diselesaikan dan belajar karena takut tidak lulus yang mengakibatkan rasa malu. Jika siswa yang stres dalam menghadapi ujian memakai pendekatan belajar
surface
, bagaimanakah pendekatan belajar siswa yang tidak stres? apakah ada perbedaan pendekatan belajar siswa yang stres dan yang tidak stres? untuk
menjawab pertanyaan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perbedaan pendekatan belajar pada siswa SMA yang stres dan yang
tidak stres dalam menghadapi UN.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, peneliti mengidentifikasikan pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini, adalah: apakah terdapat
perbedaan pendekatan belajar pada siswa SMA yang stres dan yang tidak stres dalam menghadapi UN di Kota Medan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dilaksanakan adalah untuk menjawab pertanyaan penelitian, apakah terdapat perbedaan pendekatan belajar pada siswa SMA yang
stres dan yang tidak stres dalam menghadapi UN di Kota Medan.
D. Manfaat penelitian 1. Manfaat teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat untuk perkembangan
ilmu psikologi, khususnya psikologi pendidikan dan psikologi belajar yang
Universitas Sumatera Utara
berhubungan dengan pendekatan belajar dan psikologi kesehatan yang berhubungan dengan stres.
b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian
lanjutan yang berhubungan dengan pendekatan belajar dan stres.
2. Manfaat Praktis
a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi
pembaca untuk mengetahui pendekatan belajar siswa yang stres dalam menghadapi UN.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
kondisi siswa dalam menghadapi UN serta memberikan informasi pendekatan belajar yang mereka gunakan dalam kondisi tersebut.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi pelajar
yang stres dan yang tidak stres dalam menghadapi UN tentang pendekatan belajar yang selama ini mereka pergunakan dalam menghadapi UN.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah :
Bab I : Pendahuluan Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian,
identifikasi masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
Universitas Sumatera Utara
Bab II : Landasan Teori Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan
masalah. Teori-teori yang dimuat adalah teori pendekatan belajar, stres dan kaitan diantara keduanya.
Bab III : Metodologi Penelitian Pada bab ini dijelaskan mengenai metode penelitian yang berisikan
tentang metode penelitian kuantitatif, partisipan, metode pengumpulan data, prosedur penelitian, dan metode analisis data.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendekatan Belajar 1. Pengertian Belajar
Syah 2003 menyatakan bahwa belajar sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai pengalaman dan interaksi
dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Sedangkan Suryabrata 1984 menyatakan bahwa belajar itu membawa perubahan dan perubahan itu
mencakup kecakapan baru dan terjadi karena usaha. Dalam belajar siswa memakai pendekatan belajar untuk mempelajari
bidang studi atau materi yang sedang mereka tekuni. Pendekatan- pendekatan belajar itu antara lain adalah pendekatan belajar Biggs, pendekatan hukum Jost,
dan pendekatan Ballard Clanchy.
2. Pendekatan Belajar a. Pengertian Pendekatan Belajar
Pendekatan belajar adalah metode dan strategi yang digunakan untuk melakukan kegiatan belajar. Pendekatan belajar dilakukan agar belajar lebih
efisien dan efektif serta lebih mudah dan cepat menguasai ilmu pengetahuan sesuai dengan kapasitas tenaga dan pikiran. Siswa menggunakan pendekatan
belajar yang khusus pada pembelajaran akademik. Pendekatan belajar digunakan
Universitas Sumatera Utara
untuk menggambarkan bagaimana cara siswa mempelajari tugas-tugas tertentu Biggs dan Tang, 2007.
Pengertian pendekatan belajar dalam penelitian ini adalah metode dan strategi yang digunakan untuk melakukan kegiatan belajar.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendekatan Belajar
Biggs 1987 menyatakan bahwa pendekatan belajar dipengaruhi oleh segi personal latar belakang individu dan kondisi individu dan segi pengajaran
tekanan waktu dan tes yang terstandarisasi. Biggs juga menyatakan bahwa pendekatan belajar mempunyai 2 komponen, yaitu bagaimana pendekatan siswa
terhadap tugas
strategy
dan mengapa siswa melakukan pendekatan terhadap tugas tersebut
motive
.
