Berbagai Kejahatan yang terjadi terhadap suku Aborigin di Australia

BAB IV BENTUK PENYELESAIAN MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DALAM KEJAHATAN GENOSIDA SUKU ABORIGIN DI AUSTRALIA

A. Berbagai Kejahatan yang terjadi terhadap suku Aborigin di Australia

Australia merupakan satu-satunya negara yang mendiami keseluruhan wilayah benua. Berada di laut Pasifik yang berdekatan dengan Asia dan Kepulauan Pasifik di wilayah utara, Australia digambarkan sebagai pulau paling besar yang ada di dunia, sehingga negara Australia menempati posisi ke enam dalam deretan negara dengan daratan paling luas. 126 Didasari oleh wilayah geografisnya, Australia dijuluki sebagai the lucky country. Hal ini dikarenakan oleh Australia memiliki cuaca tropis yang menjadi dambaan bagi orang-orang Eropa. Selain cuacanya yang baik, Australia juga menyimpan 10 kekayaan biodiversitas dunia dan sejumlah warisan dunia seperti The Great Barrier Reef. Secara historis, pada awalnya Australia hanya ditinggali oleh sekumpulan orang- orang Aborigin dan Torres Islander yang menjadi pribumi asli Australia. Hingga pada tahun 1788, Australia mulai didatangi penghuni tahanan Inggris yang menjadi akar bagi dibentuknya negara Australia. Kini, Australia telah berkembang dan digolongkan sebagai negara maju dengan kekuatan ekonomi yang mempuni. Dengan posisinya yang strategis tersebut, Australia telah memainkan peran yang penting dalam tatanan internasional. 127 126 Australia Government. Australia in Brief. Department of Foreign Affair and Trade, edition 2011. 127 http:ayurahmadhani-fisip12.web.unair.ac.id.html, diakses tanggal 2 Agustus 2016 Universitas Sumatera Utara Australia, sebuah benua yang awalnya dihuni oleh suku aborigin ini ternyata menyimpan kisah pedih penjajahan hingga saat ini. Australia yang menjadi benua buangan tahanan Inggris ini memang telah menjadi persemakmuran Britania Raya dan berubah menjadi benua makmur dibawah ratu Inggris. Namun sejatinya benua Australia ini telah direbut dari suku asli yang berdiam 60 ribu tahun di benua kanguru ini. Suku Aborigin, suku asli Australia ini secara paksa tergeser dan menjadi budak selama bertahun-tahun. Suku Aborigin merupakan suku asli atau pribumi di benua Australia, mereka telah ada di benua tersebut sejak ratusan ribuan tahun yang lalu. Ciri khas dari mereka hampir sama dengan orang-orang di Papua karena wilayah Papua dan Benua Australia merupakan wilayah yang satu akibat dari pergeseran kerak bumi sehingga wilayah tersebut sekarang terpisah. Yang menjadi perbedaan ciri khas suku Aborigin dan suku-suku lain disekitarnya ialah suku Aborigin mempunyai senjata berburu yang disebut dengan senjata Boomerang. senjata ini ketika digunakan untuk berburu saat dilempar jauh akan kembali lagi, senjata ini sering digunakan untuk berburu kanguuru, babi di hutan atau di padang savanah. selain senjata ini suku Aborigin juga masih tetap menggunakan senjata lainnya seperti senjata tombak dan busur panah. Pada saat musim dingin datang suku Aborigin menggunakan bahan pakaian yang terbuat dari kulit kanguruu dari hasil buruan mereka. Dalam kesehariannya suku aborigin tidak mengenal yang namanya bercocok tanam ataupun memelihara ternak, mereka lebih senang berburu di hutan dari pada melakukan hal itu, itulah sebabnya suku ini tidak pernah pergi jauh dari sumber air ataupun sungai. Dan tempat tinggal mereka masih bersifat sementara Universitas Sumatera Utara atau mereka selalu berpindah-pindah dalam menetap. Rumah mereka terbuat dari ranting-ranting pohon dan dedaunan yang disusun dengan rapi. Kata Aborigin memiliki arti ‘paling awal dikenal’. Mereka memiliki budaya, warisan, dan sejarah yang berbeda dari kelompok-kelompok lain di seluruh dunia. Bahasa asli suku Aborigin Australia diketahui tidak terkait dengan salah satu bahasa di bagian lain dunia. Saat ini, hanya ada kurang dari 200 bahasa asli Australia yang digunakan. Ahli bahasa mempelajari bahasa Australia sebagai Pama Nyungan dan non-Pama Nyungan. Bahasa Pama-Nyungan mayoritas terdiri dari keluarga bahasa terkait, sedangkan yang tidak berhubungan dipelajari ahli sebagai bahasa non-Pama Nyungan. Kelompok bahasa tersebut diyakini sebagai hasil dari kontak yang lama dan intim. Sebuah fitur umum dari bahasa adalah bahwa mereka menampilkan cara bicara khusus yang intim digunakan dan hanya digunakan di hadapan kerabat. Sempat terjadi diskriminasi dari orang-orang Eropa terhadap suku Aborigin, bahkan suku Aborigin kerapkali dianggap sebagai Fauna atau hewan, namun