Definisi Operasional Metodologi .1 Kerangka Pemikiran
16 menjelaskan status penguasaan lahan mangrove oleh aktor-aktor dengan mengacu
pada konsep property right dari Ostrom dan Schlager 1996 dan konsep rezim pengelolaan kepemilikan Bromley 1991. Bab ini diakhiri dengan menguraikan
secara singkat kondisi mangrove di lokasi penelitian yang sebagian besar mengalami alih fungsi lahannya menjadi tambak-tambak udang intensif.
Bab 3 membahas tentang aktor dan relasi kekuasaan dalam pengelolaan mangrove yang sangat terkait dengan industrialisasi tambak udang yang terjadi di
lokasi penelitian. Pendekatan berorientasi aktor dari Bryant dan Bailey 1997 digunakan untuk mengkaji posisi, peran, dan kepentingan aktor yang terlibat;
yang dikombinasikan dengan teori akses dari Ribot dan Peluso 2003 untuk mengkaji kekuasaan dan mekanisme yang dijalankan oleh masing-masing aktor.
Pada bagian akhir, dibahas mengenai pembentukan jejaring penyelamatan mangrove yang bertujuan untuk mendorong implementasi kebijakan yang terkait
dengan pengelolaan mangrove menjadi lebih efektif.
Bab 4 membahas tentang analisis finansial pola penggunaan lahan mangrove dengan menghitung nilai NPV, BCR, dan IRR. Ada tiga pola
penggunaan lahan mangrove dominan yang terdapat di lokasi penelitian, yaitu: tambak udang intensif, pembibitan mangrove, dan ekowisata. Nilai yang tinggi
dari suatu pola penggunaan lahan dibandingkan pola lainnya akan menjelaskan mengapa suatu aktor memiliki kepentingan tinggi untuk menguasai sumberdaya
mangrove tersebut.
Bab 5 membahas tentang peran dan keberlanjutan kelembagaan lokal pengelolaan mangrove. Konsep kelembagaan lokal dari Uphoff 1986; 1994
digunakan untuk menganalisis tingkat pemahaman, kepatuhan, dan kepercayaan terhadap peraturan pengelolaan mangrove yang berlaku. Bab ini menguraikan
bagaimana pembentukan dan penguatan kelembagaan lokal di Desa Pulau Pahawang. Bab ini diakhiri dengan pembahasan mengenai keberlanjutan
kelembagaan lokal, dimana kelembagaan lokal belum memperoleh status dan kualitas kelembagaannya karena kegagalannya dalam menegakkan aturan-aturan
yang telah disepakati bersama.
Bab 6 memuat pembahasan umum dari bab-bab sebelumnya. Bab ini juga menguraikan keterkaitan antara konversi mangrove dengan perkembangan
industrialisasi tambak udang yang terjadi di Indonesia; termasuk mengaitkan berbagai hasil penelitian yang menunjukkan bagaimana tambak udang sangat
bergantung pada jasa lingkungan yang disediakan oleh alam dan harus mempertimbangkan daya dukung budidaya udang dari perspektif ekosistem. Hal
tersebut dilakukan karena budidaya perikanan pada dasarnya merupakan proses ekologi alami, meskipun dalam budidaya udang intensif hal tersebut dilakukan
untuk mencapai proporsi industri. Selain itu, bab ini juga menjelaskan pentingnya partisipasi masyarakat lokal, karena masyarakat lokal merupakan bagian dari
ekosistem hutan; sehingga pengelolaan mangrove harus dilakukan secara adaptif agar tetap lestari. Disertasi ini diakhiri oleh Bab 7 yang memuat kesimpulan,
implikasi teori, dan kebijakan.
17
2 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN