasuk termoplastik antara lain polikaprolakton (PCL), poli asam glikolat (PGA), poli asam laktat (PLA) dan polipropilen (PP) sedangkan silikon merupakan contoh golongan termoset. Perbedaan utama antara polimer termoplastik dan termoset ialah termoplastik umumnya berstruktur linier dan termoset berstruktur tiga dimensi (Cown, 1991).

2.2. POLIMER BIODEGRADABEL

Polimer biodegradabel yang berasal dari alam maupun sintetik dapat terhidrolisis dalam tubuh baik dengan reaksi enzimatik, non-enzimatik, maupun gabungan keduanya tanpa menghasilkan dampak yang merugikan dan pada akhirnya akan musnah melalui jalur ekskresi biasa. Berbagai jenis polimer biodegradabel baik yang berasal dari alam maupun sintetik telah dikaji untuk sistem penyaluran obat dalam waktu yang lama. Akan tetapi hanya sedikit


(37)

6

diantaranya yang benar-benar biokompatibel. Polimer biodegradabel seperti serum bovine albumin (BSA), human serum albumin (HSA), kolagen, gelatin, dan hemoglobin yang telah dipelajari untuk digunakan dalam sistem penyaluran obat. Akan tetapi penggunaan bahan-bahan tersebut sangat terbatas dan harganya relatif mahal, serta masih diragukan kemurniannya (Jalil, 1990).

Kebanyakan dari polimer biodegradabel yang dipelajari berasal dari golongan poliester. Diantara poli asam-α-hidroksi seperti PGA, PLA dan kapolimernya mempunyai sejarah cukup panjang sebagai bahan sintetik biodegradabel (Ashammakhi, 1997). Dalam bidang medis. Polimer ini digunakan sebagai benang bedah (Cutright, 1971), piring, perlengkapan ortopedik (Mayer dan hollinger 1995) dan transplantasi sel (Thomson, 1995).

Polimer biodegradabel merupakan bahan yang dapat yang didegradasi oleh mikroorganisme dan enzim. Pengguna beberapa polimer memberikan suatu pendekatan untuk menyelesaikan masalah sampah plastik. Polimer biodegradabel dapat juga digunakan untuk aplikasi medis seperti implantasi jaringan dan sebagai penyalur obat dan juga untuk aplikasi dalam pertanian seperti jerami dan agrokimia. Polimer yang secara biologis terdegradasi mengandung gugus fungsi yang peka terhadap hidrolisis enzimatik dan oksidasi, di antaranya gugs hidroksil (-OH), gugus ester (-COO-) dan gugus karbonil (C=O). Poliester, seperti polikaprolakton, poli asam glikolat dan poli asam laktat merupakan contoh polimer ini. Kebutuhan polimer biodegradabel akan diciptakan untuk memperoleh waktu hidup tertentu dan kemampuan terdegradasi, sebagai contoh, polimer peka terhadap radiasi sinar ultraviolet (Stuart, 2003).

2.3 POLIBLEN

Proses blending dalam polimer dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu blending fisika dan blending kimia. Blending fisika yaitu pencampuran secara fisika antara dua jenis polimer atau lebih memiliki struktur berbeda dan tidak membentuk ikatan kovalen antara komponen-komponenya. Hasil pencampuran ini disebut poliblen. Sedangkan blending kimia yaitu campuran antara dua jenis polimer atau lebih memiliki struktur berbeda dan dan ditandai dengan terjadinya


(38)

menghasilkan kopolimer. Interaksi yang terjadi dalam poliblen adalah ikatan Van Der Waals, ikatan hidrogen atau interaksi dipol-dipol (Rabek, 1983).

Polimer ini bertujuan untuk mendapatkan sifat-sifat material yang diinginkan dan disesuaikan dengan keperluan. Poliblen komersial dapat dihasilkan dari polimer sintetik dengan polimer sintetik, polimer sintetik dengan polimer alam, dan polimer alam dengan polimer alam.

Poliblen yang dihasilkan berupa poliblen homogen dan poliblen heterogen. Pliblen homogen terlihat homogen dan transparan, mempunyai titik leleh tunggal dan sifat fisiknya sebanding dengan komposisi masing-masing komponen penyusunya. Sedangkan poliblen heterogen terlihat tidak jelas dan mempunyai beberapa titik leleh (Brown, 1988).

Di tinjau dari segi termodinamika, kinetika dan keseimbangan mekanik, suatu poliblen tidak mungkin homogen dalam satu fase. Kompabilitas poliblen tidak dapat ditentukam secara pasti. Kompatibilitas mempunyai sifat alami dalam pencampuran dua cairan. Pengertian kompatibilitas dapat digambarkan sebagai cairan yang dicampur untuk membentuk campuran satu fase dan homogen. Kompatibilitas dari poliblen ditunjukkan oleh seberapa dekat poliblen tersebut mendekati campuran fase tunggal dan pengukurannya relatif tergantung pada derajat heterogenitas poliblen itu sendiri (Rabek, 1980).

Kompatibilitas poliblen menggambarkan kekuatan antaraksi yang terjadi antara rantai polimer sehingga membentuk campuran homogen atau mendekati homogen, ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk penentuan poliblen: 1. Lelehan Film

2.

. Film yang rapuh dan kusam menunjukkan tidak kompatibilitas.

Penampilan Poliblen

3.

. Sifat transparan dari sifat menunjukkan kompatibilitas, sedangkan penampilan yang rapuhmenunjukkan tidak kompatibilitas.

Suhu Transisi Kaca. Jika poliblen menunjukkan dua suhu transisi kaca yang beda sesuai dengan asal polimer, maka tidak dinyatakan


(39)

8

kompatibel. Jika poliblen menunjukkan hanya satu suhu transisi, sistem ini dinyatakan kompatibel.

4. Pengukuran mekanik-dinamik, ini adalah metode yang paling akurat (Rabek, 1983).

2.4. FILM

Film adalah lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang tidak dapat dimakan, dibentuk diatas komponen makanan yang berfungsi sebagai penghambat transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen, lemak dan zat terlarut) dan atau sebagai bahan makanan atau aditif dan untuk meningkatkan penanganan yang terdapat pada makanan.

Film harus mempunyai sifat-sifat yang sama dengan kemasan seperti plastik, yaitu harus memiliki sifat menahan air sehingga dapat mencegah kehilangan kelembaban produk, memiliki perneabilitas selektif terhadap gas tertentu, mengendalikan perpindahan padatan terlarut untuk mempertahankan warna, pigmen alami dan gizi, serta menjadi pembawa bahan aditif seperti pewarna, pengawet dan penambah aroma yang memperbaiki mutu bahan pangan sehari-hariyang selalu digunakan (Krochta. 1992).

Penggunaan film untuk pengemasan produk-produk pangan seperti sosis, buah-buahan dan sayuran segar dapat memperlambat penurunan mutu, karena film dapat berfungsi sebagai penahan difusi gas oksigen, karbondioksida dan uap air serta komponen flavor, sehingga mampu menciptakan kondisi atmosfir internal yang sesuai dengan kebutuhan produk yang dikemas.

Film dapat di aplikasikan pada makanan dengan cara pembungkusan, pencelupan penyikatan atau penyemprotan. Bahan hidro koloid dan lemak atau campuran keduannya dapat digunakan untuk membuat film. Hidrokoloid yang dapat digunakan untuk membuat film adalah protein (gelatin, kasein, protein, dan gluten jagung) dan karbohidrat (pati, alginat dan pektin), sedangkan lipid yang digunakan adalah lilin/wax, gliserol dan asam lemak. Adapun ketebalan film dari 0,1 mm (Embuscado. 2009).


(40)

memperpanjang umur simpan produk serta tidak mencemari lingkungan karena film ini dapat dimakan bersama produk yang dikemasnya. Selain film istilah lain untuk kemasan yang berasal dari bahan hasil pertanian adalah biopolimer, yaitu polimer dari hasil pertanian yang digunakan sebagai bahan baku film kemasan tanpa dicampur dengan polimer sintetis (plastik).