diskriminasi tersebut saat ini berangsur-angur melunak, dan salah satu strategi politik untuk permasalahan Aborigin adalah dengan proses Asimilasi antara orang kulit putih dan kulit hitam Suku Aborigin. Perkawinan campur ini banyak membuat anak-anak mereka menjadi tidak lagi berkulit hitam, bahkan untuk generasi-generasi berikutnya semakin putih sama dengan orang Eropa. Diawal pendudukannya, Inggris melakukan pembantaian ditahun 1806. Ratusan penduduk pribumi ditembak dan dikeroyok hingga tewas. Tercatat dalam laporan surat kabar Independen tahun 1997, banyak terjadi kasus pemerkosaan yang akhirnya menularkan penyakit mematikan bagi suku Aborigin. Bangsa kulit Universitas Sumatera Utara putih ingin menguasai daratan Australia dan menyingkirkan suku asli Australia. Mereka memecah konflik berdarah karna memperlakukan suku pribumi dengan buruk. Dalam arsip kolonial Australia telah dibenarkan dari tahun 1824 hingga 1908, setidaknya 10 ribu suku Aborigin tewas terbunuh. Arsip tersebut juga menyebutkan beberapa korban tewas karena menjadi ‘bahan mainan bangsa kulit putih’. 128 Orang-orang asli Australia dikenali sebagai orang Aborigin. Mereka yang telah tinggal di benua tersebut selama beratus-ratus tahun telah mengalami penghapusan paling besar di dalam sejarah karena kedatangan orang-orang dari Eropa di negara tersebut. Orang-orang eropa ini melakukan pembantaian terhadap orang Aborigin, sejak pertama kali mereka menginjakkan kakinya di tanah asli milik leluhur suku Aborigin itu. Selain karena mengikuti ajaran Tuhannya, kebiadaban orang eropa terhadap orang Aborigin di Australia juga karena mereka orang-orang eropa pembunuh itu berpedoman pada Teori Evolusi Darwinisme, ciptaan seorang yang bernama Charles Darwin. Pandangan ideologi Darwinisme tentang orang-orang Aborigin telah membentuk teori liar yang telah menyiksa mereka. Bangsa pribumi Australia, Aborigin ini telah dilihat sebagai satu spesies manusia yang tidak membangun oleh para pendukung teori evolusi dan telah dibunuh beramai-ramai. 129 Suku Aborigin dicap sebagai suku barbar yang liar. Bahkan para antropolog Inggris abad lalu menggunakan kaum Aborigin sebagai bukti bahwa mereka ini merupakan “missing link” dalam teori evolusi Darwin. Jadi manusia 128 http:www.boombastis.comaborigin14786.html, diakses tanggal 2 Agustus 2016 129 http:wartasejarah.blogspot.co.id201412pembantaian-terhadap-orang-aborigin.html, diakses tanggal 2 Agustus 2016 Universitas Sumatera Utara Aborigin merupakan jembatan antara manusia kera dengan manusia sekarang. Anggapan ini membuat efek yang sangat dahsyat bagi kelangsungan hidup bangsa Aborigin. Terbukti dengan adanya perburuan legal terhadap bangsa Aborigin. Kawasan-kawasan Australia merupakan kawasan penempatan Aborigin telah dihapuskan dengan cara yang ganas dalam masa 50 tahun. Kebijakan- kebijakan yang ditujukan kepada orang-orang Aborigin ini tidak hanya terhenti dengan pembunuhan beramai-ramai. Banyak di antara mereka yang dijadikan sebagai hewan-hewan eksperimen. Institut Smithsonia di Washington D.C. telah menyimpan 15.000 jasad orang bangsa ini yang masih utuh. 10.000 orang Abogin Australia telah dihantar dengan kapal laut ke Museum British dengan tujuan untuk memastikan apakah mereka benar-benar adalah mata rantai yang hilang missing link sesuai teori Darwin. Museum-museum ini tidak hanya berminat dengan tulang-tulang mereka, tetapi dalam masa yang sama mereka juga menyimpan otak kepunyaan orang-orang Aborigin ini dan menjualnya dengan harga yang tinggi. Terdapat juga bukti yang menunjukkan bahwa orang-orang Aborigin ini juga dibunuh untuk digunakan sebagai spesimen. B. Pengaturan Hukum Nasional Australia Mengenai Kejahatan Genosida Sejak tahun 1967 waktu suku Aborigin dan Torres Strait Islander menerima hak untuk memberikan suara pada semua pemilihan Commonwealth, State dan Territory, suku pribumi Australia telah berjuang banyak untuk mencapai keadilan dan persamaan hak. Kebijakan Pemerintah tentang penentuan kebulatan tekad sendiri telah mendorong keterlibatan suku pribumi dalam mengambil keputusan yang menyangkut kehidupan mereka. Pada tahun 1991 Dewan Universitas Sumatera Utara Rekonsiliasi Aborigin dibentuk untuk mempromosikan Rekonsiliasi antara suku pribumi Australia dengan penduduk Australia lainnya. Untuk Dewan ini, tujuan Rekonsiliasi adalah: persatuan negara Australia yang menghormati tanah air kita; menghargai warisan suku Aborigin dan Torres Strait Islander; dan memberi keadilan serta persamaan hak pada semua orang. Pada