c. Pendekatan Belajar Biggs
Biggs dalam Syah, 2003 membagi pendekatan belajar ke dalam tiga bentuk dasar, yaitu pendekatan
surface
permukaanbersifat lahiriah, pendekatan
deep
mendalam, dan pendekatan
achieving
pencapaian prestasi tinggi. Biggs dalam Syah, 2003, menyimpulkan bahwa tipe-tipe pendekatan
belajar tadi pada umumnya digunakan para siswa berdasarkan motivasinya. Biggs 1934 mendeskripsikan tiga pendekatan belajar tersebut:
i. Pendekatan Belajar
Surface
Pendekatan
surface
berdasarkan pada motivasi ekstrinsik yaitu, siswa belajar hanya untuk memenuhi beberapa tujuan. Pendekatan belajar tipe ini
Universitas Sumatera Utara
berhubungan dengan konsep belajar kuantitatif yang telah dijelaskan diatas. Strategi yang digunakan adalah menemukan topik yang penting dan
menirukannya kembali dengan tepat dan masuk akal dan menggunakan pengulangan yang berdasarkan pada prosedur. Tugas-tugas secara khusus
dihadapi dalam unit tersendiri yang dihubungkan bersama-sama dengan sewenang-wenang. Siswa tidak melihat tugas tersebut secara keseluruhan, tetapi
seperti rangkaian
sub-task
yang tidak berhubungan, makna dan hubungannya dihindari. Biggs dan Tang 2007 menyatakan bahwa individu dengan pendekatan
belajar
surface
lebih memilih untuk membuat daftar pokok-pokok tertentu dari pada mengargumenkannya, memiliki ingatan kata demi kata yang telah dihafalkan
dan dapat diucapkan kembali dengan tepat. Penghafalan menjadi bagian pendekatan
surface
ketika pemahaman dibutuhkan dan penghafalan digunakan untuk memberi kesan munculnya pemahaman tersebut.
Marton dalam Biggs dan Tang, 2007 menyatakan bahwa, siswa yang menggunakan pendekatan belajar
surface
fokus pada „
sign
‟ dari belajar, seperti, kata-kata yang digunakan, fakta-fakta yang diasingkan, materi diperlakukan
secara terpisah satu sama lain. Hal ini seperti membuat siswa tidak dapat melihat kayu dari pohon. Secara emosional, belajar menjadi sebuah paksaan dan
menghasilkan emosi negatif seperti rasa bosan, cemas, dan sinisme. Kegembiraan atau perasaan nyaman terhadap tugas bukanlah bagian dari pendekatan belajar
surface
. Biggs dalam Syah, 2003 menyatakan bahwa siswa yang menggunakan
pendekatan
surface
belajar karena takut tidak lulus yang mengakibatkan rasa
Universitas Sumatera Utara
malu. Oleh karena itu, gaya belajarnya asal hapal dan tidak mementingkan pemahaman yang mendalam. Sebaliknya, siswa yang menggunakan
deep
biasanya mempelajari materi karena memang dia tertarik dan merasa membutuhkannya
intrinsik. Hal-hal yang mendorong siswa menggunakan pendekatan belajar
surface
adalah tidak cukupnya waktu ataupun beban kerja yang terlalu tinggi overload, kecemasan yang tinggi, adanya tujuan untuk mencapai standar minimum saja,
prioritas lebih kepada non akademik dari pada yang akademik, persyaratan pembelajaran yang kurang dimengerti, seperti pemikiran bahwa mengingat fakta-
fakta saja sudah cukup, pandangan yang sinis pada pendidikan dan tidak mampu memahami isi pada level yang mendalam dan pengajaran guru di kelas Biggs
Tang, 2007. Biggs 1987 menyatakan bahwa siswa yang stres dalam menghadapi ujian akan menggunakan pendekatan belajar
surface
. ii. Pendekatan Belajar
Deep
Biggs 1934 menyatakan bahwa pendekatan
deep
didasarkan pada ketertarikan secara intrinsik pada tugas dan menggunakan strategi yang logis
untuk memuaskan rasa keingintahuan dengan menemukan sebanyak mungkin pengetahuan dan memahaminya. Pendekatan belajar
deep
adalah pendekatan yang kompleks dan hasil emosional yang memuaskan.
Pendekatan belajar
deep
timbul dari sebuah kebutuhan untuk mengerjakan tugas dengan tepat dan bermakna, sehingga siswa mencoba untuk menggunakan
aktifitas kognitif yang paling tepat untuk mengatasinya. Ketika siswa memiliki rasa ingin tahu, secara otomatis mereka akan fokus pada makna-makna yang
Universitas Sumatera Utara
mendasari, ide-ide utama, tema, prinsip atau pada pengaplikasiannya. Individu secara natural mencoba untuk mempelajari bagian yang kecil sambil memahami
bagian keseluruhan. Karena sebenarnya, gambaran keseluruhan tidak akan didapatkan tanpa bagian yang kecil. Ketika menggunakan pendekatan belajar
deep
, siswa memiliki perasaan yang positif, rasa tertarik, tantangan, dan kegembiraan. Belajar menjadi hal yang disenangi Biggs dan Tang, 2007.
Biggs dalam Syah, 2003 menyatakan bahwa siswa yang menggunakan
deep
biasanya mempelajari materi karena memang dia tertarik dan merasa membutuhkannya intrinsik. Oleh karena itu, gaya belajarnya serius dan berusaha
memahami materi
secara mendalam
serta memikirkannya
cara mengaplikasikannnya. Bagi siswa ini, lulus dengan nilai baik adalah hal penting,
tetapi yang lebih penting adalah memiliki pengetahuan yang cukup banyak dan bermanfaat bagi kehidupannya.
iii. Pendekatan Belajar
Achieving
Biggs 1934 menyatakan bahwa pendekatan
achieving
didasarkan pada motivasi berprestasi dan pendekatan ini berbeda dengan dua lainnya yang telah
dijelaskan diatas. Pendekatan
achieving
menggunakan strategi yang meliputi membuat catatan yang sistematis, membuat jadwal terlalu banyak waktu untuk
subjek ini, terlalu banyak untuk yang itu, mengatur tugas untuk menghindari waktu terbuang,
hal ini menunjukkan “
study skill
”. Biggs dalam Syah, 2003 menyatakan bahwa siswa yang menggunakan
pendekatan
achieving
pada umumnya dilandasi oleh motif ekstrinsik yang berciri khusus yang disebut
ego-enhancement
yaitu ambisi pribadi yang besar dalam
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan prestasi keakuan dirinya dengan cara meraih indeks prestasi setinggi-tingginya. Gaya belajar siswa ini lebih serius dari pada siswa-siswi yang
memakai pendekatan-pendekatan lainnya. Pendekatan belajar
achieving
memiliki keterampilan belajar
study skill
dalam arti sangat cerdik dan efisien dalam mengatur waktu, ruang kerja, dan penelaahan isi silabus. Baginya, berkompetisi
dengan teman-teman dalam meraih nilai tertinggi adalah penting, sehingga ia sangat disiplin, rapi dan sistematis serta berencana untuk terus maju kedepan
plan ahead
. Individu dengan pendekatan belajar
achieving
seperti
surface
yaitu fokus pada produk mendapatkan nilai A atau memenangkan hadiah. Strateginya adalah
memaksimalkan kesempatan untuk memperoleh nilai yang tinggi. Individu dengan pendekatan belajar
achieving
berusaha untuk mempelajari dan memahami topik seperti pada strategi
deep
Biggs, 1987.
Universitas Sumatera Utara
Untuk melengkapi penjelasan mengenai tipe-tipe pendekatan belajar yang dikembangkan Biggs itu dapat dilihat perbandingannya di tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan Prototipe Pendekatan Belajar Biggs
Pendekatan Belajar
Motif dan Karakteristik
Strategi
1.
Surface Approach
Ekstrinsik
dengan ciri
menghindari kegagalan
tapi tidak belajar keras.
Memusatkan pada rincian-rincian
materi dan
semata-mata mereproduksi
secara persis.
2.
Deep Approach Intrinsik
dengan ciri
berusaha memuaskan
keingintahuan terhadap
isi materi.
Memaksimalkan pemahaman
dengan berpikir,
banyak membaca dan diskusi.
3.
Achieving Approach
Ego-enhancement
dengan ciri
bersaing untuk
meraih nilaiprestasi
tertinggi. Mengoptimalkan
pengaturan waktu dan usaha belajar
study skill
.