Bahan polimer diperoleh secara murni dari hasil pertanian dalam bentuk tepung, pati atau isolat. Komponen polimer hasil pertanian adalah polipeptida (protein), polisakarida (karbohidrat) dan lipid. Ketiganya mempunyai sifat termoplastik, sehingga mempunyai potensi untuk dibentuk atau dicetak sebagai film kemasan. Keunggulan polimer hasil pertanian adalah bahannya yang berasal dari sumber yang terbarukan (reneable) dan dapat dihancurkan secara buatan dan maupun alami yang terdegrasi (biodegradasi) (krochta.1994).

Komponen penyusun film mempengaruhi secara langsung bentuk morfologi maupun karakteristik pengemas yang dihasilkan. Komponen utama penyusun film dikelompokkan menjadi tiga, yaitu hidrokoloid, lipida dan komposit. Bahan-bahan tambahan yang sering dijumpai dalam pembuatan film adalah antimikroba, antioksidan, flavor dan pewarna.

Komponen yang cukup besar dalam pembuatan film adalah plastisizer, yang berfungsi: :

- meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas film - menghindari film dari keretakan

- meningkatkan permeabilias terhadap gas, uap air dan zat terlarut - meningkatkan elastisitas film.

Bahan penyusun film dibagi menjadi 3 katagori yaitu hidrokoloid (protein dan karbohidrat), lemak dan komposit dari dua atau tiga bahan. Ada beberapa keunggulan film dari pengemas lain, yaitu :

1. Meningkatkan retensi warna, asam, gula dan koponen flavor. 2. Mengurangi kehilangan berat


(41)

10

3. Mempertahankan kualitas saat pengirim dan penyimpanan 4. Mengurangi kerusakan akibat penyimpanan

5. Memperpanjang umur simpanan

6. Mengurangi penggunaan pengemas sintetik (Nisperos. 1992).

Secara umum parameter yang sering digunakan dalam mengukur sifat mekanik film adalah ketebalan, kuat tarik (tensiel strength), dan kemuluran (elongation) (Krisna. 2011).

Ketebalan merupakan sifat fisik film yang besarnya dipengaruhi oleh konsentrasi hidro koloid pembentuk film dan ukuran plat kaca pencetak. Ketebalan film mempengharui laju uap air, gas, dan senyawa volatile lainnya. Sebagai kemasan, semakin tebal film, maka kemampuan penahannya akan semakin besar atau semakin sulit dilewatiuap air, sehingga umur simpan produk akan semakin panjang (Mc. Hugh 1994).

Kekuatan peregangan film atau merupakan kemampuan bahan dalam menahan tekanan yang diberikan pada saat bahan tersebut berada dalam regangan maksimumnya. Kekuatan peregangnya menggambarkan tekanan maksimum yang dapat diterima oleh bahan atau sampel.

Perpanjangan film atau elongation merupakan kemampuan perpanjangan bahan saat diberikan gaya tarik. Nilai elongation film menunjukkan kemampuan rentangnya (Gortard et al. 1993).

2.5. Resin Epoksi

Epoksi adalah suatu kopolimer, terbentuk dari dua bahan kimia yang berbeda. Ini disebut sebagai “resin” dan “pengeras”. Resin ini terdiri dari monomer atau polimer rantai pendek dengan kelompok epoksida di kedua ujung. resin epoksi paling umum yang dihasilkan dari reaksi antara


(42)

digantikan dengan bahan kimia yang serupa. Pengeras terdiri dari monomer polyamine, misalnya triethylenetetramine (Teta). Ketika senyawa ini dicampur bersama.

kelompok amina bereaksi dengan kelompok epoksida untuk membentuk ikatan kovalen. Setiap kelompok NH dapat bereaksi dengan kelompok epoksida, sehingga polimer yang dihasilkan sangat silang, dan dengan demikian kaku dan kuat. Proses polimerisasi disebut “curing” dan dapat dikontrol melalui suhu, pilihan senyawa resin dan pengeras, dan rasio kata senyawanya, proses dapat berlangsung beberapa jam. Beberapa formulasi manfaat dari pemanasan selama masa berjalan, sedangkan yang lainnya hanya memerlukan waktu, dan suhu yang tetap.

Dalam bentuk asli yang di atas, resin epoksi adalah termasuk kelompok plastic thermosetting. Yaitu tidak meleleh lagi jika dipanaskan. Pengerasannya terjadi karena reaksi polimerisasi, bukan pembekuan. Oleh karena itu resin epoksi tidak muda di daur ulang.

Resin epoksi mampu bereaksi dengan pengeras yang cocok untuk membentuk matriks silang dengan kekuatan besar dan daya ikat yang sangat baik untuk berbagai macam substrat. Hal ini membuat resin epoksi ideal untuk aplikasi perekat yang membutuhkan kekuatan tinggi. Beberapa karakteristik unik resin epoksi yaitu hampir tidak mengalami penyusutan selama proses curing, ketahanan kimia yang baik, kemampuan untuk mengikat substrat yang tidak berpori dan flesiabilitas yang besar (Goulding. 2003).

Resin epoksi, secara kimia mempunyai daya tahan. Epoksi ini tahan lama, dapat dibuat lapisan pelindung yang baik. Bahan ini terutama dipakai untuk cat dasar, pelapis dan pernis, serta sebagian bahan pinggiran kaleng, drum, pipa tangki, dan mobil – mobil tangki. Sebagai bahan perekat epoksi ini sangat menonjol. Juga telah semakin meningkat pemakaiannya untuk mencetak, mengecor, dan melaminasi. Lapisan atau lapisan gabungan, dari produk damar


(43)

12

epoksi dan eerat kaca telah digunakan secara meluas dalam aliran listrik, pesawat udara, pipa saluran, perumahan, tangki dan peralatan atau perkakas.

Resin epoksi adalah senyawa yang mengandung lebih dari satu kelompok epoksida per molekul rata – rata. Resin epoksi komersial mengandung alifatik, siklo alifatik, atau tulang punggung aromatik dan lebih baik dari epikhlorohidrinatau dengan epoksidasi langsung olefin dengan peracid. Yang paling penting perantara untuk resin epoksi adalah diglycidyl ether of bisphenol-A (DGEBA) yang disintesis dari bisphenol-A dan epikhlorohidrin dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut (crivello, J.V.1977)

O

R CH CH2 Gambar 2.1 Struktur Resin Epoksi

Gambar 2.2 Struktur kimia DGEBA (diglycidyl ether of bisphenol A) Dari gambar 2.2 struktur kimia DGEBA bahwa resin epoksi mengandung struktur oxirene, dimana resin ini beebentuk cairan kental atau hampir padat, yang digunakan untuk material ketika hendak dikeraskan. Resin epoksi jika direaksikan dengan hardener yang akan membentuk polimer crosslink. Hardener untuk sistem curing pada temperatur ruang dengan resin epoksi pada umumnya senyawa poli amid yang terdiri dari dua atau lebih group amina. Epoksi memiliki ketahanan korosi yang lebih baik dari pada poli ester dari pada keadaan basah,


(44)

penahan panas yang baik (Darmansyah. 2010). 2.6. POLIKAPROLAKTON

Bahan polimer yang dapat terbiodegradasi di alam dapat dibuat melalui blending antara polimer sintetik yang sukar terbiodegradasi dengan polimer alam atau modifikasi struktur polimer sintetik yang sukar terbiodegradasi melalui pembentukan kopolimer. Beberapa polimer yang dapat terbiodegradasi di alam, seperti poli hidroksi butirat (PHB), polikaprolakton (PCL), poli valero lakton (PVL), dan poli asam laktat (PLA), dapat disintesis baik melalui polimerisasi pembukaan cincin monomer lakton dengan beberapa jenis katalis maupun melalui fermentasi (biosintesis). Masalah yang terjadi pada biosintesis adalah tidak dapat mengontrol struktur kimia polimer yang dihasilkan, karena pada sintesis secara fermentasi/ mikroba hanya menghasilkan struktur isotaktik dengan konfigurasi R 100 %. Melalui pembukaan cincin senyawa lakton dapat menghasilkan poliester dengan rendaman yang tinggi, akan tetapi memiliki berat molekul yang relatif rendah, sehingga masih banyak juga yang sangat terbatas untuk penggunaannya.

