Parameter Fisika dan Kimia Perairan

maksimal serta peningkatan hasil selama pakan tercukupi dan kualitas air tetap mendukung.

2.10 Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Suhu European Inland Fisheries Advisory Commision 1969 menganjurkan untuk ikan Cyprinidae, kenaikan suhu tidak melebihi dari 6 o C di atas suhu perairan asal, dengan batas tertinggi 30 o C Wardoyo, 1975. Menurut Pescod 1973 ikan mempunyai toleransi yang berbeda-beda terhadap gradien suhu. Hal ini tergantung dari jenis ikan, stadia, daur hidupnya, suhu aklimatisasinya, oksigen terlarut, musim dan populasi. Suhu yang baik untuk kehidupan ikan nilem adalah 18 - 28 o C dengan ketinggian yang tepat untuk pemeliharaan ini adalah sampai 800 m di atas permukaan laut, dengan ketinggian optimal antara 400 - 700 m Hardjamulia, 1978 Pada penelitian ikan nilem di Situ Babakan, suhu perairan berkisar 25 - 30,5 o C Karyati,1987, di Waduk Lahor 29,5 - 30 o C Lumbanbatu,1979 dan di Waduk Wonogiri pada musim kemarau 26,5 - 30 o C, pada musim hujan 25,5 - 28.3 o C Winanto, 1982. Kecerahan Kecerahan menggambarkan penetrasi cahaya yang dapat masuk ke perairan. Kecerahan di perairan dipengaruhi oleh faktor abiotik seperti partikel lumpur dan faktor biotik seperti plankton Hickling, 1971. Makin tinggi kecerahan, makin tinggi penetrasi cahaya matahari ke dalam air, sehingga lapisan air yang produktif makin tinggi Welch, 1980. Pada penelitian tentang ikan nilem di Situ Babakan didapatkan nilai kecerahannya 15 - 41 cm Karyati, 1987. Derajat Keasaman pH Derajat keasaman atau pH mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan organisme akuatik, sehingga seringkali pH dari suatu perairan dipakai sebagai petunjuk untuk menyatakan baik buruknya parameter air sebagai lingkungan hidup. Batas minimum toleransi ikan air tawar, pada umumnya pH 4 dan batas maksimumnya 11. Tetapi populasi ikan akan tumbuh dengan baik pada kisaran 6 - 9. Jika nilai pH air tidak berada pada kisaran tersebut dalam waktu yang agak lama, maka reproduksi dan pertumbuhan ikan akan berkurang Jones, dalam Wardoyo, 1975 ; Boyd, 1979. Menurut Rottman dan Shireman 1992 ikan dapat hidup di perairan pada kisaran pH antara 3,5 - 10, tetapi kisaran yang optimal untuk beberapa jenis ikan adlah 6,5 - 9. Sedangkan Pescod 1973 menyarankan pH perairan yang ideal bagi perikanan berkisar antara 6,5 - 8,5. Pada penelitian tentang ikan nilem di Waduk Lahor nilai pH 7,5 - 8,5 Lumbanbatu, 1979, di Situ Babakan nilai pH 6,5 - 7,5 Karyati, 1987 dan di Waduk Wonogiri nilai pH pada musim kemarau 8,1 - 8,3 dan pada musim hujan 6,1 - 6,8 Winanto, 1982. Oksigen Terlarut Kebutuhan oksigen ikan bervariasi tergantung jenis, umur dan kondisi alami. Ikan kecil biasanya mengkonsumsi oksigen yang lebih besar dibandingkan ikan dewasa. Penurunan kelarutan oksigen secara kronis dapat menyebabkan stress pada ikan, sehingga meningkatkan peluang infeksi pada ikan Rottman dan Shireman, 1992. Boyd 1979 menyatakan bahwa kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu, salinitas, tekanan parsial gas dan agitasi. Sebaliknya pengurangan kelarutan oksigen di perairan dipengaruhi oleh respirasi organisme dan bakteri aerob sebagai pengurai bahan organik. Pada penelitian tentang ikan nilem di Situ Babakan didapatkan nilai DO terendah adalah 3,1 mgl dan tertinggi 8,3 mgl. Hal ini disebabkan karena adanya tumbuhan air dan plankton Karyati, 1987. Di Waduk Lahor nilai 5,6 - 7,6 mgl Lumbanbatu, 1979 dan di Waduk Wonogiri nilai DO pada musim kemarau 2,4 - 6,2 mgl dan pada musim hujan 4,22 - 5,34 mgl Winanto, 1982. Amoniak-Nitrogen NH 3 -N Keberadaan amoniak dihasilkan dalam proses pembusukkan bahan organik olah bakteri. Pada perairan yang tidak tercemar, senyawa ini relatif rendah yaitu kurang dari 1 mgl. Pescod 1973 menyarankan agar kandungan amoniak untuk daerah tropis tidak lebih dari 1 mgl. Bila lebih, maka akan menghambat daya serap haemoglobin terhadap oksigen, yang mengakibatkan ikan mati lemas. Daya racun amoniak terhadap ikan berbeda-beda tergantung daya permeabilitas insang terhadap molekul-molekul beracun tersebut Wardoyo, 1975. III . BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Desember 2004 hingga bulan Februari 2005 di Keramba Jaring Apung, Perusahaan pribadi Kolam Bonefeed, waduk Cirata, Cianjur, Jawa Barat.

3.2 Persiapan Al at

Dokumen yang terkait

Pengaruh Padat Penebaran terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) yang Dipelihara dalam Jaring Apung di Laut

0 8 148

Pengaruh Pemberian Pakan yang Berbeda terhadap Kualitas Air, Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus carpio L) di Keramba Jaring Apung.

0 10 57

Kajian peranan ikan nilem (Osteochillus hasselti) dalam mengendalikan perifiton dan pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan mas pada keramba jaring apung di waduk Cirata

0 7 195

Pemanfaatan limbah budidaya ikan nila Oreochromis niloticus untuk pertumbuhan ikan nilem Osteochilus hasselti dengan padat tebar yang berbeda

0 4 96

Pelepasan Fosfor dari Keramba Jaring Apung Ikan Bawal (Colosomma macropomum) di Waduk Cirata.

0 4 36

Analisis Kelembagaan Dalam Pengelolaan Keramba Jaring Apung (Kja) Waduk Cirata

3 36 160

Kajian peranan ikan nilem dalam mengendalikan perifiton dan pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan mas pada keramba jaring apung di waduk Cirata

0 3 106

Pengaruh Padat Penebaran Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan NIlem (Osteochilus hasselti) dengan Menggunakan Sistem Resirkulasi.

0 0 1

Efektifitas Nauplii Artemia yang Diperkaya Susu Bubuk Afkir Sebagai Pakan Terhadap Kelangsungan Hidup Larva Nilem (Osteochilus hasselti).

0 1 1

PENGARUH PEMBERIAN EM4 PADA MEDIA BIOFILTER TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN IKAN NILEM (Osteochilus hasselti) DENGAN SISTEM AKUAPONIK.

0 0 1