2.1.3 Vulkanisasi Karet
Vulkanisasi adalah suatu reaksi kimia yang menyebabkan molekul karet yang linier mengalami reaksi sambung silang crosslinking sehingga menyebabkan
molekul polimer yang membentuk rangkaian tiga dimensi. Reaksi ini merubah karet yang bersifat plastis lembut dan lemah menjadi karet yang elastis, keras
dan kuat. Vulkanisasi juga dikenal dengan proses pematangan curing, dan molekul karet yang sudah tersambung silang dirujuk sebagai vulkanisasi sebagai
vulkanisat karet rubber vulcanizate. Reaksi vulkanisasi ditemukan oleh seorang Amerika, Charles Goodyear
dalam tahun 1839, dan merupakan langkah penting dalam teknologi karet. Beliau memanaskan suatu campuran karet, sulfur dan timah putih untuk mendapatkan
sifat-sifat yang lebih baik. Akan tetapi apabila bahan-bahan pemvulkanisasi kuratif yang lain ditambahkan seperti pencepat accelerator reaksi sambung
silang maka waktu vulkanisasi dengan suhu yang sama hanya 30 menit. Sistem vulkanisasi yang terakhir ini dikenal sebagai sistem vulkanisasi sulfur yang
terakselerasi. Secara umum sistem ini diklasifikasikan menjadi tiga yaitu pemvulkanisasian konvensional, semiefisiensi dan efisiensi. Sebagai contoh
system konvensional mengandung sulfur lebih banyak dibanding pencepat. Sistem effisiensi mengandung pencepat lebih banyak sedangkan system semi-effisien
jumlah sulfur dan pencepat adalah sama banyak Surya, 2006.
2.2 Mastikasi
Mastikasi adalah proses awal dari pembuatan barang jadi karet. Proses ini merupakan proses penurunan berat molekul karet yang ditunjukkan oleh
penurunan viskositas karet sehingga pencampuran bahan kompon, yang sebahagian besar adalah serbuk padat dengan karet dapat berlangsung dengan
mudah dan merata. Penurunan berat molekul terjadi akibat rantai-rantai utama atau backbone dari karet diputus-putus yang berakibat viskositasnya menurun.
Sebagai contoh pada proses mastikasi karet alam terjadi penurunan berat molekul yang lebih rendah Bristow,1963.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Kompatibilitas Campuran Polimer
Bila antara pemlastis dan polimer tidak terjadi interaksi dan karena pada praktiknya pemlastis ditambahkan menggunakan mesin pencampur, maka mula-
mula terjadi campuran koloid yang tak mantap polimer dan pemlastis tidak kompatibel. Sifat fisik dan mekanis polimer terplastisasi dalam kondisi ini sangat
sukar diramalkan, bahkan tidak jarang bahwa kualitas sifat fisik hasil polimer menjadi lebih rendah Wirjosentono, 1995.
Upaya pengoptimalan sifat bahan polipaduan dapat juga dilakukan dengan menambahkan bahan pengkompatibel compatilizer, pemplastis plasticizer,
penumbuh rantai ikat silang dan pembentuk fasa dispersi solid phase dispersant. Selain itu proses pembuatan polipaduan dengan metode blending harus dijaga
agar tidak terjadinya degradasi rantai polimer akibat pemanasan yang sifatnya destruktif terhadap sifat mekanik. Karena itu perlu dilakukan pengendalian
terhadap kinetika reaksi yang digunakan meliputi faktor kecepatan pengadukan, pemanasan dan pendinginan agar konstribusi perbaikan kinerja sifat mekanik
polipaduan yang terbentuk sesuai hipotesa awal yang diinginkan Kunert,1981
2.4 Surfaktan
Surfaktan adalah suatu garam asam lemak amfifilik berantai panjang dengan “kepala” hidrofilik dan “ekor” hidrofobik. Di dalam larutan encer, surfaktan
membentuk agregat-agregat atau misel-misel yang panjangnya 0.1-0.3 µm,
terdiri dari 50-100 molekul yang terorientasi pada bagian dalam ekornya, sehingga membentuk suatu lingkungan hidrokarbon dan permukaan yang bersifat
hidrofilik pada bagian kepala bersentuhan dengan air. Misel-misel tersebut berada pada keadaan setimbang dengan molekul-molekul bebas di dalam fase cair dan
konsentrasinya harus melebihi “konsentrasi kritik misel” pada pengemulsi, Cowie,1973.
Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan gugus lipofilik bersifat non polar dan mudah bersenyawa
dengan minyak. Pada molekul surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya yang lebih dominan, maka molekul-molekul
Universitas Sumatera Utara
surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah
menyebar dan menjadi fase kontinu. Demikian pula sebaliknya bila gugus non polarnya lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan
diabsorpsi lebih kuat oleh minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Penambahan surfaktan dalam larutan akan
menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi
sutfaktan ditingkatkan Myers, 2006.