Polikaprolakton termasuk polimer sintetik yang bersifat biodegradabel. Polikaprolakton memiliki struktur linear (seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2), bersifat hidrofobik, dan dapat terdegradasi secara lambat oleh mikroba (Lu et al, 2009).

Polikaprolakton memiliki titik lebur (55-600C) dan temperatur transisi gelas yg rendah (-600C) selain itu memiliki kemampuan untuk membentuk campuran yang saling bercampur dengan sejumlah besar bahan polimer. Polikaprolakton memiliki kekuatan tarik yang rendah (sekitar 2 Mpa) tetapi memiliki perpanjangan putus yang sangat tinggi (<70 %) (Nair.2007).

Polikaprolakton terbuat dari ɛ-kaprolakton turunan petroleum, merupakan salah satu contoh poliester yang bersifat hidrofobik dengan temperatur transisi gelas yang rendah (Habibi et al. 2008).


(45)

14

Temperatur transisi gelas merupakan temperatur pada saat terjadinya perubahan sifat-sifat pada suatu bahan polimer menjadi sifat-sifat yang lebih condong kepada karet (Stevens.2001).

karena laju degradasinya yang lambat, permeabilitasnya yang tinggi pada berbagai obat-obatan, tidak bersifat racun, dan sifat biokompatibilitasnya yang tinggi, polikaprolakton telah digunakan sebagai vancine/drug delivery vehicles dan scaffold untuk teknik jaringan (Nair. 2007).

Gambar 2.3 Struktur polycaprolactone (PCL)

Dan disini polikaprolakton juga telah banyak digunakan secara luas untuk berbagai aplikasi seperti sistem pengantar obat-obatan, teknik jaringan kulit, dan scaffolduntuk membantu pertumbuhan fibroblas dan osteoblas (Zhu et al.2002).

Polikaprolakton yang merupakan salah satu polimer sintetik yang bersifat biokompatibel dan biodegradabel telah digunakan sebagai matriks polimer yang dapat meningkatkan sifat-sifatnya di dalamnya seperti sifat mekanik, stabilitas termal, dan laju degrasi (Causin et al. 2011).

2.7. Spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FT-IR)

Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi infra merah pada berbagai panjang gelombang disebut spektrometer inframerah. Pancaran infra merahumumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnet yang terletak


(46)

kerapatannya kurang dari pada 100 cm-1 (panjang gelombang lebih dari 100 µm) diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi energi putaran molekul. Penyerapan itu tercatu dan demikian spektrum rotasi molekul terdiri dari garis-garis yang tersendiri.

Serapan radiasi inframerah oleh suatu molekul terjadi karena interaksi vibrasi ikatan kimia yang menyebabkan perubahan polarisabilitas dengan medan listrik gelombang elektromagnetik . Terdapat dua macam getaran molekul, yaitu getaran ulur dan getaran tekuk. Getaran ulur adalah suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar atom bertambah atau berkurang. Getaran tekuk dapat terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan pada sebuah atom, atau karena gerakan sebuah gugusan atom terhadap sisa molekul tanpa gerakan nisbi atom-atom di dalam gugusan. Contohnya likukan (twisting), goyangan (rocking) dan getaran puntir yang menyangkut perubahan sudut-sudut ikatan dengan acuan seperangkat koordinat yang disusun arbitter dalam molekul. Hanya getaran yang menghasilkan perubahan momen di kutub secara berirama saja yang teramati di dalam inframerah (Hartomo, 1986).

Atom molekul bergerak dengan berbagai cara, tetapi selalu pada tingkat energi tercatu. Energi getaran rentang untuk molekul organik bersesuaian dengan radiasi inframerah dengan bilangan gelombang antara 1200 dan 4000 cm-1. Bagian tersebut dari spektrum inframerah khususnya berguna untuk mendeteksi adanya gugus fungsi dalam senyawa organik. Memang daerah ini sering dinyatakan sebagai daerah gugus fungsi karena kebanyakan gugus fungsi yang


(47)

16

dianggap penting oleh para kimiawan organik mempunyai serapan khas dan tetap pada panjang gelombang tersebut.

Identifikasi pita absorpsi khas yang disebabkan oleh berbagai gugus fungsi merupakan dasar penafsiran spektrum inframerah. Hadirnya sebuah puncak serapan dalam daerah gugus fungsi dalam sebuah spektrum inframerah hampir selalu merupakan petunjuk pasti bahwa beberapa gugus fungsi tertentu terdapat dalam senyawa cuplikan. Demikian pula, tidak adanya puncak dalam bagian tertentu dari daerah gugus fungsi sebuah spektrum inframerah biasnya berarti

bahwa gugus tersebut yang menyerap pada daerah itu tidak ada (Pine, 1980). Asam karboksilat mempunyai dua karakteristik absorbsi IR yang membuat senyawa -CO2H dapat diidentifikasi sengan mudah. Ikatan O-H dari golongan karboksil diabsorbsi pada daerah 2500 sampai 3300 cm-1, dan ikatan C=O yang ditunjukkan diabsorbsi di antara 1710 sampai 1750 cm-1 (McMurry, 2007).

Sistim optik Spektrofotometer FTIR seperti pada gambar 2.4 dibawah ini dilengkapi dengan cermin yang bergerak tegak lurus dan cermin yang diam. Dengan demikian radiasi infra merah akan menimbulkan perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin yang bergerak ( M ) dan jarak cermin yang diam ( F ). Perbedaan jarak tempuh radiasi tersebut adalah 2 yang selanjutnya disebut sebagai

retardasi ( δ ). Hubungan antara intensitas radiasi IR yang diterima detektor

terhadap retardasi disebut sebagai interferogram. Sedangkan sistim optik dari Spektrofotometer IR yang didasarkan atas bekerjanya interferometer disebut sebagai sistim optik Fourier Transform Infra Red (FT-IR).

Pada sistim optik FTIR digunakan radiasi LASER (Light Amplification by Stimulated Emmission of Radiation) yang berfungsi sebagai radiasi yang


(48)

diterima oleh detektor secara utuh dan lebih trik.

Detektor yang digunakan dalam Spektrofotometer FTIR adalah TGS (Tetra Glycerine Sulphate) atau MCT (Mercury Cadmium Telluride). Detektor MCT lebih banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan detektor TGS, yaitu memberikan respon yang lebih baik pada frekwensi modulasi tinggi, lebih sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh temperatur, sangat selektif terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi infra merah.

Gambar 2.3. Bagan FT-IR (Silverstains, 1967)

2.8. Thermal gravimetric Analysis (TGA) – Differential Thermal Analysis (DTA)

Teknik pengukuran TGA – DTA termasuk dalam metode analisis termal, berdasarkan prinsip pengukuran perubahan sifat fisika dan kimia suatu material terhadap fungsi suhu (Daniels, 1973).


(49)

18

Thermal gravimetric analysis (TGA) merupakan metode ekseperimental yang mengukur berat dari sampel dengan fungsi suhu atau waktu. Sampel dipanaskan dengan laju pemanasan yang konstan (pengukuran dinamis) atau ditahan pada suhu konstan (pengukuran isotermal), dan juga dapat diukur dalam keadaan program suhu non-linier seperti yang digunakan dalam pengukuran TGA sampel terkontrol (SCTA). Pemilihan suhu program tergantung kepada informasi yang akan digunakan dari sampel. Sebagai tambahan, keadaan atmosfer yang digunakan pada percobaan TGA mengambil peran yang penting. Perubahan keadaan atmosfer dapat dilakukan pada saat pengukuran. Hasil dari pengukuran TGA biasanya ditampilkan sebagai kurva TGA yang memplotkan massa atau persen terhadap suhu dan atau waktu. Tampilan alternatif yang dapat digunakan adalah kurva turunan pertama dari TGA terhadap suhu atau waktu. Kurva ini menunjukan laju perubahan massa dan dikenal sebagai turunan termo gravimetri atau kurva DTG (Bottom,2008).

Themal gravimetric analysis (TGA) memantau perubahan massa dari suatu zat sebagai fungsi temperatur atau waktu selama sampel dilektakkan pasa suatu program temperatur yang teratur. TGA sering digunakan untuk mengatur material polimer berdasarkan stabilitas termalnya dengan membandingkan kehilangan berat versus temperatur.

