Analisis Teks 1 Konstruksi Melayu saat Revolusi Sosial Sumatera Timur diKesultananLangkat dalam Surat Kabar(Analisis Framing tentang KonstruksiMelayu saat Revolusi SosialSumateraTimur di Kesultanan Langkat dalam SuratKabar PandjiRa’jat)

IV.1 Analisis Teks 1

Judul : Evolusi dan Revolusi dalam Praktijk Terbit : Selasa, 25 Juni 1946, halaman 2 Media : Pandji Ra’jat Analisis : Framing Devices: Metaphors Dalam berita ini, tulisan dibuka dengan definisi evolusi dan revolusi sebagai perbandingan dari suatu perubahan sosial, metaphors-nya sendiri terletak pada kalimat ke dua.Metaphors diartikan sebagai cara memindahkan makna dengan menghubungkan dua fakta melalui analog atau memakai kiasan dengan menggunakan kata-kata seperti ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana. Kalau aliran evolutie, selamanja menoentoet perobahan dengan djalan damai dan perlahan, tetapi adalah aliran revolutie meminta perobahan dengan tepat dan segera, bahkan djika peerloe dengan darah dan djiwa. Penulis menjadikan kata ‘kalau’ sebagai penjelas dari dampak evolusi sebelum kemudian menjelaskan dampak dari revolusi.Di sini penulis mengatakan bahwa revolusi menginginkan perubahan suatu daerah secara cepat, bahkan bila perlu dengan melakukan kekerasan. Catchphrases Catsphrasesmerupakan bentukan kata, atau frase khas cerminan fakta yang merujuk pemikiran atau semangat tertentu.Jika dalam teks berita, catchphrases mewujud dalam bentuk jargon, slogan, atau semboyan.Penulis memaparkan pada paragraf ke empat. Bangsa Indonesia, adalah bangsa Timoer, bangsa jang lebih menghargakan alam kebatinan, alam djiwa; ja’ni alam jang berbeda dari pada alam lahir dan fikiran semata-mata. Universitas Sumatera Utara Pada paragraf tersebut penulis ingin mengatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu bangsa Timur yang tidak cocok menerapkan sistem revolusi.Rakyat Indonesia dianggap lebih humanis, tidak mementingkan akal saja, melainkan juga hati.Seperti itulah Indonesia yang ingin disampaikan penulis. Exemplar Karena berita ini lebih banyak berisi mengenai pandangan penulis terhadap fakta, maka hanya ditemukan satu exemplar.Exemplar diartikan sebagai mengemas fakta tertentu secara mendalam agar satu sisi memiliki bobot makna lebih untuk dijadikan acuan.Posisinya menjadi pelengkap bingkai inti dalam kesatuan berita untuk membenarkan perspektif. Apa jang kedjadian-kedjadian pada keradjaan-keradjaan Solo, Medan, Serdang, Langkat dan lain-lain: banjak diantara radja-radjanja jang didjatoehkan dan diboenoeh, banjak orang mengira bahwa hal itoe adalah hasil- hasil revolutie ra’jat. Kalimat tersebut menjadi sebuah pembenaran oleh penulis terhadap peristiwa revolusi sosial yang terjadi di Indonesia. Penulis mengatakan bahwa banyak orang yang mengira bahwa pembunuhan terhadap raja-raja terjadi karena revolusi rakyat.Jika disimak lebih dalam, penulis ingin menyampaikan bahwa yang terjadi adalah revolusi atas keinginan pemerintah Republik, bukan rakyat.Hal tersebut dijelaskan pada kalimat selanjutnya. Dengan tidak mengetjilkan arti propaganda itoe, kita jakin bahwa kedjadian-kedjadian atas paksaan kepada radja-radja dan dilepasnja mereka itoe dari djabatannja, ra’jat banjak tentoe tidak mengetahoei sebab jang sebenarnja dan sama sekali mereka tentoe tidak akan mengira bahwa itoe hasil dari revolutie sosial jang tidak tidak dikenalnja itoe. Depiction Depictionmerupakan penggambaran fakta dengan memakai istilah, kata, kalimat konotatif agar khalayak terarah ke citra tertentu. Asumsinya, pemakaian kata khusus diniatkan untuk membangkitkan prasangka, menyesatkan pikiran dan tindakan, serta efektif sebagai bentuk aksi politik. Dalam berita, penulis menggunakan beberapa istilah; Universitas Sumatera Utara Bangsa Timur, ialah bangsa yang melahirkan Nabi-nabi dan Achli-achli filsafat kebatinan yang selamanya menuntut ketenteraman alam maja yang lahir, sehingga cocok dengan tuntutan jiwa batinnya yang tenang dan aman itu. Kiasan ‘nabi-nabi dan ahli-ahli filsafat kebatinan’ dalam kalimat ini digunakan penulis untuk menunjukkan bahwa bukan cara rakyat Indonesia melakukan perubahan dengan cara kekerasan seperti revolusi sosial. Nabi dan ahli filsafat kebatinan yang dimaksud bisa berupa ‘orang suci’. Visual Image Visual Image adalah pemakaian foto, diagram, grafis, tabel, kartun, dan sejenisnya untuk menekspresikan kesan, misalnya perhatian atau penolakan, dibesarkan-dikecilkan, ditebalkan atau dimiringkan, serta pemakaian warna.Visual images bersifat sangat natural, sangat mewakili realitas yang membuat erat muatan ideologi pesan dengan khalayak. Pada berita ini visual imagetidak ditemukan. Reasoning Devices: Roots Roots adalah pembenaran isu dengan menghubungkan suatu objek atau lebih yang dianggap menjadi sebab timbulnya atau terjadinya hal yang lain. Tujuannya adalah membenarkan penyimpulan fakta berdasarkan hubungan sebab- akibat yang digambarkan. Pada berita ini terdapat beberapa roots yang menjadi aspek pembenaran terhadap isu. Gandhi tetap berpegang kepada djiwa dan semangat Timoernja, ja’ni dengan tidak membenarkan tjara perdjoeangannja dimasoeki oleh aliran kekerasan, tegasnja aliran revolutie jang bersifat kedjam, bersifat meroesak, jang njata-njata boekan watak dan djiwa Timoer asli. Kalimat ini dianggap menjadi penyebab Gandhi mendapat gelar Mahatma dari rakyatnya di seluruh dunia. Penulis ingin menyampaikan bahwa untuk mengubah sistem pemerintahan tidak perlu menggunakan cara kekerasan, bahkan dengan jelas penulis memaparkan bahwa revolusi itu bersifat kejam, merusak, dan bukan merupakan sifat bangsa Timur. Universitas Sumatera Utara Kalau memperhatikan tjintanja mereka kepada radja-radjanja diwaktoe dahoeloe, soenggoeh tidak dapat dibenarkan akan semoeanja itoe kehendak- kehendak hati ra’jat banjak sendiri. Kalimat tersebut ingin menyalahkan pendapat mengenai revolusi sosial yang dianggap terjadi atas keinginan rakyat sendiri, itulah sebabnya penulis menggunakan kata ‘sungguh tidak dapat dibenarkan’ sebagai pendapat lain tentang penyebab revolusi sosial yang terjadi. Radja-radja dan tanah keradjaan tidak perloe dihapoeskan, djika sosoenan democratie jang toelen dapat didjalankan.Penoempahan darah jang tidak bergoena dapat disingkirkan, begitupoen ketetapan radja-radja dalam djabatannja dapatlah diteroeskan, djika tjara menoentoet peroebahan dapat didjalankan dengan evolutie, menoeroet kodtratnja alam. Pada kalimat tersebut penulis berusaha memberi pemahaman bahwa sistem kerajaan tidak perlu dihapuskan jika sistem demokrasi dijalankan dengan benar, artinya para raja tetap menjalin hubungan kerja sama dengan pemerintah Republik`dalam menjalankan sistem pemerintahan. Jika akan melakukan perubahan pun, evolusi adalah caranya, seperti itulah yang diterangkan penulis. Hal tersebut juga dijelaskan di kalimat selanjutnya: Hanya aliran evolusi yang bersifat aman dan damai, itulah yang menyadi jiwa asli ra’jat Indonesia. Kalimat tersebut disampaikan penulis untuk meyakinkan pembaca bahwa evolusi merupakan proses perubahan yang damai, tidak sepert revolisi yang dapat menimbulkan konflik, dan dianggap bukan tradisi masyarakat Indonesia. Appeals to Principle Appeals to Principle adalah pemikiran prinsip yang digunakan sebagai argumentasi pembenaran membangun berita berupa pepatah, cerita rakyat atau mitos.Tujuannya adalah membuat khalayak tak berdaya menyanggah argumentasi.Fokusnya, memanipulasi emosi agar mengarah ke sifat, waktu, tempat, cara tertentu, serta membuatnya tertutupkeras dari bentuk penalaran lain. Ada beberapa kalimat yang dianggap sebagai Appeals to Principleoleh penulis, diantaranya; Tengoklah kepada tindakan Gandhi di India. Ia membawa pergerakan India, membimbing perdjuangan