tahun 1966 Parlemen Australia membuat pernyataan komitmen tentang persamaan hak bagi semua orang Australia. Ini termasuk komitmen dalam proses rekonsiliasi dengan suku Aborigin dan Torres Strait Islander – khususnya dalam mengatasi kerugian sosial dan ekonomi mereka. Pada tahun 2000, pemerintah Australia dan semua pemerintah State dan Territory membuat komitmen untuk meneruskan dukungan mereka pada proses Rekonsiliasi dengan memperkecil kerugian yang dihadapi oleh suku pribumi Australia. Rekonsiliasi sekarang merupakan hal yang penting bagi masyarakat Australia. Ada banyak debat tentang apa arti rekonsiliasi, dan tentang bagaimana hal tersebut dapat dicapai di Australia. Proses menuju rekonsiliasi bukanlah suatu proses yang mudah, tapi Australia telah mengambil beberapa langkah penting dalam beberapa tahun terakhir ini. Pendidikan merupakan bagian penting dari proses ini. Banyaknya kecaman dari berbagai pihak atas perlakuan pemerintah Australia terhadap suku aborigin, membuat pemerintah Australia membuka mata atas perlakuannya selama ini. Tetapi pemerintah tidak begitu saja mengakui perbuatannya kepada aborigin. Pada masa pemerintahan PM John Howard, ia menolak untuk meminta maaf kepada suku aborigin. Tetapi keadaan mulai berubah sejak perdana Menteri Australia, mencoba menyelesaikan masalah Universitas Sumatera Utara tersebut dengan meminta maaf kepada suku aborigin. perdana Menteri Australia meminta maaf kepada suku Aborigin dan mencoba menghapuskan diskriminasi yang selama ini dilakukan oleh masyarakat Australia kepada suku aborgin. Tidak hanya itu, ia juga berusaha untuk menyamaratakan hak orang-orang aborigin, dengan masyarakat Australia lainnya. Upaya pemerintah Australia untuk menangani masalah tersebut sudah mulai menunjukkan hasil pada masa pemerintahan. Perdana Menteri Australia permohonan maaf kepada suku Aborigin atas segala penderitaan yang mereka alami selama dua abad terakhir. Perdana Menteri Australia yang baru ingin agar warga keturunan Aborigin tidak lagi merasa sebagai warga kelas dua dan mengejar ketinggalan mereka dari warga Australia lainnya. Selain itu, pemerintah Australia juga memberikan ijin resmi untuk bekerja. Dan memeberikan pendidikan kepada anak aborigin, seperti pendidikan yang diterima warga Australia kulit putih. Serta membiarkan anak-anak aborigin untuk tinggal bersama keluarganya, dan saat ini di hampir seluruh universitas yang berada di Australia terdapat pusat aborigin. Karena masyarakat Australia modern, ingin memperbaiki sikap mereka yang selama ini tidak adil kepada suku aborigin dan melestarikan budaya dan kesenian aborigin agar tidak hilang. 130 Sempat terjadi diskriminasi dari orang-orang Eropa terhadap suku Aborogin, bahkan suku Aborigin kerapkali dianggap sebagai Faunahewan, namun diskriminasi tersebut saat ini berangsur-angur melunak, dan salah satu strategi politik untuk permasalahan Aborigin adalah dengan proses Asimilasi 130 http:evanovanti.blogspot.co.id200905diplomasi-antara-pm-australia-dan-suku.html, diakses tanggal 4 Agustus 2016 Universitas Sumatera Utara antara orang kulit putih dan kulit hitam Suku Aborigin. Perkawinan campur ini banyak membuat anak-anak mereka menjadi tidak lagi berkulit hitam, bahkan untuk generasi-generasi berikutnya semakin putih sama dengan orang Eropa. 131 Perubahan lebih lanjut terjadi pada tahun 1967, ketika lebih dari 90 persen warga Australia memberi suara ya untuk membolehkan orang-orang Aborigin diperhitungkan dalam sensus. Referendum tersebut merupakan tonggak sejarah. Hal ini memperlihatkan bahwa sebagian besar rakyat Australia menginginkan kaum Pribumi diperhitungkan dan diberi hak-hak yang sama seperti orang lainnya. Terbukanya sikap Australia, dan protes keras rakyat Aborigin pada saat itu, telah menuntun jalan bagi kebijakan rakyat Aborigin untuk menentukan nasib sendiri pada tahun 1970-an. Pemerintah Australia akhirnya mengakui dan menyetujui bahwa Pribumi Australia harus mempunyai suara dalam Dalam tahun 1940-an dan 1950-an kebijakan Pemerintah Australia terhadap rakyat Aborigin berganti menjadi kebijakan asimilasi. Hal ini berarti kaum Pribumi disuruh hidup sebagaimana bangsa non-pribumi hidup. Ini tidak berhasil karena rakyat Aborigin tidak ingin kehilangan budaya adat mereka. Dalam tahun 1960-an kebijakan ini berubah menjadi kebijakan integrasi. Kebanyakan pria di Australia memperoleh hak memberikan suara dalam tahun 1850-an, namun hak-hak memberikan suara di Commonwealth tidak disampaikan kepada semua kaum Pribumi Australia sampai tahun 1962. Dengan kebijakan integrasi, rakyat Aborigin diberi kebebasan warga negara tapi mereka masih diharapkan untuk menyesuaikan pada kebudayaan non-Primbumi Australia. 131 http:kuasabang.blogspot.co.id.html, diakses tanggal 4 Agustus 2016 Universitas Sumatera Utara pengembangan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka sendiri. 132 Pembantaian dasyat dimulai dengan tujuan memusnahkan warga aborigin. Kepala orang-orang aborigin dipasang menggunakan paku di atas pintu-pintu stasiun. Roti beracun diberikan kepada para keluarga aborigin. Di banyak wilayah di Australia, areal pemukiman aborigin musnah dengan cara biadab dalam waktu 50 tahun.34 Kebijakan yang ditujukan terhadap aborigin tidak berakhir dengan pembantaian. Banyak dari ras ini yang diperlakukan layaknya hewan percobaan. The Smithsonian Institute di Washington D.C. menyimpan 15.000 sisa mayat manusia dari berbagai ras. Sejumlah 10.000 warga aborigin Australia dikirim melalui kapal ke Musium Inggris dengan tujuan untuk mengetahui apakah benar mereka adalah mata rantai yang hilang dalam peralihan bentuk binatang ke bentuk manusia. Musium tidak hanya tertarik dengan tulang-belulang, pada saat yang sama mereka menyimpan otak orang-orang aborigin dan menjualnya dengan harga mahal. Terdapat pula bukti bahwa warga aborigin Australia dibunuh untuk digunakan sebagai bahan percobaan. Kenyataan sebagaimana dipaparkan di bawah ini adalah saksi kekejaman tersebut. 133 Tercatat pula kasus-kasus pemerkosaan wanita Aborigin yang berdampak pada penularan penyakit seksual. Jenis-jenis penyakit yang biasa diidap ras kulit putih, tapi mematikan bagi Aborigin seperti influenza, bisa memicu wabah. Kolonial Australia membenarkan sepanjang 1824 hingga 1908, setidaknya 10 ribu Aborigin tewas terbunuh. Itu di luar kematian wajar atau sebab-sebab lain. Arsip 132 http:www.cicak2.com.auindex.php?r=articleviewid=1831.html, diakses tanggal 4 Agustus 2016 133 http:selokartojaya.blogspot.co.id201101pemusnahan-warga-aborigin.html, diakses tanggal 5 Agustus 2016 Universitas Sumatera Utara ini pun mencantumkan, beberapa korban tewas karena menjadi bahan mainan pria kulit putih. Dari semua kekejaman itu, yang paling parah adalah genosida kebudayaan sistematis pemerintah kulit putih Australia terhadap suku Aborigin pada awal abad 20. Untuk mengatasi ketertinggalan peradaban warga pribumi, karena memilih hidup di alam bebas atau memakai busana seadanya, muncul kebijakan pembauran. Kasus ini menggemparkan dunia internasional. Ratusan ribu anak Aborigin disebut generasi yang diculik. Ratusan bersaksi di bawah sumpah, bahwa mereka justru diperkosa polisi maupun orang tua angkat yang baru, setelah diambil paksa dari rumahnya di pedalaman. cara pemerintah Australia memacu peradaban Aborigin melanggar Deklarasi Hak Asasi Manusia 1948, Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial 1965, dan Piagam PBB 1948. Selain menculik anak-anak Aborigin supaya lebih beradab, genosida pemerintah Australia dijalankan dengan melarang wanita dewasa Aborigin hamil. Bagi pria pribumi yang melawan asimilasi, maka polisi berhak memukulinya. Kasus-kasus pembunuhan aborigin dewasa karena menolak anaknya diambil pemerintah masih terjadi hingga 1970. Dampak dari rasisme merusak pendatang kulit putih di Australia, terlihat dari anjloknya populasi warga Aborigin. Pada 1788, diperkirakan populasi penduduk pribumi lebih dari 750 ribu. Pemerintah Australia baru sudi melibatkan Aborigin dalam sensus pada 1971. Pada sensus 1996, tercatat penduduk pribumi tinggal 1,97 persen dari total populasi Benua Kelima itu. 134 134 http:www.hetanews.comarticle14753kisah-kekejaman-australia-berabad-abad-pada- etnis-aborigin.html, diakses tanggal 5 Agustus 2016 Universitas Sumatera Utara Suku Aborigin merupakan penduduk pribumi Australia jauh sebelum bangsa kulit putih datang. Dalam hal berkomunikasi, Suku Aborigin menggunakan bahasa mereka sendiri. Kehidupan penduduk Aborigin didasarkan pada spritualitas budaya. Penduduk Aborigin sangat menjunjung tinggi tanah bumi karena merupakan dasar kesejahteraan penduduk Aborigin. Gaya hidup penduduk pribumi Australia ialah berburu dan mengumpulkan cara untuk hidup, sementara penduduk yang bermukim di pinggir pantai menangkap ikan dan mengumpulkan berbagai jenis kerang. Australia sebelum kedatangan bangsa kulit putih adalah wilayah yang sebagian besar sangat murni dimana masyarakat pribumi menghormati lingkungan sekitar mereka dan memastikan bahwa mereka tidak berlebihan dalam berburu dan