ANALISIS PENGARUH HARGA SAHAM DAN VOLUME PERDAGANGAN TERHADAP LIKUIDITAS SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR GO PUBLIK YANG MELAKUKAN STOCK SPLIT DI BURSA EFEK INDONESIA.
ANALISIS PENGARUH HARGA SAHAM DAN VOLUME
PERDAGANGAN TERHADAP LIKUIDITAS SAHAM
PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR GO
PUBLIK YANG MELAKUKAN STOCK
SPLIT DI BURSA EFEK INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan oleh :
Pipit wahyu Sedyati
0613010150/FE/EA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
(2)
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan karuniaNya yang tak terhingga sehingga saya berkesempatan menimba ilmu hingga jenjang Perguruan Tinggi. Berkat rahmatNya pula memungkinkan saya untuk menyelesaikan skripsi dengan judul “ANALISIS PENGARUH HARGA SAHAM DAN VOLUME PERDAGANGAN TERHADAP LIKUIDITAS SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR GO PUBLIK YANG MELAKUKAN STOCK SPLIT DI BURSA EFEK INDONESIA”.
Sebagaimana diketahui bahwa penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE). Walaupun dalam penulisan skripsi ini penulis telah mencurahkan segenap kemampuan yang dimiliki, tetapi penulis yakin tanpa adanya saran dan bantuan maupun dorongan dari beberapa pihak maka skripsi ini tidak akan mungkin dapat tersusun sebagaimana mestinya.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak. Dr. H. Dhani Ichsanuddin N, MM Selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Ec. Saiful Anwar, Msi. Selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.
(3)
4. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, Msi. Selaku Ketua Jurusan Fakultas Ekonomi Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5. Ibu Dra. Ec. Sari A, M. AKS. Selaku Dosen Wali peneliti selama kuliah dan para Dosen Serta Staf Dosen yang telah memberikan banyak bekal ilmu pengetahuan dan suri tauladan kepada penulis selama menjadi mehasiswi di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
6. Ibu Dra. Diah Hari Suryaningrum, Msi, Ak. Selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan skripsi sehingga peneliti bisa merampungkan tugas skripsinya.
7. Segenap tenaga pengajar, karyawan dan seluruh rekan-rekan mahasiswa terutama Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Surabaya.
8. Bapak/ Ibu Pimpinan Pusat Pasar Modal (PRPM) beserta staf BEI yang telah membantu penelitian ini hingga selesai.
9. Bapak dan Ibu beserta seluruh keluarga besarku yang telah memberikan banyak dorongan, semangat serta doa restu, baik secara moril maupun materiil.
Akhirnya penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan didalam penulisan skripsi ini, oleh karenanya penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran bagi perbaikan di masa mendatang. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca.
Surabaya, Juni 2010 Penulis
(4)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……… i
DAFTAR ISI ………iii
DAFTAR TABEL ………...vii
DAFTAR LAMPIRAN ……….... ………..ix
ABSTRAKSI ……….………...x
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ……….……….... ...1
1.2. Perumusan Masalah………..………...8
1.3. Tujuan Penelitian ……….………….……….……...8
1.4. Manfaat Penelitian ………..…………8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ……...……….………. 10
2.2. Landasan Teori ……….. 18
2.2.1. Pasar Modal ………...………. 18
2.2.1.1. Pengertian Pasar Modal ………. 18
2.2.1.2. Pasar Modal efisien ……… 19
2.2.1.3. Manfaat Pasar Modal ………. 22
2.2.2. Saham dan Harga Saham ……… .24
(5)
2.2.2.2. Harga Saham ……….……….. 25
2.2.3. Volume Perdagangan . ……...……….. 27
2.2.4. Likuiditas Saham ………..……..……….…………..29
2.2.4.1 Bid-Ask Spread………..……….…….………..31
2.2.5. Pemecahan Saham (Stock Split) ………..…..……... 34
2.2.5.1. Perlakuan Akuntansi Pemecahan Saham……….…….37
2.2.6. Signaling Theory ………..……….…….…………...38
2.2.7. Trading Range Theory …………..………..………..40
2.2.8. Teori Struktur Modal ………....……….………42
2.2.9. Pengaruh Harga Saham pada Likuiditas Saham …...….... 43
2.2.10. Pengaruh Volume Perdagangan Saham pada Likuiditas Saham ……..….……….45
2.3. Kerangka Pikir ………...…………..…………..46
2.4. Hipotesis ……….………48
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ……….……...49
3.2. Teknik Penentuan Sampel ………..………….…….……51
3.2.1. Populasi ………..……...…….……….…...……51
3.2.2. Sampel ……….….….……….52
3.3. Teknik Pengumpulan Data ………..………….……….…...…53
3.3.1. Jenis Data …………..………..….……. 53
(6)
3.3.3. Pengumpulan Data ………...………54
3.4. Uji Normalitas………...……….54
3.5. Uji Asumsi Klasik………...………...55
3.5.1. Multikolinearitas………...………..………..55
3.5.2. Heteroskedastisitas………....56
3.5.3. Autokorelasi………...……….57
3.6. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis……….………….………..…….57
3.6.1. Uji Hipotesis…. ………..…...………...58
BAB. IV. ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian………..61
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian………..………..65
4.2.1. Deskripsi Harga Saham……….………..65
4.2.2. Deskripsi Volume Perdagangan……….………..66
4.2.3. Deskripsi Prosentase Spread……….………..67
4.3. Uji Normalitas……….………..……….………68
4.4. Pengujian Asumsi Klasik………...………69
4.4.1. Pengujian Multikolinearitas………..………69
4.4.2. Pengujian Heterokedastisitas...……...………..69
4.4.3. Pengujian Autokorelasi…………..………...71
4.5. Teknis Analisis dan Uji Hipotesis……….…………....………71
4.5.1. Pengujian Hipotesis………..………...73
(7)
4.5.2. Pengujian Secara Parsial……….74
4.6. Uji Normalitas dan Uji Asumsi Klasik Setelah Perbaikan ………...75
4.6.1. Uji Normalitas……….75
4.6.2. Uji Asumsi Klasik………..……….76
4.6.2.1. Multikolineritas………..76
4.6.2.2. Heteroskedastisitas……….77
4.6.2.3. Autokorelasi………...77
4.7. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis………..……….…………78
4.7.1. Uji Hipotesis………….………....80
4.7.1.1. Uji Kesesuian Model………...80
4.7.1.2. Uji Secara Parsial………....80
4.8. Pembahasan hasil Penelitian………82
4.8.1. Implikasi Penelitian……….82
4.8.2. Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu………84
4.8.3. Keterbatasan Penelitian………...85
BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………...87
(8)
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 : Likuiditas saham perusahaan manufaktur pada tahun 2008 Tabel 3.1 : Daftar emiten yang melakukan pemecahan saham periode 2008 Tabel 4.1 : Rekapitulasi data : Harga saham (Dalam Rupiah)
Tabel 4.2 : Rekapitulasi data : Volume perdagangan saham (Dalam lembar) Tabel 4.3 : Rekapitulasi data : Prosentase spread
Tabel 4.4 : Hasil Ujii Normalitas Tabel 4.5 : Hasil Uji Multikolineritas Tabel 4.6 : Hasill Uji Heteroskedastisitas Tabel 4.7 : Hasil Uji Autokorelasi
Tabel 4.8 : Hasil pendugaan Regresi Linier Berganda Tabel 4.9 : Nilai R-square
Tabel 4.10 : Hasil Uji F Tabel 4.11 : Hasil Uji t
Tabel 4.12 : Hasil Uji Normalitas setelah Perbaikan Data Tabel 4.13 : Hasil Uji Multikolinieritas
Tabel 4.14 : Hasil Uji Heteroskedastisitas Tabel 4.15 : Hasil Uji Autokorelasi
Tabel 4.16 : Hasil Regresi Linier Berganda Setelah Perbaikan Data Tabel 4.17 : Nilai R-square
Tabel 4.18 : Hasil Uji F Tabel 4.19 : Hasil Uji t
Tabel 4.20 : Persamaan dan perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya
(9)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1A : Data harga saham perusahaan manufaktur go publik yang melakukan pemecahan saham
Lampiran 1B : Data volume perdagangan saham perusahaan manufaktur go publik yang melakukan pemecahan saham
Lampiran 1C : Data likuiditas saham saham perusahaan manufaktur go public yang melakukan pemecahan saham
Lampiran 2 : Uji Normalitas Lampiran 3 : Uji Multikolinieritas Lampiran 4 : Uji Heteroskedastisitas Lampiran 5 : Uji Autokolerasi
Lampiran 6 : Regresi Linier Berganda Lampiran 7 : R-square
Lampiran 8 : Uji F Lampiran 9 : Uji t
Lampiran 10 : Uji Normalitas setelah perbaikan data Lampiran 11 : Uji Multikolinieritas
Lampiran 12 : Uji Heteroskedastisitas Lampiran 13 : Uji Autokorelasi
Lampiran 14 : Regresi Linier Berganda setelah perbaikan data Lampiran 15 : R-square
Lampiran 16 : Uji F Lampiran 17 : Uji t
(10)
ANALISIS PENGARUH HARGA SAHAM DAN VOLUME PERDAGANGAN TERHADAP LIKUIDITAS SAHAM
PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR GO PUBLIK YANG MELAKUKAN STOCK SPLIT
DI BURSA EFEK INDONESIA
Oleh :
Pipit Wahyu Sedyati
ABSTRAKSI
Stock Split selain memperbesar jumlah saham yang beredar juga memperbesar daya beli investor karena nilai sahamnya lebih kecil sehingga likuiditasnya akan meningkat, likuiditas mengacu pada seberapa mudah investor dapat memperjualbelikan sahamnya di bursa diantaranya adalah jumlah saham-saham yang beredar di masyarakat semakin banyak dan semakin mudah pula bagi investor memperjualbelikan saham yang bersangkutan. Sesuai dengan latar balakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh harga saham dan volume perdagangan saham terhadap likuiditas saham pada perusahaan manufaktur go publik di Bursa Efek Indonesia yang melakukan pemecahan saham.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari perusahaan yang melakukan pemecahan saham pada tahun 2008 melipitu data harga saham, volume perdagangan saham dan likuiditas saham. Sampel yang diambil sebanyak 7 perusahaan yang melakukan stock split pada tahun 2008 dengan teknik purposive sampling.
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda dapat disimpulkan bahwa harga saham secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap likuiditas saham dan volume perdagangan secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap likuiditas saham.
(11)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam menuju kedewasaannya mulai berkembang menjadi perusahaan besar. Dalam aktifitas, perusahaan besar membutuhkan sumber modal yang besar untuk kegiatan operasional, pengembangan dan perluasan usahanya. Sumber modal untuk kegiatan operasional perusahaan, salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah dengan pembiayaan dari swasta / individu atau pembiayaan dari masyarakat.
Dengan Sumber dana pembiayaan dari swasta / individu dan masyarakat yang mencakup dana langsung (Direct Financial), yang berasal dari perorangan atau lembaga keuangan seperti Bank, Asuransi dan lain – lain, maka akan memudahkan masyarakat dan pihak-pihak lain-lain untuk mendapatkan modal untuk bersama-sama menyelenggarakan kegiatan pasar modal. Sedangkan untuk pembiayaan dari masyarakat adalah melalui bursa efek. Bursa efek atau pasar modal mempunyai peranan yang penting baik bagi badan usaha, investor maupun pemerintah. Bagi badan usaha khususnya perusahaan yang go publik akan memperoleh dana segar yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki struktur modal perusahaan dan meningkatkan nilai perusahaan. Bagi investor, keberadaan pasar modal akan memperbanyak pilihan dalam menyalurkan dana melalui
(12)
investasi sesuai dengan keinginan investor sehingga tidak hanya menumpuk dalam bentuk deposit dan tabungan. Dan bagi pemerintah, ini sangatlah penting sebagai wahana untuk mobilisasi dana masyarakat (dalam negeri dan luar negeri). Melalui pasar modal dana masyarakat akan dialokasikan ke sektor yang paling produktif dan efisien sehingga mempercepat laju pertumbuhan ekonomi nasional (Anonim, 2008).
Harga saham merupakan salah satu indikator keberhasilan pengelolaan perusahaan dan sangatlah dipengaruhi oleh kekuatan pasar itu sendiri, harga saham sifatnya berubah-ubah atau berfluktuasi setiap saat dan selalu mengalami pasang surut tergantung oleh banyaknya penawaran dan permintaan atas saham tersebut serta beberapa faktor lain yang mempengaruhinya. Namun, pada prinsipnya semakin baik prestasi perusahaan dalam menghasilkan suatu keuntungan, maka akan meningkatkan permintaan saham perusahaan tersebut, sehingga akan meningkatkan harga saham itu sendiri. Contonya kondisi perusahaan sangat berpengaruh terhadap harga dan volume perdagangan saham, jika perusahaan tersebut mengalami peningkatan, maka secara otomatis harga dan volume perdagangan saham akan meningkat, selain itu harga saham juga dipengaruhi oleh tingkat dividen, tingkat inflasi, dan tingkat suku bunga.
Volume perdagangan saham juga dipengaruhi oleh beberapa faktor selain faktor saham itu sendiri, juga faktor jumlah saham. Semakin besar jumlah saham yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan, maka volume
(13)
perdagangan saham semakin besar pula. Jumlah saham yang beredar dapat berubah dengan berbagai cara antara lain, dengan melakukan company listing, pembagian saham bonus, pemberian dividen saham, konversi dari obligasi konversi, penggunaan hak opsi, waran serta dengan melakukan stock split. Dalam penelitian (Marwata, 2001) Stock split merupakan cara yang dilakukan oleh emiten untuk mempertahankan sahamnya agar tetap berada dalam rentang perdagangan yang optimal, sehingga daya beli investor meningkat terutama untuk investor kecil.
Secara sederhana, Stock split berarti memecah selembar saham menjadi n lembar saham. Stock split mengakibatkan bertambahnya jumlah lembar saham yang beredar tanpa transaksi jual beli yang mengubah besarnya modal. Harga perlembar saham baru setelah stock split adalah sebesar 1/n dari harga saham sebelum pemecahan. Stock split merupakan suatu kosmetik saham, dalam artian bahwa tindakan perusahaan tersebut merupakan upaya pemolesan saham agar tampak lebih menarik di masa investor sekalipun tidak meningkatkan kemakmuran bagi investor. Tindakan stock split akan menimbulkan efek fatamorgana bagi investor, yaitu investor akan merasa seolah-olah menjadi lebih makmur karena memegang saham dalam jumlah yang lebih banyak. Jadi, Stock split saham sebenarnya tindakan perusahaan yang tidak memiliki nilai ekonomis (Marwata, 2001).
Stock split atau pemecahan saham hanya akan mengubah nilai dari modal saham,sebagai contoh modal saham sebesar Rp 1 Milyar dengan
(14)
nilai nominal tiap saham Rp 1.000, maka jumlah saham yang beredar 1.000.000 lembar saham. Apabila perusahaan melakukan stock split nominal saham dari Rp 1.000 menjadi Rp 5.00, maka jumlah saham yang beredar akan berjumlah 2.000.000 lembar saham dengan modal saham tidak berubah sebesar Rp 1 Milyar.
Stock split selain memperbesar jumlah saham yang beredar juga memperbesar daya beli investor karena nilai sahamnya menjadi lebih kecil sehingga likuiditasnya akan meningkat, likuiditas mengacu pada seberapa mudah investor dapat memperjualbelikan sahamnya di bursa diantaranya adalah saham-saham yang beredar di masyarakat semakin banyak dan semakin mudah pula bagi investor memperjualbelikan saham yang bersangkutan.
Stock split telah banyak dilakukan oleh perusahaan yang go publik di BEJ mulai tahun 1995. Stock split tersebut dilakukan supaya harga sahamnya tidak terlalu tinggi sehingga dengan harga saham yang tidak terlalu tinggi akan meningkatkan likuiditas saham. Dalam penelitian (Fatmawati dan Asri, 1999) menghasilkan kesimpulan yang sebaliknya bahwa likuiditas saham mengalami rata – rata kenaikan sebesar 1,5 % sebelum stock split dan mengalami penurunan sebesar 1,53 % sesudah stock split. Harga saham pada penelitian (Fatmawati dan Asri, 1999) rata – rata mengalami kenaikan sebelum tanggal listing yang cenderung menurun sebesar 0,02 %. Sedangkan volume perdagangan mengalami rata – rata kenaikan sebelum tanggal split sebesar 15,25 % dan mengalami rata – rata
(15)
penurunan sebesar 1,8 % setelah tanggal listing. Secara keseluruhan penelitian (Fatmawati dan Asri, 1999) menyimpulkan bahwa aktivitas split berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat harga saham, volume turnover, dan prosentase spread.
Menurut (Khresna dan Sulistyanto, 2005) dalam penelitiannya menemukan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel independen secara bersama – sama terhadap variabel perubahan harga saham relatif pada tingkat signifikan 1 % berlawanan dengan penelitian (Fatmawati dan Asri, 1999). Sedangkan pada penelitian (Budiarto dan Baridwan, 1999) menyimpulkan bahwa teori struktur modal dan teori sinyal tidak mendukung pada analisis pengaruh pengumuman right issue terhadap tingkat keuntungan saham dan likuiditas saham di Bursa Efek Indonesia, periode amatan tahun 1994 – 1996. Contonnya ditemukan bahwa harga saham mengalami penurunan pada saat pengumuman dan terus mengalami penurunan sesudah hari pengumuman selama periode jendela, hal ini berbeda dengan hipotesis price pressure (Budiarto dan Baridwan, 1999 : 107) dimana harga saham akan jatuh secara permanen untuk jangka waktu tertentu setelah pengumuman.
Hasil – hasil penelitian pengaruh saham, volume perdagangan serta pemecahan saham terhadap likuiditas saham yang ditunjukkan oleh penelitian sebelumnya masih memiliki perbedaan. Dilihat dari teori struktur modal, (Modigliani dan Miller, 1958) yang diacu oleh Keeley, (1989) dalam (Budiarto dan Baridwan, 1999) menemukan bukti bahwa
(16)
dalam pasar yang kompetitif tanpa adanya pajak, biaya kebangkrutan dan asimetris informasi, struktur modal perusahaan adalah tidak relevan. Oleh karena itu, penerbitan saham baru seharusnya tidak mempengaruhi harga saham. Akan tetapi, Smith, (1986) dalam (Budiarto dan Baridwan, 1999) menyatakan bahwa berdasarkan studi empiris ditemukan bahwa secara statistik penerbitan saham baru berpengaruh negatif terhadap harga saham perusahaan.
Dalam teori sinyal, asimetri informasi akan terjadi jika manajemen tidak secara penuh menyampaikan suatu informasi ke pasar, maka umumnya pasar akan merespon informasi tersebut sebagai suatu sinyal terhadap adanya even tertentu yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan yang tercermin dari perubahan harga dan volume perdagangan saham yang terjadi. Sebagai implikasinya, pengumuman perusahaan untuk menambah jumlah lembar saham baru yang beredar akan direspon oleh pasar sebagai suatu sinyal yang menyampaikan adanya informasi baru yang dikeluarkan oleh pihak menejemen yang selanjutnya akan mempengaruhi nilai saham perusahaan dan aktivitas perdagangan saham (Budiarto dan Baridwan, 1999).
Berikut beberapa perusahaan yang akan dijadikan penelitian pendahuluan pada perusahaan manufaktur go publik yang melakukan pemecahan saham pada periode 2008 adalah :
(17)
Tabel 1.1 : Likuiditas Saham Perusahaan Manufaktur Pada Tahun 2008
No Nama Perusahaan Likuiditas Saham
Sebelum Stock Split Sesudah Stock Split 1 PT. Duta Pertiwi Nusantara, Tbk 0.289 0.2636
2 PT. Aneka Tambang, Tbk 0.4047 0.0083
3 PT. Davomas Abadi, Tbk 0.4244 0.4116
4 PT. unilever indonesia, Tbk 0.4074 0.0126
5 PT. AKR. Corporindo, Tbk 0.407 0.2181
6 PT. Jaya pari steel, Tbk 0.41 0.2546
7 PT. Indofood sukses Makmur, Tbk 0.4092 0.4061 Sumber : Bursa Efek Indonesia
Stock split digunakan agar nilai sahamnya menjadi lebih kecil sehingga akan meningkatkan likuiditas sahamnya sehingga akan menambah daya tarik investor untuk bertransaksi tetapi dari hasil penelitian pendahuluan yang dijabarkan pada tabel 1.1 diatas menunjukkan adanya penurunan pada tingkat likuiditas saham setelah stock split menjadi lebih kecil dibandingkan dengan sebelum melakukan stock split. Karena itu ingin diketahui apakah harga saham dan volume perdagangan berpengaruh terhadap peningkatan dan penurunan pada tingkat likuiditas saham.
Berdasarkan uraian dan data di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Harga Saham dan Volume Perdagangan Terhadap Likuiditas Saham Pada Perusahaan Manufaktur Go Publik Yang Melakukan Stock Split Di Bursa Efek Indonesia “.
(18)
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan atas uraian pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
“ Apakah harga saham dan volume perdagangan akan berpengaruh terhadap tingkat likuiditas saham pada perusahaan manufaktur go publik yang melakukan pemecahan saham di Bursa Efek Indonesia ? “
1.3.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh harga saham dan volume perdagangan saham terhadap likuiditas saham pada perusahaan Manufaktur go publik yang melakukan pemecahan saham di Bursa Efek Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian a. Bagi penulis
Sebagai upaya untuk mendapatkan pengalaman yang berharga dalam menulis karya ilmiah dan memperdalam pengetahuan terutama dalam bidang yang dikaji.
b. Bagi investor dan Emiten
Penelitian ini dapat memberikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan, antara lain untuk melakukan investasi dan keputusan dalam melakukan pemecahan saham.
(19)
c. Bagi Pihak Lain
Dapat digunakan sebagai bahan tambahan referensi di lingkungan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” dan dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi mahasiswa untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.
(20)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Penelitian Terdahulu 1. Lindrianasari (2009)
Judul :
“ Analisis Komparatif Volume Perdagangan Saham Dan Return Saham Sebelum Dan Sesudah Pengumuman Earning “.
Permasalahan :
1) Apakah ada perbedaan rata – rata volume perdagangan saham
sebelum dan setelah peristiwa publikasi earnings ?
