“Society” menurut Mead adalah kumpulan self yang melakukan interaksi dalam lingkungan yang lebih luas yang berupa hubungan personal, kelompok
intim, dan komunitas. Institusi society karenanya terdiri dari respon yang sama. “Society” dipelihara oleh kemampuan individu untuk melakukan role taking dan
generalized others. Dalam bukunya tersebut, Mead 1934 berpendapat bahwa kita
menggunakan simbol untuk menciptakan pengalaman kita akan pikiran sadar, pemahaman kita akan diri kita sendiri, dan pengetahuan kita akan tatanan dunia
sosial yang lebih besar. Ia menyebutnya masyarakat. Dengan perkataan lain, simbol menjembatani dan membentuk seluruh pengalaman kita karena simbol
membentuk kemampuan kita untuk merasakan dan menafsirkan apa yang terjadi di sekeliling kita.
Ada pula George Herbert Blumer 1967, yang merupakan professor di Universitas California. Pemikiran Blumer tentang interaksionisme simbolik lebih
banyak merupakan penuangan ide Mead. Sebagai seorang penganut pemikiran Mead, ia berusaha menjabarkan pemikiran idolanya Mead mengenai konsep
interaksionisme simbolik. Menurut Blumer dalam Santoso, 2010: 23 ada tiga prinsip dasar interaksionisme simbolik; meaning makna, language bahasa, dan
thought pemikiran. Blumer menyatakan bahwa perilaku seseorang terhadap sebuah objek atau
orang lain ditentukan oleh makna yang ia pahami tentang objek atau orang tersebut. Dijelaskan bahwa makna tidak melekat pada objek, melainkan
dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa.Bahasa adalah bentuk dari simbol. Berdasarkan makna yang dipahaminya, seseorang kemudian dapat memberi nama
terhadap suatu objek, tindakan atau sifat. Thought secara sederhana menjelaskan bahwa seseorang melakukan dialog dengan dirinya sendiri ketika berhadapan
dengan sebuah situasi dan berusaha untuk memaknai situasi tersebut.Untuk bisa berpikir maka seseorang memerlukan bahasa dan harus mampu untuk berinteraksi
secara simbolik.
II.5 Media Massa dan Konstruksi Realitas Sosial
Universitas Sumatera Utara
Substansi teori konstruksi sosial media massa adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan
sangat cepat dan sebenarnya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung
sinis Bungin, 2008: 203. Konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat
dengan kepentingan-kepentingan Bugin, 2008: 192. Bagi kaum konstruktivisme, realitas berita itu hadir dalam keadaan subjektif. Realitas tercipta lewat
konstruksi, sudut pandang dan ideology wartawan. Secara singkat, manusialah yang membentuk imaji dunia. Sebuah teks dalam sebuah berita tidak dapat
disamakan sebagai cerminan dari realitas, tetapi ia harus dipandang sebagai konstruksi atas realitas.
Gambar 1 Proses Konstruksi Sosial Media Massa
Sumber: Bugin, 2008: 204
Universitas Sumatera Utara
Pada kenyataanya, realitas sosial itu berdiri sendiri tanpa kehadiran individu baik di dalam maupun di luar realitas tersebut. Realitas sosial memiliki
makna, manakala realitas sosial dikonstruksi dan dimaknai secara subjektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara objektif. Individu
mengkonstruksi realitas sosial dan merekonstrusinya dalam dunia realitas, memantapkan realitas itu berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi
sosialnya. Melalui konstruksi sosial media, dapat dijelaskan bagaimana media massa membuat gambaran tentang realitas.
Konstruksi realitas terjadi ketika wartawan atau media melakukan proses pembingkaian framing berita setelah nilai berita newsvalues dan unsur
kelayakan berita newsworthy dipenuhi. Wartawan tidak melakukan pembingkaian dalam keseluruhan teks berita. Hanya di beberapa bagian saja
dalam struktur berita yang dibingkai dan selanjutnya menentukan wacana yang dikonstruksi oleh wartawan.
II.6 Faktor Faktor yang Membentuk Isi Media
Apa yang disajikan media, pada dasarnya adalah akumulasi dari pengaruh yang beragam. Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese 1996, dalam
Mediating The Message: Theories of Influences on Mass Media Content, menyusun berbagai faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam
ruang pemberitaan. Mereka mengidentifikasikan ada lima faktor yang mempengaruhi kebijakan redaksi dalam menentukan isi media: Individu; Rutinitas
media; Organisasi;Ekstra media; dan Ideologi.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2 Model Hierarki Teori Pengaruh Isi Media
Sumber: Soemaker Reese, 1996: 64
II.5.1 Individual
Faktor ini berhubungan dengan latar belakang profesional dari pengelola media. Level indivual melihat bagaimana pengaruh aspek-aspek personal dari
pengelola media mempengaruhi pemberitaan yang akan ditampilkan kepada khalayak. Latar belakang individu seperti jenis kelamin, umur, atau agama, dan
sedikit banyak mempengaruhi apa yang ditampilkan media. Latar belakang pendidikan, atau kecenderungan orientasi pada partai politik sedikit banyak bisa
mempengaruhi profesionalisme dalam pemberitaan media. Terdapat tiga faktor intrinsik pada pekerja media yang dapat
mempengaruhi isi media. Pertama ialah karakteristik pekerja, personaliti, dan latar belakang pekerja. Kedua ialah sikap, nilai, dan keyakinan pekerja. Contohnya
ialah keberpihakan politik jurnalis atau keyakinan agama jurnalis. Ketiga ialah orientasi dan peran konsep profesi yang disosialisasikan kepada mereka. Sebagai
contoh, apakah seorang jurnalis mempersepsikan diri mereka sebagai penyampai kejadian yang netral, ataukah sebagai partisipan yang aktif membangun cerita
Soemaker, 1996: 64.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3 Cara Kerja Faktor Intrinsik Pekerja Media Mempengaruhi Isi Media
Sumber: Soemaker Reese, 1996: 65
Gambar di atas menunjukkan hubungan di antara faktor-faktor intrinsik jurnalis yang melatabelakangi isi media.Karakteristik, latar belakang dan
pengalaman individu mempengaruhi sikap, nilai dan keyakinan yang dimiliki jurnalis dan juga mempengaruhi pengalaman dan latar belakang dalam profesinya.
