Sumber: Pemerintah Kabupaten Pesawaran 2012
Gambar 3 Rencana sistem perkotaan Kabupaten Pesawaran 21
22
2.4 Status Penguasaan Lahan Mangrove
Mangrove yang terdapat di Kabupaten Pesawaran tumbuh di lahan-lahan yang berada di luar kawasan hutan negara. Berdasarkan penuturan tokoh-tokoh
masyarakat dan tetua kampung, dahulunya tidak ada yang mengklaim kepemilikan lahan-lahan mangrove di wilayah tersebut; karena sebagian besar
masyarakat memiliki profesi sebagai petani yang menggarap sawah atau ladang dan nelayan yang mencari ikan di laut. Budidaya udang yang mulai berkembang
di tahun 1980-an mendorong sebagian masyarakat menguasai lahan mangrove untuk diusahakan menjadi tambak yang dikelola secara tradisional. Sebagian
lainnya menguasai lahan mangrove dengan tujuan untuk dijual kepada investor yang berasal dari luar wilayahnya. Di beberapa lokasi, sempat pula terjadi
pengambilalihan secara paksa lahan-lahan mangrove milik masyarakat oleh investor dengan ganti rugi yang tidak layak; sehingga sempat menimbulkan
konflik kekerasan. Seiring pesatnya perkembangan budidaya udang yang diusahakan secara semi intensif dan intensif sekitar akhir tahun 1990-an, sebagian
besar lahan-lahan mangrove yang berada di pesisir Kabupaten Pesawaran di daratan Pulau Sumatra telah beralih kepemilikannya kepada investor yang berasal
dari luar wilayah tersebut.
Saat ini, sebagian besar lahan mangrove yang berada di pesisir Kabupaten Pesawaran di daratan Pulau Sumatra merupakan lahan yang dibebani hak milik.
Hal ini dibuktikan dengan kepemilikan Surat Keterangan Tanah SKT yang dikeluarkan oleh kepala desa atau Sertifikat Hak Milik SHM yang dikeluarkan
oleh Badan Pertanahan Nasional BPN Kabupaten Pesawaran dan BPN Kabupaten Lampung Selatan SHM diterbitkan sebelum Kabupaten Pesawaran
dimekarkan dari Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2007. Sebagian lahan mangrove di wilayah yang sama, diklaim tanpa bukti kepemilikan lahan. Kondisi
serupa juga terjadi dengan lahan-lahan mangrove yang terdapat di pulau-pulau kecil yang masuk ke dalam wilayah kabupaten tersebut; namun, ada juga yang
diklaim oleh masyarakat setempat dan dikelola oleh kelembagaan lokal, seperti yang berada di Desa Pulau Pahawang.
Mangrove juga banyak ditemukan di wilayah Pangkalan Angkatan Laut Lanal TNI AL di Piabung, Teluk Ratai, Kecamatan Padang Cermin. Ketegasan
TNI AL dalam menjaga kedaulatan wilayahnya, secara tidak langsung membuat keberadaan mangrove terjaga dengan sangat baik. Pangkalan ini secara resmi
digunakan mulai tahun 1997 dan diproyeksikan sebagai Pangkalan TNI AL Wilayah Barat yang dibangun oleh PemerintahTNI AL sebagai pengembangan
Armada TNI AL yang meliputi beberapa wilayah, yaitu: Teluk Ratai seluas 1.097 ha, Piabung seluas 100 ha, Pulau Kalagian seluas 466,5 ha, Margodadi
seluas 905 ha, dan Sabu seluas 192 ha. Lanal Lampung merupakan salah satu Satuan Komando TNI Angkatan Laut dibawah Pangkalan Utama TNI AL III
Lantamal III yang berkedudukan di Jakarta, memiliki tugas pokok untuk menyelenggarakan dukungan logistik dan administrasi unsur-unsur TNI AL,
melaksanakan patroli laut di wilayah Lanal Lampung, pemberdayaan potensi nasional menjadi kekuatan pertahanan keamanan negara di bidang maritim, dan
tugas-tugas lainnya.
23 Secara teoritis, konsep hak kepemilikan property right dapat digunakan
untuk menjelaskan status kepemilikan dari lahan-lahan mangrove di atas; dimana menurut Robbins 2004 hak kepemilikan merupakan salah satu bagian dari kajian
politik ekologi. Ostrom dan Schlager 1996 mengemukakan bahwa hak kepemilikan dalam pelaksanaannya dapat dibagi lebih lanjut menjadi beberapa
bentuk, yaitu: access dan withdrawal, management, exclusion, dan alienation. Hak akses access adalah hak untuk memasuki suatu batas fisik kepemilikan
yang telah ditetapkan. Hak pemanfaatan withdrawal adalah hak untuk mendapatkan hasil atau produk dari suatu sumberdaya. Hak pengelolaan
management adalah hak untuk mengatur pola-pola pemanfaatan internal dan mengubah sumberdaya dengan melakukan perbaikan. Hak ekslusi exclusion
adalah hak untuk menentukan siapa yang akan mendapatkan hak akses dan bagaimana hak tersebut ditransfer. Hak pengalihan alienation adalah hak untuk
menjual atau menyewakan salah satu atau lebih hak-hak pilihan kolektif di atas.
Selanjutnya Ostrom dan Schlager 1996 membedakan hak-hak yang dimiliki oleh lima kelompok masyarakat yang mempunyai strata hak kepemilikan
dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi, yaitu: authorized entrant, authorized user, claimant, proprietor
, dan owner Tabel 6. Authorized entrant
adalah individu-individu yang diberi hak untuk dapat memasuki sumberdaya. Authorized user
adalah individu-individu yang diberi hak untuk dapat memasuki dan memanfaatkan sumberdaya. Claimant adalah individu-individu yang memiliki
hak yang sama sebagai authorized user ditambah hak pilihan kolektif untuk menentukan pengelolaannya. Proprietor adalah individu-individu yang memiliki
hak pilihan kolektif untuk berpartisipasi dalam pengelolaan dan menentukan keikutsertaanmengeluarkan pihak lain. Owner adalah individu-individu yang
diberi hak pilihan kolektif untuk dapat memasuki dan memanfaatkan, menentukan bentuk pengelolaan, menentukan keikutsertaanmengeluarkan pihak lain, dan
dapat memperjualbelikan hak atas sumberdaya. Dengan ciri-ciri hak kepemilikan di atas, maka secara de facto pihak-pihak, baik yang menguasai lahan-lahan
mangrove secara formal dengan bukti kepemilikan maupun informal dapat disebut sebagai owner; namun secara de jure hanya pihak-pihak yang memiliki
bukti kepemilikan secara formallah yang lebih kuat kedudukannya. Ada juga pihak yang disebut sebagai proprietor, karena hanya memiliki hak akses, hak
pemanfaatan, hak pengelolaan, dan hak ekslusi, yaitu kelembagaan lokal pengelolaan mangrove yang berada di Desa Pulau Pahawang.
Tabel 6 Hak-hak yang terikat berdasarkan posisi kelompok masyarakat
Tipe hak Owner
Proprietor Claimant
Authorized user
Authorized entrant
Access X
X X
X X
Withdrawal X
X X
X Management
X X
X Exclusion
X X
Alienation X
Sumber: Ostrom dan Schlager 1996