Tatacara Pelaporan Dan Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

(1)

PASAL 25 ORANG PRIBADI PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BINJAI

O L E H NAMA : REDI AGUSTIAWAN

NIM : 092600017

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

KATA PENGANTAR.

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, hidayah, kesehatan, keselamatan, dan kemudahan sehingga penulis dengan penuh rasa syukur dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini. Penulisan Tugas Akhir ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madia (A.Md). Adapun judul Tugas Akhir ini adalah “Tatacara Pelaporan Dan Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai”.

Penulis masih menyadari bahwa Laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan disebabkan keterbatasan pengalaman dan ilmu pengetahuan yang dimiliki terbatas. Penyusunaan Tugas Akhir ini tidak akan terwujud tanpa adanya bimbingan dari berbagai pihak yang telah begitu banyak membantu, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Orang tua dan seluruh keluarga yang telah banyak membantu baik materi maupun doa selama penulis menimba ilmu di Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si, selaku Ketua Jurusan Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(3)

4. Ibu Arlina, SH, M.Hum, selaku Sekretaris Jurusan Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Indara Efendi Rangkuti, Ssos selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membimbing dan memberi saran serta motivasi kepada penulis dalam penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini.

6. Bapak Hermansyah, selaku supervisor penulis yang bersedia meluangkan waktunya memberi data - data yang diperlukan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Kepada seluruh bapak/ibu dosen Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU yang telah memberikan ilmu nya selama penulis menjalani perkuliahan.

8. Ibu Corby Siburian dan Abang Afrizal Pasaribu S.Sos yang telah banyak membantu dalam pengurusan masalah administrasi selama masa perkuliahan sampai dengan selesainya tugas akhir ini.

9. Kepada Seluruh pegawai FISIP USU penulis mengucapkan terima kasih atas semua bantuannya kepada penulis.

10.Kepada kedua orang tua saya dan orang yang paling saya sayangi serta cintai apri annisa yusuf yang sudah memberikan dukungan, semangat serta motivasi selama perkuliahan dan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.


(4)

11.Kepada seluruh Mahasiswa Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU Khususnya Tax A 2009 yang sudah memberikan saya kepercayaan menjadi komting kelas dan kelak kalian semua tidak akan terlupakan didalam benak serta pikiran saya.

12.Kepada seluruh anak KAMPAK FC yang sudah memberikan dukungan serta kebahagiaan.

13.Kepada seluruh pengurus improsaja periode 2010/2011 dan periode 2011/2012 yang selalu memberikan dukungan kepada penulis dan tempat tukar pikiran baik itu didalam organisasi maupun tentang mata perkuliahan. Penulis telah berupaya dengan semaksimal mungkin dalam penyusunan dan penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasa. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan Laporan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Laporan tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Juli 201 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR... 1

DAFTAR ISI... 4

BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri... 6

1.2. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri... 10

1.2.1. Tujuan Prakti Kerja Lapangan Mandiri... 11

1.2.2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri... 11

1.3. Uraian Teoritis... 13

1.4. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri... 16

1.5. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri... 16

1.6. Metode Pengumpulan Data... 19

1.7. Sistematika Laporan Laporan... 20

BAB II : GAMBARAN UMUM OBJEK PPRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM) 2.1. Visi dan Misi Direktorat Jendral Pajak... 23

2.2. Sejarah Umum Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai... 25

2.3. Lokasi Geografi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai... 27

2.4. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai... 28

2.5. Uraian Tugas dan Fungsi... 29

2.6. Jumlah Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai... 32

BAB III : GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI 3.1. Pengertian dan Definisi Pajak... 34

3.2. Pajak Penghasilan... 37


(6)

3.3.1. Dasar hukum Pajak Penghasilan Pasal 25... 43

3.3.2 Definisi Pajak Penghasilan Pasal 25... 44

3.3.3 Batas Waktu Pelaporan dan Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25... 45

3.3.4. Pelaporan PajakPenghasilan Pasal 25... 46

3.3.5. Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25... 46

3.3.6. Dasar Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25... 47

3.4. SPT Masa Pajak Penghasilan Orang Pribadi... 50

3.4.1 Batas Waktu Penyampaian dan Penyetoran SPT Masa.... 51

3.4.2 Sanksi Terlambat atau Tidak Menyanpaikan SPT Masa.. 51

3.5. Surat Setoran Pajak... 52

BAB IV : ANALISIS DAN EVALUASI 4.1. Tatacara Pelaporan dan Penyetoran SPT Masa PPh Pasal 25 Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binj... 54

4.1.1. Tatacara Penyetoran PPh 25 Orang Pribadi... 55

4.1.2. Tatacara Pelaporan PPh 25 Orang Pribadi... 55

4.2. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap SPT Masa PPh Pasal 25 Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai... 56

4.3. Upaya – Upaya Dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Untuk Menyetor dan Melaporkan Pajaknya... 61

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan... 62

5.2. Saran... 63 DAFTAR PUSTAKA


(7)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Untuk mensukseskan Pembangunan Nasional, peranan penerimaan dalam negeri serta mempunyai kedudukan yang sangat strategis. Roda pemerintahan tidak akan berjalan tanpa adanya dukungan dana terutama yang berasal dari penerimaan dalam negeri. Oleh karena itu, volume penerimaan dalam negeri terutama dari pajak senantiasa diupayakan untuk terus meningkat. Hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah yang menginginkan pembangunan nasional yang harus dibiayai dari sumber dana yang berasal dari masyarakat itu sendiri sebagai upaya untuk mengurangi tingkat ketergantungan pinjaman luar negeri dan meningkatkan kemandirian bangsa. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak yang luas dan kompleks. Kemajuan tersebut tentunya memerlukan kesiapsediaan semua pihak di era globalisasi sekarang ini dibutuhkan orang-orang yang memiliki kemampuan dalam menghadapi dan mengantisipasi kemajuan tersebut. unsur yang benar - benar harus disiapkan adalah sumber daya manusia. Selain itu pada dasarnya peranan pemerintah dalam negeri mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam mensukseskan pembangunan yang sesuai dengan cita - cita pancasila.


(8)

Di negara - negara yang sedang berkembang bahwa pelaksanaan pembangunan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Peran serta pemerintah dan aparatnya tetap penting dan cenderung dominan. Konsekuensi logis dari pernyataan bahwa pembangunan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dengan seluruh masyarakat baik secara sendiri - sendiri maupun secara formal melalui berbagai jenis usaha yang terdapat dalam masyarakat harus turut aktif dalam proses pembangunan.

Pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar disamping minyak dan gas bumi dan peranan pajak adalah sangat besar dalam mendukung penerimaan negara yang dapat dilihat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari tahun ketahun. Namun, apabila mendengar kata “Pajak” seringkali masyarakat merasa resah dan masih banyak juga masyarakat yang tidak mengikuti Peraturan Perpajakan yang telah ditetapkan Pemerintah, bahkan adapula yang merasakan bahwa pajak itu adalah sebagai beban hidup sehingga banyak masyarakat yang ingin menghindarinya. Padahal membayar pajak sesungguhnya adalah sebagai bentuk ucapan rasa terima kasih masyarakat kepada pemerintah yang telah menghidupi, menyediakan, menumbuh kembangkan fasilitas – fasilitas yang dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Sistem pemungutan pajak telah diatur dalam Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan. Mengumpulkan dana pembangunan melalui pajak sebagai penerimaan dalam negeri akan mencerminkan


(9)

kemandirian negara Indonesia untuk melaksanakan pembangunan yang lebih terjamin. Usaha untuk mencapai target tersebut dibutuhkan kerja keras, kesadaran akan hak dan kewajiban, serta kedisiplinan dari seluruh aparatur perpajakan dibawah naungan Direktorat Jenderal Pajak. Namun untuk mencapai target tersebut juga tidak terlepas dari peran serta masyarakat dan wajib pajak. Untuk itu perlu diusahakan peningkatan kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya. Masyarakat harus menyadari bahwa pemenuhan kewajiban perpajakan merupakan salah satu perwujudan kewajiban negara yang merupakan sarana peran serta masyarakat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