Sebagai contoh, pendidikan terakhir, lingkungan tempat jurnalis dibesarkan, dan karakteristik pribadi jurnalis akan mempengaruhi sikap, nilai, dan keyakinan yang
dipegangnya selama menjadi seorang jurnalis dan juga akan mempengaruhi pengalaman dan dedikasinya sebagai seorang jurnalis. Pengalaman dan dedikasi
selama menjadi jurnalis kemudian membentuk bagaimana peranan dan etika jurnalis yang secara langsung mempengaruhi media.Sedangkan sikap, nilai dan
keyakinan jurnalis secara tidak langsung mempengaruhi isi media sebatas wewenang jurnalis tersebut dalam organisasi media Shoemaker, 1996: 65.
II.5.2 Rutinitas Media
Universitas Sumatera Utara
Berhubungan dengan mekanisme dan proses penentuan berita. Setiap media umumnya mempunyai ukuran sendiri tentang apa yang disebut berita, apa
ciri-ciri berita yang baik, atau apa kriteria kelayakan berita. Ukuran tersebut adalah rutinitas yang berlangsung tiap hari dan menjadi prosedur standar bagi
pengelola media yang berada di dalamnya. Rutinitas media ini juga berhubungan dengan mekanisme bagaimana berita dibentuk. Ketika ada sebuah peristiwa
penting yang harus diliput, bagaimana bentuk pendelegasian tugasnya, melalui proses dan tangan siapa saja tulisan sebelum sampai ke proses cetak, siapa
penulisnya, siapa editornya, dan seterusnya. Karl Manheim, seorang sosiolog Jerman mengatakan bahwa tiap individu
tidak berpikir dengan sendirinya. Seorang hanya berpartisipasi dalam memikirkan lebih jauh apa yang telah dipikirkan oleh orang lain sebelumnya. Mereka
berbicara dalam bahasa kelompoknya, dan berpikir dengan cara pikir kelompoknya. Hal tersebut serupa dengan rutinitas yang terdapat pada organisasi
media massa. Rutinitas telah menciptakan pola sedemikian rupa yang terus diulang oleh
para pekerjanya. Rutinitas juga menciptakan sistem dalam media sehingga media tersebut bekerja dengan cara yang dapat diprediksi dan tidak mudah untuk
dikacaukan. Hal-hal yang memengaruhi media adalah organisasi media itu sendiri processor, sumber supplier, dan target khalayak consumer Shoemaker,
1996: 105-108.
Gambar 4 Hubungan Tiga Sumber yang Mempengaruhi Rutinitas Media
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Soemaker Reese, 1996: 109
II.5.3 Organisasi
Level organisasi berhubungan dengan struktur organisasi yang secara hipotetik mempengaruhi pemberitaan. Pengelola media dan wartawan bukan
orang tunggal yang ada dalam organisasi berita, ia sebaliknya hanya bagian kecil dari organisasi media itu . Masing-masing komponen dalam organisasi media bisa
jadi mempunyai kepentingan sendiri-sendiri. Di dalam organisasi media, misalnya, selain bagian redaksi ada juga bagian pemasaran, bagian iklan, bagian
sirkulasi, bagian umum, dan seterusnya. Masing-masing bagian tersebut tidak selalu sejalan. Mereka mempunyai tujuan dan target masing-masing, sekaligus
strategi yang berbeda untuk mewujudkan target tersebut. Bagian redaksi misalnya menginginkan agar berita tertentu yang disajikan, tetapi bagian sirkulasi
menginginkan agar berita lain yang ditonjolkan karena terbukti dapat menaikkan penjualan. Setiap organisasi berita, selain mempunyai banyak elemen juga
mempunyai tujuan dan filosofi organisasi sendiri, berbagai elemen tersebut mempengaruhi bagaimana seharusnya wartawan bersikap, dan bagaimana juga
seharusnya peristiwa disajikan dalam berita. Menurut Turow 1984, sebuah organisasi media dapat didefinisikan
sebagai entitas sosial, formal atau ekonomi yang mepekerjakan pekerja media dalam usaha untuk memproduksi isi media. Organisasi tersebut memiliki ikatan
yang jelas dan dapat diketahui dengan mudah mana yang menjadi anggotanya dan
Universitas Sumatera Utara
mana yang bukan. Terdapat tujuan yang jelas yang menciptakan kesalingtergantungan antara bagian-bagiannya dan struktur yang birokratis.
Anggota-anggotanya memiliki spesialisasi fungsi yang jelas dan peran yang standardisasi. Bagan struktur organisasi yang dimiliki sebuah organisasi media
massa membantu menjelaskan empat pertanyaan penting, yaitu: Apa peran organisasi; Bagaimana organisasi terstruktur; Apa saja kebijakan yang ada dan
bagaimana kebijakan tersebut diimplementasikan; dan Bagaimana kebijakan tersebut dijalankan Shoemaker, 1996: 142-144.
Dalam organisasi media terdapat tiga tingkatan posisi. Pertama ialah pekerja garda depan seperti penulis, reporter, staf kreatif yang bertugas
mengumpulkan dan mengemas bahan mentah. Kedua ialah tingkatan menengah, yaitu manajer, editor, produser dan lainnya yang bertugas mengkoordinasikan
proses dan menjembatani komunikasi antara posisi atas dan bawah dalam organisasi. Ketiga ialah posisi tingkat atas dalam perusahaan yang bertugas
membuat kebijakan organisasi, membuat anggaran, mengambil keputusan- keputusan penting, melindungi perusahaan dari kepentingan politik dan komersial,
dan saat dibutuhkan melindungi pekerjaannya dari tekanan luar Soemaker, 1996: 151.
II.5.4 Ekstra media
Level ini berhubungan dengan faktor lingkungan di luar media. Meskipun berada di luar organisasi media, hal-hal di luar organisasi media ini sedikit banyak
dalam banyak kasus mempengaruhi pemberitaan media. Ada beberapa faktor yang termasuk dalam lingkungan di luar media:
1. Sumber berita
Sumber berita di sini dipandang bukanlah sebagai pihak yang netral yang memberikan informasi apa adanya, ia juga mempunyai kepentingan untuk
mempengaruhi media dengan berbagai alasan: memenangkan opini publik, atau memberi citra tertentu kepada khalayak, dan seterusnya. Sebagai pihak yang
mempunyai kepentingan, sumber berita tentu memberlakukan politik pemberitaan. Ia akan memberikan informasi yang sekiranya baik bagi dirinya, dan
Universitas Sumatera Utara
mengembargo informasi yang tidak baik bagi dirinya. Kepentingan sumber berita ini sering kali tidak disadari oleh media.
2. Sumber penghasilan media
Sumber penghasilan media berupa iklan, bisa juga berupa pelanggan atau pembeli media. Media harus survive, dan untuk bertahan hidup kadangkala media
harus berkompromi dengan sumber daya yang menghidupi mereka. Misalnya media tertentu tidak memberitakan kasus tertentu yang berhubungan dengan
pengiklan. Pihak pengiklan juga mempunyai strategi untuk memaksakan versinya pada media. Ia tentu saja ingin kepentingannya dipenuhi, itu dilakukan di
antaranya dengan cara memaksa media mengembargo berita yang buruk bagi mereka. Pelanggan dalam banyak hal juga ikut mewarnai pemberitaan media.
Tema tertentu yang menarik dan terbukti mendongkrak penjualan, akan terus- menerus diliput oleh media. Media tidak akan menyia-nyiakan momentum
peristiwa yang disenangi oleh khalayak.
3. Pihak eksternal
Pihak eksternal seperti pemerintah dan lingkungan bisnis. Pengaruh ini sangat ditentukan oleh corak dari masing-masing lingkungan eksternal media.
Dalam negara yang otoriter misalnya, pengaruh pemerintah menjadi faktor yang dominan dalam menentukan berita apa yang disajikan. Keadaan ini tentu saja
berbeda di negara yang demokratis dan menganut liberalisme. Campur tangan negara praktis tidak ada, justru pengaruh yang besar terletak pada lingkungan
pasar dan bisnis.
II.5.5 Ideologi
Menurut Samuel Becker 1984, ideologi menentukan cara kita mempersepsikan dunia kita dan diri kita sendiri. Sebuah ideologi adalah
seperangkat kerangka pikir yang menentukan cara pandang kita terhadap dunia dan bagaimana kita harus bertindak. Level ideologi adalah level paling besar
dalam modek hierarki pengarus isi media Shoemaker, 1996: 222.
Universitas Sumatera Utara
Ideologi diartikan sebagai kerangka berpikir atau kerangka referensi tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka
menghadapinya. Berbeda dengan elemen sebelumnya yang tampak konkret, level ideologi ini abstrak. Ia berhubungan dengan konsepsi atau posisi seseorang dalam
menafsirkan realitas. Raymond William Eriyanto, 2001 mengklasifikasikan penggunaan
ideologi tersebut dalam tiga ranah. 1.
Sebuah sistem kepercayaan yang dimiliki oleh kelompok atau kelas tertentu.
Definisi ini terutama dipakai oleh kalangan psikologi yang melihat ideologi sebagai seperangkat sikap yang dibentuk dan diorganisasikan dalam
bentuk yang koheren. Sebagai misal, seseorang mungkin mempunyai seperangkat sikap tertentu mengenai demontrasi buruh. Ia percaya bahwa buruh yang
berdemontrasi mengganggu kelangsungan produksi. Oleh karenanya, demontrasi tidak boleh ada, karena hanya akan menyusahkan orang lain, membuat keresahan,
menggangu kemacetan lalulintas, dan membuat persahaan mengalami kerugian besar. Jika bisa memprediksikan sikap seseorang semacam itu, kita dapat
mengatakan bahwa orang itu mempunyai ideologi kapitalis atau borjuis. Meskipun ideologi disini terlihat sebagai sikap seseorang, tetapi ideologi di sini
tidak dipahami sebagai sesuatu yang ada dalam diri individu sendiri, melainkan diterima dari masyarakat.
2. Sebuah sistem kepercayaan yang dibuat biasa dilawankan dengan
pengetahuan ilmiah. Ideologi dalam pengertian ini adalah seperangkat kategori yang dibuat dan
kesadaran palsu dimana kelompok yang berkuasa atau dominan menggunakannya untuk mendominasi kelompok lain. Karena kelompok yang dominan mengontrol
kelompok lain dengan menggunakan perangkat ideologi yang disebarkan ke dalam masyarakat, akan membuat kelompok yang didominasi melihat hubungan
itu nampak natural, dan diterima sebagai kebenaran. Di sini, ideologi disebarkan lewat berbagai instrumen dari pendidikan, politik sampai media massa.
3. Proses umum produksi makna dan ide.
Universitas Sumatera Utara
Ideologi disini adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan produksi makna.
II.6 Analisis
Framing
Analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai dalam beberapa disiplinilmu dan berbagai pengertian. Titik singgung dari setiap pengertian
tersebut adalah analisis wacana berhubungan dengan studi mengenai bahasa atau pemakaian bahasa. Kalau analisis isi kuantitatif lebih menekankan pada
pertanyaan ‘apa’ what, analisis wacana lebih melihat ‘bagaimana’ how. Lewat analisis wacana, kita bukan hanya mengetahui isi teks berita, tetapi juga
bagaimana pesan itu disampaikan. Dengan melihat bagaimana bangunan struktur kebahasaan tersebut, analisis wacana lebih bisa melihat makna yang tersembunyi
dari suatu teks Eriyanto, 2001: xv. Salah satu pandangan mengenai bahasa dalam analisis wacana adalah
analisis framing yang tergolong dalam pandangan konstruktivisme. Aliran ini menolak pandangan positivis–empiris yang memisahkan subjek dan objek bahasa.
Konstruktivisme justru menganggap subjek sebaga faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya.
Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson pada tahun 1955 Sobur, 2004 : 161. Mulanya frame dimaknai sebagai struktur
konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisasi pandangan politik, kebijakan dan wacana serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk
mengapresiasi realitas. Tetapi akhir-akhir ini konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses
penyeleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realitas oleh media massa.
Framing secara sederhana adalah membingkai sebuah peristiwa. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana persepektif atau cara pandang
yang digunakan oleh wartawan ketika meyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang tersebut yang pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian
mana yang ditonjolkan dan bagian mana yang dihilangkan, serta hendak dibawa kemana berita tersebut Sobur, 2004 : 162.
Universitas Sumatera Utara
Analisis framing memilikibeberapa karakteristik, diantaranya: 1.
Pusat perhatiannya adalah pembentukan pesan teks. 2.
Melihat bagaimana pesan atau peristiwa dikonstruksi oleh media. Bagaimana wartawan mengkonstruksi peristiwa dan menyampaikannya
kepada khalayak pembaca. 3.
Konstruksi makna cenderung bersifat simbolis, laten dan pervasif. 4.
Teks berita mengandung sejumlah perangkat retoris yang akan berinteraksi dengan memori khalayak dalam proses konstruksi makna.
5. Tujuannya menangkap bentuk konstruksi media terhadap realitas yang
disajikan sebagai berita. 6.
Kajiannya mengkaji masalah sintaksis, semantik, skrip, tematik, retoris, skema, detail, nominalisasi antarkalimat, kata ganti leksikon, grafis,
metafor, pengandaian, dsb. Menurut Imawan dalam Sobur, 2004 : 162 pada dasarnya framing adalah
pendekatan untuk melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas. Untuk melihat bagaimana cara media memaknai, memahami dan membingkai kasus atau
peristiwa yang diberitakan. Sebab media bukanlah cerminan realitas yang memberitakan apa adanya. Namun, media mengkonstruksi realitas sedemikian
rupa, ada fakta-fakta yang diangkat ke permukaan, ada kelompok-kelompok yang diangkat dan dijatuhkan, ada berita yang dianggap penting dan tidak penting.
Karenanya berita menjadi manipulatif dan bertujuan untuk mendominasi keberadaan subek sebagai sesuatu yang legitimate, objektif, alamiah, wajar, atau
tak terelakkan. Analisis framing termasuk ke dalam paradigma konstruksionis.Paradigma
ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya Eriyanto, 2002: 13.