Kegunaan TGA kedua adalah menentukan laju kehilangan uap, diluent, dan monomer yang tidak bereaksi yang harus dihilangkan dari bahan polimer. Bahan polimer dapat dipirolisis dengan peralatan TGA untuk menetukan pengisi karbon hitam atau sisa material anorganik. Kegunaan penting lainnya dari TGA adalah membatu dalam interoretasi termogram DSC dan DTA. Sebagai contoh, aktifitas endotermik dalam kurva DSC yang terprogram dapat menunjukkan titik lebur polimer yang rendah, atau volatilisasi berat molekul meterial yang rendah.

TGA memberi ahli kimia laboratorium sejumlah aplikasi penting. Aplikasi yang paling penting meliputi profil analisis komposisi dan dekomposisi dari sistem multikomponen yang dilakukan pada berbagai kondisi temperatur dan atmosfer, parameter tersebut dapat disesuaikan dan diubah pada berbagai titik


(50)

pemisahan kuantitatif dari komponen sampel utama dalam campuran multikomponen, penentuan komponen yang volatil dan menguap dalam material sampel, studi kinetik, dan reaksi oksidasi-reduksi (Patnaik, 2004).

Analisi TGA bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang perubahan fisik sampel (misalnya titik leleh dan penguapan), tetapi juga terjadi proses kimia yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi dan seterusnya. Penggunaan bahan polimer sebagai bahan teknik misalnya dalam industri suku cadang mesin, konstruksi bangunan dan transportasi, tergantung sifat mekanisnya, yaitu gabungan antara kekuatan yang tinggi dan elastisitas yang baik. Sifat mekanis yang khas ini di sebabkan oleh adanya dua macam ikatan dalam polimer, yakni ikatan kimia yang kuat antara atom dan interaksi antara rantai polimer yang lebih lemah. Dalam hal dalam logam yang merupakan zat padat polikristalin, sifat mekanis ini tergantung dari sifat patah bahan karena adanya cacat kristal. Karena itu, kekuatan mekanis teoritisnya yang diperkirakan dari energi ikatan antara ion (Wirjosentono, 1995).

DSC merupakan model yang lebih akhir dan telah menjadi metode pilihan untuk penelitian penelitian kuantitatif terhadap transisi termal dalam polimer. Dalam metode DSC dan DTA suatu sampel polimer dan referensi inert dipanaskan biasanya dalam atmosfer nitrogen dan kemudian transisi-transisi termal dalam sampel tersebut dideteksi dan diukur . pemegang sampel yang paling umum dipakai adalah cangkir aluminium sangat kecil (emas atau grafit dipakai untuk analisis – analisis diatas 800oC, dan referensinya berupa cangkir kosong atau cangkir yang mengandung bahan inert dalam daerah temperatur yang diinginkan misalnya alumina bebas air (Stevens, 2001).

Dalam bidang polimer peralatan ini banyak digunakan untuk menentukan temperatur transisi gelas (Tg) dan temperature leleh (Tm). Temperatur transisi gelas merupakan temperatur dimana terjadi perubahan sifat sifat fisik polimer dari bentuk kaku (glassy) menjadi bersifat elastic (lunak). Temperatur transisi gelas sendiri bersifat spesifik untuk setiap material padat yang dianalisa. Untuk material yang kristalin atau semi kristalin, puncak-puncak tersebut akan tampak tajam


(51)

20

(jelas), sedangkan untuk material yang amorf, puncak –puncak tersebut tampak sebagai lereng (slope) atau bahkan tidak tampak sama sekali (Bandrup, 1985).

Analisa termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang prubahan fisik sampel (misalnya titik leleh dan penguapan), tetapi terjadinya proses kimi yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi, dan sebagainya. Pencampuran polimer heterogen ditujukan untuk menaikan ketahanan bentur bahan polimer, seperti modifikasi karet dengan resin ABS. campuran polimer heterogen ditandai dengan beberapa puncak Tg , karena disamping masing-masing kompenen masih merupakan fase terpisah, daerah antar muka mungkin memberikan Tg yang berbeda (Wirjosentono, 1995).

2.9. Scanning Electron Microscopy (SEM)

SEM merupakan suatu mikroskop elektron yang menerapkan prinsip difraksi elektron, yang prinsip kerjanya sama dengan misroskop optik,. Pada SEM, lensa yang digunakan merupakan lensa elektromagnetik, yaitu kumparan medan magnet dan medan listrik yang dibuat dengan adanya ytegangan tinggi sehingga elektron yang dilewati membelokkan seperti cahaya oleh lensa elektomagnetik tersebut.

Sebagai pengganti sumber cahaya digunakan suatu pemicu elektron (electron gun) yang berfungsi sebagai sumber elektron. SEM dapat menyediakan suatu hasil gambar dari permukaan, dan memberikan pembesaran yang cukup tinggi, serta kedalaman yang cukup baik.

Panjang gelombang (λ) dari sumber cahaya yang digunakan untuk

pencahayaan berpengaruh pada daya resolusi yang tinggi. Besarnya energi elektron (E) menetukan besarnya menetukan besarnya momentum (P) dengan rumus :


(52)

persamaan de Broglie

Λ = h / mv = h / p ... 2

Pada SEM, sampel diletakkan diruangan vakum, dimana sebelumnya udara yang ada dipompa keluar lalu suatu pemicu elektron akan memancarkan suatu sinar dari elektron berenergi tinggi. Sinar elektron ini turun melewati suatu lensa magnetik yang dibuat untuk memfokuskan elektron pada tempat yang tepat. Sinar elektron yang terfokus ini digerakkan keseluruh permukaan sampel dengan menggunakan deflection coil. Sinar elektron ini mengenai setiap permukaan pada sampel, sehingga elektron sekunder yang dihantam, akan terlepas dari permukaan sampel. Suatu detektor kemudian mengumpulkan elektron sekunder tersebut dan mengubahnya menjadi suatu sinyal yang dikirim ke layar. Hasil gambar yang terbentuk ini disusun dari elektron yang dipancarkan dari permukaan sampel tersebut (Mikrajuddin dan Khairurrijal, 2010).

SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara makrospik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm di arahkan pada spesimen interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar x, elektron sekunder, absorbs elektron.

Adanya material lain dalam suatu matriks seperti dispersi material tersebut menyebabkan terjadinya perubahan pada permukaan spesimen. Untuk melihat perubahan dalam bahan tersebut dapat dilakukan analisa permukaan, dimana alat yang biasa digunakan adalah SEM.

Teknik SEM pada hakikatnyamerupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 µm dari permukaan yang diperoleh merupakan gambar torpografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang permukaan.


(53)

22

Gambar topografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor dan diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas yang menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam suatu disket (Wirjosentonoi, 1995).

Dalam analisis SEM, suatu berkas insiden elektron yang sangat halus di scan menyilangi permukaan sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam tabung sinar katoda. Elektron-elektron yang terhambur digunakan memproduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam tabung sinar katoda yang memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan yang hampir tiga dimensi. Dalam penelitian morfologi permukaan SEM terbatas pemakaiannya, tetapi memberikan informasi yang bermemfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100 A. Aplikasi-aplikasi yang khas mencakup penelitian dispersi-dispersi pigmen dalam cat, pelepuhan atau peretakan koting, batas-batas fase dalam poli panduan yang tak dapat bercampur, struktur sel busa-busa polimer, dan kerusakan pada bahan perekat. SEM teristimewa berharga dalam mengevaluasi betapa penanaman (implant) beda dengan polimerik yang beraksi baik lingkuan bagian tubuhnya (Stevens, 2001).

2.10. Uji Kekuatan Tarik

Uji yang paling sering dugunakan untuk sifat mekanik dari suatu bahan adalah uji tarik, yang mana suatu kepingan atau silinder dari bahan, yang memiliki panjang L dan luas area A, di letakkan salah satu ujung dan berada pada posisi aksial P – menyatakan pajang spesimen di sisi lainnya seperti yang ditunjukkan Gambar 2.4


(54)

Gambar 2.4 panjang spesimen

Saat dilakukan uji kekuatan suatu bahan, biasanya dilakukan perhitungan untuk pengaruh area yang membagi patahan dengan luas area :

Ϭ =

��

...

