Penetapan Besarnya Ganti Rugi

pengganti, maka konsekunsinya setiap pengadaan tanah Panitian Pengadaan Tanah harus mempersiapkan dua lokasi, satu sebagai rencana pembangunan kepentingan umum, satu lagi sebagai tanah pengganti bagi para pemilik tanah. Dengan demikian maka pemberian ganti rugi ini harus betul-betul mampu mengantisipasi munculnya kemiskinan dalam masyarakat, bukan penyebab timbulnya kemiskinan baru. Dapat disimpulkan bahwa ganti rugi adalah merupakan suatu imbalan yang diterima oleh pemegang hak atas tanah sebagai pengganti dari nilai tanah termasuk yang ada diatasnya, terhadap tanah yang telah dilepaskan atau diserahkan.

B. Penetapan Besarnya Ganti Rugi

Dalam menetapkan besarnya ganti rugi harus diperhatikan pula tentang : a Lokasi dan faktor-faktor strategis lainnya yang dapat mempengaruhi harga tanah. Demikian pula dalam menetapkan ganti rugi atas bangunan dan tanaman harus berpedoman pada ketentuan yang telah ditetapkan oleh Dinas pekerjaan UmumDinas Pertanian setempat. b Bentuk ganti rugi berupa uang, tanah danatau fasilitas-fasilitas lain. c Yang berhak atas ganti rugi itu ialah mereka yang berhak atas tanah, bangunan, tanaman yang ada diatasnya, dengan berpedoman kepada hukum adat setempat, Universitas Sumatera Utara sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang- Undang Pokok Agararia dan kebijaksanaan pemerintah 32 . Berdasarkan ketentuan Pasal 25 dan Pasal 26 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007, diatur bahwa Panitia Pengadaan Tanah menunjuk Lembaga Penilai Harga yang telah ditetapkan oleh BupatiWalikota atau Gubernur membentuk tim penilai harga tanah yang anggotanya terdiri dari: a. Unsur Instansi Pemerintah yang membidangi bangunan danatau tanaman; b. Unsur Instansi Pemerintah yang membidangi pertanahan nasional; c. Unsur Instansi Pelayan Pajak Bumi dan Bangunan; d. Ahli atau orang yang berpengalaman sebagai penilai harga tanah; e. Akademisi yang mampu menilai harga tanah danatau bangunan danatau tanaman danatau benda benda lain yang berkaitan dengan tanah; f. Apabila diperlukan dapat ditambah unsur lembaga swadaya masyarakat. Sebagaimana diatur dalam Pasal 27 sampai Pasal 30 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 bahwa penilai harga dilakukan oleh Lembaga Penilai Harga Tanah atau Tim Penilai Harga Tanah, dengan berdasarkan pada Nilai Jual Objek Pajak NJOP atau nilai nyata atau sebenarnya dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan, dan dapat berpedoman pada variable- varibel sebagai berikut: 32 Syafruddin Kalo,Op.cit. hal. 95 Universitas Sumatera Utara a. Lokasi dan letak tanah; b. Status Tanah; c. Peruntukan Tanah; d. Kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah atau perencanaan ruang wilayah atau kota yang telah ada; e. Sarana dan prasarana yang tersedia; dan f. Faktor lain yang mempengaruhi harga tanah. Dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 dan Nomor 65 Tahun 2006 serta Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tersebut tidak dijelaskan mengenai taksiran nilai tanah menurut jenis hak atas tanah dan status penggunaan tanah, sehingga tidak ada tolak ukur untuk menaksir harga tanah sesuai dengan jenis hak atau status tanahnya, hanya saja dalam Pasal 14 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 ditentukan mengenai penggantian terhadap bidang tanah yang dikuasai dengan hak ulayat diberikan dalam bentuk pembangunan fasilitas umum atau bentuk lain yang bermanfaat bagi masyarakat setempat. Hal ini berbeda dengan yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1994 yang dalam Pasal 17 diuraikan taksiran atas tanah menurut jenis hak dan status tanahnya, yakni: 1. Hak Milik: a. Yang sudah bersertifikat dinilai 100 seratus persen; b. Yang belum bersertifikat dinilai 90 Sembilan puluh persen; Universitas Sumatera Utara 2. Hak Guna Usaha: a. Yang masih berlaku dinilai 80 delapan puluh persen, jika perkebunan itu masih diusahakan dengan baik kebun kriteria kelas I, kelas II dan kelas III; b. Yang sudah berakhir dinilai 60 enam puluh persen, jika perkebunan itu masih diusahakan dengan baik kebun kriteria kelas I, kelas II dan kelas III; c. Masih berlaku dan yang sudah berakhir tidak diberi ganti kerugian jika perkebunan itu tidak disuahakan dengan baik kebun kriteria kelas IV dan V d. Ganti kerugian tanaman perkebunan ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab dengan memperhatikan faktor investasi, kondisi kebun dan produktivitas tanaman. 3. Hak Guna Bangunan: a. Yang masih berlaku dinilai 80 delapan puluh persen; b. Yang sudah berakhir dinilai 60 enam puluh persen, jika tanahnya masih dipakai sendiri atau oleh orang lain atas persetujuannya, dan bekas pemegang hak telah mengajukan perpanjangan atau pembaharuan hak selambat-lambatnya 1 satu tahun setelah haknya berakhir atau hak itu berakhir sebelum lewat 1 satu tahun. 4. Hak Pakai: a. Jangka waktunya tidak dibatasi dan berlaku selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan ketentuan dinilai 100 seratus persen; b. Yang jangka waktu paling lama 10 sepuluh tahun dinilai 70 tujuh puluh persen; Universitas Sumatera Utara c. Yang sudah berakhir dinilai 50 liam puluh persen, jika tanahnya masih dipakai sendiri atau oleh orang lain atas persetujuanya, dan bekas pemegang hak telah mengajukan perpanjangan atau pembaharuan hak selambat- lambatnya 1 satu tahun setelah haknya berakhir atau hak itu berakhir sebelum lewat 1 satu tahun; 5. Tanah wakaf dinilai 100 seratus persen dengan ketentuan ganti kerugian diberikan dalam bentuk tanah, bangunan dan perlengkapan yang diperlukan; 33 Semakin kuat alas hak atas tanah alat bukti tanah akan banyak pengaruhnya terhadap kaitannya dengan uang ganti rugi apabila tanah itu akan dilakukan pembebasan, pertama akan menentukan siapa yang berhak menerima uang ganti rugi, kedua dengan alat bukti tanah itu akan menentukan prosentasi besarnya uang ganti rugi, semakin lemah alat bukti kepemilikan tanah semakin rendah pula uang ganti rugi. Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, penentuan besarnya ganti rugi diserahkan sepenuhnya kepada Tim Appraisal Juru Taksir. Bagi juru taksir sendiri tidak mempunyai acuan harga tanah, mungkin didasarkan harga pasar dan perlu diketahui harga pasar itu sendiri tidak pasti. 34 33 Muhammad Yamin Lubis, Abdul Rahim Lubis, Pencabutan Hak, Pembebasan, dan Pengadaan Tanah, Mandar maju, Medan, 2011, hal.72. 34 Mudakir Iskandar Syah, Pembebasan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum, Permata Aksara, Jakarta, 2014, hal.25 Universitas Sumatera Utara

C. Prosedur Pembayaran Ganti Kerugian Atas Pengadaan Tanah.