7 dihumidifikasi dan penyimpanan dalam wadah kedap uap air atau wadah yang
resisten terhadap kelembaban.
C.4. Media Simpan
a. Serbuk gergaji Media simpan serbuk gergaji merupakan limbah yang berasal
terutama dari industri penggergajian kayu. Limbah tersebut dapat menimbulkan pengotoran lingkungan apabila tidak dapat diatasi, baik
pembuangan maupun pemanfaatannya Anggraini 2000. Serbuk gergaji kayu mengandung komponen kimia yang sama dengan yang terkandung
dalam batang kayu, yakni komponen sellulosa, lignin, hemisellulosa dan zat ekstraktif. Disamping itu serbuk gergaji juga mengandung 0,24 N,
0,20 P dan 0,45 K. Debu dari kayu cukup kaya akan zat makanan bagi tumbuh-tumbuhan terutama CaCO3 Darusman 1973.
b. Sabut kelapa Media simpan lain yang digunakan selain serbuk gergaji adalah
sabut kelapa. Sabut kelapa memenuhi kriteria sebagai media perakaran karena berserat, mempunyai kamampuan menahan air, longgar, ringan,
mudah didapat, dan tidak mahal Kijkar 1992.
D. Perkecambahan
Menurut Kamil 1982, perkecambahan adalah pengaktifan kembali aktivitas pertumbuhan embrionic axis di dalam biji yang terhenti untuk kemudian
membentuk bibit. Biji yang berkecambah umumnya ditandai dengan terlihatnya akar atau daun yang menonjol keluar dari biji.
Perkecambahan merupakan batas antara benih yang masih tergantung pada sumber makanan dari induknya dengan tanaman yang mampu berdiri sendiri
dalam mengambil hara. Kondisi perkecambahan dan rentan toleransi untuk perkecambahan benih bervariasi tergantung jenis dan berhubungan dengan
lingkungan tempat tanaman tersebut tumbuh. Perkecambahan ditentukan oleh kualitas benih, perlakuan awal, dan kondisi perkecambahan Schmidt 2002.
8 Baker et al 1995 menyebutkan ada dua tipe perkecambahan biji, yaitu
tipe hipogeal dan epigeal. Perkecambahan hipogeal adalah tipe perkecambahan yang kotiledonnya tetap di dalam tanah dan tertutup dalam kulit biji. Pertumbuhan
pertama epikotil berkembang menjadi batang dan daun primer. Tipe ini merupakan pola khas beberapa Angiospermae. Perkecambahan epigeal adalah
perkecambahan yang kotiledonnya tumbuh mengangkat biji keluar dari tanah, dan kotiledon tersebut menjadi organ fotosíntesis awal, kulit biji jatuh pada
permukaan tanah.
E. Uji Viabilitas
Viabilitas benih adalah kemampuan benih untuk hidup, tumbuh, dan berkembang. Jadi, uji viabilitas adalah pengujian untuk menentukan kemampuan
hidup, tumbuh, dan berkembang benih atau sekumpulan benih Justice dan Bass 2002. Uji viabilitas merupakan salah satu parameter yang diukur dalam pengujian
benih, khususnya fisiologis benih Schmidt 2002. Secara umum pengujian viabilitas benih mencakup pengujian daya
berkecambah atau daya tumbuh dan pengujian vigor. Pengujian daya berkecambah atau daya tumbuh memberikan informasi tentang kemungkinan
tanaman berproduksi normal dalam kondisi lapang dan lingkungan yang serba normal. Pengujian vigor mencakup dua fase, yaitu pengujian kekuatan tumbuh
dan pengujian daya simpan. Pengujian kekuatan tumbuh berorientasi pada kemampuan tumbuh benih di lapangan. Selain itu, pengujian daya simpan juga
berorientasi seperti itu, tetapi hal ini dilakukan sesudah benih disimpan melalui periode simpan dan keadaan simpan yang wajar Sadjad 1980.
Sadjad 1993 mengindikasikan viabilitas benih dalam beberapa tolak ukur, baik tolak ukur yang secara langsung menilai pertumbuhan benih maupun
yang secara tidak langsung menilai gejala metabolisme atau mengamati beberapa komponen makro molekul sitoplasma dan aberasi kromosom di dalam inti selnya.
Willan 1984 menyatakan bahwa pendugaan potensial perkecambahan suatu sampel kadang merupakan suatu metode yang hampir relevan dengan praktek
dalam kehutanan. Pengujian dengan perkecambahan memerlukan waktu berminggu-minggu, dan untuk jenis tertentu diperlukan perlakuan pendahuluan.
9 Untuk itu diperlukan metode pengujian viabilitas benih yang dapat menduga
secara akurat namun lebih cepat dibandingkan pengujian perkecambahan.
F. Uji Belah
Cutting Test
Menurut Willan 1984, uji belah merupakan salah satu uji viabilitas paling sederhana dengan cara melihat secara langsung dengan mata terhadap
benih yang telah dibelah, dibuka dengan pisau atau skalpel. Jika endosperma memiliki warna normal dengan embrio yang baik maka benih mempunyai
kemungkinan berkecambah. Pengujian cara ini kurang teliti bagi benih-benih jenis konifer dan benih-benih kecil lainnya karena menghasilkan angka perkecambahan
yang lebih tinggi dari keadaan sebenarnya. Menurut Leluop 1955, uji belah merupakan uji cepat yang biasanya
digunakan untuk menguji viabilitas benih dalam jumlah banyak. Tetapi uji ini cenderung kurang dapat dipercaya hasilnya karena terkadang hanya dengan
melihat penampilannya secara langsung, benih tersebut seperti hidup padahal bila dikecambahkan akan gagal berkecambah.
G. Kemunduran Benih
Menurut Sadjad 1980, kemunduran benih diartikan sebagai turunnya kualitas, sifat, atau viabilitas benih yang berakibat vigor rendah dan hasil
penanaman jelek. Justice dan Bass 1978 mengemukakan, bahwa kadar air merupakan faktor yang paling mempengaruhi kemunduran benih. Kemunduran
benih tersebut sejalan dengan meningkatnya kadar air. Kemunduran benih ditandai dengan gejala penurunan aktivitas enzim, kerusakan membran, perubahan
komposisi cadangan makanan, dan kerusakan genetik Roos 1986 dalam Budiarti 1993. Menurut Byrd 1983 kemunduran benih menimbulkan perubahan yang
menyeluruh pada benih baik fisik, fisiologis maupun kimiawi yang akhirnya mengarah pada kematian.