surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah
menyebar dan menjadi fase kontinu. Demikian pula sebaliknya bila gugus non polarnya lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan
diabsorpsi lebih kuat oleh minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Penambahan surfaktan dalam larutan akan
menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi
sutfaktan ditingkatkan Myers, 2006.
2.4.1 Pembagian Surfaktan
Surfaktan dapat dikelompokkan sebagai anionik, kationik, non-ionik, atau amfoter, bergantung pada sifat dasar gugus hidrofiliknya. Sabun dengan gugus
karboksilatnya adalah surfaktan anionik, benzalkoniumklorida N-benzil ammonium kuartener klorida yang bersifat anti bakteri adalah contoh-contoh
surfaktan kationik. Surfaktan netral mengandung suatu gugus non-ion seperti suatu karbohidrat yang dapat berikatan hydrogen dengan air Fessenden, 1986.
2.4.1.1 Surfaktan Anionik
Kenegatifan dari muatan gugus kepala hidrofilik pada surfaktan anionik dapat terdiri dari sulfat, sulfonat, sulfosuksinat atau gugus fosfat yang berhimpitan pada
bagian yang hidrofobik. Sifat dari gugus hidrofilik akan mempengaruhi 1.
Perluasaan stabilisasi elektrostatik 2.
Sifat surfaktan sebagai fungsi pH 3.
Derajat hidrolisis 4.
Variasi kestabilan lateks terhadap waktu,kondisi elekrolit dan temperatur. Sifat dari gugus hidrofobik akan mempengaruhi sifat menyerap surfaktan terhadap
permukaan partikel lateks,tegangan permukaan yang mempengaruhi emulsifikasi monomer dan tingkat stabilisasi sterik.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1.2 Surfaktan Kationik
Surfaktan kationik jarang digunakan dalam aplikasi polimerisasi emulsi karena surfaktan kationik tidak sesuai dengan surfaktan anionik dan kenegatifan muatan
partikel lateks. Surfaktan-surfaktan ini biasanya digunakan pada garam amina berantai panjang, poliamina dan garam-garamnya, garam amonium kuartener
misalnya ammonium heksadesiltrimetil bromida, amina polioksietilen berantai panjang dan turunannya.
2.4.1.3 Surfaktan Non-ionik
Surfaktan non ionik dapat ditentukan ke dalam kelas alkilfenol polioksietilen, alkohol polioksietilen berantai panjang, polioksipropilen glikol polioksietilen
yaitu kopolimer blok yang terbentuk dari etilen oksida dan propilen oksida, ester asam karboksilat berantai panjang, alkanolamin terkondensasi, asetilen glikol
tersier, silikon polioksietil, N-alkilpirolidon dan alkilpoliglikosida. Tiga kelas pertama yang disebutkan adalah surfaktan non-ionik yang paling sering digunakan
untuk proses polimerisasi emulsi.
2.4.1.4 Surfaktan Zwitterion
Surfaktan jenis ini menunjukkan sifat sebagai anionik pada pH tinggi dan bersifat sebagai kationik pada pH rendah dan dapat dikat
egorikan sebagai asam β-N- alkilaminopropionat, asam N-alkil-
β-iminodipropionat, imidazole karboksilat, N- alkilbetam dan amina oksida. Sulfobetain bersifat amfoter pada setiap pH,
surfaktan ini jarang digunakan dalam proses polimerisasi emulsi. Biasanya surfaktan anionik digunakan dalam polimerisasi emulsi surfaktan
konvensional lainnya biasanya juga digunakan, seperti surfaktan kationik untuk membuat partikel lateks bermuatan kationik dalam aplikasi khusus seperti lapisan
kertas dan aspal aditif dan surfaktan non ionik untuk mengontrol morfologi partikel lateks dan untuk meningkatkan stabilitas awal polimerisasi koloid untuk
mencegah gangguan mekanis, pembentukan dan peningkatan elektrolit Lovell, 1997.
Universitas Sumatera Utara
Surfaktan, baik ionik maupun nonionik telah digunakan untuk membentuk flokulasi partikel suspensi. Konsentrasi yang diperlukan untuk mencapai efek
akan tampak menjadi kritik,karena senyawa ini dapat juga bekerja sebagai zat pembasah untuk memperolehmencapai disperse Anief, 1999.
2.4.2 Cetiltrimetilammonium Bromida