1

Di mana Ϭ menyatakan tegangan tarik utama, P menyatakan patahan, dan Ao merupakan luas area asal.

Satuan untuk tegangan adalah N /m2 (juga disebut Pascal, atau Pa) dalam sistem SI dan Ib/in2 (atau psi) dalam satuan yang sering digunakan di amerika serikat (roylance, 2008).

Perpanjangan tarik (ɛ) adalah perubahan panjang sampel dibagi dengan panjang awal. Sedangkan perbandingan tegangan terhadap perpanjangan disebut modulus tarik (E), yang merupakan ukuran ketahanan terhadap tarik. Karena perpanjangan tidak berdimensi, modulus mempunyai satuan yang sama dengan tegangan (Stevens, 2001).

Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik (�) menggunakan alat pengukuran tensiometer atau dynamometer, bila terhadap bahan diberikan tegangan. Secara praktis kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan specimen bahan, dibagi dengan luas penampang bahan. Karena selama ini dibawah pengaruh tegangan, specimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka di definisikan kekuatan tarik dinyatakan dengan luas penampang.


(55)

24

=

�����

��

...

2

Selama deformasi, dapat diasumsikan bahwa volume specimen tidak berubah, sehingga perbandingan luas penampang semula dengan penampang setiap saat, Ao/A = I/Io dengan I dan Io masing – masing adalah panjang spesimen setiap saat dan semula.

Hasil pengamatan sifat kekuatan tarik ini dinyatakan dalam bentuk kurva tegangan, yakni nisbah beban dengan luas penampang, terhadap perpanjangan bahan (regangan), yang disebut dengan kurva tegangan – regangan. Bentuk kurva tegangan-regangan ini merupakan karakteristik yang menunjukan indikasi sifat mekanis bahan yang lunak, keras, kuat, lemah, rapuh, atau liat (Wirjosentono, 1995).

Kekerasan (hardness) merupakan ukuran resistansi sebuah material terhadap reformik plastik yang terlokalisasi. Pengujian kekerasan merupakan sebuah metode yang lazim digunakan untuk menguji kualitas untuk material khususnya logam dan keramik. Pengujian ini dilakukan dengan menekan sebuah indenter ke atas permukaan material dengan beban dinamik atau statis yang menentukan tanggapan (response) material yang dalam hal ini berupa ukuran indentasi (Subaer, 2008).

Biasanya dalam uji tarik ini selalu menggunakan energi kinetik dan energi potensial. Dimana energi kinetik merupakan energi yang dimiliki benda karena benda bergerak, dengan rumus:

E

kin

= ½. m v

2

...

3

Dimana: m = massa benda (kg)

V = kecepatan benda (m/det) Ekin = energi kinetik (joule)


(56)

mempunyai kedudukan terhadap tanah, dengan rumus:

E

pot

= m.g.h ...

4

Dimana: m = massa benda (kg)

g = percepatan gravitasi bumi (m/det2) h = ketinggian (m)


(57)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Saat ini, jenis polimer yang sedang dikembangkan adalah polimer yang memiliki sifat biodegradabel yang baik. Hal ini didorong oleh sifat-sifat polimer terdahulu yang relatif kurang menguntungkan dan tidak baik dengan kondisi dunia sekarang. Plastik atau pengemas yang identik dengan polimer, telah menimbulkan banyak permasalahan terutama kaitannya dengan dampak lingkuan karena sifat degradasinya yang buruk sehingga sulit untuk terurai secara biologis ataupun oleh aktivitas mikroorganisme. Disamping menyelesaikan masalah lingkungan, bahkan belakangan ini, telah banyak dikembangkan mikrosfer dari polimer biodegrable yang berfungsi sebagai pengemas dan penyalut obat (Preeti et al, 2003).

Pengguna polimer sebagai bahan dasar suatu material terus berkembang pesat karena kestabilan fisika dan kimia yang sangat baik. Ketidakmampuan mikroorganisme untuk menguraikan polimer menimbulkan pencemaran lingkungan yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan masalah yang serius. Polimer biodegradabel diharapkan dapat menjadi solusi permasalahan ini (Gunatillike & Andhikari, 2003).

Penggunaan polimer biodegrabel mempunyai dua keuntungan. Pertama, biomaterial yang biodegradabel tidak harus dihilangkan dari tubuh. Kedua, pengguna polimer biodegrable mungkin menghasilkan penyembuhan sistem biologis yang lebih baik (Kaitian,1996).

Biomaterial dibuat dari polimer biodegradabel yang berasal dari monomer asam glikoat, asam laktat dan polikaprolakton. Ketiga monomer siklik ini digunakan dalam aplikasi medis yang dapat membuat jadi variasi polimer dan kapolimer secara luas. Untuk aplikasi biomedis sangat penting memahami karakteristik degradasi polimer. Sifat-sifat polimer dapat diubah dari sifat


(58)

degradasi, hidrofilitas dan kelarutannya dalam suatu pelarut.

Poliester alifatik yang bersifat biodegradabel diantaranya polikaprolakton (PCL), poli asam glikoat (PGA), poliasamlaktat (PLA). Polikaprolakton telah digunakan sebagai penyalut obat karena sifat permeabilitasnya obat yang tinggi. Akan tetapi, kristalinitasnya yang tinggi dan laju degradasinya yang rendah membuat polimer ini hanya cocok untuk sistem penyalut obat dalam waktu yang lama. Biodegrabilitas dapat ditingkatkan dengan kapolimerisasi atau pencampuran (blending) polimer ini dengan jenis polimer hidrofobik (Porjazoska, 2004).

Meskipun polikaprolakton merupakan polimer biodegradable, akan tetapi memiliki permeabilitas yang tinggi, kekuatan serta waktu degradasi yang berbeda. Polikaprolakton adalah plastik bidegradable bersifat termoplastik yang disintesis dari penurunan minyak mentah, dan diikuti oleh proses polimerisasi pembukaan cincin. Polikaprolakton dapat terbiodegradasi di alam khususnya di dalam tanah. Polikaprolakton mempunyai sifat tahan terhadap air, minyak, pelarut, klorin, mempunyai kekentalan rendah, dan mudah di proses secara termal serta memiliki titik leleh yang rendah dan memiliki sifat mekanik yang baik. Dengan titik leleh yang rendah, dapat di proses dengan mudah menggunakan metode konvensional. Untuk memperoleh hasil mekanik yang bagus polikaprolakton biasanya dicampur atau dikompolimerisasi dengan polimer lain, Perkiraan waktu degradasi dari polikaprolakton adalah lebih dari 24 bulan (Kiremitci, 1998).

Polikaprolakton adalah plastik termo polimer dengan titik leleh rendah (50-65oC). Polikaprolakton terdegradasi oleh air melalui hidrolisis. Di dalam utama aplikasi polikaprolakton adalah di produksi botol biodegradabel dan film, pembalut luka sintesis, kapsul untuk obat sistem rilis dan lain-lain. Polikaprolakton disintesis dari polimerisasi pembukaan cincin dari monomer ɛ -kaprolakton. Untuk mempercepat proses polimerisasi dapat digunakan katalis. Alkohol dengan berat molekul rendah digunakan sebagai inisiator dan berfungsi juga untuk mengontrol berat molekul polimer yang dihasilkan (Gunnatillake & Adhikari, 2003).


(59)

3

Biasanya yang terdapat kapolimerisasi dalam polimer seperti resin epoksi dimana resin epoksi merupakan resin yang paling sering digunakan. Resin eposi adalah cairan organik dengan berat molekul rendah yang mengandung gugus epoksida. Epoksida memiliki tiga anggota dicincinya, satu oksigen dan dua atom karbon. Reaksi epichlorohydydrin dengan phenol atau aromatic animes membuat banyak epoksi. Pengeras (hardness), pelunak (plastizer), dan pingisi (filler) juga ditambahkan untuk menghasilkan epoksi dengan berbagai macam sifat viskositas, impact, degradasi, dan lain-lain (Kaw, 2006).