2) Apakah ada perbedaan rata- rata return saham sebelum dan setelah peristiwa publikasi earnings ?
Kesimpulan :
Bahwa volume perdagangan saham tidak dapat menjelaskan respon investor terhadap pengumuman earning. Dan secara statistika memperlihatkan adanya signifikansi dari pengumuman earning terhadap perubahan return saham. Terbukti positif dilihat dari volume perdagangan (meskipun tidak signifikan) dan return saham. Kondisi ini memperlihatkan adanya kenaikan harga rata – rata yang signifikan setelah pengumuman earnings dan diikuti dengan bertambahnya volume perdagangan saham, meskipun pertambahan volumenya tidak signifikan.
(21)
2. Khresna dan Sulistyanto (2005)
Judul :
“ Pengaruh Earnings Per Share Dan Dividen Per Share Pada Pemecahan Saham Terhadap Perubahan Harga Saham “.
Permasalahan :
1) Apakah earnings per share berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan harga saham ?
2) Apakah dividen per share berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan harga saham ?
Kesimpulan :
EPS tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan harga saham, dengan signifikan 0,191 > a = 0,05. DPS tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan harga saham, dengan signifikan 0,621 > a = 0,05. Secara bersama-sama EPS dan DPS tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengaruh harga saham.
3. Khomsiyah dan Sulistyo (2001)
Judul : “ Faktor Tingkat Kemahalan Harga Saham, Kinerja Keuangan Perusahaan dan Keputusan pemecahan Saham (stock slpit): Aplikasi Analisis Diskriminasi”
(22)
Permasalahan :
a) Apakah ada pengaruh yang paling dominan antara tingkat
kemahalan harga saham dan kinerja keuangan pada perusahaan yang melakukan pemecahan saham di Bursa efek Jakarta ?
b) Apakah ada perbedaan antara tingkat kemahalan harga saham dan kinerja keuangan pada perusahaan yang melakukan pemecahan saham dan perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham di Bursa Efek Jakarta ?
Kesimpulan :
a. Penelitian ini menggunakan dua teori yang mendasari keputusan
pemecahan saham yaitu pertama trading range theori yang
menyatakan bahwa perusahaan yang mengalami harga saham yang terlalu mahal cenderung untuk melakukan pemecahaan saham. Produksi tingkat kemahalan harga saham ini yaitu Price Earning Ratio dan Price to Book Value. Teori kedua adalah signaling theory yang menyatakan bahwa kinerja perusahaan menjadi penyebab perusahaan melakukan keputusan pemecahaan saham. Dalam ini produksi kinerja yaitu Earning Per Share dan tingkat pertumbuhan laba.
b. Dengan menggunakan analisis diskriminasi, ditinjau dari signaling theory, menunjukkan bahwa Earning Per Share merupakan faktor keputusan pemecahan saham, namun tidak berhasil menunjukkan bahwa faktor pertumbuhan laba merupakan faktor pemecahan
(23)
saham. Sedangkan berdasarkan trading theory, menunjukkan bahwa Price Earning Ratio merupakan variabel yang membedakan dua kelompok perusahaan yang melakukan stock split dan perusahaan yang tidak melakukan stock split.
4. Marwata (2001)
Judul :
“ Kinerja Keuangan, Harga Saham, Dan Pemecahan Saham “ Permasalahan :
a. Apakah ada perbedaan kinerja keuangan antara perusahaan yang melakukan pemecahan saham dan perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham?
b. Apakah perbedaan kemahalan harga saham antara perusahaan
yang melakukan pemecahan saham dan perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham?
c. Apakah perusahaan yang melakukan pemecahan saham
mengalami peningkatan laba sebelum pemecahan saham dilakukan?
Kesimpulan :
a. Kinerja keuangan yang melakukan pemecahan saham yang diukur dengan laba bersih maupun laba per saham, tidak lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham.
(24)
b. Harga saham perusahaan yang melakukan pemecahan saham yang diukur dengan rasio harga terhadap nilai buku (PBV), tetapi tidak rasio harga terhadap laba (PER), lebih mahal daripada perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham.
c. Perusahaan yang melakukan pemecahan saham mengalami
peningkatan laba yang signifikan untuk tiga tahun sebelum pemecahan saham terjadi.
5. Bandi dan Jogiyanto Hartono (2000).
Judul :
“ Perilaku Reaksi Harga dan Volume Perdagangan Saham Terhadap Pengumuman Dividen”.
Permasalahan :
Apakah ada pengaruh antara perilaku reaksi harga dan volume perdagangan saham terhadap pengumuman dividen ?
Kesimpulan :
a. Reaksi harga dan reaksi volume perdagangan secara statistik terjadi secara dependen, dan hubungan antara reaksi harga dan volume perdagangan lebih dekat pada dependensi daripada keeratan hubungan keduanya.
b. Pengumuman dividen menghasilkan reaksi volume yang berbeda
(25)
c. Terdapat hubungan yang signifikan antara reaksi volume dan reaksi harga.
6. Fatmawati dan Marwan (1999)
Judul :
“ Pengaruh Stock Split Terhadap Likuiditas Saham Yang Diukur dengan Besarnya Bid-Ask Spread di Bursa Efek Jakarta”
Permasalahan ;
Apakah ada perbedaan antara likuiditas saham sebelum dan sesudah stock split bila diukur dengan besarnya bid-ask spread di Bursa Efek Jakarta Kesimpulan :
a. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara likuiditas saham
sebelum dan sesudah stock split bila diukur dengan besarnya bid-ask spread di bursa efek Jakarta
b. Likuiditas saham sebelum stock split lebih besar dibandingkan dengan sesudah stock split.
7. Budiarto dan Zaki Baridwan (1999)
Judul :
“ Pengaruh Pengumuman Right Issue terhadap Tingkat Keuntungan dan Likuiditas Saham di Bursa Efek Jakarta Periode 1994-1996 “
(26)
Permasalahan :
Apakah ada pengaruh pengumuman right issue terhadap tingkat keuntungan saham dan likuiditas saham di bursa efek Jakarta Periode 1994-1996 ?
Kesimpulan :
a. Hasil analisis pengaruh pengumuman right issue terhadap tingkat keuntungan saham dan likuiditas saham di Bursa efek Jakarta periode 1994-1996 menghasilkan bukti yang tidak mendukung teori yang melandasinya.
b. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya faktor mikro di pasar modal Indonesia yang mempunyai struktur pasar modal di luar negeri, dan faktor makro lainnya yang berpengaruh terhadap hasil pengumuman.
8. Sudana dan Agus Pradityo (1999)
Judul :
“ Analisis Volume Dan Nilai Transaksi Saham Sebelum Dan Sesudah Kebijaksanaan 4 September 1997 Di Bursa Efek Jakarta “
Permasalahan :
Apakah ada pengaruh antara volume dan nilai transaksi saham sebelum dan sesudah kebijaksanaan 4 September 1997 Di Bursa Efek Jakarta?
(27)
Kesimpulan :
a. Volume transaksi saham sesudah kebujaksanaan 4 September 1997 lebih besar secara berarti daripada volume transaksi saham sebelum kebijaksanaan 4 September 1997 tentang pencabutan batas 49 % porsi asing di BEJ.
b. Nilai transaksi saham sesudah kebijaksanaan 4 september 1997 lebih kecil secara tidak berarti daripada nilai transaksi saham sebelum kebijaksanaan 4 September 1997 tentang pencabutan batas 49 % porsi asing di BEJ.
c. Terjadinya peningkatan volume transaksi saham secara berarti disebabkan oleh peningkatan perdagangan saham pada pertengahan periode sesudah kebijaksanaan 4 September 1997 tentang pencabutan batas 49 % porsi asing di BEJ, dengan didorong oleh adanya aksi jual oleh investor asing di Bursa Efek Jakarta.
d. Terjadinya penurunan nilai trsnsaksi saham secara tidak berarti pada periode sesudah kebijaksanaan 4 September 1997 tentang pencabutan batas 49 % porsi asing di BEJ diduga disebabkan antara lain oleh harga saham mengalami penurunan yang tajam, sehingga bertambahnya volume transaksi saham tidak mampu meningkatkan nilai transaksi saham, serta tingkat suku bunga yang meningkatkan sebagai dampak dari gejolak nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dan pengetatan likuiditas perekonomian Indonesia.
(28)
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pasar Modal
2.2.1.1. Pengertian Pasar modal
Definisi tentang pasar modal menurut beberapa ahli berbeda – beda akan tetapi pada prinsipnya sama. Berikut ini beberapa ahli akan mengemukakan pendapat tentang pasar modal.
Menurut Tandelilin (2001 : 13) pasar modal adalah tempat pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas.
Menurut Jogiyanto (2000 : 11) pasar modal merupakan tempat bertemunya antara pembeli dan penjual sebagai resiko untung dan rugi. Pasar modal merupakan sarana perusahaan untuk meningkatkan kebutuhan dana jangka panjang dengan menjual saham atau mengeluarkan obligasi.
Selain itu Sunariyah (2003: 4) membagi dua definisi mengenai pasar modal :
a. Secara umum
Pasar modal adalah suatu tempat keuangan yang terorganisasi. Termasuk didalamnya adalah bank – bank komersial dan semua lembaga perantara di bidang keuangan, serta keseluruan surat – surat berharga yang beredar.
b. Dalam arti sempit
Pasar modal adalah suatu pasar yang disiapkan guna memperdagangkan saham – saham, obligasi dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa para perantara pedagangan efek.
(29)
Definisi mengenai pasar modal di Indonesia telah diatur dalam Undang – Undang No 8 Tahun 1995, yaitu : “ Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek. Perusahaan publik yang bersangkutan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek (Anonim, 2008).
2.2.1.1. Pasar Modal Efisien
Pada umumnya, situasi pasar modal efisien menunjukkan hubungan antara harga pasar dan bentuk pasar. Efisien pasar modal ditentukan oleh seberapa besar pengaruh informasi yang relevan yang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan investasi, adanya berbagai situasi maupun kondisi yang berbeda dengan yang lainnya. Menyebabkan efisiensi pasar pada suatu Negara akan berbeda dengan Negara lain.
Menurut Husnan (1994 : 246) mendefinisikan pasar modal yang efisien sebagai pasar yang harga sekuritas-sekuritasnya telah mencerminkan semua informasi yang relevan. Semakin cepat informasi baru tercermin pada harga sekuritas, semakin efisien pasar modal tersebut. Apabila harga-harga selalu mencerminkan semua informasi yang relevan, maka harga-harga tersebut berubah pada saat informasi baru muncul.
Bentuk efisien pasar ditentukan oleh informasi yang tersedia. Informasi yang tercermin dalam harga saham akan menetukan
(30)
bentuk pasar efisien yang dapat dicapai. Tentu saja tingkat efisien ini tidak semata-mata merupakan kinerja suatu perusahaan sendiri, atau kinerja lembaga keuangan, Bapepam, Pemerintah ataupun kinerja lembaga lainnya, akan tetapi efisien pasar merupakan kinerja keseluruhan pelaku pasar modal yang secara teoritical dikenal dengan bentuk pasar modal yang efisien. Jadi, suatu pasar modal dapat di katakan efisien apabila informasi baru dan relevan dapat diterima secara cepat dan menyebabkan perubahan harga saham.
Dalam Sunariyah (2003 : 169) dikenal tiga bentuk pasar modal yang efisien, yaitu :
1) Hipotesis Pasar Efisien Bentuk Lemah (The Weak Form Efficient Market Hypothesis), adalah suatu pasar modal dimana harga saham sekarang dipengaruhi oleh harga saham masa lalu, lebih lanjut informasi masa lalu dihubungkan dengan harga saham untuk membantu menentukan harga saham sekarang. Berbagai kecenderungan harga saham dapat ditentukan oleh analisis kecenderungan informasi masa lalu. Pada pasar modal bentuk lemah, harga saham mengikuti kecenderungan tersebut. Investor dan perusahaan efek akan merelisasi kecenderungan tersebut dan cenderung menggunakannya untuk menentukan harga saham. 2) Hipotesis Pasar Efisiensi Bentuk Setengah Kuat (Semistrong
Form Efficient Market Hypothesis), Harga saham pada suatu modal menggambarkan semua informasi yang dipblikasikan
(31)
sampai ke masyarakat keuangan. Tujuannya adalah untuk meminimalkan ketidaktahuan mengenai operasi perusahaan, dan dimaksudkan untuk menjelaskan dan menggambarkan kebenaran nilai dari suatu efek yang telah dikeluarkan oleh suatu institusi. Jenis informasi yang dipublikasikan termasuk semua informasi dalam laporan keuangan. Laporan tahunan atau informasi yang disajiakan dalam prospectus, informasi mengenai posisi perusahaan pesaing, maupun harga saham histories.
3) Hipotesis Pasar Modal Bentuk Kuat (Strong Form Efficient
Market Hypothesis), Pasar modal yang efisien dalam bentuk kuat merupakan tingkat efisiensi pasar yang tertinggi. Konsep pasar efisien bentuk kuat mengandung arti bahwa semua informasi direfleksikan dalam harga saham, baik informasi yang dipublikasikan maupun informasi yang tidak dipublikasikan (non public atau private information). Private information adalah informasi yang hanya diketahui oleh orang dalam dan bersifat rahasia karena alas an strategi. Bentuk pasar semacam ini akan sulit dicapai, bahkan di Negara maju sekalipun. Pada pasar bebtuk kuat berarti sudah mencapai efisiensi bentuk sempurna, karena dalam pasar efisiensi ini mencakup semua informasi, baik itu informasi histories, informasi yang dipublikasikan maupun informasi yang belum diketahui.
(32)
2.2.1.3. Manfaat Pasar Modal
Manfaat pasar modal menurut Sartono (2001 : 38-40) adalah sebagai berikut :
Manfaat pasar modal bagi emiten yaitu :
a. Jumlah dana yang dihimpun bisa berjumlah besar
b. Dana tersebut dapat diterima sekaligus pada saat pasar perdana selesai.
c. Tidak ada “convement” sehingga manajemen dapat lebih bebas
dalam mengelola dana yang diperoleh perusahaan. Yang dimaksud
dengan converment (akad/perjanjian) adalah persyaratan yang
dimuat dalam akad kredit. Akad tersebut dirancang agar dapat melindungi pemberi pinjaman dengan memasukkan hal-hal seperti pembatasan jumlah hutang, pembatasan pembagian dividen, rasio aktiva lancer minimum dan persyaratan serupa lainnya.
d. Solvabilitas atau kemampuan perusahaan untuk membayar semua hutang-hutang perusahaan tinggi, sehingga memperbaiki citra perusahaan.
e. Ketergantungan emiten terhadap bank menjadi kecil.
f. Cash flow hasil penjualan saham biasanya lebih besar dari harga nominal perusahaan.
g. Emisi saham cocok untuk membiayai perusahaan yang beresiko
tinggi.
(33)
i. Jangka waktu penggunaan dana tidak terbatas.
j. Tidak dikaitkan dengan kekayaan sebagai jaminan tertentu. k. Profesionalisme dalam manajemen meningkat.
Manfaat pasar modal bagi investor / pemodal yaitu :
a. Nilai investasi berkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi.
Peningkatan tersebut tercermin pada meningkatnya harga saham yang menjadi capital gain.
b. Sebagai pemegang saham investor memperoleh dividen dan
sebagai pemegang obligasi investor memperoleh bunga tetap setiap tahun.
c. Mempunyai hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) bagi pemegang saham, mempunyai hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) bila diadakan bagi pemegang obligasi.
d. Dapat mudah mengganti instrument investasi, misalnya dari saham A ke saham B sehingga dapat menimbulkan keuntungan atau mengurangi resiko.
e. Dapat sekaligus melakukan investasi dala beberapa instrument yang mengurangi resiko secara keseluruhan dan mamaksimumkan keuntungan.
Manfaat pasar modal bagi lembaga penunjang :
a. Menuju kearah professional di dalam memberikan pelayanan
(34)
b. Sebagai pembentuk harga dalam bursa paralel. c. Semakin bervariasinya jenis lembaga penunjang. d. Likuiditas efek semakin tinggi.
Manfaat pasar modal bagi pemerintah :
a. Mendorong laju pembangunan. b. Mendorong investasi.
c. Penciptaan lapangan kerja.
d. Sebagai sumber pembiayaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
sehingga tidak lagi tergantung pada subsidi pemerintah.
2.2.2. Saham Dan Harga Saham 2.2.2.1. Pengertian Saham
Suatu perusahaan dapat menjual hak kepemilikannya dalam bentuk saham. Menurut Munandar (1996 : 3) definisi saham sebagai berikut : “ Saham adalah surat tanda ikut serta memasukkan modal ke dalam perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut, yang berarti ikut serta menjadi pemilik perusahaan tersebut. Sehingga dengan sendirinya mempunyai hak – hak dan kewajiban – kewajiban tertentu sebagai seorang pemilik perusahaan (misalnya : hak ikut serta menentukan kebijaksanaan – kebijaksanaan perusahaan, hak menikmati bagian– bagian dari keuntungan perusahaan, kewajiban memikul kerugian–kerugian perusahaan sampai batas – batas tertentu dan sebagainya)”
(35)
2.2.2.2. Harga Saham
Menurut Widoatmodjo (1990 : 43-44) harga saham adalah nilai dari penyertaan atau kepemilikan seseorang dalam suatu perusahaan. Dalam pasar modal terdapat beberapa jenis harga saham.
Jenis – jenis harga saham sebagai berikut : 1. Harga Nominal
Harga nominal merupakan nilai yang telah ditetapkan oleh emiten, untuk menilai setiap lembar saham yang dukeluarkannya. Harga nominal itu tercantum dalam lembar saham tersebut.
2. Harga Perdana
Harga perdana merupakan harga sebelum saham tersebut dicatatkan di bursa efek. Besarnya harga perdana ini tergantung dari persetujuan antara emiten (perusahaan penerbit saham) dan penjamin saham (underwriter).
3. Harga Pasar
Harga pasar merupakan harga jual dari investor yang lain. Harga pasar terjadi setelah saham tersebut dicatatkan di bursa efek. Harga ini yang benar – benar mewakili harga perusahaan penerbitnya, karena kecil sekali kemungkinan terjadi negosiasi antara investor dan perusahaan penerbit. Harga yang diterbitkan setiap hari adalah harga pasar ini.
(36)
4. Harga Pembukaan
Harga pembukaan adalah harga yang diminta oleh penjual dari pembeli pada saat jam bursa dibuka.
5. Harga Penutupan
Harga penutupan adalah harga yang diminta oleh penjual dan pembeli pada saat akhir hari bursa.
6. Harga Tertinggi
Transaksi suatu saham tidak hanya sekali atau dua kali terjadi dalam satu hari, tetapi bisa berkali –kali dalam satu hari dan tidak terjadi pada harga yang sama. Dari harga – harga yang terjadi tentu ada harga yang paling pada satu hari bursa tersebut, harga itu disebut harga tertinggi.
7. Harga Terendah
Harga terendah merupakan kebalikan dari harga tertinggi, yaitu harga paling rendah pada satu hari bursa.
8. Harga Rata – rata
Harga rata – rata merupakan rata – rata dari harga tertinggi dan h. Harga ini bisa dicatat untuk transaksi harian, bulanan, atau tahunan.
9. Indeks Harga Saham
Indeks harga saham mencerminkan situasi umum bursa efek, sebab indeks harga saham merupakan ringkasan atas berbagai faktor yang berpengaruh, terutama fenomena – fenomena ekonomi, sosial, dan
(37)
politik. Indeks harga saham adalah angka indeks harga saham yang telah disusun dan dihitung sedemikian rupa sehingga diharapkan menghasilkan trend.
2.2.3. Volume Perdagangan
Menurut Bamber dan Cheon, (1995) dalam Jogiyanto dan Bandi, (2000 : 203) volume perdagangan saham merupakan petunjuk ukuran yang substitusi tentang reaksi pasar. Konsep ini menganggap bahwa kenaikan atau penurunan pergerakan pasar saham yang disertai dengan volume perdagangan yang besar merupakan tanda kekuatan pasar, sedangkan jika tidak disertai dengan volume yang relatif besar merupakan tanda pasar yang lemah.
Volume perdagangan saham merupakan jumlah lembar saham yang ditransaksikan oleh para investor di perdagangan saham. Volume permintaan saham dari perusahaan adalah jumlah transaksi – transaksi dari permintaan saham tiap perusahaan pada hari yang sama di perdagangan saham. Perubahan permintaan saham mempunyai pengaruh terhadap volume perdagangan saham, karena perkembangan pasar modal terutama di pasar sekunder tidak lepas dari peran para investor (sisi permintaan di pasar modal). Semakin banyak dan semakin besar para investor menginvestasikan modalnya pada saham akan menjadikan saham – saham yang diperdagangkan semakin likuid. Dengan semakin likuidnya saham – saham yang diperdagangkan, akan mengundang banyak investor untuk
(38)
menginvestasikan modalnya di saham, dan hal tersebut akan menarik banyak perusahaan untuk go publik (Sudana dan Pradityo, 1999 : 31).
Menurut Ying (1966) dalam (Bandi dan Hartono, 2000 : 206) meneliti hubungan antara harga saham dan volume perdagangan saham yang didasarkan pada anggapan bahwa keduanya merupakan produk bersama dari mekanisme pasar tunggal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa :
1) Ketika volume perdagangan kecil terus menerus harga biasanya jatuh.
2) Ketika volume perdagangan besar terus menerus harga biasanya naik.
3) Apabila volume perdagangan telah mulai menurun secara
berurutan selama periode 5 hari perdagangan, maka akan ada suatu tendensi bagi harga akan jatuh selama 4 hari perdagangan berikutnya.
4) Apabila volume perdagangan telah mulai meningkangkat secara berurutan selama 5 hari perdagangan, maka akan ada suatu tendensi bagi harga untuk naik selama 4 hari perdagangan berikutnya.
Secara toeritis setelah stock split seharusnya volume perdagangan saham naik dikarenakan volume perdagangan atau volume saham meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah saham yang beredar yang
(39)
berarti akan meningkatnya tingkat likuiditas perusahaan, karena likuiditas merupakan sebagai motivasi pemecahan saham.
2.2.4. Likuiditas Saham
Menurut Jogiyanto, (2000 : 57) likuiditas saham merupakan kemudahan untuk membeli dan menjual efek. Saham yang mudah diperjualbelikan dalam jangka waktu yang relatif singkat akan diminati oleh banyak orang. Agar mudah diperjualbelikan, tentu saja saham tersebut harus mempunyai daya tarik tersendiri, misalnya harga yang murah dan biaya komisi untuk transaksi jual beli yang relatif kecil.
Menurut Fatmawati dan Asri (1999 : 106) bahwa manajemen perusahaan berkeinginan untuk meningkatkan likuiditas saham. Hal ini didukung dengan adanya pandangan bahwa perusahaan yang melakukan stock split akan menambah daya tarik investor akibat penurunan harga saham pada saat stock split. Kondisi ini menyebabkan semakin bertambahnya jumlah saham yang diperdagangkan dan juga jumlah pemegang saham. Peningkatan pada kedua variabel tersebut dapat mempengaruhi likuiditas saham setelah stock split yaitu meningkat.
Surat berharga atau efek yang telah dijual di pasar perdana selanjutnya akan dijual di pasar sekunder. Sebab apabila ditinjau dari sudut investor, pasar sekunder dapat menjamin likuiditas efek. Karena, investor dapat membeli kembali sekuritas untuk mendapatkan uang tunai. Sedangkan dari sudut pandang perusahaan, pasar sekunder merupakan
(40)
wadah untuk menghimpun para investor, baik investor lembaga maupun perorangan. Jika pasar sekunder tidak cukup likuid, maka tentunya investor tidak akan membeli efek–efek pasar perdana (Pandji dan Piji, 2003: 26).
Dalam hal instrument keuangan, mudah dipasarkan saham diukur dengan dapatnya dijual sejumlah besar surat – surat berharga tersebut dalam waktu yang singkat dengan pengorbanan harga yang kecil. Semakin mudah surat berharga dipasarkan, semakin tinggi kemampuan untuk melakukan transaksi besar dengan harga yang dikehendaki. Secara umum, semakin sukarnya surat – surat berharga dipasarkan, semakin besar hasil (return) yang diperlukan untuk menarik investor. Namun, untuk Saat ini masih belum ada suatu standar mengenai likuiditas saham di pasar modal Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pendapat mengenai likuiditas saham. Pernyataan pokok dalam hal ini adalah standar apa yang digunakan untuk menentukan likuid tidaknya suatu saham.
Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sampai saat ini belum ada suatu standard mengenai likuiditas saham di pasar modal Indonesia dan belum terdapat keseragaman dalam kriteria likuiditas saham. Namun secara umum, likuiditas saham ditentukan oleh frekuensi saham yang bersangkutan, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap volume dan nilai transaksinya. Namun demikian, meskipun volume dan nilai transaksi dipengaruhi oleh frekuensi transaksi, volume dan nilai transaksi juga dapat dipandang sebagai variabel yang berdiri sendiri.
(41)
Semakin likuid suatu saham, tentunya harus ditunjukkan oleh semakin banyaknya volume transaksi. Demikian juga dengan nilai transaksi, semakin likuid suatu saham yang likuid saham haruslah ditunjukkan oleh besarnya nilai transaksi, karena asumsi saham yang likuid akan disukai investor, yang akan menyebabkan banyaknya permintaan yang pada gilirannya akan meningkatkan harga saham yang bersangkutan (Sudana dan Pradityo, 1999 : 32).
Menurut Copeland sebagaimana dikutip oleh (Khomsiyah dan Sulistyo, 2001: 389) bahwa alasan dilakukannya pemecahan saham (stock split) berkaitan dengan likuiditas perdagangan sahan adalah “ optimal range “ harga saham. Sehingga dengan mengarahkan harga saham pada rentang tertentu, diharapkan semakin banyak partisipan pasar akan terlibat dalam perdagangan dan akan meningkatkan likuiditas saham di bursa.
Berdasarkan keterangan diatas, maka terdapat perbedaan likuiditas saham sebelum dan sesudah stock split. Likuiditas saham sesudah stock split relatif meningkat akibat besarnya kepemilikan saham dan jumlah transaksi.
2.2.4.1.Bid-Ask Spread
Menurut Jogiyanto, (2000 : 57) ask spread merupakan harga penawaran terendah. Semakin besar persentase spreadnya, semakin rendah likuiditasnya dan sebaliknya. Spread tidak terlepas dari adanya aktifitas yang
(42)
dilakukan pihak-pihak tertentu yang dapat mempengaruhi besarnya transaksi sekuritas di lantai bursa. Maka persentase spread dapat dirumuskan adalah :
Persentase Spread : ( Pj – Pb ) Pt
(Fatmawati dan Asri,1999 : 100)
Keterangan :
Pj = Harga Jual Saham Pb = Harga Beli Saham
Pt = Harga Saham (Closing Price)
Menurut Fatmawati dan Asri (1999 : 97) berdasarkan Undang-Undang No. 8 tahun 1995 dan Peraturan Pemerintah RI No. 45 tahun 1995. Perusahaan Efek adalah pihak yang melaksanakan kegiatan sebagai berikut :
a. Penjamin emisi efek (PEE) yakni pihak yang membuat kontrak dengan emiten untuk melakukan penawaran perdana kepada masyarakat umum bagi kepentingan emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa efek yang tidak terjual.
b. Perantara Pedagang Efek (PPE) yakni pihak yang melakukan kegiatan usaha jual-beli efek untuk kepentingan sendiri atau pihak lain.
(43)
c. Manajer Investasi (MI) yakni pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah kecuali perusahaan asuransi, dana pension, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dan berdasarkan Undang-Undang No. 8 tahun 1995 dan Peraturan Pemerintah RI No. 45 tahun 1995 pasal 32 ayat :
1. Perusahaan efek sebagaimana dimaksud diatas dapat berbentuk : a. Perusahaan Efek Nasional, yang seluruh sahamnya dimiliki
oleh orang perseorangan warga Negara Indonesia dan atau badan hokum Indonesia.
b. Perusahaan Efek Patungan, yang sahamnya dimiliki oleh orang perseorangan warga Negara Indonesia, badan hokum Indonesia dan atau badan hukum asing yang bergerak di bidang keuangan.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku dalam hal Perusahaan Efek malakukan Penawaran Umum.
3. Ketentuan mengenai kepemilikan saham Perusahaan Efek oleh
orang perseorangan warga Negara asing dan atau badan hukum asing ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan (Anonim, 2010).
(44)
Berdasarkan uraian di atas, peneliti mengasumsikan Perantara Pedagang Efek (PPE) sebagai dealer, seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Giri (1998) dalam (Fatmawati dan Asri, 1999 : 97). Broker atau penasehat investasi hanya membantu para investor melakukan transaksi jual-beli efek di Bursa Efek untuk mendapatkan komisi. Dengan demikian penelitian tentang spread ini lebih berhubungan erat dengan PEE daripada dengan penasehat investasi (broker).
Dalam perdagangan sekuritas, investor yang berkeinginan untuk membeli dan atau menjual sesuai dengan harga dan jumlah yang diinginkan, tidaklah selalu memperoleh harapan tersebut secara simultan. Dealer dan broker dapat dikatakan sebagai perantara perdagangan sekuritas yang dilakukan individual secara tidak langsung. Broker akan melakukan transaksi atas nama investor untuk mendapatkan komisi.
2.2.5. Pemecahan Saham (Stock Split)
Pemecahan saham adalah suatu aksi emiten dimana dilakukan pemecahan nilai nominal saham menjadi nilai nominal yang lebih kecil, banyak dilakukan oleh perusahaan agar sahamnya dapat dimiliki oleh masyarakat luas.
Menurut Jogiyanto (2000 : 321) pemecahan saham atau stock split dilakukan dengan memecah selembar saham menjadi “n” lembar saham. Harga saham baru setelah stock split adalah sebesar 1/n dari harga sebelumnya. Dengan demikian, sebenarnya stock split tidak menambah
(45)
nilai dari suatu perusahaan atau dengan kata lain stock split tidak memiliki nilai ekonomis. Jika suatu pengumuman tidak mempunyai ekonomis. Untuk pasar yang efisien seharuanya pasar tidak bereaksi terhadap pengumuman tersebut. Sebaliknya bila pasar bereaksi terhadap pengumuman yang tidak mempunyai nilai ekonomis, ini berarti pasar tersebut belum efisien karena tidak dapat membedakan pengumuman yang bernilai ekonomis dan yang tidak.
Tujuan stock split menurut Jogiyanto (2000 : 322) adalah : 1. Menurunkan harga saham
2. Meningkatkan jumlah lembar saham 3. Meningkatkan likuiditas saham
Stock split ini dilakukan dengan cara menukarkan saham dengan nilai nominal lama yang dimiliki dengan saham baru dengan nilai nominal baru. Contohnya suatu saham dengan nilai nominal Rp 1000 per saham displit (dipecah) menjadi dua saham. Dengan demikian nilai nominal saham menjadi Rp 500 per saham. Apabila pemegang saham memiliki saham sebanyak 100 lembar, maka jumlah sahamnya akan meningkat menjadi 200 lembar saham Sunariyah (2003 : 130).
Menurut Brigham dan gapenski sebagaimana dikutip oleh (Fatmawati dan Asri, 1999 : 94) bahwa aktifitas stock split dilakukan oleh perusahaan go public dalam rangka menaikkan jumlah saham yang beredar. Aktifitas tersebut biasanya dilakukan pada saat harga dinilai terlalu tinggi sehingga akan mengurangi kemampuan investor untuk
(46)
membelinya. Pada dasarnya ada dua jenis stock split yang dapat dilakukan yaitu split-up (pemecahan naik) dan split-down atau reverse split (pemecahan turun). Split-up adalah penurunan nilai nominal per lembar saham yang mengakibatkan bertambahnya jumlah saham yang beredar. Misalnya pemecahan saham dengan split factor 2:1, 3:1, 4:1. sedangkan split-down adalah peningkatan nilai nominal per lembar saham dan mengurangi jumlah saham yang beredar. Misalnya split-down dengan split factor 1:2, 1:3, 1:4. McCough yang dikutip oleh (Fatmawati dan Asri, 1999 : 94) mengatakan bahwa pasar modal Amerika yang diwakili oleh New York Stock Exchange (NYSE) juga mengatur kebijakan mengenai stock split. NYSE membedakan stock split menjadi dua yaitu partial stock split (pemecahan saham sebagian) dan full stock split (pemecahan saham penuh). Pemecahan saham sebagian adalah tambahan distribusi saham yang beredar sebesar 25 persen atau lebih tetapi kurang dari 100 persen dari jumlah saham beredar yang lama. Sebagian besar perusahaan dapat mendistribusikan laba kepada pemegang saham dalam bentuk cash dividends. Selain itu perusahaan juga dapat mendistribusikan tambahan saham dalam bentuk stock dividend dan split-up kepada investor tanpa adanya pembayaran terhadap perolehan saham.
Pelaksanaan pemecahan saham dapat menyampaikan informasi secara efektif kepada para investor dari pada dengan pembicaraan serius. Manajemen dapat menggunakan pemecahan saham atau dividen saham untuk lebih menyakinkan tentang prospek perusahaan yang
(47)
menguntungkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang melakukan stock split akan menambah daya tarik investor akibat semakin rendahnya harga saham tersebut, selain itu investor menyukai perusahaan yang labanya besar, karena perusahaan yang mempunyai laba maksimal, sahamnya akan selalu dicari oleh investor, sehingga harganya pun meningkat tajam dan stock split juga bisa memperluas tingkat perdagangan saham di bursa, karena semakin banyaknya investor yang mampu bertransaksi.
2.2.5.1. Perlakuan Akuntansi Pemecahan Saham
Ikatan Akuntansi Indonesia tidak mengatur pemecahan saham dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Namun, yang di atur hanyalah mengenai deviden saham yang dibagikan oleh perusahaan yang diatur dalam PSAK nomor 21 paragraf 23 tantang deviden saham. Deviden saham berbeda dengan pemecahan saham, karena deviden saham, meskipun deviden saham menghasilkan peningkatan dalam jumlah saham yang beredar namun tidak mengurangi nilai pari, jadi menambah total nilai pari saham yang beredar. Sedangkan pemecahan saham menghasilkan peningkatan jumlah saham yang beredar dan menurunkan nilai dari atau nilai penetapan per lembar saham itu.
The DH & S Review, (12 Mei 1986 : 7) dalam Kieso and Weygant (1995 : 368), menjelaskan alasan mengapa melakukan pemecahan saham :
(48)
1. Untuk menyesuaikan harga pasar dari saham perusahaan pada tingkat di mana lebih banyak individu dapat menginvestasikan dalam saham.
2. Untuk menyebarkan dasar pemegang saham dengan meningkatkan
jumlah saham yang beredar dan membuat saham lebih dapat dipasarkan.
3. Untuk menguntungkan pemegang saham yang ada dengan
memungkinkan mereka untuk mengambil manfaat dari suatu penyesuaian pasar yang tidak sempurna sesudah pemecahan saham.
Dari teori diatas dapat disimpulkan, bahwa harga saham yang terlalu tinggi sehingga tidak dapat dijangkau oleh masyarakat luas. Tetapi dengan adanya pemecahan saham harga saham menjadi tidak terlalu tinggi. Namun, apabila harga saham terlalu tinggi terjadi perusahaan dapat mengecilkan nominal saham, dengan cara menukarkan saham lama dengan saham baru yang dinilai nominalnya lebih kecil atau stock split. Harga pasar juga menyesuaiakan terhadap penurunan harga nominal tersebut, maka pemegang saham tidak akan mengalami perubahan, tapi harga pokok per lembar saham yang akan mengalami penurunan.
2.2.6. Signaling Theory
Menurut Marwata (2001 : 152) berbagai teori dan hasil pengujian yang dilakukan dalam literatur pemecahan saham, dua teori utama yang
(49)
mendominasi dalam analisisi ini adalah signaling theory dan trading range theory.
Menurut Khomsiyah dan Sulistyo (2001: 390) Signaling theory menyatakan bahwa pengumuman pemecahan saham dianggap sebagai sinyal yang di berikan oleh manajemen kepada public bahwa perusahaan memiliki prospek bagus di masa depan. Dan menurut Doran, 1994 dalam (Marwata, 2001: 152), analis akan menangkap sinyal tersebut dan
menggunakannya untuk memprediksi peningkatan earning jangka
panjang. Reaksi pasar terhadap pemecahan saham sebenarnya bukan terhadap tindakan pemecahan saham (yang tidak memiliki nilai ekonomis) itu sendiri, melainkan terhadap prospek perusahaan di masa depan yang disinyalkan oleh pemecahan saham tersebut.
Perusahaan yang berkualitas bagus tentu saja memiliki insentif untuk menyakinkan investor luar bahwa perusahaannya memang benar-benar bagus. Tetapi permasalahannya, bagaimana perusahaan tersebut dapat menyampaikan informasi tentang keunggulan kinerjanya yaitu dengan memberi sinyal (signal) yang membutuhkan biaya yang relatif mahal, yang tidak memungkinkan perusahaan berkualitas rendah untuk menirunya namun perusahaan mereka yang berkinerja bagus masih tetap dapat membiayainya. Salah satunya yaitu dengan membayarkan deviden tunai dalam jumlah yang relatif besar. Deviden yang besar memang akan mengurangi jumlah capital expenditure sehingga pertumbuhan perusahaan mungkin akan terganggu namun karena kinerja perusahaan yang bagus,
(50)
tetap dapat menghasilkan laba bahkan masih tetap tumbuh. Namun tidak demikian halnya dengan perusahaan yang berkualitas buruk, membayar deviden yang tinggi secara terus-menerus akan menghilangkan kesempatan mereka untuk melakukan investasi sehingga pertumbuhan perusahaan akan terhenti (Arifin, 2005 : 12).
Ikenberry et al (1996) dalam (Khomsiyah dan Sulistyo, 2001: 390)
menjelaskan signaling theory pemecahan saham dengan menggunakan
penjelasan informasi asimetri. Manajemen memiliki informasi lebih tentang prospek perusahaan dibandingkan pihak luar (investor). Pemecahan saham upaya untuk menarik perhatian investor dengan memberikan sinyal bahwa perusahaan memiliki kondisi bagus.
Menurut Copeland, (1979) dalam Marwata (2001: 153) menyatakan bahwa salah satu gambaran yang menunjukkan prospek bagus adalah kinerja keuangan yang bagus. Perusahaan yang melakukan pemecahan saham memerlukan biaya, oleh karena itu hanya perusahaan yang mempunyai prospek bagus saja yang mampu melakukannya.
2.2.7. Trading Range Theory
Menurut Copeland (1979) dalam (Khomsiyah dan Sulistyo, 2001: 389) menyatakan bahwa alasan dilakukannya pemecahan saham berkaitan dengan likuiditas perdagangan saham adalah “optimal range” harga saham. Alasan lainnya adalah bahwa pemacahan saham akan menciptakan pasar yang lebih luas. McNicholas dan Dravid (1990) dalam (Khomsiyah
(51)
dan Sulistyo, 2001: 389) menyatakan bahwa tujuan pemecahan saham perusahaan adalah untuk menggeser harga saham perusahaan ke dalam suatu “optimal trading range”. Surve yang dilakukan oleh Angel (1990) dalam (Khomsiyah dan Sulistyo, 2001: 389) menyatakan bahwa pemecahan saham merupakan upaya manajemen untuk menata kembali harga saham pada rentang harga tertentu. Hal ini diperkuat juga oleh McNichols (1990) dalam (Marwata, 2001: 153) yang menemukan bukti bahwa pemecahan saham mengakibatkan terjadinya penataan kembali harga saham pada rentang yang lebih rendah. Dengan mengarahkan harga saham pada rentang tertentu, diharapkan semakin banyak partisipan pasar akan terlibat dalam perdagangan dan akan meningkatkan likuiditas saham di bursa.
Menurut Miliasih (2000) dalam (Khresna dan Sulistyanto, 2005 : 90) menyatakan pada umunya pemecahan saham dilakukan setelah terjadi kenaikan harga saham (stock price) perusahaan dan pemecahan saham sendiri menyebabkan reaksi positif terhadap stock price selama tanggal pengumuman pemecahan saham.
Dengan demikian berdasarkan teori ini, harga saham yang terlalu tinggi menyebabkan kurang aktifnya perdagangan saham sehingga mendorong perusahaan untuk melakukan pemecahan saham. Dengan melakukan pemacahan saham, diharapkan semakin banyak investor yang melakukan transaksi, meningkatkan jumlah pemegang saham sebagai sehingga pasar akan menjadi likuid dan luas.
(52)
2.2.8. Teori Struktur Modal
Menurut Budiarto dan Baridwan (1999: 94) dalam teori struktur modal, diasumsikan bahwa walaupun suatu perusahaan mempunyai struktur modal yang optimal, masih terjadi ketidakjelasan apakah hal itu dapat menjelaskan pengaruh negatif terhadap harga saham yang dihubungkan dengan penerbitan saham baru. Alasannya adalah bahwa penambahan saham baru seharusnya selalu mewakili kearah perkembangan struktur modal optimal atau lebih baik dan bukan sebaliknya. Sebagai hasilnya, pengaruh penambahan saham baru seharusnya memberikan dampak terhadap harga saham yang positif atau nol. Modigliani dan Miller (1958) yang diacu oleh Keeley (1989) dalam (Budiarto dan Baridwan, 1999) menemukan bukti bahwa pasar yang kompetitif tanpa adanya pajak, biaya kebangkrutan dan asimetris informasi, struktur modal perusahaan adalah tidak relevan. Oleh karena itu penerbitan saham baru seharusnya tidak mempengaruhi harga saham. Akan tetapi, Smith (1986) dalam (Budiarto dan Baridwan, 1999: 96) manyatakan bahwa dalam studi empiris ditemukan bahwa secara statistic penerbitan saham baru berpengaruh negatif terhadap harga saham perusahaan. Oleh karena itu, teori struktur modal seharusnya mampu menjelaskan mengapa harga saham bereaksi negatif terhadap informasi penambahan saham baru berbeda dengan asumsi yang ada dalam teori tersebut. Sebagai hasilnya, banyak literature empiris lebih berfokus pada teori sinyal (signaling theory) untuk menjelaskan pengaruh pengumuman
(53)
penambahan saham baru terhadap perubahan saham dan volume perdagangan saham.
2.2.9. Pengaruh Harga Saham Pada Likuiditas Saham
Harga saham yang dimaksud disini adalah harga pasarnya. Harga pasar saham sering dipakai dalam berbagai penelitian pasar modal, karena harga saham yang paling dipentingkan oleh investor. Harga saham mencerminkan nilai suatu perusahaan. Semakin tinggi harga saham perusahaan, maka semakin tinggi pula nilai perusahaan tersebut dan sebaliknya (Fatmawati dan Asri, 1999 : 96). Oleh karena itu, setiap perusahaan yang menerbitkan saham sangat memperhatikan harga sahamnya. Harga saham yang terlalu rendah sering diartikan bahwa kinerja perusahaan tersebut kurang baik, namun bila harga saham terlalu tinggi juga dapat menimbulkan dampak yang kurang baik. Harga saham yang terlampau tinggi akan mengurangi kemampuan para investor untuk membelinya, sehingga menyebabkan harga saham tersebut sulit untuk meningkat lagi. Untuk mengantisipasi hal tersebut, banyak perusahaan yang melakukan pemecahan saham. Tujuannya untuk meningkatkan daya beli dan meningkatkan harga saham tersebut, secara otomatis likuiditas saham akan meningkat sehingga dapat menambah daya tarik dan mensejahterakan investor, dan tingkat distribusi saham menjadi luas. Stock split mempunyai manfaat yaitu :
(54)
1. Harga saham yang lebih rendah setelah melakukan stock split akan meningkatkan daya tarik para investor untuk membeli sejumlah saham yang lebih besar.
2. Meningkatkan daya tarik investor untuk melakukan investasi.
3. Meningkatkan jumlah pemegang saham sehingga pasar akan
menjadi likuid dan luas.
4. Sinyal yang positif mencerminkan perusahaan yang bagus dan
memiliki prospek yang bagus.
Pengaruh harga saham terhadap likuiditas saham dapat dilihat
melalui Trading Range Theory Ikenberry (1996) dalam (Khomsiyah,
2001: 389) Dengan mengarahkan harga saham pada rentang tertentu, diharapkan semakin banyak partisipan pasar akan terlibat dalam perdagangan dan akan meningkatkan likuiditas saham di bursa. Menurut teori ini, harga saham yang terlalu tinggi menyebabkan kurang aktifnya perdagangan saham sehingga mendorong perusahaan untuk melakukan pemecahan saham. Dengan melakukan pemecahan saham, diharapkan semakin banyak investor yang melakukan transaksi.
Menurut Demsetz (1986) dalam Fatmawati dan Asri (1999 : 100) berpendapat bahwa dealer memperoleh kompensasi dengan membeli saham pada harga beli yang umumnya lebih rendah dari harga penutupan dan menjual saham pada harga jual yang umumnya lebih tinggi dari harga penutupan. Spread yang diperoleh digunakan untuk menutupi biaya yang terjadi. Dengan demikian spread akan semakin rendah bila harga saham
(55)
semakin tinggi atau spread memiliki hubungan negatif dengan harga saham.
2.2.10.Pengaruh Volume Perdagangan Saham Pada Likuiditas Saham
Secara umum likuiditas saham ditentukan oleh frekuensi saham yang bersangkutan, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap volume saham dan nilai transaksi. Namun demikian, meskipun volume dan nilai transaksi dipengaruhi oleh frekuensi, volume dan nilai transaksi dapat dipandang sebagai variabel yang berdiri sendiri. Semakin likuid suatu saham, tentunya harus ditunjukan oleh semakin banyaknya volume transaksi. Demikian pula dengan nilai transaksi, semakin likuid suatu saham yang likuid akan disukai investor, yang akan menyebabkan banyak–banyaknya permintaan yang pada gilirannya akan meningkatkan harga saham yang bersangkutan (Sudana dan Pradityo, 1999: 31-32).
Pengaruh volume perdagangan saham terhadap likuiditas saham tercermin dalam signaling theory menurut Brennan dan Copeland (1988) dalam (Fatmawati dan Asri, 1999 : 106) bahwa bila jumlah pemegang saham meningkat dan volume perdagangan semakin besar setelah split. Maka hal ini merupakan sinyal bagi investor mengenai prospek perusahaan yang semakin menguntungkan.
Menurut Copeland dan Galai (1983) dalam Fatmawati dan Asri (1999 : 100-101) menyatakan bid ask spread sebagai free straddle option
(56)
hubungan negatif dengan frekuensi perdagangan. Hal ini berarti bila frekuensi perdagangan semakin kecil maka volume perdagangan menurun. Bid ask spread cenderung memiliki hubungan terbalik dengan ukuran-ukuran aktifitas pasar.
2.3. Kerangka Pikir
Pengaruh harga saham terhadap likuiditas saham dapat dilihat melalui teori struktur modal dalam (Budiarto dan Baridwan,1999: 94) yang mengasumsikan bahwa walaupun suatu perusahaan mempunyai struktur modal yang optimal, masih terjadi ketidakjelasan apakah hal itu dapat menjelaskan pengaruh negatif terhadap harga saham yang dihubungkan dengan penerbitan saham baru. Alasannya adalah bahwa penambahan saham baru seharusnya selalu mewakili kearah perkembangan struktur modal yang optimal dan bukan sebaliknya. Sebagai hasilnya, pengaruh penambahan saham baru seharusnya memberikan dampak terhadap harga saham yang positif atau nol.
Pengaruh volume perdagangan saham terhadap likuiditas saham tercermin dalam signaling theory menurut Brennan dan Copeland (1988) dalam (Fatmawati dan Asri, 1999 : 106) bahwa bila jumlah pemegang saham meningkat dan volume perdagangan semakin besar setelah split, maka hal ini merupakan sinyal bagi investor mengenai prospek perusahaan yang semakin menguntungkan.
(57)
Dengan demikian berkaitan dengan signaling theory, sinyal positif yang disampaikan melalui split akan mengakibatkan semakin besar jumlah pemegang saham baik institusional maupun individual dan berimplikasi pada semakin besarnya volume perdagangan saham di pasar.
Berdasarkan hasil penelitian beberapa peneliti terdahulu, maka peneliti bermaksud untuk membuat suatu diagram kerangka pikir untuk menjelaskan bahwa diduga harga saham, volume perdagangan mempunyai pengaruh terhadap likuiditas saham yang digambarkan sebagai berikut :
Uji Regresi Linier Berganda keterangan :
X1 = Harga Saham
X2 = Volume Perdagangan Y = Likuiditas Saham
Volume Perdagangan ( X2)
Likuiditas Saham (Y) Harga Saham ( X1)
(58)
Dalam alur karangka pikir tersebut di atas terdapat tiga variabel, dua variabel bebas ( X ) yaitu Harga Saham ( X1) dan Volume Perdagangan ( X2), dan satu variabel terikat ( Y ) yaitu Likuiditas Saham. Untuk mengetahui apakah variabel bebas ( X ) mempengaruhi variabel terikat (Y), maka digunakan uji statistik linier regresi berganda.
2.4. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan melihat permasalahan di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : “ Di duga harga saham dan volume perdagangan berpengaruh terhadap tingkat likuiditas saham.”
(59)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Dalam penelitian ini penulis menggunakan variabel dependen (Y) dan independen (X). variabel dependen di wakili oleh likuiditas saham dan variabel independen masing – masing di wakili oleh harga saham dan volume perdagangan.
Likuiditas Saham (Y)
Likuiditas saham merupakan kemudahan untuk membeli dan menjual efek. Sehingga saham tersebut dapat diperjualbelikan dalam jangka waktu yang relatif singkat dan akan di minati oleh banyak orang. Likuiditas saham dalam penelitian ini di ukur dengan menggunakan bid-ask spread dari frekuensi perdagangan saham dalam periode penelitian (window period) yang digunakan untuk mengamati besarnya pengaruh variabel-variabel tersebut adalah selama 11 hari yakni dimulai sejak lima hari sebelum tanggal pemecahan saham sampai sejak lima hari sesudah tanggal pemecahan saham (Fatmawati dan Asri, 1999 : 102).
(60)
Rumus yang digunakan adalah :
Persentase Spread : ( Pj – Pb ) Pt
(Fatmawati dan Asri,1999 : 100)
Keterangan :
Pj = Harga Jual Saham Pb = Harga Beli Saham
Pt = Harga Saham (Closing Price)
Harga Saham (X1)
Harga Saham di lantai bursa mencerminkan kekuatan hubungan yang terjadi antara penawaran dan permintaan terhadap saham. Harga saham yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga saham pada perusahaan yang melakukan stock split. Satuan pengukuran yang digunakan adalah Rupiah. Sedangkan skala pengukuran variabel yang digunakan adalah Skala Rasio.
Volume Perdagangan (X2)
Volume perdagangan adalah jumlah saham yang di perdagangan oleh emiten di lantai bursa. Data volume perdagangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah saham yang ada di pasar dan yang di perdagangan oleh emiten yang melakukan pemecahan saham. Satuan
(61)
pengukuran yang digunakan adalah jumlah saham yang beredar. Sedangkan skala pengukuran variabel yang di gunakan adalah Skala Rasio.
3.2. Teknik Penentuan Sampel 3.2.1. Populasi
Populasi merupakan kelompok subjek/objek yang memiliki ciri- ciri karakteristik-karakteristik tertentu yang berbeda dengan kelompok subjek/objek yang lain, dan kelompok tersebut generalisasi dari hasil penelitian (Sumarsono, 2004 : 44).
Populasi dalam penelitian ini adalah data mengenai harga saham (X1), volume perdagangan (X2), dan Likuiditas saham (Y), dimana 12 perusahaan Manufaktur yang melakukan pemecahan saham dan masih tercatat atau listing di Bursa Efek Indonesia pada periode 2008. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah :
1. PT. Duta Pertiwi Nusantara, Tbk 2. PT. Davomas Abadi, Tbk 3. PT. Aneka Tambang, Tbk 4. PT. Unilever Indonesia, Tbk 5. PT. Jaya Pari Steel, Tbk 6. PT. AKR Corporindo, Tbk
7. PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk 8. PT. Intanwijaya International, Tbk
(62)
9. PT. Goodyear Indonesia, Tbk 10. PT. Kimia Farma, Tbk
11. PT. Aqua Golden Mississippi, Tbk 12. PT. Gudang Garam, Tbk
3.2.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri dan karakteristik yang sama dengan populasi tersebut (Sumarsono, 2004 : 44). Berdasarkan populasi data di atas, penentuan sampel di lakukan dengan
teknik Purposive Sampling yaitu menyeleksi responden – responden
berdasarkan ciri-ciri atau sifat khusus yang dimiliki oleh sampel (Sumarsono, 2004 : 52).
Sampel yang akan dijadikan objek penelitian memenuhi kreteria yang mengacu pada penelitian (Fatmawati dan Asri, 1999) adalah:
1. Melakukan pemecahan saham pada tahun 2008, Namun, tidak
mengeluarkan kebijakan lain seperti stock deviden (deviden saham), right issue, bonus share (saham bonus), warrant atau pengumuman perusahaan lainnya.
2. Masih aktif dalam melakukan perdagangan saham.
3. Melakukan even window (periode jendela/peristiwa) yakni selama lima hari sebelum tanggal pemecahan saham dan lima hari setelah tanggal pemecahan saham.
(63)
Sehingga sampel yang dijadikan objek penelitian yang sesuai dengan kriteria diatas adalah 7 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia adalah :
Tabel 3.1 : Daftar Emiten Yang Melakukan Pemecahan Saham Periode 2008
No Nama Perusahaan Tanggal Stock Split
1 PT. Duta Pertiwi Nusantara, Tbk 27 Juni 2008
2 PT. Aneka Tambang, Tbk 12 Juli 2008
3 PT. Davomas Abadi, Tbk 29 Oktober 2008
4 PT. unilever indonesia, Tbk 3 September 2008
5 PT. AKR. Corporindo, Tbk 27 Juli 2008
6 PT. Jaya pari steel, Tbk 12 Desember 2008
7 PT. Indofood sukses Makmur, Tbk 29 September 2008
Sumber : Bursa Efek Indonesia
3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data
Data yang diperlukan untuk mendukung analisis pengujian hipotesis adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang di peroleh suatu organisasi atau perusahaan dalam bentuk yang sudah jadi berupa publikasi, publikasi disini mempunyai arti sudah di terbitkan dan di perlihatkan kepada masyarakat umum. Data tersebut yang di sediakan perusahaan Manufaktur Go Publik di Bursa Efek Indonesia periode 2008.
3.3.2. Sumber Data
Dalam penelitian ini data-data yang di perlukan dan diperoleh dari : a. Studi Pustaka
Landasan teorities di peroleh dengan cara mempelajari dan menelaah buku-buku kepustakaan maupun yang lainnya yang
(64)
mempunyai hubungan dengan masalah yang di bahas, yang di gunakan sebagai perbandingan dengan kenyataan.
b. Penelitian Lapangan
Sumber data yang di ambil untuk penelitian ini adalah Harga Saham, Volume Perdagangan, dan Tingkat Likuiditas Harga Saham periode 2008 di Bursa Efek Indonesia.
3.3.3. Pengumpulan Data
Karena data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder, maka prosedur pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi terhadap catatan perusahaan baik yang disediakan oleh perusahaan itu sendiri maupun yang ada dalam perpustakaan yang di publikasikan oleh Bursa Efek Indonesia.