Adapun cara - cara yang dilakukan untuk meningkatkan penerimaan sektor pajak antara lain dengan menyempurnakan sistem perpajakan, mengintensifkan penerimaan pemungutan pajak dan menciptakan aparatur perpajakan yang bersih dan berwibawa. Penyempurnaan sistem perpajakan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia yaitu dengan mengadakan pembaharuan dibidang perpajakan. Pembaharuan di dibidang perpajakan tersebut dikenal dengan Tax Reform (Reformasi Perpajakan). Pembaharuan tersebut dimulai pada tahun 1983 yang ditempuh dengan mengeluarkan Undang - Undang Perpajakan baru diantaranya adalah Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan tersebut telah diubah beberapa kali yaitu:


(10)

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

Suatu perubahan mendasar yang terjadi akibat Tax Reform 1983 tersebut adalah munculnya sistem Self Assessment System dalam sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia. Self Assessment System yaitu sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutangnya (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan). Sistem Self Assessment System menggantikan sistem Official Assessment yang sebelumnya berlaku di Indonesia yaitu sistem pemungutan pajak yang dipungut oleh fiskus (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan). Dalam sistem Self Assessment fiskus juga harus berperan aktif untuk melakukan pengendalian administrasi perpajakan. Peran aktif fiskus tersebut antara lain meliputi tugas untuk membina, meneliti, mengawasi dan menerapkan sanksi administrasi perpajakan.

Dalam Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan pasal 1 disebutkan bahwa pajak adalah ialah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang, dengan tidak mendapatkan


(11)

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar - besarnya kemakmuran rakyat. Dalam Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 mengatur kewajiban Wajib Pajak yang perlu diawasi yakni pembayaran pajak dengan cara “Angsuran Pajak”.

Dalam hal ini unit operasi Jenderal Pajak yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama, mengupayakan peningkatan penerimaan pajak khususnya Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 yang merupakan tugas dari Direktorat Jenderal Pajak. Pelaksanaan peningkatan penerimaan pajak khususnya Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 yang merupakan tugas dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama menjadi sedikit terlambat karena masih ada Wajib Pajak yang belum juga mendaftarkan menjadi wajib pajak karena kurangnya pengetahuan wajib pajak dalam melakukan perhitungan pajak penghasilan (PPh) Pasal 25, oleh karena itu penulis mengangkat judul mengenai “TATACARA PELAPORAN DAN PENYETORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ORANG PRIBADI PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BINJAI

1.2 Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri oleh mahasiswa Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan dilaksanakan dengan tujuan agar mahasiswa dapat belajar dari dunia kerja dan sekaligus membantu memberikan pemecahan masalah yang dihadapi berdasarkan potensial mahasiswa.


(12)

1.2.1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Di dalam suatu kegiatan yang dilakukan selalu memiliki tujuan yang sesuai dengan yang di harapkan. Demikian halnya dengan Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang dilaksanakan oleh mahasiswa administrasi perpajakan memiliki tujuan tersendiri. Adapun tujuannya adalah :

1. Untuk mengetahui tatacara perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25.

2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam penyetoran, pelaporan serta perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25

1.2.2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri Bagi Mahasiswa

1. Untuk menerapkan teori - teori yang telah dipelajari selama masa perkuliahan, khususnya mengenai perpajakan.

2. Sebagai bahan penulis untuk mendalami tatacara pelaksanaan Pajak Penghasilan ( PPh ) Pasal 25.

3. Menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak.


(13)

Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

1. Sebagai sarana untuk menjalin hubungan baik antara Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai dengan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU). 2. Sebagai sarana untuk mensosialisasikan citra Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai kepada Wajib Pajak khususnya sivitas akademika Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU).

3. Meningkatkan mutu dan kualitas dengan adanya penelitian jangka pendek. 4. Memperoleh ide - ide baru dalam upaya untuk mengoptimalkan Pajak

Penghasilan (PPh) Pasal 25 Orang Pribadi.

Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

1. Meningkatkan hubungan kerjasama antara Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai dengan Universitas Sumatera Utara, khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

2. Mendapat masukan dan saran untuk penyempurnaan kurikulum yang berlaku di Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain dalam bidang Administrasi Perpajakan.


(14)

1.3. Uraian Teoritis

Menurut Undang - undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan TataCara Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang - Undang Nomor 16 Tahun 2009, pajak ialah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar - besarnya kemakmuran rakyat.

Dengan kata lain pengertian pajak dapat dikatakan sebagai balas jasa yang dapat diberikan oleh masyarakat kepada pemerintah atas fasilitas – fasilitas yang kita nikmati untuk dapat hidup layak disuatu Negara. Sedangkan penghasilan adalah jumlah uang yang diterima atas usaha yang dilakukan orang perorangan, badan atau bentung usaha lainnya yang dapat digunakan untuk aktivitas ekonomi seperti mengkonsumsikan dan atau menimbun kekayaan.

Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 25

Pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Angsuran pajak penghasilan pasal 25 ini juga dapat dijadikan sebagai kredit pajak atau pengurang dalam menghitung pajak yang terhutang atas seluruh penghasilan wajib pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Tahunan (Fidel, 2008 : 195).


(15)

Tujuan dari diberlakukannya Pajak Penghasilan 25 sebagai kredit pajak atau pengurang pajak dalam penghitungan pajak setahun adalah agar wajib pajak tidak terlalu berat dalam membayar pajak secara sekaligus pada akhir tahun pajak, karena sifat pelunasan pajak untuk mencicil hutang pajaknya.

Jenis – Jenis Pelunasan Pajak Penghasilan

Jenis – jenis pelunasan pajak dalam tahun berjalan meliputi :

1. Pemotongan Pajak penghasilan atas gaji/upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran sejenisnya, yang disebut dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dibayar oleh pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi atau badan, bendaharawan pemerintah baik pusat maupun daerah, badan dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan badan – badan lainnya, orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri, peserta pendidikan, pelatihan dan magang, Penyelenggara kegiatan baik badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan (Fidel, 2008 : 182).

2. Pemungutan Pajak Penghasilan atas kegiatan impor barang yang disebut dengan Pajak Penghasilan pasal 22 impor. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dilakukan oleh bendaharawan pemerintah pusat/daerah, instansi


(16)

atau lembaga pemerintah dan lembaga – lembaga Negara lainnya yang berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, badan – badan tertentu, baik badan pemerintahan maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah (Fidel, 2008 : 185).

3. Pemotongan Pajak penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 disebut dengan Pajak Penghasilan 23. Pemotongan Pajak Penghasilan pasal 23 ini dilakukan oleh badan Pemerintah, sunjek pajak badan Dalam Negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap (BUT), perwakilan perusahaan Luar Negeri lainnya, wajib pajak orang pribadi Dalam Negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jendral Pajak (Fidel, 2008 : 188).

4. Pajak penghasilan yang dikenakan atas pengahasilan yang diperoleh dari luar negeri oleh wajib pajak dalam negeri disebut dengan Pajak Penghasilan Pasal 24 (Fidel, 2008 : 191).

5. Pembayaran Masa setiap bulan yang di sebut dengan Pajak Penghasilan Pasal 25 (Fidel, 2008 : 195).


(17)

Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25

Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang harus disetor/dibayar dalam jangka waktu yang ditentukan dalam perundang – undangan perpajakan yang berlaku. Pajak Penghasilan Pasal 25 yang terutang untuk setiap masa pajak harus dibayar selambat – lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhir masa pajak. Apabila wajib pajak tidak/kurang dibayar, atau terlambat membayar maka wajib pajak dikenakan saksi administrasi berupa denda dan bunga sebesar 2% sebulan atas jumlah pajak yang tidak/kurang dibayar, atau terlambat dibayar dihitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran berakhir sampai dengan tanggal dilakukan pembayaran atas pajak yang tidak/kurang dibayar.