2.4.1 Pembagian Surfaktan
Surfaktan dapat dikelompokkan sebagai anionik, kationik, non-ionik, atau amfoter, bergantung pada sifat dasar gugus hidrofiliknya. Sabun dengan gugus
karboksilatnya adalah surfaktan anionik, benzalkoniumklorida N-benzil ammonium kuartener klorida yang bersifat anti bakteri adalah contoh-contoh
surfaktan kationik. Surfaktan netral mengandung suatu gugus non-ion seperti suatu karbohidrat yang dapat berikatan hydrogen dengan air Fessenden, 1986.
2.4.1.1 Surfaktan Anionik
Kenegatifan dari muatan gugus kepala hidrofilik pada surfaktan anionik dapat terdiri dari sulfat, sulfonat, sulfosuksinat atau gugus fosfat yang berhimpitan pada
bagian yang hidrofobik. Sifat dari gugus hidrofilik akan mempengaruhi 1.
Perluasaan stabilisasi elektrostatik 2.
Sifat surfaktan sebagai fungsi pH 3.
Derajat hidrolisis 4.
Variasi kestabilan lateks terhadap waktu,kondisi elekrolit dan temperatur. Sifat dari gugus hidrofobik akan mempengaruhi sifat menyerap surfaktan terhadap
permukaan partikel lateks,tegangan permukaan yang mempengaruhi emulsifikasi monomer dan tingkat stabilisasi sterik.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1.2 Surfaktan Kationik
Surfaktan kationik jarang digunakan dalam aplikasi polimerisasi emulsi karena surfaktan kationik tidak sesuai dengan surfaktan anionik dan kenegatifan muatan
partikel lateks. Surfaktan-surfaktan ini biasanya digunakan pada garam amina berantai panjang, poliamina dan garam-garamnya, garam amonium kuartener
misalnya ammonium heksadesiltrimetil bromida, amina polioksietilen berantai panjang dan turunannya.
2.4.1.3 Surfaktan Non-ionik
Surfaktan non ionik dapat ditentukan ke dalam kelas alkilfenol polioksietilen, alkohol polioksietilen berantai panjang, polioksipropilen glikol polioksietilen
yaitu kopolimer blok yang terbentuk dari etilen oksida dan propilen oksida, ester asam karboksilat berantai panjang, alkanolamin terkondensasi, asetilen glikol
tersier, silikon polioksietil, N-alkilpirolidon dan alkilpoliglikosida. Tiga kelas pertama yang disebutkan adalah surfaktan non-ionik yang paling sering digunakan
untuk proses polimerisasi emulsi.
2.4.1.4 Surfaktan Zwitterion
Surfaktan jenis ini menunjukkan sifat sebagai anionik pada pH tinggi dan bersifat sebagai kationik pada pH rendah dan dapat dikat
egorikan sebagai asam β-N- alkilaminopropionat, asam N-alkil-
β-iminodipropionat, imidazole karboksilat, N- alkilbetam dan amina oksida. Sulfobetain bersifat amfoter pada setiap pH,
surfaktan ini jarang digunakan dalam proses polimerisasi emulsi. Biasanya surfaktan anionik digunakan dalam polimerisasi emulsi surfaktan
konvensional lainnya biasanya juga digunakan, seperti surfaktan kationik untuk membuat partikel lateks bermuatan kationik dalam aplikasi khusus seperti lapisan
kertas dan aspal aditif dan surfaktan non ionik untuk mengontrol morfologi partikel lateks dan untuk meningkatkan stabilitas awal polimerisasi koloid untuk
mencegah gangguan mekanis, pembentukan dan peningkatan elektrolit Lovell, 1997.
Universitas Sumatera Utara
Surfaktan, baik ionik maupun nonionik telah digunakan untuk membentuk flokulasi partikel suspensi. Konsentrasi yang diperlukan untuk mencapai efek
akan tampak menjadi kritik,karena senyawa ini dapat juga bekerja sebagai zat pembasah untuk memperolehmencapai disperse Anief, 1999.
2.4.2 Cetiltrimetilammonium Bromida
CTAB merupakan surfaktan kationik dengan rumus BrN, dengan berat
molekul 364,45 gmol. Berbentuk serbuk putih, titik lebur 237-143
o
C. Sebagai surfaktan, CTAB banyak digunakan sebagai buffer larutan untuk mengekstraksi
DNA dan sebagai pemodifikasi permukaan dalam pembuatan komposit clay.