Membuat frame adalah menyeleksi beberapa aspek dari suatu pemahaman atas realitas dan membuatnya lebih menonjol dalam suatu teks yang
dikomunikasikan sedemikian rupa hingga mempromosikan sebuah definisi permasalahan yang khusus, interpretasi kausal, evaluasi moral dan
merekomendasi penanganannya Entman, 1993: 52.
Universitas Sumatera Utara
Framing secara esensial, menurut Robert M Entman meliputi penyeleksian dan penonjolan. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi frame
adalah mendefinisikan masalah, mendiagnosis penyebab, memberikan penilaian moral dan menawarkan penyelesaian masalah dengan tujuan memberi penekanan
tertentu terhadap apa yang diwacanakan. Definisi lain tentang framing dikemukakan oleh Gamson dan Modgliani.
Mereka berpendapat bahwa frame adalah cara bercerita yang menghadirkan konstruksi makna atas peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu
wacana Gamson dan Modgliani, 1989: 3. Gamson mengandaikan wacana media terdiri dari sejumlah package interpretif yang mengandung konstruksi makna
tentang objek wacana. Package adalah gugusan ide-ide yang memberi petunjuk mengenai isu apa
yang dibicarakan dan peristiwa mana yang relevan dengan wacana yang terbentuk. Package adalah semacam skema atau struktur pemahaman yang
digunakan individu untuk memaknai pesan yang disampaikan serta untuk menafsirkan pesan yang ia terima Eriyanto, 2002: 224
Package tersebut dibayangkan sebagai struktur data yang mengorganisir sejumlah informasi sehingga dapat mengindikasikan posisi atau kecenderungan
politik dan yang membantu komunikator untuk menjelaskan makna-makna di balik isu atau peristiwa yang sedang dibicarakan. Keberadaan package dalam
suatu wacana berita ditunjukkan oleh keberadaan ide yang didukung oleh perangkat wacana seperti metaphor, deciption, catchphrase, exemplars, danvisual
image. Semuanya mengarah pada ide atau pandangan tertentu, masing-masing kelompok berusaha menarik dukungan publik.Dengan mempertajam kemasan,
package tertentu dari sebuah isu politik, mereka dapat mengklaim bahwa opini publik yang berkembang mendukung kepentingan mereka, atau sesuai dengan
kebenaran versi mereka. Pan dan Kosicki 1991: 5-7 menyatakan framing dapat dipelajari sebagai
suatu strategi untuk memproses dan mengkonstruksi wacana berita atau sebagai karakteristik wacana itu sendiri.Proses framing berkaitan erat dengan rutinitas dan
konvensi profasional jurnalistik.Proses framing tidak dapat dipisahkan dari strategi pengolahan dan penyajian informasi dalam presentasi media. Dengan kata
Universitas Sumatera Utara
lain, proses framing merupakan bagian integral dari proses redaksional media massa. Dominasi sebuah frame dalam wacana berita bagaimanapun berkaitan
dengan proses produksi berita yang melibatkan unsure-unsur seperti reporter, redaktur dan lain-lain.
Seperti yang dijelaskan pula oleh Gamson, pekerja media menuangkan gagasannya, menggunakan gaya bahasanya sendiri serta memfrase dan mengutip
sember berita tertentu. Disaat yang sama, mereka membuat retorika-retorika yang menyiratkan keberpihakan dan kecenderungan tertentu Gamson dan Modigliani,
1989: 3. Berdasarkan hal tersebut, framing yang berbeda akan menghasilkan berita yang berbeda pula apabila wartawan memiliki frame yang berbeda dalam
memandang suatu peristiwa dan menuliskannya dalam sebuah berita atau artikel. Berdasarkan konsepnya, Gamson mendefinisikan framing dalam dua
pendekatan yaitu, 1.
Pendekatan kultural dalam level kultural, frame pertama-tama dapat dimaknai sebagai batasan-batasan wacana serta elemen-elemen konstitutif
yang tersebar dalam konstruksi wacana. 2.
Pendekatan psikologis dalam level individual, individu selalu bertindak atau mengambil keputusan secara sadar, rasional, dan intensional. Individu
selalu menyertakan pengalaman hidup, wawasan sosial, dan kecenderungan psikologisnya dalam menginterpretasi pesan yang ia
terima. Pan dan Kosicki mengklasifikasikan perangkat framing ke dalam empat
kategori yaitu struktur, sintaksis, struktur skrip, struktur tematik dan struktur retoris.
Struktur sintaksis mengacu pada pola penyusunan kata atau frase menjadi kalimat.Ini ditandai dengan struktur piramida terbalik dan pemilihan
narasumber.Keberadaan struktur sintaksis dalam sebuah berita mengiring khalayak kepada sebuah perspektif tertentu dalam memandang sebuah peristiwa.
Struktur skrip mengacu pada tahapan-tahapan kegiatan dan komponen dari sebuah peristiwa.Secara umum, teks berita terdiri dari 5W dan 1H what, who,
where, when, dan how.Kehadiran struktur skrip dalam sebuah berita bisa memberi kesan bahwa berita tersebut unit yang relatif independen, karena
Universitas Sumatera Utara
menyajikan informasi yang lengkap dari sebuah peristiwa, mulai dari awal, klimaks, karakter dan emosi manusia.