mengumpulkan hewan dan tumbuhan. Namun hal tersebut berubah seiring datanganya imigran Eropa. Suku Aborigin benar- benar terpinggirkan akibat datanganya imigran Eropa ke Australia. Dari sisi masyarakat Aborigin sendiri sama sekali tidak senang atas kedatangan bangsa kulit putih ke tanah mereka, terutama ketika mereka sama sekali tidak siap dengan ke-modern-an yang dibawa oleh bangsa Eropa. Masyarakat Aborigin yang notabene sangat menjunjung tinggi tanah Australia sebagai anugerah menganggap kedatangan bangsa Eropa hanya akan merusak wilayah mereka. Sejak awal kedatangan bangsa Eropa, hubungan yang terjalin antara kaum Aborigin dengan bangsa Eropa tidak pernah berjalan dengan baik. Bahkan, keduanya saling berperang untuk memperebutkan wilayah Australia. Mereka yang notabene penduduk asli mendapatkan perlakuan tidak adil. Universitas Sumatera Utara Berikut bentuk-bentuk diskriminasi yang dilakukan orang kulit putih pada suku Aborigin : 1. Orang-orang kulit putih memperlakukan suku Aborigin seperti budak. Mereka dijadikan pembantu rumah tangga, pekerja pertania, dan penjaga pertanian. 2. Anak-anak Aborigin diambil secara paksa dari orang tuanya kemudian ditampung di suatu tempat kemudian setelah besar dijadikan pembantu, untuk anak lak-laki dijadikan pegawai rendahan di peternakan. 3. Di Tasmania terjadi pembantaian terhadap suku Aborigin yang dikarenakan orang-orang kulit putih tidak suka terhadap pemberontakan yang sering dilakukan suku Aborigin. 4. Pemerintah menempatkan suku Aborigin di tempat terpencil dan mereka dipengaruhi kebudayaan barat agar mereka meninggalkan kebudayaan aslinya. 5. Kebebasan dan hak-hak orang-orang Aborigin tidak diakui. Bahkan mereka yang tinggal sebagai pekerja di tempat orang kulit putih saja tidak bisa menggunakan fasilitas umum seperti telepon dan rumah sakit yang sering digunakan orang kulit putih. 135 6. Tercatat pula kasus-kasus pemerkosaan wanita Aborigin yang berdampak pada penularan penyakit seksual. 7. Pada awalnya dalam konsitusi Australia tertulis bahwa masyarakat pribumi Australia, baik suku Aborigin maupun Kepulauan Selat Torres tidak terhitung dalam populasi Australia. Artinya, masyarakat pribumi Australia juga tidak memiliki hak sebagai warga negara Australia, seperti tidak ikut dalam proses 135 Siboro, J., Sejarah Australia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1989, hal 6 Universitas Sumatera Utara Pemilihan Umum. Namun diadakan referendum mengenai hal ini. Tapi, pada federasi, ditetapkan bahwa negara bagian dan negara teritori Australia punya kontrol dan tanggung jawab terhadap penduduk pribumi Australia. Hal ini bisa di lihat ketika New South Wales, salah satu negara bagian Australia mendirikan Badan Perlindungan Aborigin pada 1883 melalui pengenalan Aborigines Protection Act 1909. Kemudian hal ini terus berlanjut diikuti oleh negara bagian lainnya yang membuat perundang-undangan yang sama dalam usaha mereka untuk mengontrol penduduk Aborigin. Kontrol yang dilakukan ini yang niatnya untuk melindngi suku Aborigin tapi malah mengikis kebudayaan Aborigin. Dengan tindakan-tindakan tersebut munculah berbagai dampak negatif mengenai kedatangan bangsa Eropa ke Australia, antara lain : datangnya para imigran membawa penyakit jenis baru yang belum ada sebelumnya. Pudarnya kebudayaan asli suku Aborigin akibat usaha-usaha pemusnahan yang dilakukan oleh bangsa pendatang, Suku Aborigin mulai kehilangan kebudayaan yang mereka miliki karena masuknya budaya Eropa. Para imigran membawa bahan makanan yang baru yaitu gandum dan gula hal ini membuat Suku Aborigin sulit beradaptasi dengan makanan baru tersebut sehingga kesehatan mereka cenderung menurun. Suku Aborigin tidak memperoleh pendidikan sehingga mereka sangat tertinggal dan tidak berkembang. 136 Perundang-undangan yang ditetapkan di masing-masing negara bagian Australia pada saat itu bukannya melindungi penduduk Aborigin, baik sebagai 136 Ratih Hardjono. Suku Putihnya Asia Perjalanan Australia Mencari Jati Dirinya. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992, hal 47 Universitas Sumatera Utara individu, penduduk, maupun suku, malah semakin mendiskriminasi mereka. Misalnya saja seperti ketetapan perundang-undangan Australia Barat, the WA Aborigin Act 1905. Ketetapan yang diberlakukan dalam act tersebut ialah bahwa keturunan yang merupakan setengah kasta Aborigin harus dihapus dari keluarga mereka Aborigin sehingga mereka bisa memiliki kesempatan untuk hidup lebih baik dan jauh dari pengaruh lingkungan Aborigin. Dalam act juga ada wewenang untuk menghilangkan penduduk Aborigin atau memindahkan mereka ke distrik lain. Bahkan penduduk Aborigin dilarang memasuki kota tanpa izin dan penghuni dari wanita Aborigin dilarang berhubungan dengan pria yang bukan turunan Aborigin. Menurut Milnes dalam bukunya From myths to policy: Aboriginal legislation in Western Australia, terjadi pemiskinan masyarakat Aborigin yang disahkan oleh Undang-Undang. The Aborigines Act 1905 bukanlah sebuah perlindungan bagi masyarakat Aborigin, tetapi sebagai alat pengontrol yang kejam. Mengenai pernyataan yang ada dalam konstitusi Australia bahwa Suku Aborigin tidak memperoleh hak pilih, pada tahun 1967 akhirnya muncul pembiaraan tentang rencana mereferendum kostitusi. Sebelum 1901, masyarakat Aborigin diperbolehkan untuk ikut pemilihan di semua koloni, kecuali Queensland dan Australia Barat. Pada 1902, penduduk Aborigin kehilangan haknya untuk memilih di pemilihan Commonwealth. Referendum yang diadakan di tahun 1967 tersebut berlangsung sangat lama dan berlarut-larut. Referendum ini pun dinyatakan berhasil dan menjadi awal bagi Suku Aborigin untuk memperoleh hak pilih mereka. Sejak diberlakukannya Commonwealth of Australia Universitas Sumatera Utara Constitution Act 1900 sejak 1901 hingga sekarang, sudah ada hingga 44 referendum yang diajukan oleh pemerintah Australia. Namun, hanya ada 8 referendum yang diterima, yakni referendum 1906, 1909, 1928, 1946, 1967, dan 1977. Dilakukan referendum karena referendum adalah satu-satunya cara untuk merubah konstitusi. Referendum tahun 1967 itu diajukan dan diterima untuk menghapus reference diskriminasi tertentu terhadap masyarakat Aborigin dari konstitusi. 137 Pada tahun 1991 dibentuk Dewan Rekonsiliasi yang merupakan lembaga untuk merintis uapay rekonsiliasi antara masyarakat Aborigin dan kaum pendatang . Adapun tujuan Rekonsiliasi adalah persatuan negara Australia yang menghormati tanah air kita; menghargaiwarisan suku Aborigin dan Torres Strait Perlakuan terhadap kaum Aborigin antara tahun 1910 sampai tahun 1970 dianggap melanggar hak asasi manusia, lebih-lebih kalau dilihat dari perspektif sekarang. Saat ini ada sekitar 460.000 orang aborigin, atau dua persen dari 21 juta penduduk Australia. Banyak dari mereka tinggal di pemukiman terpencil dan hidup seperti warga negara miskin, padahal Australia adalah negara maju. Secara tidak langsung itu menunjukkan masih adanya dikotomi antara masyarakat asli dan kulit putih. Rasisme masih ada di Australia hingga sekarang. Walau kini dengan faktor “pengetahuan” masyarakat Aborigin yang meningkat dan kesadaran masyarakat kulit puith, tindak-tindak rasisme tersebut telah terminimalisir. Upaya pemerintah juga perlu dilibatkan dalam menciptakan interaksi masyarakat yang harmonis antara kedua kelompok masyarakat ini. 137 http:finablogaddress.blogspot.co.id201511sejarah-kependudukan-australia- dan.html, diakses tanggal 5 Agustus 2016 Universitas Sumatera Utara Islander; dan memberi keadilan serta persamaan hak pada semua orang. Pada tahun 1966 Parlemen Australia membuat pernyataan komitmen tentang persamaan hak bagi semua orang Australia. Ini termasuk komitmen dalam proses rekonsiliasi dengan suku Aborigin dan Torres Strait Islander – khususnya dalam mengatasi kerugian sosial dan ekonomi mereka. Pada bulan November 2000 pemerintah Australia dan semua pemerintah State dan Territory membuat komitmen untuk meneruskan dukungan mereka pada proses Rekonsiliasi dengan memperkecil kerugian yang dihadapi oleh suku pribumi Australia. Kini upaya itu telah sampai pada permintaan maaf pemerintah Australia yang diproklamirkan februari silam. Kebijakan pemerintah Australia pun menyamakan mereka dengan hewan seperti tampak dalam Flora and Fauna Act. Pada saat Negara Persemakmuran Australia berdiri pada 1 Januari 1901, warga Aborigin juga tidak punya hak hukum karena dianggap sebagai bagian dari fauna. Yang tak bisa dilupakan kaum Aborigin, pemerintah Australia juga menerapkan National Welfare Act atau UU Kesejahteraan Nasional yang memisahkan anak Aborigin dari orang tuanya. Pada 1997 juga ada penelitian yang membuktikan lebih dari 100 ribu anak dan keluarga yang dipisahkan menderita trauma. Konyolnya, Perdana Menteri Australia John Howard ketika itu menolak meminta maaf. Yang kejam dari UU Kesejahteraan Nasional itu ialah banyak warga Aborigin tidak mewarisi tradisi dan budaya leluhurnya. Mereka kehilangan identitas budaya. Sekitar 200 hingga 300 bahasa kaum Aborigin punah, kini tinggal sekitar 70 bahasa saja. Terkait UU itu, sudah banyak yang tahu kisah Alan Thornhill. Universitas Sumatera Utara Pasal 25 Konstitusi Australia diubah karena masih memberikan kewenangan kepada negara bagian untuk mendiskualifikasi pemilih dalam pemilu berdasarkan ras mereka. Konsititusi memasukkan pasal yang mengakui bahwa Australia pertama kali dihuni oleh orang Aborigin, serta pasal yang mengakui adanya keberlanjutan hubungan antara orang Aborigin dengan tanah air mereka. 