Sedangkan penyetorannya dilakukan melalui Kantor Pos atau Bank – Bank Persepsi yang ditunjuk Pemerintah dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). SSP ini nantinya sebagai bukti bahwa Wajib Pajak sudah menbayar dan sebagai sarana untuk melaporkan pembayaran pajaknya tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat Wajib Pajak terdaftar.

Setelah Pajak Penghasilan Pasal 25 yang terutang tersebut dibayar di Kantor Pos atau Bank Persepsi, Wajib Pajak harus melaporkan pembayaran tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat Wajib Pajak terdaftar. Pelaporan pambayaran Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 harus dilakukan dengan


(18)

menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa pajak penghasilan selambat – lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir.

Apabila Surat Pemberitahuan (SPT) Masa tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (3) Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2009, maka akan dikenakan saksi administrasi berupa denda untuk SPT Masa sebesar Rp 100.000,-

1.4. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Dalam hal ini mahasiswa melakukan Praktik Kerja Lapangan Mandiri dilaksanakan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Binjai. Kegiatan yang akan diteliti pada Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah:

1. Tatacara perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 Orang Pribadi

2. Kendala yang dihadapi dalam perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 Orang Pribadi baik dari wajib pajak maupun fiskus

3. Data - data penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 Orang Pribadi di tahun berjalan agar dapat membantu mahasiswa dalam penulisan laporan. 1.5. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data serta perolehan informasi yang sesuai, maka metode yang digunakan adalah sebagai berikut.


(19)

1.Tahap Persiapan

Pada tahap ini penulis melakukan beberapa persiapan, mulai dari penentuan topik yang akan diangkat, pengajuan judul, penentuan judul proposal, penentuan tempat pelaksanaan praktik, seminar proposal, penentuan dosen pembimbing, pengurusan administrasi dan ijin serta konsultasi dengan pihak dosen.

2. Studi Literatur

Pada tahap ini penulis mencari dan mengumpulkan berbagai sumber bacaan yang berhubungan dengan objek pembahasan untuk mendukung penulisan laporan tugas akhir.

3. Studi Observasi Lapangan

Pada tahap ini penulis melakukan pengamatan secara langsung dan pencatatan secara sistematis terhadap data yang ada pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Binjai serta mempelajari laporan - laporan yang akan dibahas.

4. Pengumpulan Data

Yaitu kegiatan pengumpulan data mengenai Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 Orang Pribadi. Data tersebut dikelompokkan menjadi data primer dan data sekunder.

Data primer diperoleh dari hasil wawancara terhadap orang - orang yang dianggap mampu memberikan informasi serta observasi penulis dilapangan tempat objek PKLM.


(20)

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi literatur seperti sumber - sumber pustaka, Undang - Undang, Dokumentasi, maupun literatur yang berhubungan dengan PKLM.

5. Analisis Data dan Evaluasi

Yaitu kegiatan studi yang dilakukan dengan cara menganalisa permasalahan dan kendala yang dihadapi dan mencari tahu atau menanyakan solusi/jalan keluar yang terbaik untuk memecahkan masalah tersebut peda pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai.

1.6. Metode Pengumpulan Data

Adapun jenis-jenis data yang dikumpulkan berupa data tertulis dalam bentuk dokumen, tabel, bagan, dan grafik dimana metodenya terdiri dari :

1. Metode Wawancara (Interview)

Yaitu kegiatan mengumpulkan dan mencari dengan melakukan wawancara dan mengajukan pertanyaan secara langsung dengan Kepala Seksi dan Pegawai Instansi yang berkompenen dan menambah objektif yang berkaitan dengan kebutuhan untuk melengkapi laporan penelitian.

2. Metode Pengamatan (Observation)

Yaitu dengan melakukan pengamatan langsung maupun tidak terjun langsung kelapangan untuk melakukan peninjauan dengan mengamati, mendengar, dan bila perlu membantu mengerjakan tugas yang diberikan oleh pihak instansi


(21)

dengan memberikan petunjuk atau arahan terlebih dahulu dengan berpedoman pada ketentuan yang berlaku pada instansi dan tidak boleh melakukan pekerjaan yang menjadi dan memiliki resiko yang tinggi.

3. Studi Dokumentasi

Yaitu dengan mengumpulkan catatan - catatan, data - data mengenai pemeriksaan pajak yang ada pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Binjai. Penulis juga melakukan pengamatan yang dilakukan berdasarkan bahan bacaan diperpustakaan, Undang - Undang Pajak, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktorat Jenderal Pajak, Surat Edaran, dan sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi penulis, untuk memperoleh data dan keterangan yang dibutuhkan dalam tugas akhir.

1.7. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Adapun yang menjadi sistematika dalam penyusunan laporan penelitian adalah untuk mempermudah pemahaman dan penulisan laporan penelitian. Sistematika penulisan laporan penelitian dibuat dalam 5 bab dan dilengkapi dengan sub bab sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menjelaskan mengenai Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri, Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri, Uraian Teoritis, Ruang Lingkup


(22)

Praktik Kerja Lapangan Mandiri, Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri, Metode Pengumpulan Data, dan Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

BAB II : Gambaran Umum Objek/Lokasi Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Bab ini terdiri dari Sejarah Singkat berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Binjai, metode pengumpulan data serta gambaran petugas pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai.

BAB III : Gambaran Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Dalam bab ini penulis menguraikan bagaimana tata cara penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai.

BAB IV : Analisis dan Evaluasi Data

Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai penganalisaan masalah yang timbul dan alternatif pemecahan masalah juga evakuasi terhadap alternatif pemecahan masalah.


(23)

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisikan kesimpulan mengenai masalah yang timbul pada saat melaksanaan penelitian dan juga kesimpulan bab - bab terdahulu serta saran - saran terhadap pelaksanaan agar lebih baik dimasa yang akan datang.


(24)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM A. Visi dan Misi Direktorat Jenderal Pajak

Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar - besarnya untuk kemakmuran rakyat. Direktorat Jenderal Pajak merupakan sarana yang memberi pelayanan kepada masyarakat di bidang Perpajakan.

Visi Direktorat Jenderal Pajak

Visi Direktorat Jendral Pajak adalah “Menjadi Institusi Pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efesien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi”

Visi tersebut menjelaskan bahwa Direktora Jendral Pajak ingin menjadi institusi pemerintah yang menjalankan sistem administrasi perpajakan modern, efektif, efesien, dan dipercaya masyarakat, efektif dan efesien artinya bahwa Direktora Jendral Pajak melakukan pengukuran dan pertanggungjawaban terhadap sistem modern yang dijalankan tersebut, dipercaya masyarakat artinya Direktora Jendral Pajak memastikan masyarakat yakin bahwa sistem administrasi perpajakan memberikan manfaat yang sebesarnya kepada masyarakat, bangsa dan negara.


(25)

Misi Direktorat Jenderal Pajak

Misi Direktorat Jenderal Pajak adalah “ Menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan Undang - Undang perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efesien”

Misi tersebut menjelaskan bahwa keberadaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah untuk menghimpun pajak dari masyarakat guna menunjang pembiayaan pemerintah. Peran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tersebut dijalankan melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efesien. Sistem administrasi tersebut dapat diukur dan dipertanggungjawabkan dalam rangka melayani masyarakat secara optimal untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya.

Nilai Direktorat Jenderal Pajak

Integritas

“Menjalankan tugas dan pekerjaan dengan selalu memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral, yang diterjemahkan dengan bertindak jujur, konsisten, dan menepati janji.”

Profesionalisme

“Memiliki kompetensi di bidang profesi dan menjalankan tugas dan pekerjaan sesuai dengan kompetensi, kewenangan, serta norma - norma profesi, etika dan sesuai dengan kompetensi, kewenangan, serta norma - norma profesi, etika dan sosial.”


(26)

Sinergi

“Membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas. Dari pengertian ini terlihat dua dimensi sinergi yang selayaknya terjalin, yaitu dimensi internal dan dimensi ekternal.”

Pelayanan

Memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pemangku kepentingan yang dilakukan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat, dan aman.”

Kesempurnaan

Senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik.

2.2. Sejarah Umum Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai didirikan pada tanggal 1 April 1994, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 94/KMK-01/1994 tanggal 29 Maret 1994, dengan wilayah kerja sebagai berikut:

1) Kotamadya Binjai 2) Kabupaten Langkat 3) Kabupaten Deli Serdang


(27)

b. Kec. Sunggal c. Kec. Pancur Batu d. Kec. Hamparan Perak e. Kec. Sibolangit f. Kec. Kutalimbaru 4) Kabupaten Tanah Karo

Pada tanggal 27 Mei 2008, KPP Binjai berubah nama menjadi KPP Pratama Binjai yang artinya KPP Pratama Binjai telah menjadi KPP Modern. Dimana pelayanan perpajakan telah menjadi pelayanan satu atap. KPP Pratama Binjai memiliki wilayah kerja yang meliputi 26 kecamatan, antara lain sebagai berikut:

1) Kota Binjai

a. Kec. Binjai Timur b. Kec. Binjai Kota c. Kec. Binjai Utara d. Kec. Binjai Barat e. Kec. Binjai Selatan 2) Kabupaten Langkat

a. Kec. Pangkalan susu b. Kec. Gebang

c. Kec. Hinai d. Kec. Secanggang


(28)

e. Kec. Sawit Sebrang f. Kec. Babalan g. Kec. Sei Lepan h. Kec. Stabat i. Kec. Sirapit j. Kec. Tanjung Pura k. Kec. Wampu l. Kec. Pematang Jaya m. Kec. Brandan barat n. Kec. Kuala

o. Kec. Selese p. Kec. Bahorok q. Kec. Kutambaru r. Kec. Padang Tualang s. Kec. Sei Bingai t. Kec. Batang serangan u. Kec. Salapian

2.3. Lokasi Geografi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai terletak di jalan Jambi Nomor 1 Rambung Barat, Binjai Selatan. Kantor Pemerintah ini mempunyai kewajiban untuk memudahkan pengawasan dan memberikan pelayanan terhadap masyarakat dalam membayar pajak.


(29)

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai dikepalai oleh seorang Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang terdiri atas Kepala Kantor, Sub Bagian Umum, dan beberapa seksi yang di pimpin oleh masing - masing seorang kepala seksi agar dapat lebih jelas dan transparan tentang keadaan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai.

2.4. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai

Struktur organisasi adalah wadah bagi sekelompok orang yang bekerjasama dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Struktur organisasi sangat penting untuk terlaksanakan fungsi pengorganisasi dengan baik sebab dengan adanya struktur organisasi akan terlihat jelas tugas dan wewenang dari setiap bagian yang terdapat dalam hierarki organisasi dan akan memudahkan setiap karyawan untuk menjalankan tugas dan fungsinya.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai dikepalai oleh seorang Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang terdiri atas Sub Bagian Umum dan beberapa seksi yang dipimpin oleh masing - masing seorang kepala seksi.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai membawahi 1 (satu) bagian dan 9 (sembilan) seksi.

Adapun bidang - bidang yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai antara lain adalah sebagai berikut :


(30)

1). Sub Bagian Umum

2). Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) 3). Seksi Pelayanan

4). Seksi Penagihan 5). Seksi Pemeriksaan 6). Seksi Ekstensifikasi

7). Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 8). Seksi Pengwasan dan Konsultasi II 9). Seksi Pengwasan dan Konsultasi III 10). Seksi Fungsional

2.5. Uraian Tugas dan Fungsi

Adapun gambaran tugas dari masing – masing bagian kerja yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai adalah sebagai berikut :

1. Kepala Kantor

Tugasnya adalah mengkoordinasikan pelaksanaan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak tidak langsung lainnya dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Undang - Undang yang berlaku.


(31)

2. Sub. Bagian Umum

Membantu dan menunjang kelancaran tugas kantor dalam mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretariatan terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha dan kepegawaian, keuangan, rumah tangga serta perlengkapan.

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahakan pengamatan potensi perpajakan, pendapatan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak, dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha angka penerimaan pajak, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling dan penyiapan laporan kinerja.

5. Seksi Pelayanan

Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan


(32)

surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi WP, serta kerja sama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.

6. Seksi Pengawasan dan Konsultan (WASKON I, II, III)

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan Wajib pajak (PPh, PPN, dan Pajak lainnya), bimbingan atau himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajb Pajak, analis kinerja Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dalam satu KPP Pratama terdapat 3 (tiga) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah (teritorial tertentu).

7. Seksi Pemeriksaan

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan penyusunan perencanaan pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.


(33)

8. Seksi Penagihan

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, dan usulan penghapusan pajak serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.

9. Kelompok Jabatan Fungsional

Pejabat Fungsional terdiri dari Pejabat Fungsional Pemeriksaan dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala KPP Pratama. Dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat Fungsional Pemeriksaan berkoordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi dengan Seksi Ekstensifikasi. Selain itu, teknologi informatika dan sistem informasi dimanfaatkan secara optimal.

2.6. Jumlah Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai 1. Kepala Kantor

Jumlah: 1 Kepala Kantor 2. Sub Bagian Umum

Jumlah: 1 kepala sub bagian umum dan 7 pelaksana. 3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)


(34)

4. Seksi Pelayanan

Jumlah: 1 kepala seksi dan 9 pelaksana. 5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon)

Jumlah:

-Waskon 1 : 1 kepala seksi dan 6 account representative.

-Waskon 2 : 1 kepala seksi, 6 account representative, dan 1 pelaksana. -Waskon 3 : 1 kepala seksi, dan 6 account representative.

6. Seksi Ekstensifikasi

Jumlah: 1 kepala seksi, dan 6 pelaksana 7. Seksi Pemeriksaan

Jumlah: 1 kepala seksi dan 1 pelaksana. 8. Seksi Penagihan

Jumlah: 1 kepala seksi dan 4 pelaksana. 9. Seksi Fungsional

Jumlah:

-10 orang fungsional pemeriksa pajak -1 orang fungsional penilai PBB


(35)

BAB III

GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

3.1 Pengertian dan Definisi Pajak

Pajak sebagai sumber penerimaan negara harus menjadi penerimaan utama karena sumber – sumber penerimaan yang lain, selain pajak seperti pendapatan pengelolaan sumber alam sangat terbatas, bisa berkurang atau bahkan habis. Oleh karena itu kesadaran rakyat membayar pajak harus ditumbuh kembangkan secara terus menerus agar pajak nantinya sebagai sumber utama untuk membiayai pembangunan.

Pajak dapat diartikan sebagai iuran atau kontibusi wajib kepada negara yang yang terutang oleh orang pribadi atau badan bersifat memaksa berdasarkan Undang – Undang, dimana rakyat sebagai pembayar pajak tidak mendapatkan imbalan secara langsung (kontra prestasi), namun imbalan yang diterima rakyat adalah pelayanan yang baik oleh Negara baik secara fisik maupun non fisik. Besarnya pajak yang ditetapkan berdasarkan UUD 1945 pasal 23 ayat 2 yang menyatakan bahwa “Segala penerimaan pajak harus berdasarkan undang-undang”.

Beberapa ahli perpajakan mengemukakan pendapat yang berbeda mengenai pajak, tetapi pada dasarnya pendapat yang dikemukakan tersebut mempunyai maksud dan tujuan yang sama. Diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh :


(36)

a). Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, menyatakan pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang – Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi “ Pajak adalah peralihan kekayaan dari rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment” . (Thomas, 2009 : 3)

b). Menurut Prof. Dr. P. J. Adriani, menyatakan pajak adalah iuran masyarakat kepada kas negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan umum atau Undang – Undang dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. (Thomas, 2009 : 3)

c). Pengertian pajak menurut Undang – Undang No. 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang - Undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan menyatakan pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang –


(37)

Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi kemakmuran rakyat. (Thomas, 2009 : 3)

Dari bebarapa definisi diatas dapat disimpulkan menjadi beberapa elemen yang mengandung pengertian pajak, yaitu :

1. Pajak dipungut oleh negara baik Pemerintah pusat maupun daerah berdasarkan Undang – Undang serta aturan pelaksanaannya.

2. Pajak merupakan iuran rakyat yang dibayarkan kepada negara berdasarka perbuatan, peristiwa dan kejadian.

3. Pembayar pajak tidak mendapat jasa timbal balik secara langsung dari negara.

4. Perolehan pajak untuk mengisi kas negara dan digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan sisanya untuk pengeluaran pembangunan dan cadangan.

5. Pajak dapat dipaksakan dengan Undang - Undang dan peraturan Pemerintah.

6. Pajak juga dapat digunakan untuk sebagai alat regulasi moneter dan budget negara.


(38)

3.2. Pajak Penghasilan

Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh) berlaku sejak 1 Januari 1984. Undang - Undang ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali diubah dengan Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2008 . Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pajak atas penghasilan (laba) yang diterima atau diperoleh orang pribadi maupun badan.

Undang - Undang PPh mengatur subjek pajak, objek pajak, serta cara menghitung dan cara melunasi pajak yang terutang. Undang - Undang PPh juga lebih memberikan fasilitas kemudahan dan keringanan bagi Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Undang - Undang PPh menganut asas materil, artinya penentuan mengenai pajak yang terutang tidak tergantung kepada surat ketetapan pajak.

Subjek Pajak

Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Yang menjadi Subjek Pajak adalah :

1. a) Orang Pribadi

b) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak

2. Badan, terdiri dari PT, CV, Perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,


(39)

perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga dan bentuk bdan lainnya

3. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Subjek Pajak dapat dibedakan menjadi :

1. Subjek Pajak dalam negeri yang terdiri dari : a) Subjek Pajak orang pribadi, yaitu :

- Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau

- Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.

b) Subjek Pajak badan, yaitu badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia

c) Subjek Pajak warisan, yaitu Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

2. Subjek Pajak luar negeri yang terdiri dari :

a) Subjek Pajak orang pribadi, yaitu orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang :

- Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.


(40)

- Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

b) Subjek Pajak Badan, yaitu badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang :

- Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

- Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Subjek Pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan. Sedangkan Subjek Pajak luar negeri sekaligus menjadi Wajib Pajak, sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan kata lain, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.

Objek Pajak

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia, maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk


(41)

konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun.

Yang termasuk dalam pengertian penghasilan adalah :

a) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang - Uundang ini.

b) Hadiah dari undian atau pekerjaan, dan penghargaan c) Laba usaha

d) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta

e) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya f) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan lain karena jaminan

pengembalian utang

g) Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polisi, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi

h) Royalti

i) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta j) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala

k) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah


(42)

l) Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing m) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva n) Premi asuransi

o) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas

p) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

Penghasilan tersebut dapat dikelompokkan menjadi :

1. Penghasilan dan pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya.

2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan

3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti sewa, bunga, dividen, royalti, keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan, dan sebagainya 4. Penghasilan lain yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu dari tiga

kelompok penghasilan diatas, seperti :

- Keuntungan karena pembebasan utang

- Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing - Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva - Hadiah undian


(43)

Bagi Wajib Pajak dalam negeri, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sedangkan bagi Wajib Pajak luar negeri, yang menjadi Objek Pajak hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.

Tarif Pajak

Sesuai dengan Pasal 17 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, besarnya tarif pajak penghasilan bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebagai berikut :

1. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri Tabel 1

Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000,00 5%

Di atas Rp 50.000.000,00 s.d Rp 250.000.000,00 15%

Di atas Rp 250.000.000,00 s.d Rp 500.000.000,00 25%


(44)

4. Wajib Pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Wajib Pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah sebesar 28 % dan untuk Tahun 2010 menjadi 25 % .

Tabel 2

Jumlah WP Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

Dalam 3 (tiga) Tahun Terakhir

Tahun Jumlah WP

2011 88530

2010 76233

2009 61431

Sumber : KPP Pratama Binjai, 2012 3.3. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25

3.3.1. Dasar Hukum Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25

Dasar hukum PPh Pasal 25 adalah Undang – Undang No. 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang No.7 1991, Undang – Undang No. 10 tahun 1994 dan Undang – Undang No.17 tahun 2000, terakhir diubah dengan Undang – Undang No. 36 tahun 2008.


(45)

Uraian yang mengacu pada pasal 25 Undang – Undang No.36 tahun 2008 tentang perubahan keempat Undang – Undang No. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilam (PPh), selanjutnya aturan pelaksanaannya diperbaharui yaitu :

1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 84/KMK.04/2002 tanggal 08 Maret 2002 tentang perhitungan besarnya angsuran Pajak Penghasilan (PPh) dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak baru, Bank, Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala termasuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu. Keputusan ini telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008.

2) Keputusan Direktur Jendral Pajak nomor PER-210/PJ/2001 tanggal 12 Maret 2001 tentang pembayaran angsuran bulanan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 dalam masa transisi tahun pajak 2001.

3.3.2. Definisi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25

Pajak penghasilan (PPh) pasal 25 adalah ketentuan yang mengatur tentang perhitungan besarnya angsuran bulanan pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri


(46)

oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan. Angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan PPh. Dasar hukum pembahasan PPh pasal 25 adalah Undang – Undang No. 36 tahun 2008. (Setu, 2009 : 147)

3.3.3.Batas Waktu Pelaporan dan Penyetoran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25

Dalam tahun pajak dikenal adanya suatu batas bagi Wajib Pajak untuk melakukan kewajibannya yaitu membayar pajak dan melaporkannya. Ketentuan ini merupakan ketentuan yang berasal dari peraturan Perundang – Undangan yang berlaku, yakni Undang – Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan dan Tatacara Perpajakan (KUP). Ketentuan ini juga berdasarkan pada peraturan – peraturan Pemerintah maupun Menteri Keuangan.

Ketentuan ini tentu saja dimaksudkan untuk adanya ketertiban dalam administrasi perpajakan dan juga untuk memudahkan dalam pengawasan yang dilakukan oleh otoritas perpajakan.

Tanggal jatuh tempo penyetoran Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 untuk suatu saat atau masa pajak, paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan untuk batas waktu pelaporan pajak penghasilan (PPh) pasal 25 paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir.


(47)

3.3.4. pelaporan pajak penghasilan pasal pph 25

Wajib pajak yang melakukan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 pada tempat pembayaran dan Surat Setoran Pajaknya telah mendapat validasi nomor transaksi penerimaan negara (NTPN), maka surat pemberitahuan masa pajak penghasilan (PPh) pasal 25 dianggap telah disampaikan kekantor pelayanan pajak sesuai dengan validasi yang tercantum pas Surat Setoran Pajak.

Wajib Pajak dengan jumlah angsuran Pajak Penghasilan pasal 25 nihil atau angsuran Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 dalam bentuk satuan mata uang selain rupiah atau yang melakukan pembayaran tidak secara on-line dan tidak mendapat validasi dengan nomor transaksi penerimaan negara (NTPN), tetap harus menyampaikan surat pemberitahuan masa pph pasal 25 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3.3.5. Penyetoran Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25

Pajak penghasilan (PPh) sebagaiman dimaksud dalam pasal 25 Undang – Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang – Undang nomor 36 tahun 2008, harus dibayar paling lama tanggal 15 bulan berikutya setelah masa pajak terakhir.

Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, maka pembayaran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.


(48)

Hari libur nasional termasuk hari yang diliburkan untuk penyelengaraan pemilihan umum yang ditetapkan oleh pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh pemerintah.

Pembayaran pajak dapat dilakukan melalui Bank Persepsi atau Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pos Persepsi dengan sistem pembayaran secara on-line.

Pembayaran pajak harus dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak.

Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi. Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain dianggap sah apabila telah divalidasi dengan nomor transaksi penerimaan negara (NTPN).

Nomor transaksi penerimaan negara (NTPN) adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan melalui modul penerimaan negara (MPN)

3.3.6.Dasar Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25

Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan (PPh) yang terutang menurut SPT PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan pajak penghasilan yang dipotog dan / dipungut (yang tidak bersifat final) serta Pajak Penghasilan (PPh)


(49)

yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, pasal 22, pasal 23, dan pasal 24 dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam tahun pajak.

Dalam pelaksanaan pph pasal 25 mempunyai ketentuan sebagai berikut : 1. Setelah mengetahui selisih pajak yang terutang pada tahun yang

lalu, maka kita dapat mengetahui besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulannya pada tahun sekarang yaitu besarnya selisih pajak dibagi 12 atau banyakya bulan dalam bagian tahun pajak.

2. Batas waktu penyampaian SPT tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi adalah 3 (tiga) bulan setelah tahun pajak berakhir. Karen dalam hal ini tidak sempat menghitung besarnya angsuran pajak sekarangan, maka ditetapkan angsuran pajak bulan – bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT PPh adalah sama dengan angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu, tetapi tidak boleh lebih dari rata – rata angsuran bulanan tahun pajak yang lalu. 3. Angsuran bulanan yang mengguanakan Surat Ketetapan Pajak

(SKP) dihitung menurut Surat Ketetapan Pajak (SKP) terakhir. 4. Dalam hal – hal tertentu Direktorat Jendral Pajak memberikan

wewenang untuk menyelesaikan perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak (WP) dalam


(50)

tahun berjalan, yang besar angsuran bulanannya mendekati kewajaran.

PPh Pasal 25 = PPh terutang - (PPh Pasal 21,22,23,24 tahun lalu)

12

Contoh :

Berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahun 2011 PT. ABC atas PPh terutang adalah Rp 90.000.000,00,- Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga, dan PPh yang terutang atau dibayar di luar negeri dalam tahun 2011 adalah sebagai berikut :

- Pemungutan PPh Pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp 20.000.000,00,-

- Pemotongan PPh Pasal 23 oleh penyelenggara kegiatan sebesar Rp 2.000.000,00,-

- Pembayaran Pajak di luar negeri yang dapat dikreditkan (PPh Pasal 24) sebesar Rp 8.000.000,00,-

Angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun 2011 adalah :

Berdasarkan SPT PPh tahun 2011 PT. ABC atas PPh terhutang Rp 90.000.000,00,-


(51)

Kredit Pajak :

PPh Pasal 22 Rp 20.000.000,00

PPh Pasal 23 Rp 2.000.000,00 PPh Pasal 24 Rp 8.000.000,00

Total Kredit Pajak Rp 30.000.000,00(-)

Dasar penghitungan angsuran Rp 60.000.000,00

Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan (PPh Pasal 25) dalam tahun 2011 adalah:

Rp 60.000.000,00 : 12 = Rp 5.000.000,00 3.4. SPT Masa Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat atau formulir atau sarana yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak, bukan objek pajak, harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peratura perundang – undangan perpajakan.

Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT, baik dalam bentuk formulis kertas elektronik dengan lengkap, benar, dan jelas, dalam bahasa indonesia dan menandatangani serta menyampaikan kekantor pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan Direktorat Jendral Pajak.


(52)

3.4.1. Batas Waktu Penyampaian dan Penyetoran SPT Masa

SPT-masa Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25, yang menyampaikan SPT adalah Wajib Pajak yang mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dan batas waktu penyampaian SPT-masa adalah tanggal 20 bulan takwin setelah masa pajak berakhir dan untuk batas waktu penyetoran SPT-masa paling lambat tanggal 25 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir.

3.4.2. Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT Masa

SPT-masa yang terlambat menyampaikan dalam batas waktu penyampaian SPT masa atau batas waktu perpanjanan penyampaian SPT, dikenai sanksi berupa denda sebesar rp 100.000-, untuk SPT masa.

Menurut Undang – Undang no. 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang – Undang no. 6 tahub 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Pepajakan yang mulai berlaku 1 januari 2008, adapun sanksi tidak menyampaikan spt-masa adalah kurungan pidana paling lama 1 tahun dan denda sebesar 200 % dari pajak terutangnya.


(53)

3.5. Surat Setoran Pajak

Surat Setoran Pajak adalah surat yang Wajib Pajak gunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terhutang kepada kas negara atau ketempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan Direktorat Jendral Pajak.

Surat Setoran Pajak dibuat dalam rangkap 5 (lima) yang didistribusikan sebagai berikut :

1. Untuk arsip pajak.

2. Untuk Kantor Pelayanan Pajak Pratama melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.

3. Untuk dilaporkan oleh wajib pajak ke Kantor Pelayanan Pajak. 4. Untuk arsip Kantor Penerimaan Pembayaran.

5. Untuk arsip Wajib Pajak pungut atau pihak lain.

Sanksi untuk keterlambatan pembayaran pajak akan dikenakan sanksi denda administrasi bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.


(54)

Bagan Prosedur

Pelaporan Dan Penyetoran SPT Masa PPh Pasal 25


(55)

BAB IV

ANALISIS DAN EVALUASI

4.1 Tatacara Pelaporan dan Penyetoran SPT Masa PPh Pasal 25 Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

Sebelum penulis membahas tentang tatacara pelaporan dan penyetoran Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 orang pribadi terlebih dahulu penulis akan membahas secara garis besar tentang Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25, yaitu besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulannya adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terhutang menurut Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan tahun pajak yang lalu dikurang dengan Pajak Penghasilan yang dibayar atau terhutang diluar negeri yang boleh dikreditkan sebagai mana dimaksud dalam pasal 21, pasal 22, pasal 23, dam pasal 24 dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan pajak.

Angsuran Pajak Penghasilan pasal 25 untuk bulan – bulan sebelum batas waktu penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan, sama dengan besarnya dengan angsuran pajak untuk bulan – bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu sepanjang tidak kurang dari rata – rata angsuran bulanan tahun pajak yang lalu.


(56)

4.1.1 Tatacara Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 Orang Pribadi

Penyetoran pajak terhutang untuk Pajak Penghasilan pasal 25 dibayar ketempat pembayaran selambat – lambatnya tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Adapun cara pembayarannya sebagai berikut :

1. Wajib pajak setelah mengisi Surat Setoran Pajak (SSP) dengan lengkap dan benar, kemudian membayar pajak tersebut ke Bank, Kantor Pos dan Giro Persepsi

2. Petugas penerima pembayaran menerima SSP, meneliti, memberi paraf dan tanggal pembayaran serta cap instansinya.

3. Petugas memberikn SSP kepada Wajib Pajak yaitu lembar ke-1 dan lembar ke-3, sedang lembar ke-2 dikirim ke KPKN.

Apabila Wajib Pajak terlambat untuk membayar pajaknya dikenakan sanksi administrasi bunga 2% dari jumlah pembayaran dan apabila angsuran yang dibayar masih kurang bayar juga dikenakan sanksi administrasi bunga 2% dari kekurangan pembayarannya.

4.1.2 Tatacara Pelaporan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 Orang Pribadi

Pelaporan Surat Pemberitahuan Masa (SPT) Pajak Penghasilan pasal 25 orang pribadi yang dalam hal ini SSP lembar ke-3 dilaporkan ke Kantor Pelayanan


(57)

Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikirim melalui Pos (dengan tanda terima pengiriman) selambat – lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya. Pada saat pelaporan Wajib Pajak menyerahkan SSP lembar ke-1 dan lembar ke-3 kemudian oleh petugas KPP tersebut diterima dan direkam serta memberikan tanda terima pelaporan setelah dicap dan ditandatangani oleh petugas KPP. Apabila SPT masa Pajak Penghasilan pasal 25 orang pribadi tidak disampaikan atau disampaikan tetapi setelah lewat batas waktu yang telah ditetapkan maka dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 200.000,-.

Untuk menagih sanksi administrasi berupa denda dan bunga tersebut diatas kantor pelayanan pajak pratama dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP).

4.2 Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap SPT Masa PPh Pasal 25 Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

Dalam laporan ini yang akan menjadi pembahasan terhadap pengawasan Wajib Pajak adalah data yang berasal dari intern Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai. Berikut ini penulis menyajikan laporan penyampaian SPT masa PPh pasal 25 orang pribadi tahun 2011 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.


(58)

Tabel 3

Laporan Penyampaian SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 Orang Pribadi Tahun 2011 Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

Sumber KPP Pratama Binjai

Dari tabel diatas diketahui bahwa Wajib Pajak terdaftar tahun 2011 dengan rata – rata setiap bulannya sekitar 1127 orang tetapi yang menyampaikan SPT masa PPh pasal 25 orang pribadi rata – rata setiap bulannya hanya sekitar 780 orang saja. Itu berarti ada 69,2% Wajib Pajak terdaftar yang sadar akan kewajiban perpajakannya. Dengan kata lain, tidak semua Wajib Pajak yang terdaftar melaksanakan kewajibannya dalam menyampaikan SPT. hal ini disebabkan karena sebagian Wajib Pajak yang terdaftar seharusnya memiliki kewajiban untuk

Bulan

WP yang menyampaikan

spt masa

WP terdaftar

Januari 813 1113

Februari 813 1165

Maret 795 1108

April 779 1250

Mei 783 1060

Juni 764 987

Juli 798 1177

Agustus 733 1035

September 784 1237

Oktober 791 1121

November 761 1089

Desember 749 1198


(59)

menyampaikan pajaknya tetapi tidak menjalankan. Hal ini dapat terjadi karena sebagian Wajib Pajak yang terdaftar hanya ingin mendapatkan kemudahan – kemudahan dalam kepentingan pribadinya dengan memperoleh NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) tanpa menjalankan kewajibannya sebagai Wajib Pajak.

Dari keterangan diatas dapat dikatakan bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak menyampaikan SPT masa Pajak Penghasilan pasal 25 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai cukup terbilang rendah, ini dapat dilihat dari sedikitnya Wajib Pajak yang menyampaikan SPT masa Pajak Penghasilan pasal 25 orang pribadi.

Telah diketahuai pada bab sebelumnya bahwa pelaksanaan pembayaran masa PPh pasal 25 orang pribadi sangat penting dalam penerimaan negara disektor pajak. Direktorat Jendral Pajak telah banyak menerapkan kemudahan – kemudahan dalam dalam prosedur administrasinya. Tetapi masih banyak masyarakat yang tidak patuh akan kewajibannya tersebut. Apabila penyetoran serta pelaporan SPT masa Pajak Penghasilan pasal 25 orang pribadi yang telah dilaksanakan oleh Wajib Pajak diadministrasikan dengn cermat dan bijak akan dapat meningkatkan pendapatan negara sampai dengan batas atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Namun dalam kenyataan yang keinginan tersebut masih merupakan hal yang sangat langka ataupun belum bisa terjadi karena dilihat dari data – data yang telah diberikan diatas yaitu yang terdapat pada tabel 3 tentang tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan Pajak Penghasilan orang pribadi dapat disimpulkan


(60)

bahwa kepatuhan dan kesadaran harus dapat ditingkatkan lagi, mengingat masih banyak Wajib Pajak yang tidak melaporkan atau menyampaikan kewajibannya untuk membayar Pajak Penghasilan pasal 25. Besarnya persentase Wajib Pajak tidak melapor tentunya akan sangat mempengaruhi penerimaan pajak.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai bahwa terdapat beberapa faktor yang mmpengaruhi tingkat kesadaran Wajib Pajak dalam menyetorkan serta melaporkan SPT masa Pajak Penghasilan pasal 25 orang pribadi. Faktor – faktor tersebut meliputi :

1. Kondisi perekonomian yang semakin rendah. 2. Wajib Pajak yang bersangkutan meninggal dunia

3. Wajib Pajak yang bersangkutan pindah alamat dan tidak memberitahukan kepada petugas kantor pelayanan pajak.

4. Wajib Pajak menunda – nunda dalam menyampaikan SPT masa PPh pasal 25 5. Kesibukan Wajib Pajak yang mengakibatkan Wajib Pajak lupa atau terlambat

menjalankan kewajiban perpajakannya.

6. Usaha yang dijalankan mengalami kebangkrutan atau tidak berjalan lagi. 7. Kurangnya kesadaran Wajib Pajak dalam menjalankan kewajiban

perpajaknnya.

8. Penyuluhan Wajib Pajak yang kurang memadai.

9. Petugas pajak yang kurang tegas terhadap Wajib Pajak yang tidak atau terlambat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.


(61)

4.3 Upaya – Upaya Dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Untuk Menyetor dan Melaporkan Pajaknya

Adapun upaya – upaya yang dapat dilakukan fiskus dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak untuk menyetor dan melaporkan pajaknya yaitu :

1. Memberikan informasi tentang pajak

Sebaiknya informasi yang diberikan kepada masyarakat tidaklah sekedar agar masyarakat mempunyai kesadaran yang tinggi dalam melaksanakan kewajibannya sebagai Wajib Pajak tetapi juga mengenai hak mereka kepada Wajib Pajak dan apa manfaat mereka dalam membayar pajak. Pemberian informasi tentang pajak tidaklah cukup dengan hanya diberikan pada kantor pelayanan pajak saja, tetapi juga disampaikan melalui media – media yang mudah didapatkan oleh masyarakat baik media massa maupun media elektronik.

2. Memberikan jasa pelayanan dengan baik kepada Wajib Pajak.

Pelayanan yang baik kepada masyarakat dapat meningkatkan kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

3. Penyuluhan pajak

Penyuluhan seputar perpajakan harus sering dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak, misalnya saja dengan menyelenggarakan seminar – seminar dalam memperkenalkan sistem perpajakan yang terbaru dan lebih mudah dipahami


(62)

tentunya kepada masyarakat umum, seminar – seminar pada mahasiswa didunia kampus, maupun workshop aplikasi pengisian SPT.

Penyuluhan juga dapat dilakukan dengan membagikan atau menyediakan di Kantor Pelayanan Pajak yaitu seperti modul – modul mengenai jenis pajak tertentu, selebaran – selebaran pajak ataupun dapat berupa spanduk pada jalan raya untuk memberitahu informai tentang pajak.


(63)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab – bab sebelumnya, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pelaksana pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai secara keseluruhan belum berjalan dengan baik. Hal ini terbukti dengan masih rendahnya kepatuhan dan Wajib Pajak terutama dalam hal pelaksanaan kewajiban perpajakan.

2. Pajak Penghasilan pasal 25 orang pribadi adalah merupakan pelunasan hutang pajak untuk memenuhi perpajakannya sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Selain dipotong atau dipungut oleh pihak lain Wajib Pajak diperkenankan untuk mengangsur pajak yang terhutang diakhir tahun.

3. Dilihat dari jumlah Wajib Pajak yang aktif ternyata masih banyak Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya, namun belum ditindak lanjuti secara optimal.

4. Tanpa adanya pengawasan yang efektif terhadap kewajiban pelaporan kewajiban pelaporan sulit dharapkan untuk mencapai hasil – hasil yang memuaskan, karena tingkat kesadaran Wajib Pajak yang masih rendah.


(64)

5.2. Saran

Beberapa saran dari penulis guna meningkatkan kinerja dalam penetapan Pajak Penghasilan pasal 25 orang pribadi antara lain :

1. Meningkatkan disiplin kerja agar target yang yang ditetapkan dapat tercapai, sehingga dapat meningkatkan penerimaan Pajak Penghasilan pasal 25 orang pribadi.

2. Untuk meningkatkan mutu pelayanan dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai, maka diharapkan kualitas Sumber Daya Manusia terutama fiskus harus memadai, sehingga mampu menterjemahkan atau saling tidak memberi penjelasan yang memadai terhadap Undang – Undang dan penerapannya dalam bentuk teknis kepada Wajib Pajak yang membutuhkan penjelasan, bimbingan, penyuluhan, dan berkaitan dengan kewajiban perpajakan.

3. Perlunya pengawasan yg efektif untuk menjamin keberhasilan pelaporan diri bagi Wajib Pajak, dan diarahkan untuk mendeteksi kemungkinan adanya pelanggaran lainnya dari kewajiban pelaporan diri bagi Wajib Pajak pindah NPWP. Namun tidak mempersulit Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajibannya.

4. Penyuluhan pajak yang dikombinasikan dengan penerapan sanksi juga perlu mendapat perhatian khusus. Melalui kombinasi ini kita menanamkan suatu kesan bahwa pada dasarnya kewajiban pelaporan diri ini adalah untuk kepentingan dan kebaikan Wajib Pajak itu sendiri. Dan diharapkan Wajib


(65)

Pajak termotivasi agar mau melaksanakan kewajiban perpajakannya sebaik mungkin.

5. Meningkatkan sosialisasi mengenai perpajakan khususnya Pajak Penghasilan pasal 25 orang pribadi kepada masyarakat yang seharusnya melaksanakan kewajiban perpajakannya.

6. Sebaiknya bagi Wajib Pajak yang non efektif tersebut dicari terlebih dahulu mengapa mereka menjadi tidak efektif lagi, ini berguna agar bisa diambil tindakan tegas oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.


(66)

DAFTAR PUSTAKA

Fidel, 2008, Pa jak Penghasilan, CAROFIN Publishing, Jakarta.

Ivan, Billy, Pokok Pokok Ketentuan Umum Perpajakan, GRAHA ILMU, Yogyakarta.

Setyawan, Setu, 2009, Perpajakan Indonesia , Umm Press, Malang. Sumarsan, Thomas, 2009, Perpajakan Indonesia , Esia Media, Bogor.

Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pa jak Penghasilan

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pa jak Penghasilan Pajak 21 dan atau Pasal 26 Sehubungan Dengan Peker jaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pr ibadi.

Keputusan direktur jendral pajak nomor PER-210/PJ/2001 tentang pembayaran angsuran bulanan pajak penghasilan (PPh) pasal 25 dalam masa transisi tahun pajak 2001.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tentang perhitungan besarnya angsuran Pa jak Penghasilan (PPh) dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wa jib Pa jak baru, Bank, Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wa jib Pa jak masuk bursa dan Wa jib Pa jak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala termasuk Wa jib Pa jak orang pribadi pengusaha tertentu.


(1)

4.3 Upaya – Upaya Dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Untuk Menyetor dan Melaporkan Pajaknya

Adapun upaya – upaya yang dapat dilakukan fiskus dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak untuk menyetor dan melaporkan pajaknya yaitu :

1. Memberikan informasi tentang pajak

Sebaiknya informasi yang diberikan kepada masyarakat tidaklah sekedar agar masyarakat mempunyai kesadaran yang tinggi dalam melaksanakan kewajibannya sebagai Wajib Pajak tetapi juga mengenai hak mereka kepada Wajib Pajak dan apa manfaat mereka dalam membayar pajak. Pemberian informasi tentang pajak tidaklah cukup dengan hanya diberikan pada kantor pelayanan pajak saja, tetapi juga disampaikan melalui media – media yang mudah didapatkan oleh masyarakat baik media massa maupun media elektronik.

2. Memberikan jasa pelayanan dengan baik kepada Wajib Pajak.

Pelayanan yang baik kepada masyarakat dapat meningkatkan kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

3. Penyuluhan pajak

Penyuluhan seputar perpajakan harus sering dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak, misalnya saja dengan menyelenggarakan seminar – seminar dalam memperkenalkan sistem perpajakan yang terbaru dan lebih mudah dipahami


(2)

tentunya kepada masyarakat umum, seminar – seminar pada mahasiswa didunia kampus, maupun workshop aplikasi pengisian SPT.

Penyuluhan juga dapat dilakukan dengan membagikan atau menyediakan di Kantor Pelayanan Pajak yaitu seperti modul – modul mengenai jenis pajak tertentu, selebaran – selebaran pajak ataupun dapat berupa spanduk pada jalan raya untuk memberitahu informai tentang pajak.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab – bab sebelumnya, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pelaksana pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai secara keseluruhan belum berjalan dengan baik. Hal ini terbukti dengan masih rendahnya kepatuhan dan Wajib Pajak terutama dalam hal pelaksanaan kewajiban perpajakan.

2. Pajak Penghasilan pasal 25 orang pribadi adalah merupakan pelunasan hutang pajak untuk memenuhi perpajakannya sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Selain dipotong atau dipungut oleh pihak lain Wajib Pajak diperkenankan untuk mengangsur pajak yang terhutang diakhir tahun.

3. Dilihat dari jumlah Wajib Pajak yang aktif ternyata masih banyak Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya, namun belum ditindak lanjuti secara optimal.

4. Tanpa adanya pengawasan yang efektif terhadap kewajiban pelaporan kewajiban pelaporan sulit dharapkan untuk mencapai hasil – hasil yang memuaskan, karena tingkat kesadaran Wajib Pajak yang masih rendah.


(4)

5.2. Saran

Beberapa saran dari penulis guna meningkatkan kinerja dalam penetapan Pajak Penghasilan pasal 25 orang pribadi antara lain :

1. Meningkatkan disiplin kerja agar target yang yang ditetapkan dapat tercapai, sehingga dapat meningkatkan penerimaan Pajak Penghasilan pasal 25 orang pribadi.

2. Untuk meningkatkan mutu pelayanan dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai, maka diharapkan kualitas Sumber Daya Manusia terutama fiskus harus memadai, sehingga mampu menterjemahkan atau saling tidak memberi penjelasan yang memadai terhadap Undang – Undang dan penerapannya dalam bentuk teknis kepada Wajib Pajak yang membutuhkan penjelasan, bimbingan, penyuluhan, dan berkaitan dengan kewajiban perpajakan.

3. Perlunya pengawasan yg efektif untuk menjamin keberhasilan pelaporan diri bagi Wajib Pajak, dan diarahkan untuk mendeteksi kemungkinan adanya pelanggaran lainnya dari kewajiban pelaporan diri bagi Wajib Pajak pindah NPWP. Namun tidak mempersulit Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajibannya.

4. Penyuluhan pajak yang dikombinasikan dengan penerapan sanksi juga perlu mendapat perhatian khusus. Melalui kombinasi ini kita menanamkan suatu kesan bahwa pada dasarnya kewajiban pelaporan diri ini adalah untuk kepentingan dan kebaikan Wajib Pajak itu sendiri. Dan diharapkan Wajib


(5)

Pajak termotivasi agar mau melaksanakan kewajiban perpajakannya sebaik mungkin.

5. Meningkatkan sosialisasi mengenai perpajakan khususnya Pajak Penghasilan pasal 25 orang pribadi kepada masyarakat yang seharusnya melaksanakan kewajiban perpajakannya.

6. Sebaiknya bagi Wajib Pajak yang non efektif tersebut dicari terlebih dahulu mengapa mereka menjadi tidak efektif lagi, ini berguna agar bisa diambil tindakan tegas oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Fidel, 2008, Pa jak Penghasilan, CAROFIN Publishing, Jakarta.

Ivan, Billy, Pokok Pokok Ketentuan Umum Perpajakan, GRAHA ILMU, Yogyakarta.

Setyawan, Setu, 2009, Perpajakan Indonesia , Umm Press, Malang. Sumarsan, Thomas, 2009, Perpajakan Indonesia , Esia Media, Bogor.

Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pa jak Penghasilan

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pa jak Penghasilan Pajak 21 dan atau Pasal 26 Sehubungan Dengan Peker jaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pr ibadi.

Keputusan direktur jendral pajak nomor PER-210/PJ/2001 tentang pembayaran angsuran bulanan pajak penghasilan (PPh) pasal 25 dalam masa transisi tahun pajak 2001.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tentang perhitungan besarnya angsuran Pa jak Penghasilan (PPh) dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wa jib Pa jak baru, Bank, Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wa jib Pa jak masuk bursa dan Wa jib Pa jak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala termasuk Wa jib Pa jak orang pribadi pengusaha tertentu.