ra’jatnja, oentoek menoentoet kemerdekaan Universitas Sumatera Utara noesa dan bangsanja: tetapi dalam toentoetannja itoe, Gandhi tetap berpegang kepada djiwa dan semangat Timoernja Dalam konteks ini, penulis menjadikan cerita Gandhi sebagai contoh perjuangan yang dianggap ‘murni’ tanpa menggunakan kekerasan, penulis mencoba membawa emosi pembaca mengarah pada sifat dengan menggunakan kalimat ‘Gandhi tetap berpegang kepada jiwa dan semangat Timurnya’. Bangsa Indonesia, adalah bangsa Timoer, bangsa jang lebih menghargakan alam kebatinan, alam djiwa; ja’ni alam jang berbeda dari pada alam lahir dan fikiran semata-mata Kalimat tersebut juga merupakan ‘cerita’ yang dibangun penulis untuk menjelaskan budaya Indonesia sebagai bangsa Timur. Indonesia yang dijelaskan adalah negara yang memiliki perasaan, tidak mementingkan akal semata. Alam evolutie jang menoentoet peroebahan dengan tjara pelan dan tenteram, tetapi djitoe dan tepat, itoelah roepa-roepanja jang lebih-lebih mentjotjoki djiwa ra’jat Indonesia tegasnja dan bangsa-bangsa Timoer oemoemnja.Apa jang datang dari Barat, tidak selamanja dapat ditjetakkan kepada bangsa-bangsa Timoer, didalamnja termasoek bangsa Indonesia. Penulis menjelaskan bahwa tidak seharusnya Indonesia melakukan revolusi sosial yang dianggap bukan merupakan cara orang Indonesia dalam melakukan perubahan. Pengulangan-pengulangan kalimat seperti ini seolah penulis ingin mengatakan bahwa peristiwa tersebut tak lain adalah hasil campur tangan bangsa lain, pun tak ada disebutkan secara pasti. Hal terseut tergambar setelah pemaparan berikut; Djiwa revolutie, djiwa jang bersifat kedjam dan keras, boekanlah djiwa jang toemboeh dalam kalangan bangsa Indoenesia, tetapi djiwa import jang dipaksa-paksakan dari loear. Hanja aliran evolutie jang bersifat aman dan damai, itoelah jang mendjadi djiwa asli ra’jat Indonesia. Consequence Soeatoe bangsa jang keliroe dalam tjara memilih sesoeatu jang ta’mentjotjoki djiwa bangsanja itoe, sebagai akibat jang menjedihkan dapatlah semoeanja kita menjaksikan pada penoetoep perang doenia jang kedoea ini.Bangsa ini mendjadi ambroek dan hilang kehormatannja dimata doenia. Consequence adalah efek atau konsekuensi yang didapat dari bingkai.Pada kalimat di atas penulis mengumpamakan Jepang sebagai bangsa Timur yang mengikuti budaya Barat, saat dijatuhkannya bom di Hiroshima dan Nagasaki Universitas Sumatera Utara menjadi akibat dari perbuatan Jepang yang mengikuti budaya Barat.Itulah yang dijadikan contoh oleh penulis ketika Indonesia ingin mengikuti budaya Barat. Teks 2 Judul : Akibat Revolusi Sosial di Sumatera Timur, 34 orangfamilie Sultanaat Langkat Dibunuh Terbit : Selasa, 2 September 1947, halaman 2 Media : Pandji Ra’jat Analisis : Framing Devices: Metaphors Allah Mahakoeasa kedjaliman tidak akan selamanja dapat berlakoe, soedah tentoe datang masanja keadilan dan kebenaran akan menjoesoel, seperti malam goelita, tetapi apa bila fadjar soedah datang tidak ada kekoeasaan manoesia boeat menahan tjahaya jang akan keloear. Kalimat ini ditulis setelah penulis memaparkan kronologis revolusi sosial di Sumatera Timur.Kata ‘seperti’ di atas mengumpamakan kebenaran peristiwa revolusi sosial yang dianggap ditutupi dari masyarakat. Makna yang didapat dari kalimat tersebut adalah; Kebenaran tidak selamanya dapat ditutupi, ada masanya seluruh masyarakat mengetahui kejadian yang sebenarnya, yang mana rakyat Melayu menjadi korban tindak kekerasan oleh pihak lain di luar Kesultanan. Catchphrases La Joehairoebikawin, hatta jochai jiroe mabiamfoesihim, artinja tidak beroebah nasib soeatoe kaoem, apabila mereka tidak maoe bergerak. Kalimat tersebut ditulis pada akhir tulisan, diawali dengan bahasa arab dan diteruskan dengan terjemahannya. Dari hasil analisis peneliti, kalimat tersebut dipilih untuk mengajak rakyat Melayu agar dapat bersatu agar dapat mencapai apa yang dicitakan, pun tidak disebutkan secara transparan apa yang dicitakan. Apakah kembali membangun Kesultanan, atau bersatu dengan Republik. Exemplar Universitas Sumatera Utara Pada hari 4, boelan 10, tahoen 1945 dikota Medan dengan resmi bendera merah-poetih dinaikkan dikota-kota jang lain pada tanggal 17 boelan 10, tahoen 1945. Moelai dari waktoe itu kekoeasaan GunseribuDjepang diserahkan ataupoen diambil dengan kekerasan oleh Repoeblik. Paragraf tersebut merupakan fakta pertama yang dipaparkan penulis.Pengibaran bendera di Sumatera Timur tidak bersamaan dengan saat proklamasi kemerdekaan di Jakarta, karena informasi kemerdekaan Indonesia baru sampai ke Sumatera Timur beberapa saat kemudian. Semoea Radja-radja di ST mengirimkan kawat ataupoen soerat dengan perantaraan Goebernoer Hassan boeat disampaikan pada Presiden Soekarno mengatakan bersedia bekerdja sama dengan Repoeblik mengingat akan oendang- oendang dasar dari NRI. Penulis mengatakan bahwa para raja di Sumatera Timur mengirimkan surat melalui Gubernur Hasan kepada Presiden Sukarno yang berisikan pernyataan bahwa para raja bersedia bekerja sama dengan Republik. Informasi tersebut disampaikan penulis untuk menyampaikan tindakan ril rakyat Melayu dalam mendukung Pemerintah dalam pencapaian kemerdekaannya. Pada boelan 2, tahoen 1946, Radja-radja dan Komite Nasional Poesat ST mengadakan pertemoean dengan dihadiri oleh semoea pembesar Repoeblik dikota Medan, didalam pertemoean itoe telah dipoetoeskan daerah ST akan dibentoek setjara demokrasi, pada boelan 5, tahoen 1946, kalau dapat pemerintah setjara baroe ini soedah dapat didjalankan. Jah, dengan tidak disangka-sangka pada 5 maret 1946 semoepakatlah ketoea komite nasional toean Mr. Luat Siregar telah diadakan revolusi sosial daerah ST jang tidak sedikit membawa korban. Pada dua paragraf di atas penulis tidak menuliskan hasil dari pertemuan yang berlangsung di Medan tersebut, apakah Sumatera Timur mau menerapkan sistem demokrasi atau tidak.Tapi pada 5 Maret 1945, penulis mengatakan telah terjadi revolusi sosial yang mengakibatkan banyak korban berjatuhan.Jika diamati lebih lanjut, pasti ada sebab mengapa revolusi sosial terjadi.Itulah pentingnya penulis harus memaparkan hasil pertemuan tersebut, karena jika hasilnya adalah Sumatera Timur tidak mau menerapkan sistem demokrasi, wajar saja jika terjadi revolusi sosial. Tjara melakoekan RS ialah jang pertama memberhentikan Residen jang diangkat oleh Presiden Soekarno sendiri dengan Residen angkatan ra’jat toean M. Joenoes Nst dan memberhentikan semoea wakil-wakil Repoeblik didaerah Universitas Sumatera Utara keradjaan, sesoedah meminta pada semoea radja-radja boeat menjerahkan kekoeasaannja pada Komite Nasional. Penyebutan ‘Residen yang diangkat oleh Presiden Soekarno sendiri’ seolah membenarkan bahwa Presiden Soekarno pula yang menurunkan para raja beserta wakilnya dari kerajaan.Secara tidak langsung penulis ingin menyampaikan bahwa Pemerintah menurunkana para raja atas kehendak Presiden Soekarno yang selanjutnya meminta para raja menyerahkan kekuasaan pada Republik. Ta’ ada satoepoen dari Radja-radja di ST keberatan menjerahkan kekoeasaannja pada KN oleh karena jakin soedah tentoe hal ini nanti dapat diselesaikan dengan djalan jang lebih memoeaskan oleh pemerintah poesat di Djokja. Pemaparan di atas berupa ‘pembelaan’ yang dilakukan penulis untuk memperkuat bahwa para raja telah mengikuti keinginan Republik untuk menyerahkan kekuasaannya, pun pada akhirnya revolusi sosial tetap saja terjadi. Penjembelihan besar-besaran perampokan hak milik bangsa Indonesia, penangkapan2 jang ditaksir djoemlah di ST tidak koerang dari 7000 orang. Taksiran kasar oerang jang diboenoeh tidak koerang dari 200 orang di Langkat jang saja tahoe sadja 34 orang famili Sultanaat Langkat dan orang- orang besarnja terboenoeh. Penulis menjadikan kalimat ‘penyembelihan besar-besaraan dan perampokan’ sebagai gambaran umum revolusi sosial yang terjadi di Sumatera Timur. Penulis juga menyebutkan nominal manusia yang menjadi korban pada peristiwa tersebut, bahkan di Langkat sendiri penulis langsung menyebutkan ‘yang Saya tau saja 34 orang’, artinya masih banyak lagi yang menjadi korban kekerasan revolusi sosial di Langkat. Di Asahan semoea laki-laki dari famili sultan jang beroemoer 15 tahoen keatas dengan tidak memperhatikan apakah dia pegawai keradjaan ataupoen orang biasa, asal dia ada memakai gelaran Tengkoe dimoeka namanja, semoeanja diboenoeh. Di Laboehan batoe tidak ada satoe radja atau anak radja jang hidoep waktoe ini semoeanja telah didaulatkan oleh ra’jat. Deskripsi yang dibuat penulis sangat jelas bahwa seluruh rakyat Melayu yang berumur lebih dari 15 tahun menjadi korban revolusi sosial, tidak melihat apakah dia pegawai kerajaan ataupun tidak. Di sana penulis menggambarkan kekejaman pelaku terhadap rakyat Melayu, pun tak disebutkan siapa pelakunya. Universitas Sumatera Utara Ini beloem lagi tjoekoep, roepanja wakil Repoeblik jang diangkat oleh Presiden Soekarno pun diboenoeh banjaknya 5 orang menemoei adjalnja. Inilah gambaran RS di ST jang saja jakin selama ini beloem pernah diterangkan dimoeka karena selamanja disimpan-simpan oleh pembesar- pembesar Repoeblik di ST. Penulis kembali menyebutkan korban yang sebelumnya dipilih oleh Presiden Soekarno.Selanjutnya penulis memaparkan bahwa semua kekerasan yang menimpa rakyat Melayu merupakan sejarah yang ditutupi kebenarannya oleh Pemerintah, hal tersebut membuat penulis seolah menyalahkan Pemerintah di Sumatera Timur. …Perikemanoesiaan tidak ada lagi saja sesampai dimarkas teroes dibawa kesatoe tempat 40 Km dari tempat saja dengan tidak sempat hendak memberi kabar pada isteri dan anak saja kemana saja dibawa. Dari sana saja dibawa ke Berastagi waktoe itoe pada isteri dan keloearga saja jang tinggal dikatakan saja telah diboenoeh. Kalimat ‘perikemanusiaan tidak ada lagi’ dijadikan penulis sebagai bentuk kekesalannya terhadap perlakuan yang dilakukan pada para tawanan yang merupakan rakyat Melayu, salah satunya adalah tengku Mochtar Azis, saudara muda dari Sultan Langkat. Sesoedah 100 hari ditahan kami dipindahkan dari Berastagi ke Raja sampai tentara keradjaan pada satoe boelan 8, tahoen 1947 datang melepaskan kami dari tawanan. Penulis menyebutkan tentara kerajaan datang membebaskan para tawanan, peristiwa tersebut terjadi setelah para tawanan dipindahkan dari Berastagi ke Tanah Karo. Penyebutan tentara kerajaan sebagai orang yang membebaskan tanpa ada penyebutan pihak yang menawan, penulis seakan menjadikan tentara kerajaan sebagai ‘pahlawan’. Kira-kira pada boelan 8 tahoen 1946, wakil-wakil dari partai-partai jang menangkap kami datang dan berdjandji akan memeriksa kami semoeanja jang ditahan dengan selekas-lekasnja, kalau ada jang salah akan dihadapkan kemoeka hakim, kalau tidak bersalah akan dibebaskan dengan segera. Pada hl 10 th 1946, kami jang ditahan karena RS soedah diperiksa semoeanja kerna tidak ada toedoehan pada kami, tetapi saja merasa sangat heran kami beloem djoega dibebaskan. Pada achir boelan 12 th 1946 jdaksa tinggi Mr. Silitoengga datang ditempat kami ditahan dimoeka kami semoeanja dia menerangkan, Toean-toean tidak bersalah, tetapi saja tidak ada koeasa boeat melepaskan toean-toean, karena moelai dari hari 1 hl 1 th 1947 kekoeasaan pada orang jang ditahan Universitas Sumatera Utara boekan lagi hak saja boeat membebaskannja melainkan telah diserahkan pada Resident ST. Pada boelan 1 th 1947 Residen ST datang ke tempat kami dia memberi tahoekan hal saudara akan ditimbang lagi oleh satoe komisi nanti bila tidak ada bahaja boeat masjarakat baroe saudara-saudara dibebaskan. Tiga paragraf tersebut merupakan rentetan peristiwa yang dipaparkan penulis terkait peristiwa penawanan yang terjadi pada rakyat Melayu. Dalam tulisan dijelaskan bahwa para tawanan belum juga dibebaskan sementara mereka tidak terbukti bersalah, dan pada akhir paragraf ke tiga Residen Sumatera Timur datang untuk menjamin kebebasan para tawanan setelah tidak ada ancaman dari siapa pun. Artinya, persepsi yang ingin ditanamkan adalah; penahanan yang dilakukan semata-mata hanya untuk melindungi tawanan dari bahaya. Pada hal 5 th 1947, kami mendapat kabar Wakil Presiden Drs M Hatta akan datang ke Sumatra, atas moepakat kami jang ditahan berdjoemlah kira-kira 280 dikamp Raja laloe memboeat rekes pada Wakil President, pada salinan rekes itoe kami kirimkan djoega pada Goebernoer Sumatra, Hakim Tinggi Sumatra, Djaksa Tinggi Sumatra, Resident Sumatra Timoer Ketoea DPR Sumatra Timoer menerangkan hal kami jang ditahan dan kesoesahan keluarga kami jang tinggal diloear kamp dengan tidak mendapat bantoean dari pihak Repoeblik dan djoega mengingat Linggardjati soedah diteken. Pada akhir paragraf penulis berusaha memaparkan kondisi keluarga para tawanan yang berada di luar tahanan, mereka tidak menerima bantuan dari pihak Republik. Lagi-lagi penulis memberi penilaian subjektifnya bahwa seharusnya Republik memberi bantuan kepada keluarga para tawanan sementara tak disebutkan peraturan khusus bahwa keluarga korban akan mendapat bantuan selama para tawanan masih berada dalam tahanan. Selama kami didalam tahanan keloearga kami dioesir dari roemah tempat tinggalnja dengan alasan roemah itoe perloe boeat Negara, ini beloem lagi tjoekoep malah segala harta kami jang ada djoega diambil boeat keperloean Negara, sedang pada mereka tidak ada bantoean wang ataupoen barang Tjatoet. Paragraf tersebut berisi tulisan yang seolah sengaja dibuat untuk membuat suasana semakin ‘panas’. Penyebutan rumah yang ingin dipakai untuk kepentingan negara membuat posisi rakyat Melayu semakin terlihat tertindas, belum lagi dengan disebutkannya pengamilah harta mereka untuk kepentingan negara, sementara disebutkan juga bahwa mereka tidak menerima bantuan apapun dari negara. Universitas Sumatera Utara Selama kami anak ST didalam tahanan boleh dikatakan tidak ada anak ST jang dapat bekerdja djadi pegawai Repoeblik dengan alasan kami ditjoerigai. Pemaparan tentang mereka sebagai rakyat Melayu yang tidak dapat terlibat dalam pemerintahan Republik karena dicurigai membuat posisi Republik semakain berada di tempat yang salah. Depiction …mereboet koersi dan mentjari kekajaan diantara pemimpin gadoengan jang sangat banjak di ST. Diksi ‘pemimpin gadungan’ yang dipilih oleh penulis cenderung membuat pembaca terasa ambigu.Arti pemimpin gadungan adalah pemimpin yang bukan sebenarnya, namun tidak dijelaskan apakah yang dimaksud itu dari kerajaan atau dari Republik. Visual Image Visual Image adalah pemakaian foto, diagram, grafis, tabel, kartun, dan sejenisnya untuk menekspresikan kesan, misalnya perhatian atau penolakan, dibesarkan-dikecilkan, ditebalkan atau dimiringkan, serta pemakaian warna.Visual images bersifat sangat natural, sangat mewakili realitas yang membuat erat muatan ideologi pesan dengan khalayak. Pada berita ini visual imagetidak ditemukan. Reasoning Devices: Roots Selama didalam tahanan tidak sedikit hinaan jang diberikan pada kami, kami orang tahanan diberi gelar kambing, dari itoe kami tidak dapat bergaoel dengan manoesia biasa, boeat makan kami dilainkan, boeat mandi 1 minggoe 1 kali moesti dengan hewan. Gelar ‘kambing’ yang diberi pada tawanan menjadi penyebab mereka dipisahkan dari yang lainnya, juga tempat mandi yang disatukan dengan hewan selama sekali dalam seminggu. Dari itoe saja hendak bertanja pada pendengar-pendengar jang terhormat pada siapakah kami moesti mengotjapkan terimakasih? Soedah tentoe pada Tentara Keradjaan jang melepaskan kami dari tawanan. Universitas Sumatera Utara Tampak sedikit berlebihan jika penulis mengucapkan terimakasih pada tentara kerajaan, itu artinya mereka tawanan, Republik ‘penjahat’nya, dan tentra kerajaan adalah ‘pahlawan’. Dari itoe djanganlah pendengar-pendengar jang terhormat terkedjoet kalau sekarang di ST telah berdiri Partai Nasional ST meminta hak autonomi oleh karena mereka sekarang jakin dengan lepasnja daerah ST dari kekoeasaan de facto Repoeblik baroelah kami anak ST pertjaja dan jakin dasar-dasar Linggardjati akan dapat berdjalan dengan sempoernanja. Dalam paragraf tersebut, pembelaan terhadap rakyat Melayu dan kemauannya untuk meminta hak otonomi daerah sangat jelas. Penulis juga berusaha membenarkan bahwa dengan lepasnya Sumatera Timur dari Republik akan membuat hasil perundingan Linggarjadi berjalan dengan baik. Appeals to Principle Inilah gambaran RS di ST jang saja jakin selama ini beloem pernah diterangkan dimoeka karena selamanja disimpan-simpan oleh pembesar- pembesar Repoeblik di ST. Penulis menyampaikan argumentasinya dengan diksi yang jelas bahwa pemerintah Rebublik sengaja menyimpan fakta yang sebenarnya, fakta dimana revolusi sosial yang terjadi di Sumatera Timur, khususnya di Langkat bukan suatu pergerakan yang datang karena keinginan rakyat melainkan keinginan Republik di Sumatera Timur sendiri. Kami anak ST tidak membentji bangsa Indonesia tinggal didaerah ST jang kami toentoet ialah kami jang telah di revoloesikan oleh orang jang datang ke ST mendjadikan kami semoeanja bersatoe boeat mendjaga soepaja kami tidak kena revolusi sekali lagi. Ungkapan rakyat Melayu yang tidak membenci bangsa lain di Sumatera Timur dapat menimbulkan suatu anggapan bahwa sebelumnya rakyat Melayu sempat tidak menyukai rakyat non-Melayu tinggal di Sumatera Timur. Tidak ingin terjadi kembali revolusi sosial menjadi alasan mereka, itulah yang membuat rakyat Melayu bersatu untuk berjaga-jaga. Hal tersebut juga dikorelasikan pada paragraf berikut; Universitas Sumatera Utara Dari sini saja berseroe pada sekalian anak Sumatra Timoer baik jang ada di ST ataupoen diloear ST soepaja bekerdja lebih boeat dan jakin soepaja apa jang sedang kita kerdjakan waktoe ini dapat tertjapai. Consequence Akibat Revoloesi Sosial di Soematera Timoer, 34 orang familie Sultanaat Langkat Diboenoeh Kalimat tersebut dipilih menjadi judul pada tulisan.Akibat yang ditonjolkan oleh penulis adalah 34 orang keluarga Kesultanan Langkat yang dibunuh pada saat revolusi sosial Sumatera Timur. Teks 3 Judul : Pandangan Tentang Revolus Sual di Pesisir Timur Pulau Sumatra Terbit : Jumat, 22 Agustus 1947, halaman 2 Media : Pandji Ra’jat Analisis Framing Devices: Metaphors tidak ditemukan Catchphrases tidak ditemukan Exemplar Tengku Mochtar Azis, seorang saudara laki-laki dan Soeltan Langkat, telah memberikan pandangan tentang apa jang telah terdjadi di pesisir timoer poelau Soematra selama pemerintah repoeblik. Penulis menjelaskan bahwa Tengku Mochtar Azis yang merupakan Sultan Langkat memberi pandangan tentang apa yang terjadi di pesisir Timur Pulau Sumatera. Jika kita simak berita sebelumnya, Mochtar Azis bukan memberi pandangan melainkan menceritakan apa yang terjadi di Sumatera Timur beserta pengalamannya selama menjadi tawanan. Universitas Sumatera Utara Waktoe Soekarno dan Hatta memakloemkan kemerdekaan repoeblik Indonesia orang tidak mengetahoei apa jang telah terdjadi di Djawa. Baroe pada waktoe delegasi Soematra kembali, delegasi mana terdiri dari Dr Amir dan Mr Hassan kita mendapat kabar tentang apa jang telah terdjadi. Fakta yang ingin disampaikan penulis adalah saat kabar Proklamasi Kemerdekaan tidak sampai ke Sumatera Timur.Kemerdekaan Indonesia baru diketahui setelah delegasi dari Sumatera Timur Dr Amir dan Mr Hassan kembali dari Jakarta.Kalimat di atas dijadikan kalimat pembuka oleh penulis. Pemerintahan Djepang telah diserahkan kepada repoeblik atau direboet dengan kekerasan oleh repoeblik.Para radja di pesisir timoer Soematra pertama telah memohon kepada goebernoer Hassan soepaja mereka diakoei.Akan tetapi Mr Hassan tidak bersedia oentoek mengakoei mereka, oleh karena para radja beloem djoega soeka memberikan perdjandjian, bahwa mereka hendak berdiri dibelakang pemerintah repoeblik. Pada paragraf tersebut dijelaskan bahwa Mr Hasan tidak ingin mengakui Kerajaan yang ada di Sumatera Timur karena para raja belum bersedia memberikan perjanjian untuk dapat bekerja sama dengan Republik. Berbeda dengan erita sebelumnya, di sini disebutkan bahwa para raja sempat untuk tidak bersedia menjalin kerja sama dengan Republik. Sesoedah para radja menerangkan, bahwa mereka bersedia, oentoek kerdja bersama dengan repoeblik, Soekarno telah mengangkat seorang wakil di tiap-tiap daerah radja. Pada paragraf ini penulis menyatakan bahwa para raja bersedia untuk menjalin kerja sama dengan Republik yang selanjutnya Presiden Soekarno mengangkat seorang wakil di tiap-tiap kerajaan. Pada tanggal 5 Maret dengan sekonjong telah diadakan revoloesi di Soematra Timoer, oleh mana residen, jang diangkat oleh Soekarno, dipetjat dan djoega para wakil dalam daerah radja.Diadakan pemboenoehan manoesia setjara besar-besaran, hak milik bangsa Indoenesia dirampok dan koerang lebih 7000 orang ditangkap. Di Langkat boleh dikatakan, 200 orang telah diboenoeh, 34 orang anggota keloearga soeltan Langkat telah diboenoeh. Di Asahan, segenap anggota laki-laki dari keloearga soeltan jang dan jang beroesia 15 tahoen keatas, tidak dipandang apakah mereka adalah adalah pegawai radja atau hanja orang biasa sadja, asal sadja mereka memakai gelaran Tengkoe, telah diboenoeh. Di Laboehan Batoe tidak terdapat lagi seorang radja atau toeroenan radja, jang masih hidoep.Djoega mati diboenoeh 6 orang wakil jang diangkat oleh Soekarno dalam daerah2 radja. Universitas Sumatera Utara Jika beberapa literatur menyebutkan bahwa puncak revolusi sosial terjadi pada 3 Maret, PandjiRa’jatmenuliskan peristiwa tersebut terjadi pada 5 Maret 1946.Pada dua paragraf tersebut disebutkan pula awal terjadinya revolusi sosial, mulai dari pemberhentian residen beserta wakilnya, hingga pembunuhan yang terjadi di beberapa wilayah, termasuk Langkat.Bahkan enam orang wakil kerajaan yang dibunuh adalah mereka yang diangkat langsung oleh Presiden Soekarno.Artinya, tidak seharusnya mereka dibunuh karena keberadaan mereka di kerajaan juga merupakan keinginan Presiden Soekarno. Depiction Pada tanggal 5 Maret dengan sekonjong telah diadakan revoloesi di Soematra Timoer… Kata ‘sekonyong’ memiliki arti ‘dengan mendadak’. Pada kalimat di atas, kata sekonyong digunakan sebagai tanda tidak terduga dari penulis bahwa terjadi akan terjadi revolusi sosial. Sementara, sebelumnya seluruh permintaan Republik telah dipenuhi oleh para raja. Visual Image Visual Image adalah pemakaian foto, diagram, grafis, tabel, kartun, dan sejenisnya untuk menekspresikan kesan, misalnya perhatian atau penolakan, dibesarkan-dikecilkan, ditebalkan atau dimiringkan, serta pemakaian warna.Visual images bersifat sangat natural, sangat mewakili realitas yang membuat erat muatan ideologi pesan dengan khalayak. Pada berita ini visual imagetidak ditemukan. Reasoning Devices: Roots tidak ditemukan Appeals to Principle tidak ditemukan Universitas Sumatera Utara Consequence Pemecatanpara wakil kerajaan, pembunuhan, perampokan, dan penangkapan dideskripsikan penulis sebagai akibat dari revolusi sosial Sumatera Timur. Hal tersebut ditulis pada paragraf berikut; …telah diadakan revoloesi di Soematra Timoer, oleh mana residen, jang diangkat oleh Soekarno, dipetjat dan djoega para wakil dalam daerah radja.Diadakan pemboenoehan manoesia setjara besar-besaran, hak milik bangsa Indoenesia dirampok dan koerang lebih 7000 orang ditangkap.

IV.2 Pembahasan