138 C. Bentuk Penyelesaian Menurut Hukum Internasional Terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Kejahatan Genosida Suku Aborigin Di Australia Suku aborigin sudah mulai mendiami daerah australia semenjak sekian lama. Ketika britania raya menginvasi australia dan ditemukannya australia oleh penjelajah james cook. Maka dimulailah pembantaian terhadap orang aborigin tahun 1788. Pada tahun 1770, James Cook mendarat di pantai timur Australia dan mengambilalih daerah tersebut dan menamakannya sebagai New South Wales, sebagai bagian dari Britania Raya. Kolonisasi Inggris di Australia, yang dimulai pada tahun 1788, menjadi bencana besar bagi penduduk aborigin Australia. Wabah penyakit dari eropa, seperti cacar, campak dan influenza menyebar di daerah pendudukan. Para pendatang, menganggap penduduk aborigin Australia sebagai nomad yang dapat diusir dari tempatnya untuk digunakan sebagai kawasan pertanian. Hal ini berakibat fatal, yaitu terputusnya bangsa aborigin dari tempat tinggal, air dan sumber hidupnya. Terlebih lagi dengan kondisi mereka 138 http:www.hidayatullah.comberitainternasionalread2015062572994referendum- konstitusi-australia-untuk-akui-aborigin-sebagai-penduduk-pertama.html, diakses tanggal 6 Agustus 2016 Universitas Sumatera Utara yang lemah akibat penyakit. Kondisi ini mengakibatkan populasi bangsa aborigin berkurang hingga 90 pada periode antara 1788 – 1900. Seluruh komunitas aborigin yang berada pada daerah yang cukup subur di bagian selatan bahkan punah tanpa jejak. 139 Ayat 2, Bila dianggap perlu, Dewan Keamanan meminta kepada pihak- pihak bersangkutan untuk menyelesaikan pertikaiannya dengan cara-cara yang Penyelesaian yaitu Hak Asasi bangsa Aborigin harus tetap di pertahankan, karena seorang James Cook yang mengambil alih daerah tersebut tidak memiliki Hak sama sekali atas daerah tersebut,maka dari itu harusnya di tuntut di Mahkamah Internasional, karena hal itu sudah merugikan banyak pihak. Selain itu juga, cara James Cook melakukan pembantaian secara besar-besaran yang pada akhirnya merugikan banyak nyawa melayang,dan itu semua yang pada khirnya menuntut Hak-hak Asasi Manusia suku aborigin untuk hidup. Dalam pasal 33 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dijelaskan bahwa untuk menyelesaikan kasus seharusnya menggunakan cara diplomasi terlebih dahulu sebelum ke ranah hukum. Hal tersebut berbunyi sebagai berikut : Ayat 1, Pihak-pihak yang tersangkut dalam sesuatu pertikaian yang jika berlangsung secara terus menerus mungkin membahayakan pemeliharaan perdamaian dan keamanan nasional, pertama-tama harus mencari penyelesaian dengan jalan perundingan, penyelidikan, mediasi, konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian menurut hukum melalui badan-badan atau pengaturan-pengaturan regional, atau dengan cara damai lainnya yang dipilih mereka sendiri. 139 https:ihsanhasan.wordpress.com20100202279.html, diakses tanggal 6 Agustus 2016 Universitas Sumatera Utara serupa itu. Adapun bentuk-bentuk mekanisme diplomasi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan kasus yang terjadi Genosida Suku Aborigin di Australia ialah dengan menggunakan Mediasi. Mediasi adalah cara penyelesaian dengan melalui perundingan yang diikutsertakan pihak ketiga sebagai penengah. Pihak ketiga disini disebut sebagai mediator. Mediator disini tidak hanya negara tetapi dapat individu, organisasi internasional dan lain sebagainya. Mengenai kasus yang terjadi pada etnis Aborigin di Australia, PBB dapat sebagai mediator untuk menengahi para pihak yang melakukan pelanggaran HAM etnis Aborigin dengan pemerintah Australia dan penduduk warga negara Australia. Serta PBB dapat membantu memberikan usulan-usulan bagi para pihak untuk menyelesaikan masalah yang terjadi tanpa adanya salah satu pihak yang dirugikan. Dalam menyikapi kasus yang terjadi di Australia terhadap etnis Aborigin, PBB memang telah mengecam keras kepada pemerintah Australia untuk segera mengakhiri kejahatan Genosida yang terjadi. Namun, hal tersebut tidak ditanggapi dengan baik oleh pemerintah