2.5 Monmorillonit
Monmorillonit merupakan kelompok mineral filosilikat yang paling banyak menarik perhatian. Monmorillonit memiliki sifat seperti tanah liat, dimana pada
X-Ray ditunjukkan dari kaolin dan bisa dibentuk dari mineral dengan partikel koloidal tertutup pada strukturnya. Sangat lembut, berwarna putih dan abu-abu
menjadi merah rose dan kebiru-biruan. Berikut adalah rumus struktur dari monmorillonit yang ditunjukkan pada gambar 2.2
M
+ y
Al
2-y
Mg
y
Si
4
O
10
OH
2 n
H
2
O Gambar 2.2. Rumus Struktur Montmorillonit Dana, 1960
Monmorillonit termasuk mineral tanah liat dari t-o-t, lapisan silikat dari kedua dioktahedral. Karakteristik yang dapat dimengerti dari bilangan grup ini
adalah kemampuannya untuk mengabsorpsi molekul air dimana dapat meningkatkan kemampuannya pada strukturnya Hurlbut, 1985.
Monmorillonit murni dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang penggunaan, seperti kertas fotokopi tanpa karbon, adsorben selektif, pengobatan,
membran, organoclay, polymeri clay, pillared clay, nanoclay dan produksi katalis Vaccari, 1998.
Universitas Sumatera Utara
2.5.1 Sifat-Sifat Monmorillonit
Monmorilonit memiliki kemampuan untuk mengembang serta kemampuan untuk di interkalasi dengan senyawa organik membentuk material komposit organik-
anorganik. Selain itu mineral ini juga mempunyai kapasitas penukar kation yang tinggi sehingga ruang antar lapis monmorillonit mampu mengakomodasi kation
dalam jumlah yang besar serta menjadi monmorillonit sebagai material yang unik. Na-monmorillonit memiliki kandungan Na
+
yang besar pada antar lapisnya. Selain itu memiliki sifat mudah mengembang bila direndam dalam air
dan akan terbentuk suspensi bila didispersikan ke dalam air. Untuk Ca- monmorillonit, kandungan Ca
+
dan Mg
2+
relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan kandungan Na
+
. Ca-monmorillonit memiliki sifat sedikit menyerap air dan jika didispersikan ke dalam air akan cepat mengendap atau tidak terbentuk
suspensi. Oleh karena itu, Na-monmorillonit sering disebut dengan monmorilloni mengembang dan Ca-monmorillonit disebut dengan monmorillonit tidak
mengembang Riyanto, 1994.
2.6 Bahan Pengisi
Bahan pelunak bahan-bahan yang ditambahkan untuk memudahkan pencampuran karet dengan bahan-bahan kimia lainnya, terutama campuran bahan pengisi
memerlukan waktu yang lebih singkat. Bahan pelunak juga berfungsi sebagai bahan pembantu pengolah yaitu mempermudah pemberian bentuk dan membuat
barang-barang jadi dari karet lebih empuk, bersifat licin dan mengkilat. Seperti asam stearate, lilin, resin dan lain-lain.
Bahan pengaktif adalah bahan yang dapat meningkatkan kerja dari bahan pemercepat. Umumnya bahan pemercepat tidak dapat bekerja baik tanpa bahan
pengaktif. Bahan pengaktif yang bias digunakan adalah ZnO, asam stearat, PbO, MgO dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Antioksidan berfungsi mencegah atau mengurangi kerusakan produk karena pengaruh oksidasi yang dapat menyebabkan pemutusan rantai polimer.
Tanda-tanda yang terlihat apabila produk rusak adalah polimer menjadi rapuh, kecepatan alir polimer tidak stabil dan cenderung menjadi lebih tinggi.
Bahan pengisi filler, vulkanisasi dengan komposisi karet, sulfur, akselerator, aktivator dan asam organik selektif bersifat lembut. Penambahan ini
meningkatan sifat-sifat mekanik seperti kekuatan tarik, kekakuan, serta ketahan sobek. Kemampuan filler untuk memperbaiki sifat vulkanisat dipengaruhi oleh
sifat alami filler, tipe elastomer dan jumlah filler yang digunakan. Karbon hitam adalah filler yang palling efisien meskipun ukuran partikel, kondisi permukaan
dan sifat lain dapat dikombinasikan secara luas. Karbon hitam selama ini merupakan bahan murah yang dapat memperbaiki sifat penting vulkanisat yaitu
kekuatan tarik, ketahana sobek dan ketahanan abrasi. Akan tetapi karbon hitam dapat menyebabkan polusi dan memberi warna hitam. Polimer berlapis silikat
mulai diteliti sejak dikenalkan nanokomposit polymida-organoclay. Clay dan mineral clay termasuk montmorilonit, saponit, hektorit dan sebagainya mulai
digunakan sebagai pengisi pada karet dan plastik Arroyo, 2003. Penguatan elastomer oleh pengisi koloid, seperti karbon hitam, clay atau
silika, memainkan peranan penting dalam perbaikan sifat mekanik bahan karet. Potensi penguatan ini terutama disebabkan dua efek yaitu pembentukan jaringan
pengisi terikat secara fleksibel dan kopling polimer-filler yang kuat. Kedua efek ini timbul akibat tingginya aktivitas permukaan dan permukaan partikel filler yang
spesifik Vilgis, 2009.
2.7 Komposit