Struktur tematik adalah susunan hierarki dengan sebuah tema sebagai inti yang menghubungkan sejumlah subtema, yang pada gilirannya dihubungkan
dengan elemen-elemen pendukung.Struktur tematik ini terdiri dari ringksan dan bagian utama.Ringkasan biasanya dipresentasikan melalui headline, lead, atau
kesimpulan.Sedangkan bagian utama merupakan tempat di mana bukti-bukti pendukung disajikan, baik berupa peristiwa itu sendiri, latar belakang informasi
atau kutipan-kutipan. Struktur retoris menggambarkan pilihan gaya yang dibuat oleh jurnalis
sehubungan dengan efek yang mereka harapkan dari sebuah peristiwa terhadap khalayak. Mereka menggunakan perangkat framing untuk menggambarkan
observasi dan interpretasi mereka sebagai seuah fakta atau untuk meningkatkan efektivitas sebuah berita.
Framing media sedikit banyak akan memengaruhi penilaian khalayak terhadap sebuah realitas. Di samping itu, proses framing dapat menghasilkan
gambaran tentang suatu realitas yang berbeda dengan kondisi objektifnya. Hal ini dikarenakan pihak-pihak yang berkompetensi di media dengan frame masing-
masing selalu berusaha memenangkan wacana yang dianggap benar menurut versinya masing-masing.
Melaui framing pula kita dapat mengetahui proses atau mekanisme mengenai bagaimana berita membangun, mempertahankan, memproduksi,
mengubah, dan meruntuhkan ideologi.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan paradigma konstruktivis sebagai cara pandang dalam media meneliti. Sedangkan metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode analisis framing, yaitu metode analisis yang melihat wacana sebagai konstruksi realitas sosial. Penelitian ini dikelompokkan dalam
kategori penelitian konstruktivisme karena sesuai dengan dimensi ontologis, epistemologis, dan metodologis dari paradigma konstruktivis itu sendiri.
Secara ontologis, paradigma konstruktivis bersifat relativis.Realitas dapat dipahami sebagai bentuk konstruksi mental yang diperoleh secara alami melalui
kehidupan sosial atau pengalaman dan sering kali dipertukarkan di antara sejumlah individu.
Secara epistemologis, paradigma konstruktivis bersifat transaksional dan subjektivis.Peneliti dan objek penelitian diasumsikan terhubung secara interaktif
sehingga temuan dari penelitian tersebut tercipta seiring berlangsungnya penelitian.
Sedangkan secara metodologis, paradigma konstruktivis bersifat hermeneutical dan dialectical.Variabel dan sifat personal dari konstruksi sosial
menyebabkan konstruksi individual hanya diperoleh melalui interaksi antara peneliti dan responden.
Analisis framing
dapat menggunakan pendekatan paradigma konstruktivisme yang melihat representasi media baik berita maupun artikel yang
terdiri atas package-packageinterpretif yang mengandung konstruksi makna tertentu.Dalam pandangan konstruktivis, media dipandang sebagai wujud dari
pertarungan ideologi antara kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ini, media bukan sarana yang netral yang menampilkan kekuatan dari
kelompok dalam masyarakat secara apa adanya, tetapi kelompok dan ideology yang dominan itulah yang akan tampil dalam pemberitaan.
Bogdan dan Taylor 1997 mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
Universitas Sumatera Utara
atau lisan dari pelaku yang dapat diamati.Sedangkan Kirk dan Miller 1986 mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut
dalam bahasa dan peristilahannya Moleong, 2000: 3. Penelitian kualitatif memiliki beberapa karakteristik, antara lain:
1. Penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar alamiah atau pada
konteks dari suatu keutuhan entity 2.
Menggunakan metode kualitatif 3.
Menggunakan analisis data secara induktif 4.
Menggunakan teori dari dasar grounded theory, penyusunan teori berasal dari data yang ada karena tidak ada teori apriori yang dapat mencakup
kenyataan ganda yang mungkin akan dihadapi. 5.
Lebih banyak mementingkan segi proses daripada hasil karena hubungan bagian-bagian yang diteliti akan jauh lebih jelas bila diamati dalam proses
6. Penelitian kualitatif mendefinisikan validitas, rebilitas dan objektivitas
dalam versi lain dibanding yang lazim digunakan pada penelitian klasik 7.
Penyusunan desain yang secara terus menerus disesuaikan dengan kenyataan lapangan.
III.2 Objek Penelitian
Menurut definisi Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam jaringan, objek adalah hal, perkara, atau orang yang menjadi pokok pembicaraan serta dijadikan
sasaran untuk diteliti, diperhatikan.Sasaran penelitian tak tergantung pada judul dan topik penelitian, tetapi secara kongkret tergambarkan dalam fokus
permasalahan dalam penelitian Bugin, 2008: 76. Pada penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah kumpulan
naskah berita yang terbit di surat kabar PandjiRa’jat selama Revolusi Sosial Sumatera Timur berlangsung, yaitu Maret 1946 sampai PandjiRa’jat tutup usia
pada Desember 1948, khususnya yang berkaitan dengan peristiwa Revolusi Sosial Sumatera Timur yang menjadi sejarah penting bagi masyarakat Melayu.
Universitas Sumatera Utara
III.3 Subjek Penelitian
Riset kualitatif tidak bertujuan untuk membuat generalisasi hasil riset.Hasil riset lebih bersifat kontekstual dan kasuistik yang berlaku pada waktu
dan tempat tertentu sewaktu penelitian dilakukan.Karena itu, pada riset kualitatif tidak mengenal istilah sampel.
Sampel pada riset kualitatif disebut subjek penelitian atau informan, yaitu orang-orang yang dipilih untuk diwawancarai atau diobservasi sesuai tujuan
riset.Disebut subjek riset bukan objek karena informan dianggap aktif mengkonstruksi realitas, bukan sekadar objek yang hanya mengisi kuesioner
Kriyantono, 2006: 161. Dalam penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian adalah surat kabar
PandjiRa’jat.
III.3.1 Pandji Ra’jat
PandjiRa’jat adalah suratkabar yang terbit pertama kali pada 15 November 1945. Awalnya,suratkabar yang terletak di Jalan Gambir No. 9, Jakarta, ini terbit
sekali dalam sepekan, yakni hari Kamis. Namun sejak 18 Juni 1946, suratkabar ini terbit dua kali dalam seminggu yaitu hari Selasa dan Jumat.Pandji Ra’jat terbit
dengan empat halaman dan beberapa rubrik dalam dan luar negeri. Pada edisi 15 November 1946, bertepatan dengan hari ulang tahunnya
yang pertama, Pandji Ra’jat menyisihkan satu halaman untuk menceritakan perjuangannya untuk tetap bertahan sebagai media yang menjalankan fungsi
jurnalistik dengan baik: Pada awalnya, Pandji Ra’jat terbit dengan 1000 eksemplar dan hanya dapat mensirklasikannya di lingkungan masyarakat yang
kecil. Tapi seiring berjalannya waktu jumlahnya bertambah karena ketetapan hati semua karyawan serta perhatian dan minat para pembaca sehingga Pandji Ra’jat
dapat menerbitkan sebanyak 20.000 eksemplar dan tersebar di seluruh Indonesia di tempat yang dapat dikunjungi, serta di Malaya, Siam, Indo Cina, Australia,
Arabia, serta ke Negeri Belanda.
III.4 Kerangka Analisis
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini menggunakan analisis framing dengan model analisis milik Gamson dan Modigliani. Analisis framing yang dikembangkan Gamson dan
Modigliani memahami media sebagai satu gagasan interpretasi interpretative package saat mengkonstruksi dan memberi makna pada suatu isu.Model ini
didasarkan pada pendekatan konstruksionis yang melihat representasi media seperti berita dan artikel terdiri atas interpretative package yang mengandung
konstruksi makna tertentu. Di dalam package ini terdapat dua struktur yaitu Core Frame dan Condensing Symbols. Berikut adalah model analisis framing Gamson
dan Modigliani:
Gambar 5 Analisis Framing Model Gamson dan Modigliani
Sumber: Sobur, 2001: 177
Dalam buku Alex Sobur berjudul Analisis Teks Media Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing 2001 dijelaskan bahwa core
frame gagasan sentral pada dasarnya berisi elemen-elemen inti untuk
CONDENSINGSYMBOL FRAMING DEVICES
REASONING DEVICES
1. Metaphors
2. Exemplars
3. Catchphrases
4. Depiction
5. Visual Image
1. Roots
2. Appeal to Principle
3. Consequence
MEDIA PACKAGE
CORE FRAME
Universitas Sumatera Utara
memberikan pengertian yang relevan terhadap peristiwa dan mengarahkan makna isu yang dibangun condensing symbol simbol yang dimampatkan.
Condensingsymboladalah hasil pencermatan terhadap interaksi perangkat simbolik framing device dan reasoning devices sebagai dasar digunakannya
perspektif simbol dalam wacana terlihat transparan apabila dalam dirinya terdapat perangkat bermakna yang mampu berperan sebagai panduan untuk
menggantikannya sebagai panduan untuk menggantikannya sesuatu yang lain. Struktur framing mencakup metaphors, exemplars, catchphrases,
depiction dan visual images.Struktur ini menekankan aspek bagaimana melihat suatu isu.Metaphors diartikan sebagai cara memindahkan makna dengan
menghubungkan dua fakta melalui analog atau memakai kiasan dengan menggunakan kata-kata seperti ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana.
Exemplars mengemas fakta tertentu secara mendalam agar satu sisi memiliki bobot makna lebih untuk dijadikan acuan.Posisinya menjadi pelengkap
bingkai inti dalam kesatuan berita untuk membenarkan perspektif. Chachphrases Bentukan kata, atau frase khas cerminan fakta yang
merujuk pemikiran atau semangat tertentu. Dalam teks berita, catchphrases mewujud dalam bentuk jargon, slogan, atau semboyan.
Depiction Penggambaran fakta dengan memakai istilah, kata, kalimat konotatif agar khalayak terarah ke citra tertentu. Asumsinya, pemakaian kata
khusus diniatkan untuk membangkitkan prasangka, menyesatkan pikiran dan tindakan, serta efektif sebagai bentuk aksi politik. Depictions dapat berbentuk
stigmatisasi, eufemisme, serta akronimisasi. VisualImages adalah pemakaian foto, diagram, grafis, tabel, kartun, dan
sejenisnya untuk menekspresikan kesan, misalnya perhatian atau penolakan, dibesarkan-dikecilkan, ditebalkan atau dimiringkan, serta pemakaian warna.Visual
images bersifat sangat natural, sangat mewakili realitas yang membuat erat muatan ideologi pesan dengan khalayak.
Struktur reasoning devices menekankan aspek pembenaran terhadap cara melihat isu yakni dengan roots analisis kausal dan appeal to principle klaim
moral. Roots adalah pembenaran isu dengan menghubungkan suatu objek atau lebih yang dianggap menjadi sebab timbulnya atau terjadinya hal yang lain.
Universitas Sumatera Utara
Tujuannya adalah membenarkan penyimpulan fakta berdasarkan hubungan sebab- akibat yang digambarkan.
Appeal to principle adalah pemikiran prinsip yang digunakan sebagai argumentasi pembenaran membangun berita berupa pepatah, cerita rakyat atau
mitos. Tujuannya adalah membuat khalayak tak berdaya menyanggah argumentasi.Fokusnya, memanipulasi emosi agar mengarah ke sifat, waktu,
tempat, cara tertentu, serta membuatnya tertutupkeras dari bentuk penalaran lain.Sementara consequences adalah efek atau konsekuensi yang didapat dari
bingkai.
III.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Studi Kepustakaan Library Research Yaitu dengan cara mengumpulkan semua data yang berasal dari literatur
serta bahan bacaan yang relevan dengan penelitian ini. Dalam hal ini penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara membaca buku-buku,
literatur serta tulisan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. Taman Baca Masyarakat Luckman Sinar yang terletak di Jalan Abdullah Lubis
adalah salah satu tempat yang menyediakan banyak bahan bacaan mengenai sejarah Sumatera Utara, khususnya Melayu.
2. Studi Dokumen Document Research
Yaitu mengumpulkan data berupa berita-berita mengenai rakyat Melayu saat Revolusi Sosial di Sumatera Timur. Studi dokumen akan menghasilkan
beberapa teks tentang rakyat Melayu saat Revolusi Sosial di Sumatera Timur sejak Maret 1946 sampai Desember 1948.
3. Keabsahan Data
Untuk Keabsahan data, maka semua berita yang menjadi objek penelitian ini akan dilampirkan.
III.6 Teknik Analisis Data
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini akan memusatkan pada penelitian kualitatif dengan perangkat metode analisis isi kualitatif menggunakan analisis framing dengan
memilih Gamson dan Modigliani sebagai pisau analisis. Analisis framing yang dikembangkan Gamson dan Modigliani memahami
media sebagai satu gagasan interpretasi interpretative package saat mengkonstruksi dan memberi makna pada isu.Model ini didasarkan pada
pendekatan konstruksionis yang melihat representasi media seperti berita dan artikel terdiri atas interpretative package yang mengandung konstruksi makna
tertentu. Di dalam package ini terdapat dua struktur yaitu Core Frame dan Condensing Symbols.
Core framegagasan sentral pada dasarnya berisi elemen-elemen inti untuk memberikan pengertian yang relevan terhadap peristiwa dan mengarahkan
makna isu yang dibangun condensing symbol. Condensing symbol simbol yang dimampatkan adalah hasil pencermatan terhadap interaksi perangkat simbolik
framing device dan reasoning devices sebagai dasar digunakan perspektif simbol dalam wacana terlihat wacana transparan apabila dalam dirinya terdapat perangkat
bermakna yang mampu berperan sebagai panduan untuk menggantikannya sesuatu yang lain.
Untuk itu, penulis nantinya akan melampirkan seluruh berita yang berkaitan dengan Melayu saat terjadinya Revolusi Sosial di Sumatera Timur yang
kemudian dianalisis satu persatu dengan menggunakan perangkat framing Gamson dan Modigliani kemudian dibahas secara menyeluruh dan umum.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Teks terkait rakyat Melayu di Langkat saat Revolusi Sosial di Sumatera Timur yang dimuat oleh surat kabar Panyi Ra’jat akan dianalisis menggunakan
analisis framing dengan merujuk pada konsep Gamson dan Modigliani. Dalam konsep ini, frame dipandang sebagai cara bercerita story line yang tersusun
sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna dari peristiwa yang berkaitan dengan suatu wacana.
Dalam rentang waktu dari tahun 1945 sampai 1948, penulis menemukan tiga teks yang berkaitan dengan Revolusi Sosial Sumatera Timur, masing-masing
terbit pada 25 Juni 1946, 2 September 1947, dan 22 agustus 1947. Ketiga teks merupakan laporan panyang.
Mula-mula teks dipilih untuk melihat framing devices atau perangkat framing mengetahui methapors, catchphrases, exemplar, depiction, dan visual
image dan reasoning devices atau perangkat penalaran mengetahui roots, appeals to principle, consequences. Selanyutnya teks akan dideskripsikan dengan
merujuk pada bingkai yang dibawanya.
Universitas Sumatera Utara
IV.1 Analisis Teks 1