3.4. Uji Normalitas
Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu data mengikuti sebaran normal atau tidak. Untuk mengetahui apakah data tersebut mengikuti sebaran normal atau tidak dapat dilakukan dengan berbagai metode di antaranya adalah Kolmogorov Smirnov. Pedoman dalam mengambil keputusan apakah sebuah dustribusi data mengikuti distribusi normal (Sumarsono, 2004 : 40) adalah :
a. Jika nilai signifikan (nilai probabilitasnya) < 5 % maka distribusi adalah tidak normal.
(65)
b. Jika nilai signifikan (nilai probabilitasnya) > 5 % maka distribusi adalah normal
3.5. Uji Asumsi Klasik
Dalam analisis regresi berganda harus dapat dipenuhi asumsi dasar di bawah ini :
3.5.1.Multikolinearitas
Multikolinearitas berarti adanya hubungan linear yang “sempurna” atau pasti, diantaranya beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi (Gujarati, 1995 : 157).
Identifikasi secara statistic ada atau tidaknya multikolinearitas dapat dilakukan dengan menghitung nilai Variance inflation factor (VIF), yang mempunyai rumus sebagai berikut (Hines dan Montgomery, 1990 : 490) :
VIF = 1 1 - R j 2
VIF menyatakan tingkat “pembekakan” varians. Apabila suatu model regresi linear memiliki nilai VIF kurang dari 10, hal ini tidak terjadi multikolinearitas. Pada model regresi yang baik tidak boleh terdapat miltikolinearitas.
(66)
3.5.2. Heteroskedastisitas
Heteroskedatisitas artinya adalah varians variabel dalam model tidak sama (konstan). Diagnosis adanya heteroskedaritas secara kuantitatif dalam suatu regresi dapat dilakukan dengan melakukan pengujian korelasi Rank Spearman.
Hal ini dapat diidentifikasi dengan cara menghitung korelasi Rank Spearman antara residual dengan seluruh variabel bebas.
Rumus pengujian korelasi Rank Spearman korelasi adalah :
rs = 1 – 6 Σ d i2 N(N2 - 1) (Algifari, 2000 : 86) Yang menyatakan bahwa :
di : Selisih ranking standar deviasi (S) dan ranking nilai mutlak error (e). Nilai e = Y-Y
N : Banyaknya sampel
Jika koefisien korelasi Rank Spearman untuk semua variabel bebas terhadap residual labih besar dari level of signifikan (0,05) yang berarti dalam hal ini model regresi tidak terdapat gejala heteroskedastisitas (Algifari, 2000 : 85-86).
(67)
3.5.3. Autokorelasi
Autukorelasi adalah korelasi antara data yang diurutkan berdasarkan urut waktu (data time series) (Gujarati,1995 : 201). Identifikasi ada tidaknya gejala autokorelasi dapat dites dengan menghitung nilai Durbin Watson (dtes). Berdasarkan jumlah sample dan jumlah variabel independent menetukan nilai dL dan dU berdasarkan table Durbin Watson. Langkah selanjutnya adalah menarik kesimpulan dengan kriteria sebagai berikut :
Nilai d Kesimpulan
d < d < dL Ada autokorelasi positif
dL < d < dU Tidak ada Kesimpulan
dU < d < 4-dL Tidak ada autokorelasi
4-dU < d < 4-dL Tidak ada kesimpulan
4-dL < d < 4 Ada autokorelasi negatif
3.6. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis
Setelah memperoleh data dari Bursa Efek Indonesia sesuai dengan tujuan dan hipotesis penelitian yaitu untuk menganalisis pengaruh variabel X yaitu harga saham, volume perdagangan, terhadap variabel Y yaitu likuiditas saham. Maka untuk mengetahui kaitan dan pengaruh antar variabel penelitian maka model analisis yang digunakan adalah Analisis Regresi Linier Berganda. Model analisis Regresi Linier Berganda dengan dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut :
(68)
Y = a
+
β1Χ1
+
β2Χ2
+ u
i (Gujarati, 1995 : 265)Keterangan :
Y = Frekuensi perdagangan saham (likuiditas saham)
a
= Konstantaβ1β2
= Koefisien regresi dari tiap-tiap variabel bebas
X1 = Harga saham
X2 = Volume perdagangan saham
U1 = Variabel pengganggu
3.6.1. Uji Hipotesis
1. Uji Kesesuaian Model
Untuk menguji cocok atau tidaknya model regresi yang dihasilkan digunakan uji F dengan prosedur sebagai berikut (Anonim, 2003 : L22) : Hipotesis
1. H0 : β1 = β2 = 0 (X1 dan X2 tidak berpengaruh terhadap Y) H1 :βj≠ 0 (X1 dan X2 berpengaruh terhadap Y)
2. Dalam penelitian ini digunakan tingkat signifikan 0,05 dengan derajat bebas [n-k], dimana n: jumlah pengamatan, dan k: jumlah variabel.
(69)
3. Dengan F hitung sebesar :
Fhit = R2 / (k-1) (1 – R2) / (n-k)
Ketentuan pengujian (Sulaiman, 2004 : 81) :
a. Jika tingkat signifikan (p-value) > 0,05 maka H0 diterima dan ditolak H1
b. Jika tingkat signifikan (p-value) < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima.
2. Uji t
Uji t digunakan untuk menguji seberapa besar tingkat pengaruh beberapa variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial. Dengan menggunakan langkah-langkah (Anonim, 2003 : L21) :
Hipotesis
1. H0 : βj = 0
(Variabel bebas X1 dan X2 tidak terdapat pengaruh secara parsial terhadap Y)
H1:βj ≠ 0
(Variabel bebas X1 dan X2 terdapat pengaruh secara parsial terhadap Y)
(70)
2. Dalam penelitian ini digunakan tingkat signifikan 0,05 dengan derajat bebas [n-k], dimana n: jumlah pengamatan, dan k: jumlah variabel.
3. Dengan nilai t hitung : thit = bj Se (bj)
Ketentuan pengujian (Sulaiman, 2004 : 81-82) :
a. Jika tingkat signifikan (p-value) > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak
b. Jika tingkat signifikan (p-value) < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima.
(71)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian
Berdasarkan pada teknik penentuan sampel yang digunakan, maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 7 perusahaan manufaktur go publik yang melakukan pemecahan saham dan untuk lebih jelasnya, berikut ini merupakan gambaran dari masing-masing perusahaan yang melakukan pemecahan saham yang di jadikan sampel, yaitu :
1. PT. Duta Pertiwi Nusantara, Tbk
PT. Duta Pertiwi Nusantara, Tbk didirikan pada tanggal 18 Maret 1982, dengan berdasarkan akta Notaris N0. 28 yang dibuat dihadapan Bambang Sutomo, S.H.
Perseroan bergerak dalam bidang bahan kimia dengan kantor pusat yang berkedudukan di Jl. Tanjung Pura N0.263, Pontianak-kalimantan barat, sedangkan lokasi pabrik berada di gedung Sudirman Tower Lantai 12 C, Jl. Jend. Sudirman Kav. 60, Jakarta. Perseroan memulai kegiatan operasi secara komersial pada tahun 1990.
2. PT. Aneka Tambang, Tbk
PT. Aneka Tambang, Tbk, merupakan perusahaan terdepan dalam bidang pertambangan dan pemrosesan mineral di Indonesia. PT. Aneka Tambang Tbk, didirikan 5 Juli 1968 sebagai perusahaan Negara (perusahaan
(72)
milik negara) dengan nama PN Aneka Tambang. Tujuh perusahaan independent yang merupakan perusahaan milik Negara yang dimerger dalam Aneka Tambang, adalah PT. Nikel Indonesia, PN Tambang Bauksit Indonesia, PN Logam Mulia, BPU Perusahaan-perusahaan Tambang Umum Negara, Proyek Pertambangan Intan Martapura Kalimantan selatan, PN Tambang Emas Tjikotok dan Proyek Emas Logas, Pekan Baru – Riau.
Pada bulan Mei 1975 berdasarkan keputusan menteri kehakiman Republik Indonesia status Aneka Tambang diubah dari perusahaan milik Negara menjadi perusahaan/perseroan terbatas dengan nama PT. Aneka Tambang (Persero). Selama 30 tahun operasinya Aneka Tambang telah memberikan suatu pencapaian yang luar biasa. Dari tahun ke tahun perusahaan telah melakukan perbaikan berkesinambungan mulai dari variasi usaha, operasi dan pengembangan keuangan, urusan umum dan sumber daya manusia.
3. PT. Unilever Indonesia, Tbk
PT. Unilever Indonesia, Tbk didirikan pada tanggal 5 Desember 1933 dengan nama Lever’s Zeepfabrieken N.V. dengan akta N0. 23 Mr. A.H. Van Ophuijsen, notaries di Batavia, disetujui oleh Gouveneur General Van Nederlandsch-Indie dengan surat N0. 14 tanggal 16 Desember 1933, didaftarkan di Raad Van Justitie di Batavia dengan N0. 302 pada tanggal 22 Desember 1933 dan diumumkan dalam Javache Courant tanggal 9 Januari 1934 Tambahan N0. 3. Perubahan menjadi PT. Unilever Indonesia dengan
(1)
Uji Heteroskedastisitas
Correlations
1.000 .060 .225
. .349 .069
45 45 45
.060 1.000 .485**
.349 . .000
45 70 45
.225 .485** 1.000
.069 .000 .
45 45 45
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Unstandardized Residual Harga~Saham (X1) Volume~Perdagangan (X2) Spearman's rho Unstanda rdized Residual Harga~ Saham (X1) Volume~ Perdagan gan (X2)
Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). **.
(2)
Uji Autokorelasi
Model Summaryb
.493a .243 .207 .35327 1.572
Model 1
R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson Predictors: (Constant), Volume~Perdagangan (X2), Harga~Saham (X1) a.
Dependent Variable: Likuiditas~Saham (Y) b.
(3)
Regresi Linier Berganda Setelah Perbaikan Data
Coefficientsa-.623 .363 -1.719 .093
-.157 .085 -.295 -1.857 .070 -.275 .717 1.395
-.114 .067 -.268 -1.689 .099 -.252 .717 1.395
(Constant) Harga~Saham (X1) Volume~
Perdagangan (X2) Model
1
B Std. Error Unstandardized
Coefficients
Beta Standardized
Coefficients
t Sig. Partial
Correla tions
Tolerance VIF Collinearity
Statistics
Dependent Variable: Likuiditas~Saham (Y) a.
(4)
Model Summaryb
.493a .243 .207 .35327 1.572
Model 1
R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson Predictors: (Constant), Volume~Perdagangan (X2), Harga~Saham (X1) a.
Dependent Variable: Likuiditas~Saham (Y) b.
(5)
ANOVAb
1.679 2 .840 6.728 .003a
5.242 42 .125
6.921 44
Regression Residual Total Model 1
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), Volume~Perdagangan (X2), Harga~Saham (X1) a.
Dependent Variable: Likuiditas~Saham (Y) b.
(6)
Coefficientsa
-.623 .363 -1.719 .093
-.157 .085 -.295 -1.857 .070 -.275 .717 1.395
-.114 .067 -.268 -1.689 .099 -.252 .717 1.395
(Constant) Harga~Saham (X1) Volume~
Perdagangan (X2) Model
1
B Std. Error Unstandardized
Coefficients
Beta Standardized
Coefficients
t Sig. Partial
Correla tions
Tolerance VIF Collinearity
Statistics
Dependent Variable: Likuiditas~Saham (Y) a.