Australia dan hingga saat ini masih belum ada upaya penyelesaian. Jika dalam menggunakan cara mediasi sudah digunakan oleh negara dalam mengakhiri permasalahan yang terjadi, namun masih belum dapat menyelesaikan masalah yang terjadi dengan hal ini kasus yang terjadi dapat diambil alih oleh Dewan Keamanan PBB untuk diselesaikan menggunakan cara melalui Mahkamah Pidana Internasional International Criminal Court. Dengan memperhatikan empat yurisdiksi pada ICC yaitu 1. Rationae materiae : kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan Universitas Sumatera Utara agresi, seperti yang dijelaskan dalam pasal 5-8 Statuta Roma tahun 1998. Berkaitan dengan kasus yang terjadi bahwa yang dialami oleh etnis Aborigin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. 2. Rationae personae : berdasarkan pasal 25 Statuta Roma tahun 1998, ICC hanya mengadili individu tanpa memandang apakah ia merupakan seorang pejabat negara dan sebagainya. Berkaitan dengan kasus yang terjadi di suku Aborigin Australia maka disini yang bertanggungjawab atas tindakan yang dilakukan adalah individu. 3. Ratione loci : ICC dapat mengadili kasus-kasus yang terjadi di negara peserta dimana menjadi lokasi tempat terjadinya kejahatan hal ini diatur dalam pasal 12 Statuta Roma tahun 1998. 4. Ratione temporis : berdasarkan pada pasal 11 statuta roma tahun 1998, bahwa ICC hanya dapat mengadili kejahatan yang dilakukan setelah tanggal 1 Juli 2002. Berkaitan dengan kasus yang terjadi di Australia bahwa kejahatan yang terjadi sesudah tanggal tersebut. Walaupun negara Australia bukan negara peserta yang meratifikasi mahkamah pidana internasional, tetapi bukan berarti kejahatan yang terjadi terhadap etnis Aborigin tidak dapat diadili melalui Mahkamah Pidana Internasional. 140 Peran mahkamah pengadilan hukum internasional tidak menjalankan pencegahan serta pengadilan yang adil terhadap kasus genosida. Alasannya karena beberapa negara menolak amnesti yang diberikan oleh mahkamah pengadilan bagi 140 Aviantina Susanti, Penyelesaian Kasus Pelanggaran Ham Berat Terhadap Kejahatan Genosida Suku Aborigin Di Australia Berdasarkan Hukum Internasional, Jurnal Ilmiah Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan, 2014, hal 16 Universitas Sumatera Utara para pelaku pelanggaran berat hak asasi manusia. Mereka menilai bahwa mengadili pelaku kejahatan tidak menjamin akan terulangnya kejadian yang serupa di masa depan. Beberapa sumber kewajiban untuk mengadili terdapat dalam konvensi internasional yang menyatakan bahwa Hak negara untuk memberikan amnesti terhadap suatu kejahatan dapat dilangkahi oleh perjanjian yang ditandatangani negara tersebut. Seperti dijelaskan Pasal 27 Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian, “salah satu pihak tidak boleh menggunakan ketentuan hukum nasionalnya sebagai justifikasi atas kegagalannya menaati sebuah perjanjian.” Beberapa konvensi yang diberlakukan diantaranya adalah konvensi jenewa 1949, konvensi genosida, dan konvensi penyiksaan. Aturan hukum internasional tentang perlakuan terhadap tawanan perang dan warga sipil di wilayah konflik. Dalam konvensi ini memuat pernyataan spesifik tentang pelanggaran HAM berat, yaitu kejahatan perang di bawah hukum internasional yang memiliki liabilitas individual dan wajib diadili oleh negara. Pelanggaran berat tersebut mencakup pembunuhan, penyiksaan dan segala perlakuan tidak manusiawi. Secara bulat pula ditegaskan status Genosida sebagai kejahatan dalam hukum internasional. Berdasarkan resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB dibentuklah ad hoc committee on Genocide yang bertugas merumuskan rancangan konvensi Genosida. Hanya dalam waktu 8 bulan Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida Konvensi Genosida diterima oleh Majelis untuk ditandatangani atau diratifikasi. Dan tepatnya, sehari sebelum Universitas Sumatera Utara Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia Universal Declaration of Human Rights selanjutnya disebut DUHAM konvensi ini terbuka untuk diratifikasi. Konvensi Genosida dikenal dengan Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide 1948. Konvensi ini mulai berlaku sejak tanggal 12 Januari 1952 dan telah diratifikasi oleh banyak negara. Dalam konvensi ini, telah memberikan kewajiban mutlak untuk mengadili pelaku yang bertanggung jawab atas terjadinya tindakan genosida. 141 141 http:kurniawanlawfirm.blogspot.co.id201203genosida.html, diakses tanggal 6 Agustus 2016 Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN