Status Penguasaan Lahan Mangrove
25 memiliki INP sebesar 300. Kerapatan individu di daerah ini adalah 900
individuha, dan dengan potensi tiang sebesar 754,3 m
3
ha. Komunitas mangrove di Desa Sidodadi memiliki ketebalan sekitar 4 km.
Identifikasi mangrove yang dilakukan Mukhlisi et al. 2013 di Desa Sidodadi, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, menunjukkan
komposisi penyusun jenis mangrove yang ditemukan meliputi 22 jenis yang termasuk ke dalam 10 jenis mangrove mayor, 4 jenis mangrove minor, dan 8 jenis
asosiasi mangrove. Keanekaragaman jenis mangrove pada strata semai memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis Shannon-
Wienner H’ = 0,77, pancang H’= 0.83 dan pohon H’= 0.96. Rhizophora apiculata Blume. dan
Rhizophora stylosa Griff. merupakan dua jenis mangrove dengan INP
tertinggi pada setiap strata pertumbuhan. Rhizophora apiculata Blume. memiliki nilai INP tertinggi untuk strata pohon 99.63 sedangkan
Rhizophora stylosa Griff. dominan pada strata pancang 104.57 dan semai
68.60. Hasil penelitian Mayuftia et al. 2013 di desa yang sama menunjukkan bahwa tingkat kerusakan ekosistem mangrove berdasarkan kriteria nilai
NDVI normalized difference vegetation index sebesar 0,25 dan 0,378, tergolong rusak berat dan rusak sedang. Berdasarkan baku mutu suatu ekosistem
mangrove dengan menggunakan kerapatan pohon dengan interpretasi citra menggunakan Landsat TM, kerapatan pohonnya berkisar antara 880- 1.100
pohon, sehingga dikategorikan sangat rapat. Biomassa karbon mangrove terkandung pada vegetasi mangrove yang ada di desa tersebut yaitu 10.694.870,18
kgha.
Identifikasi flora dan fauna mangrove juga dilakukan oleh Balai Pengelolaan Hutan Mangrove BPHM Wilayah II Kementerian Kehutanan.
Identifikasi tersebut dilakukan di Daerah Perlindungan Mangrove yang dikelola oleh Badan Perlindungan Daerah Perlindungan Mangrove BPDPM Desa Pulau
Pahawang. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat sekitar 41 jenis tumbuhan di wilayah tersebut. Tumbuhan pohon berjumlah 31 jenis yang didominasi oleh
Rhizophora
spp dan Bruguiera spp, sementara tumbuhan bawah sejenis herba, perdu, palem, semak, dan tumbuhan menjalar berjumlah 10 jenis. Berbagai jenis
fauna yang teridentifikasi antara lain dari jenis mamalia, aves, reptil, dan moluska BPHM II Kementerian Kehutanan 2012.
Kabupaten Pesawaran belum memiliki peraturan daerah yang secara khusus mengatur pengelolaan mangrove di wilayahnya, tetapi ada beberapa kebijakan
yang terkait dengan pengelolaan mangrove dan sekaligus juga pengusahaan tambak udang. Kebijakan tersebut adalah perijinan pengusahaan tambak udang,
pembentukan Tim Monev Tambak, SK Bupati Pesawaran No. 162.BIII.06HK 2009 tentang Badan Pengelola Daerah Perlindungan Mangrove Kecamatan
Punduh
Pedada Kabupaten
Pesawaran, SK
Bupati Pesawaran
No. 175III.06HK2009 tentang Pokja Mangrove dan Perda Kabupaten Pesawaran
No. 4 tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Pesawaran Tahun 2011-2031. Dalam implementasinya, kebijakan di atas ternyata lebih mendukung intensifikasi
tambak udang dibandingkan pelestarian mangrove.
Berdasarkan RTRW Kabupaten Pesawaran, mangrove yang merupakan bagian dari kawasan sempadan pantai termasuk di dalam kawasan perlindungan
setempat. Kawasan sempadan pantai adalah sempadan berjarak 100 meter dari bibir pantai yang terletak di Kecamatan Punduh Pedada Kecamatan Punduh
26 Pedada telah dimekarkan menjadi Kecamatan Punduh Pedada dan Kecamatan
Marga Punduh pada tahun 2012 dan Kecamatan Padang Cermin. Perwujudan kawasan sempadan pantai meliputi: penataan kawasan sempadan pantai untuk
melindungi pantai dari berbagai usaha danatau kegiatan yang dapat mengganggu fungsi sempadan pantai, penertiban bangunan yang melanggar kawasan sempadan
pantai, penyelamatan terumbu karang, dan rehabilitasi ekosistem hutan bakau mangrove. RTRW juga menetapkan wilayah di sepanjang pesisir pantai di tiga
kecamatan di atas sebagai kawasan peruntukan perikanan budidaya berupa rencana pengembangan tambak, baik tambak udang maupun tambak ikan
bandeng. Selain itu, wilayah tersebut telah ditetapkan sebagai kawasan minapolitan yang berbasis budidaya udang sebagai komoditas unggulannya.
RTRW memuat pula ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang yang menjadi acuan pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah
kabupaten yang meliputi: ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan pemberian insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi. Ketentuan
umum zonasi sempadan pantai meliputi: 1.
Kegiatan yang diijinkan meliputi: a.
Kawasan sempadan pantai ditetapkan 100 meter dari titik pasang tertinggi; b.
Kegiatan yang diijinkan dalam kawasan sempadan pantai yang termasuk zona pemanfaatan terbatas dalam wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
diperkenankan dilakukan kegiatan budidaya pesisir, ekowisata, dan perikanan tradisional; dan
c. Dalam kawasan sempadan pantai yang termasuk dalam zona inti wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil tidak diperkenankan dilakukan kegiatan budidaya kecuali kegiatan penelitian, bangunan pengendali air, dan sistem
peringatan dini;
2. Kegiatan yang diijinkan bersyarat berupa:
a. Bangunan penunjang pariwisata; dan
b. Bangunan pengolahan limbah dan bahan pencemar lainnya;
3. Kegiatan yang dilarang berupa:
a. Bangunan yang tidak berhubungan secara langsung dengan fungsi wilayah
pantai; dan b.
Kegiatan baik berupa bangunan maupun bukan yang potensi mencemari pantai;
4. Intensitas pemanfaatan ruang meliputi koefisien dasar bangunan KDB yang
diijinkan 10; koefisien lantai bangunan KLB yang diijinkan 10; dan koefisien daerah hijau KDH yang diijinkan 90.
Dinamika yang terjadi di ketiga kecamatan pesisir tersebut telah menyebabkan perubahan lingkungan yang berlangsung secara kontinyu, terutama
diakibatkan oleh banyaknya lahan mangrove yang dikonversi menjadi tambak udang oleh pengusaha. Secara umum, tambak udang diklasifikasikan ke dalam
tiga tingkatan, yaitu: ekstensif, semi intensif, dan intensif Tabel 7. Pengusahaan tambak udang secara ekstensif telah dimulai sekitar tahun 1980-an, sementara
secara semi intensif dan intensif mulai dilakukan sekitar akhir 1990-an. Konversi mangrove secara masif menjadi tambak udang mengakibatkan fungsi
dan manfaatnya yang sangat penting untuk mendukung kehidupan di daerah pesisir menjadi hilang dan membuat masyarakat lokal menjadi termarjinalkan.
Dampak yang muncul akibat aktivitas tersebut memperoleh kepedulian dari salah
27 satu LSM di Provinsi Lampung, yaitu LSM Mitra Bentala. LSM ini sejak tahun
1997 aktif melakukan fasilitasi masyarakat pesisir di Kabupaten Pesawaran untuk mempertahankan keberadaan mangrove di wilayahnya. LSM Mitra Bentala juga
memfasilitasi pembentukan kelembagaan lokal di Pulau Pahawang; namun kelembagaan lokal tersebut menghadapi tantangan terhadap keberlanjutan
kelembagaannya berupa intervensi dari aktor lainnya yang memiliki kepentingan berbeda.
Tabel 7 Klasifikasi sistim budidaya udang
Uraian Ekstensif
Semi intensif Intensif
Ukuran petak ha 1-10
1-2 0,1-1
Penambahan populasi
alami + buatan buatan
buatan Kepadatan tebar
benurm
2
1-3 3-10
10-50 Sumber benur
alam + hatchery hatchery
+ alam hatchery
Produksi tahunan 0,6-1,5 tonhatahun
2-6 tonhatahun 7-15 tonhatahun
Sumber pakan alami
alami + formula formula
Pupuk ya
ya ya
Pergantian air Pasang surut + pompa
5 tiap hari pompa 25
tiap hari pompa 30
tiap hari Aerasi
tidak ya
ya Keragaman jenis
mayoritas monokultur, beberapa polikultur
dengan ikan monokultur
monokultur Masalah penyakit
jarang sedang - sering
sering Tenaga kerja
7 orangha 1-3 orangha
1 orangha Biaya konstruksi
tambak US 10-35.000ha
US 25-250.000ha Biaya produksi kg
US 1-3 US 2-6
US 4-8 Sumber: Ronnback 2002