Rio Andriyudha (2007) telah melakukan studi Degradasi Poliblen Polikaprolakton dan Poli asam glikoat, dimana degradasi tersebut divariasikan dengan perbandingan antara polikaprolakton dengan poli asam glikoat yang untuk menghasilkan degradasi yang baik. Dan Ekaning Fifi (2007) juga telah melakukan studi Pencirian Poliblen Polikaprolakton, poli asam glikoat dan poli asam laktat dengan difraksi sinar x dan spektrofometer inframerah, dimana pencirian poliblem tersebut juga divariasikan dengan polikaprolakton, poli asam laktat, poli asam glikoat yang untuk menghasilkan pencirian poliblen yang terbaik.

Dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk membuat karakterisasi film dari polikaprolakton dengan serat epoksi, dimana polikaprolakton dicapur dengan serat epoksi dan dihidrolisis dengan H2SO4(P) 98%, selanjutnya campuran dari polikaprolakton dengan serat epoksi yang dihasilkan telah dicetak akan dikarakterisasikan dengan alat instrument.

1.2 Perumusan Permasalahan

1. Apakah polikaprolakton dengan resin epoksi dapat bercampur.

2. Bagaimanakah karekterisasi dari film yang dihasilkan yang meliputi sifat mekanik, morfologi, dan kekuatan termal.


(60)

1. Waktu pencampuran polikaprolakton dengan larutan H2SO4(P) 98% yang digunakan adalah 60 menit.

2. Perbandingan antara polikaprolakton dengan resin epoksi yang digunakan 1:0 ; 1:0,1 ; 1:0,2 ; 1:0,3 ; 1:0,4 gram.

1.4 Tujuan Penelitian

Untuk Mengetahui bagaimana karakteristik dari film yang dihasilkan yang meliputi sifat mekanik, morfologi, kekuatan termal.

1.5 Menfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang karakterisasi film dengan menggunakan pencampuran antara polikaprolakton dengan resin epoksi sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan kemasan seperti plastik, fiber/body untuk kendaraan dan alat industri perusahaan serta kebutuhan medis. 1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dilaboratorium Ilmu Dasar LIDA USU Medan, Laboratorium Terpadu USU Medan, Laboratorium Penelitian Departemen Teknik Kimia USU Medan, Laboratorium Fisika UNIMED Medan, dan Laboratorium PT. Soci Mas Kawasan Industri Medan.

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium, dimana dalam penelitian ini tahap awalnya dilakukan pembuatan film dengan pencampuran polikaprolakton dengan serat epoksi, kemudian dilakukan uji daya tarik, uji FT-IR, uji SEM dan uji TGA.

- Variable tetap: Suhu (55oC) Waktu (60 menit) - Variable terikat:

Spektrum inframerah Suhu degradasi


(61)

iv

KARAKTERISASIFILMKOMPOSIT POLIKAPROLAKTON/RESINEPOKSI

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian karakterisasi film komposit polikaprolakton / resin epoksi. Dimanapembuatanfilmdiawalimencampurkanpolikaprolaktondenganpelarut asamsulfat (H2SO4(P)) lalu dipanaskan diatashot plate sambildi stirer pada suhu 50o C,kemudian

ditambahkanresinepoksilaludipanaskanpadasuhu50oCsambildistirersampaihomogen,

kemudiandiletakkanpadacawanpetrilalumasukkankedalamovenpadasuhu55o Clalu dikeluarkanhinggamenggeras lalucetak filmhinggaterbentukseperticetakan dump-bell ASTM-D638 tipe5. Setelah dilakukan filmdarihasil, bahwakarakterisasi filmyangdidapat memenuhisyarat dariperbandingan polikaprolakton dengan resinepoksidiperoleh analisis FT-IRmenunjukkanadanya ayunangugusO-Hpadapanjanggelombang2944–2946cm-1

danadanyaregangangugusC-Hpadapanjanggelombang2866–2868 cm-1,sedangkan

karakterisasi filmyang terbaikterdapatpadaperbandingan1g polikaprolaktondengan0,4g resinepoksidengananalisisdarikuattarik5,880MPa,perpanjanganuntukputus8,5cm-1,

danelastisitas69,17%.HasilSEMyangterbaik diperolehpadapolikaprolaktonmurnihal inikarenahasilpadapermukaan yang halus, berpori-porikecildan rapatserta lebih kompatibel. Sedangan hasil analisisTGA-DSC di peroleh pada data yang menunjukkan puncak375,51oC,danpirolisisterjadipada419,31oCsehinggapersenresiduyang dihasilkan sebesar 4,237%.


(62)

CHARACTERIZATION FILMCOMPOSITE POLYCAPROLACTONE/ FIBER EPOXY

ABSTRACT

The researchingredients characterizationstudiescompositefilmpolycaprolactone/fiber epoxy.Wherefilmingbeginsmixingwithsolventsandsulfuricacid(H2SO4 (P))andthen heated

onahotplatewhileon thestirrer ata temperatureof50°C, then addedfiberepoxy andthenheatedatatemperatureof-50°Cwhileinstirreruntilhomogeneous,thenplaceit

onasaucerpetrithenenteritintotheovenatatemperatureof55o Candthenbereleased until last menggerasprintedfilmsoformedasmold dump-bellASTM-D638type5.after it is donefromthefilmwiththeresultthattheobtainedfilm characterizationeligiblefilm characterizationofpolycaprolactonecomparisonwithfiberepoxyobtainedtheanalysisof FT-IRshowedaswingoftheOHgroupatthewavelengthof2944-2946cm-1andthestrain

CHatawavelength of 2866 to 2868cm-1,whereasfilm characterization of thebest there isin theratio of 1 gof polycaprolactonewith 0, 4gfiber epoxywith the analysisof tensilestrength of5,880MPa,elongationtobreakof8.5cm-1,andtheelasticityof69.17%.SEMbestresults

obtainedonpurepolycaprolactonethis casebecausetheresults onsmoothsurfaces,small porousandmeetingsaswell asmore compatible. Whereas, TGA-DSCanalysisresults obtainedondatashowing peaks375,51oC,and pyrolysisoccursin419,31oCsotheresulting residuepercentat4.237%.


(63)

KARAKTERISASIFILMKOMPOSITPOLIKAPROLAKTON/ RESINEPOKSI

MUHAMMADESHRANSYAH 130822011

DEPARTEMENKIMIA

FAKULTASMATEMATIKADAN ILMUPENGETAHUAN ALAM UNIVERSITASSUMATERAUTARA

MEDAN 2016


(64)

KARAKTERISASIFILMKOMPOSITPOLIKAPROLAKTON/ RESINEPOKSI

MUHAMMADESHRANSYAH 130822011

DEPARTEMENKIMIA

PROGRAMSTUDIKIMIAEKSTENSI

FAKULTASMATEMATIKADAN ILMUPENGETAHUAN ALAM UNIVERSITASSUMATERAUTARA

MEDAN 2016


(65)

i

PERSETUJUAN

Judul :Karakterisasi FilmKompositPolikaprolakton /Resin Epoksi Kategori :Skripsi

Nama :Muhammad Eshransyah Nomor IndukMahasiswa :130822011

ProgramStudi :Sarjana(S1) Kimia Departemen :KIMIA

Fakultas :MatematikaDan Ilmu Pengetahuan Alam(FMIPA) Universitas SumateraUtara

Disetujuidi:

Medan,Agustus2016

KomisiPembimbing

PembimbingII PembimbingI

Dr. YugiaMuis,M.Si Dr. Darwin Yunus Nasution, MS NIP.195310271980032003 NIP.195508101981031001

Diketahui/DisetujuiOleh

Departemen KimiaFMIPA USU Ketua,

DR. Rumondang Bulan M.S NIP. 19540830 198503 2001


(66)

KARAKTERISASI FILMKOMPISITPOLIKAPROLAKTON /RESINEPOKSI

SKRIPSI

Saya mengakuibahwaskripsiini adalah hasilkerjasayasendiri, kecualibeberapakutipan dan ringkasanyangmasing – masingdisebutkan sumbernya.

Medan, Agustus2016

MUHAMMADESHRANSYAH NIM130822011


(67)

iii

PENGHARGAAN

PujidansyukurpenulisucapkankepadaAllahSWTyang telahmelimpahkanrahmat dankarunia-Nyasehinggapenulisdapat menyelesaikanskripsiinidenganbaik.Shalawatdan salampenulissampaikankepadaNabiMuhammadRasulullahSAWyangtelahmembawa

kitamenuju jalan benar.

Penulismengucapkan terimakasih dan penghargaanyang sebesar-besarnyakepada ayahandaHendradan ibunda EfniSiswatiyang telah memberikan kasih sayang,doa, dan dukunganbaikmorilmaupunmaterilkepadapenulis sehinggadapatmenyelesaikankuliah denganbaik.Kepada adindaIhsanHahsfidan WinntiAtikah Putri atassegaladukungan kepadapenulis,semogakita menjadianak-anakyang membanggakankeduaorang tua. Kepada Ayu Syafriani yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis sehinggadapat menyelesaikan penelitian.

Penulisjugamengucapkanterimakasihkepada Dr.DarwinYunusNasution,MS selakudosenpembimbing1danDr.YugiaMuis,M.Siselakudosenpembimbing2yang

telahmemberikanwaktu,bimbingandan sarankepadapenulissehinggadapatmenyelesaikan skripsiinidenganbaik.Terimakasihkepada Dr.Rumondang bulan,MSdanbapakAlbert Pasaribu,M.Scselakuketuadansekretaris DepartemenKimiaFMIPAUSU.Terimakasih jugakepada Dr.DarwinYunusselakukoordinatorprogramS1EkstensiFMIPAUSUdan Dr.Marpongahtun,M.Scselakudosenpembimbing akademik yang telahmemberikansaran, dukungan, sertabimbingan selamaperkuliahan. Kepadaseluruh bapak dan ibu dosenyang telahmemberikanilmunyaselamamasaperkuliahanpenulisdiFMIPA USU.Ucapanterima kasihjugapenuliskepadabapakSaharmanGea,Ph.DdankakSri RahayuS.SiselakuKepala danLaboranLaboraturiumKimiaDasar LidaUSU,danteman-temanstambuk2013,yang telahmemberikanbantuandansemangatkepadapenulisselamamasaperkuliahanhingga saat ini.

SemogaallahSWTmemberikanberkah-Nyadanmembalassegalakebaikanyang telah diberikan kepadapenulisdengan berlipatganda. Amin YaRabbal’Alamin.


(68)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian karakterisasi film komposit polikaprolakton / resin epoksi. Dimanapembuatanfilmdiawalimencampurkanpolikaprolaktondenganpelarut asamsulfat (H2SO4(P)) lalu dipanaskan diatashot plate sambildi stirer pada suhu 50o C,kemudian

ditambahkanresinepoksilaludipanaskanpadasuhu50oCsambildistirersampaihomogen,

kemudiandiletakkanpadacawanpetrilalumasukkankedalamovenpadasuhu55o Clalu dikeluarkanhinggamenggeras lalucetak filmhinggaterbentukseperticetakan dump-bell ASTM-D638 tipe5. Setelah dilakukan filmdarihasil, bahwakarakterisasi filmyangdidapat memenuhisyarat dariperbandingan polikaprolakton dengan resinepoksidiperoleh analisis FT-IRmenunjukkanadanya ayunangugusO-Hpadapanjanggelombang2944–2946cm-1

danadanyaregangangugusC-Hpadapanjanggelombang2866–2868 cm-1,sedangkan

karakterisasi filmyang terbaikterdapatpadaperbandingan1g polikaprolaktondengan0,4g resinepoksidengananalisisdarikuattarik5,880MPa,perpanjanganuntukputus8,5cm-1,

danelastisitas69,17%.HasilSEMyangterbaik diperolehpadapolikaprolaktonmurnihal inikarenahasilpadapermukaan yang halus, berpori-porikecildan rapatserta lebih kompatibel. Sedangan hasil analisisTGA-DSC di peroleh pada data yang menunjukkan puncak375,51oC,danpirolisisterjadipada419,31oCsehinggapersenresiduyang dihasilkan sebesar 4,237%.


(69)

v

CHARACTERIZATION FILMCOMPOSITE POLYCAPROLACTONE/ FIBER EPOXY

ABSTRACT

The researchingredients characterizationstudiescompositefilmpolycaprolactone/fiber epoxy.Wherefilmingbeginsmixingwithsolventsandsulfuricacid(H2SO4 (P))andthen heated

onahotplatewhileon thestirrer ata temperatureof50°C, then addedfiberepoxy andthenheatedatatemperatureof-50°Cwhileinstirreruntilhomogeneous,thenplaceit

onasaucerpetrithenenteritintotheovenatatemperatureof55o Candthenbereleased until last menggerasprintedfilmsoformedasmold dump-bellASTM-D638type5.after it is donefromthefilmwiththeresultthattheobtainedfilm characterizationeligiblefilm characterizationofpolycaprolactonecomparisonwithfiberepoxyobtainedtheanalysisof FT-IRshowedaswingoftheOHgroupatthewavelengthof2944-2946cm-1andthestrain

CHatawavelength of 2866 to 2868cm-1,whereasfilm characterization of thebest there isin theratio of 1 gof polycaprolactonewith 0, 4gfiber epoxywith the analysisof tensilestrength of5,880MPa,elongationtobreakof8.5cm-1,andtheelasticityof69.17%.SEMbestresults

obtainedonpurepolycaprolactonethis casebecausetheresults onsmoothsurfaces,small porousandmeetingsaswell asmore compatible. Whereas, TGA-DSCanalysisresults obtainedondatashowing peaks375,51oC,and pyrolysisoccursin419,31oCsotheresulting residuepercentat4.237%.


(70)

Judul Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Singkatan xi

DaftarLampiran xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Pembatasan Masalah 4

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. MemfaatPenelitian 4

1.6.LokasiPenelitian 4

1.7. MetodologiPenelitian 4

BAB IITINJAUAN PUSTAKA 2.1. Polimer 5

2.2. Polimer Biodegradabel 5

2.3. Poliblen 6

2.4.Film 8


(71)

vii

2.6. Polikaprolakton 13

2.7. SpektroskopiFourier TransformInfraRed (FT-IR) 14 2.8. ThermalgravimetricAnalysis(TGA)– DifferentialThermalAnalysis(DTA) 17

2.9. ScanningElectron Microscopy(SEM) 20

2.10. Uji Tarik 22

BAB III METODEPENELITIAN 3.1. Alat-alatPenelitian 26 3.2. Bahan– bahan Penelitian 26 3.3. Prosedur Penelitian 27 3.3.1 Pembuatan Film 27 3.3.1.1 Perbandingan polikaprolakton murni 27 3.3.1.2 Perbandinganpolikaprolakton 1gdengan resinepoksi0,1g 27 3.3.2 Analisisgugusdengan SpektroskopiFT-IR 27 3.3.3 Analisispermukaan dengan SEM 28 3.3.4 Analisistermaldengan TGA 28 3.3.5 Analisis sifat mekanik dengan UjiTarik 28 3.4. Bagan Penelitian 29 3.4.1. Bagan Penelitian polikaprolaktonMurni 29 3.4.2. Bagan Penelitian polikaprolakton 1gdengan resin eopksi0,1g 30 BAB IVHASILDANPEMBAHASAN 4.1. HasilPenelitian 31

4.1.1 Hasilanalisisgugusfungsimenggunakan spektroskopiFT-IR 31

4.1.2 Hasil analisisKekuatan Tarik, Perpanjangan untuk putusdan elastisitas 33

4.1.2.1Penentuan polikaprolakton murni 34

4.1.2.2 Penentuanperbandingan antara1:0,1g 35

4.1.2.3 Penentuanperbandingan antara1 :0,2g 35

4.1.2.4 Penentuanperbandingan antara1 :0,3g 36


(72)

4.1.4 Hasil analisadegradasitermaldengan menggunakanDSC-TGA 39

4.2. Pembahasan 41 4.2.1 AnalisaSpektroskopiFT-IR 41 4.2.2 AnalisaKekuatan Tarik, Perpanjangan putus, dan elastisitas 41 4.2.3 AnalisaSEM 42 4.2.4 AnalisaDCS-TGA 43 BAB VKESIMPULANDANSARAN 5.1 Kesimpulan 45

5.2 saran 45

Daftar Pustaka 46


(73)

ix

DAFTARTABEL

No Tabel Keterangan Halaman

4.1 Bilangangelombangdariberbagaigugusfungsipadapolikaprolakton

dengan serat epoksi 32

4.2 Polikaprolakton Murni 4.3 Perbandingan antara0,1g 33

4.4 Perbandingan antara0,2g 33

4.5 Perbandingan antara0,3g 33


(74)

NoGambar Keterangan Halaman

2.1 Struktur KimiaResin Epoksi 12

2.2 Struktur kimiaDGEBA(diglycidyl etherofbisphenolA) 12

2.3 Strukturpolikaprolakton (PCL) 14

2.4 BaganFT-IR 17

2.5 Panjangspesimen 25

4.1 SpektrumFTIR daripolikaprolakton murni 31 4.2 SpektrumFTIR daripolikaprolakton dengan resinepoksi 32

4.3 Grafik perbandingan kekuatan tarik 37

4.4 Grafik perbandingan perpanjangan untuk putus 37

4.5 Grafik perbandingan elastisitas 37

4.6 Gambar hasilujiSEM 38

4.7 Grafik DSC-TGApolikaprolakton murni 40 4.8 Grafik DSC-TGApolikaprolakton dengan resin epoksi 40


(75)

xi

DAFTARSINGKATAN

PCL = Polycaprolactone

TGA = ThermogravimetricAnalysis DSC = DifferentialCanningCalorimetry DTA = DifferentialThermalAnalysis FT-IR =Fourier Transform-InfraRed SEM = ScanningElectron Microscopy Mpa = MegaPascal


(76)

DAFTARLAMPIRAN

No Lampiran 1

Judul

Foto alat instrumen FTIR

Halaman

51

2 GrafikFTIR polikaprolaktonmurni 51

3 GrafikFTIR polikaprolaktondenganresinepoksi (1:0,1g) 52 4 GrafikFTIR polikaprolaktondenganresinepoksi (1:0,2g) 52 5 GrafikFTIR polikaprolaktondenganresinepoksi (1:0,3g) 53 6 GrafikFTIR polikaprolaktondenganresinepoksi (1:0,1g) 53

7 Fotoalat instrumenSEM 54

8 Hasil uji SEMpolikaprolaktonmurni 54

9 Hasil uji SEMpolikaprolaktondenganresinepoksi (1:0,1g) 55 10 Hasil uji SEMpolikaprolaktondenganresinepoksi (1:0,2g) 56 11 Hasil uji SEMpolikaprolaktondenganresinepoksi (1:0,3g) 57 12 Hasil uji SEMpolikaprolaktondenganresinepoksi (1:0,4g) 58

13 Fotoalat instrumenDSC-TGA 59

14 GrafikDSC-TGAPolikaprolaktonmurni danpolikaprolakton epoksi

dengan resin 59


(1)

vii

2.6. Polikaprolakton 13

2.7. SpektroskopiFourier TransformInfraRed (FT-IR) 14 2.8. ThermalgravimetricAnalysis(TGA)– DifferentialThermalAnalysis(DTA) 17

2.9. ScanningElectron Microscopy(SEM) 20

2.10. Uji Tarik 22

BAB III METODEPENELITIAN 3.1. Alat-alatPenelitian 26 3.2. Bahan– bahan Penelitian 26 3.3. Prosedur Penelitian 27 3.3.1 Pembuatan Film 27 3.3.1.1 Perbandingan polikaprolakton murni 27 3.3.1.2 Perbandinganpolikaprolakton 1gdengan resinepoksi0,1g 27 3.3.2 Analisisgugusdengan SpektroskopiFT-IR 27 3.3.3 Analisispermukaan dengan SEM 28 3.3.4 Analisistermaldengan TGA 28 3.3.5 Analisis sifat mekanik dengan UjiTarik 28 3.4. Bagan Penelitian 29 3.4.1. Bagan Penelitian polikaprolaktonMurni 29 3.4.2. Bagan Penelitian polikaprolakton 1gdengan resin eopksi0,1g 30 BAB IVHASILDANPEMBAHASAN 4.1. HasilPenelitian 31

4.1.1 Hasilanalisisgugusfungsimenggunakan spektroskopiFT-IR 31

4.1.2 Hasil analisisKekuatan Tarik, Perpanjangan untuk putusdan elastisitas 33

4.1.2.1Penentuan polikaprolakton murni 34

4.1.2.2 Penentuanperbandingan antara1:0,1g 35

4.1.2.3 Penentuanperbandingan antara1 :0,2g 35

4.1.2.4 Penentuanperbandingan antara1 :0,3g 36

4.1.2.5 Penentuan perbandingan antara1 :0,4g 36


(2)

4.1.3 Hasil analisa morfologidengan menggunakan SEM 38

4.1.4 Hasil analisadegradasitermaldengan menggunakanDSC-TGA 39

4.2. Pembahasan 41 4.2.1 AnalisaSpektroskopiFT-IR 41 4.2.2 AnalisaKekuatan Tarik, Perpanjangan putus, dan elastisitas 41 4.2.3 AnalisaSEM 42 4.2.4 AnalisaDCS-TGA 43 BAB VKESIMPULANDANSARAN 5.1 Kesimpulan 45

5.2 saran 45

Daftar Pustaka 46

Lampiran 50


(3)

ix

DAFTARTABEL

No Tabel Keterangan Halaman

4.1 Bilangangelombangdariberbagaigugusfungsipadapolikaprolakton

dengan serat epoksi 32

4.2 Polikaprolakton Murni 4.3 Perbandingan antara0,1g 33

4.4 Perbandingan antara0,2g 33

4.5 Perbandingan antara0,3g 33

4.6 Perbandingan antara0,4g 33


(4)

DAFTARGAMBAR

NoGambar Keterangan Halaman

2.1 Struktur KimiaResin Epoksi 12

2.2 Struktur kimiaDGEBA(diglycidyl etherofbisphenolA) 12

2.3 Strukturpolikaprolakton (PCL) 14

2.4 BaganFT-IR 17

2.5 Panjangspesimen 25

4.1 SpektrumFTIR daripolikaprolakton murni 31 4.2 SpektrumFTIR daripolikaprolakton dengan resinepoksi 32

4.3 Grafik perbandingan kekuatan tarik 37

4.4 Grafik perbandingan perpanjangan untuk putus 37

4.5 Grafik perbandingan elastisitas 37

4.6 Gambar hasilujiSEM 38

4.7 Grafik DSC-TGApolikaprolakton murni 40 4.8 Grafik DSC-TGApolikaprolakton dengan resin epoksi 40


(5)

xi

DAFTARSINGKATAN

PCL = Polycaprolactone

TGA = ThermogravimetricAnalysis DSC = DifferentialCanningCalorimetry DTA = DifferentialThermalAnalysis FT-IR =Fourier Transform-InfraRed SEM = ScanningElectron Microscopy Mpa = MegaPascal


(6)

DAFTARLAMPIRAN

No Lampiran 1

Judul

Foto alat instrumen FTIR

Halaman

51

2 GrafikFTIR polikaprolaktonmurni 51

3 GrafikFTIR polikaprolaktondenganresinepoksi (1:0,1g) 52

4 GrafikFTIR polikaprolaktondenganresinepoksi (1:0,2g) 52

5 GrafikFTIR polikaprolaktondenganresinepoksi (1:0,3g) 53

6 GrafikFTIR polikaprolaktondenganresinepoksi (1:0,1g) 53

7 Fotoalat instrumenSEM 54

8 Hasil uji SEMpolikaprolaktonmurni 54

9 Hasil uji SEMpolikaprolaktondenganresinepoksi (1:0,1g) 55

10 Hasil uji SEMpolikaprolaktondenganresinepoksi (1:0,2g) 56

11 Hasil uji SEMpolikaprolaktondenganresinepoksi (1:0,3g) 57

12 Hasil uji SEMpolikaprolaktondenganresinepoksi (1:0,4g) 58

13 Fotoalat instrumenDSC-TGA 59

14 GrafikDSC-TGAPolikaprolaktonmurni danpolikaprolakton

epoksi

dengan resin 59

15 Fotoalat instrumenuji tarik 60