Dikutip dari: Biggs, John B., 1991, Introduction and Overview, dalam Biggs, John B. editor, Teaching for Learning: The View from Cognitive Psychology, Howthorn: The Australia Council
for Educational Research Ltd.
d. Pendekatan Belajar lainnya
Beberapa pendekatan belajar lain adalah: i. Pendekatan Hukum Jost
Universitas Sumatera Utara
Menurut Reber dalam Syah, 2003, salah satu asumsi penting yang mendasari hukum Jost
Jost’s Law adalah siswa yang lebih sering mempraktikkan materi pelajaran akan lebih mudah memanggil kembali memori
lama yang berhubungan dengan materi yang sedang ia tekuni. Selanjutnya, berdasarkan asumsi hukum Jost, belajar dengan kiat 4 x 2 adalah lebih baik dari
pada 2 x 4 walaupun hasil perkalian kedua kiat tersebut adalah sama. Maksudnya, mempelajari sebuah materi khususnya yang panjang dan
kompleks dengan alokasi waktu 2 jam per hari selama 4 hari akan lebih efektif dari pada mempelajari materi tersebut dengan alokasi waktu 4 jam sehari tetapi
hanya selama 2 hari. Perumpamaan pendekatan belajar seperti ini dipandang cukup berhasil guna terutama untuk materi-materi yang bersifat hafalan.
ii. Pendekatan Ballard Clanchy Menurut Ballard Clanchy dalam Syah, 2003, pendekatan belajar siswa
pada umumnya dipengaruhi oleh sikap terhadap ilmu pengetahuan
attitude to knowledge
. Ada dua macam siswa dalam menyikapi ilmu pengetahuan, yaitu: 1. Sikap melestarikan apa yang sudah ada
conserving
; dan 2. Sikap memperluas
extending
. Siswa yang bersikap
conserving
pada umumnya menggunakan pendekatan belajar “reproduktif” bersifat menghasilkan kembali fakta dan informasi.
Sementara itu, siswa yang bersikap
extending,
biasanya menggunakan pendekatan belajar “analitis” berdasarkan pemilahan dan interpretasi fakta dan informasi.
Bahkan diantara mereka yang bersikap
extending
cukup banyak yang menggunakan pendekatan belajar yang lebih ideal yaitu pendekatan spekulatif
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan pemikiran mendalam, yang bukan saja bertujuan menyerap pengetahuan melainkan juga mengembangkannnya.
Dari beberapa pendekatan belajar yang dijelaskan diatas, pendekatan belajar yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan belajar Biggs.
B. Stres 1. Pengertian Stres
Stres adalah kondisi mengatasi kejadian yang melebihi kapasitas normal seseorang dan dapat memunculkan penyakit fisik maupun mengganggu kejiwaan
Hamilton, 2007. Cooper 2005 menyatakan bahwa stres disebabkan oleh banyaknya tuntutan
stressor
, seperti ketidaksesuaian antara apa yang kita butuhkan dan apa yang kita mampu, dan apa yang ditawarkan oleh lingkungan
dan apa yang dituntut oleh lingkungan. Selye dalam Everly, 2002 menyatakan bahwa stres adalah jumlah setiap
perubahan yang tidak spesifik di dalam organisme yang disebabkan oleh fungsi atau kerusakan. Lebih lanjut Selye dalam Everly, 2002 menyatakan bahwa stres
adalah respon tubuh yang tidak spesifik kepada beberapa tuntutan. Sedangkan menurut Everly 2002 menyatakan bahwa stres adalah reaksi ataupun respon
psikologikal tanpa menghiraukan sumber reaksi tersebut. Selye dalam Everly, 2002 membedakan stres menjadi stres yang positif
eustress
dan stres yang negatif
distress
. Stres yang positif memotivasi untuk meningkatkan kualitas hidup sedangan stres yang negatif bersifat destruktif.
Universitas Sumatera Utara
Zimbardo 1985 menjelaskan reaksi psikologis terhadap stres, tergantung pada persepsi dan interpretasi individu pada dunia dan kapasitas individu dalam
menghadapinya. Hal itu termasuk perilaku, emosional, dan aspek kognitif. Taylor 2009 menyatakan bahwa stres adalah suatu proses penilaian manusia terhadap
suatu peristiwa yang membahayakan, mengancam, sekaligus menantang, memperkirakan respon yang mungkin ditunjukkan. Dalam hal ini respon yang
dimunculkan oleh individu terhadap situasi-situasi tersebut termasuk respon fisiologis, kognitif, emosional ataupun perubahan dalam tingkah laku.
Baum dalam Taylor, 2009 menyatakan bahwa stres adalah pengalaman emosional yang negatif yang disertai dengan biokimia yang dapat diramalkan,
fisiologikal, kognitif, dan perubahan perilaku yang secara langsung diarahkan untuk mengubah kejadian yang menimbulkan stres atau memindahkan efek stres
tersebut. Pengertian stres dalam penelitian ini adalah respon individu baik respon
fisiologis, kognitif, emosional ataupun perubahan dalam tingkah laku terhadap keadaan atau kejadian yang mengancam dan mengganggu individu untuk
menghadapinya.
2. Karakteristik Kejadian yang Menimbulkan Stres
Taylor 2009 mendeskripsikan karakteristik stresor yang potensial untuk dinilai individu sebagai kejadian yang
stressful
, yaitu: a.
Kejadian negatif
Universitas Sumatera Utara
Kejadian negatif lebih menghasilkan stres dari pada kejadian yang positif, seperti kematian pasangan maupun perceraian.
b. Kejadian yang tidak dapat dikontrol
Kejadian yang tidak dapat dikontrol atau yang tidak dapat diprediksi lebih menimbulkan stres dari pada kejadian yang dapat dikontrol dan diprediksi.
Ketika seseorang
merasa bahwa
mereka dapat
memprediksi, memodifikasi, atau mengkhiri kejadian yang tidak menyenangkan atau
merasa mempunyai akses pada orang yang dapat mempengaruhinya, kejadian tersebut akan semakin tidak
stressful
, dibandingkan jika mereka tidak dapat melakukan apa-apa Thompson dalam Taylor, 2009.
c. Kejadian yang ambigu
Kejadian yang ambigu lebih
stressful
dari pada kejadian yang jelas. Ketika kejadian yang potensial menimbulkan stres ambigu, seseorang tidak
mempunyai peluang untuk mengambil tindakan. d.
Overload
Seseorang yang
overload
akan lebih stres dibandingkan dengan orang- orang yang memiliki tugas yang lebih sedikit.
3. Respon Terhadap Stres
Baum, dkk dalam Sarafino, 2006 mengatakan bahwa stres berdampak pada aspek biologis dan psikososial seseorang. Stres harus dilihat sebagi fungsi
dari individu yang menafsirkan situasi. Reaksi antara satu individu dengan individu yang lainnya belum tentu sama terhadap stres yang sama, tergantung
Universitas Sumatera Utara
pada derajat keparahan stres yang dialami, karakteristik individu, dan lingkungan Zimbardo, 1985.
Zimbardo 1985 menjelaskan reaksi psikologis terhadap stres tergantung pada persepsi dan interpretasi kita pada dunia dan kapasitas kita dalam
menghadapinya. Hal itu termasuk perilaku, emosional, dan aspek kognitif. Taylor 2009 menyatakan bahwa stres dapat menghasilkan berbagai
respon. Berbagai peneliti telah membuktikan bahwa respon-respon tersebut dapat berguna sebagai indikator terjadinya stres pada individu, dan mengukur tingkat
stres yang dialami individu. a. Respon FisiologikalBiologis Terhadap Stres
Setiap orang yang dihadapkan pada kondisi atau situasi yang mengancam atau berbahaya, maka akan ada reaksi fisiologis dari tubuhnya. Reaksi
fisiologisbiologis yang muncul akibat stres adalah detak jantung dan nafas meningkat, perut terasa mual, otot-otot menjadi tegang, khususnya lengan dan
kaki. Sistem syaraf dan sistem endokrin memungkinkan reaksi tersebut terjadi yang disebut
fight or flight syndrome
Sarafino, 2006. b. Respon Kognitif Terhadap Stres
Stres yang besar menyebabkan pengurangan efisiensi kognitif yang besar dan mengganggu pemikiran yang fleksibel. Atensi adalah sumber yang terbatas,
fokus pada aspek situasi yang mengancam dan pada kecemasan mengurangi sejumlah atensi yang tersedia untuk
coping
tugas yang efektif. Memori juga dipengaruhi
, short term memory
terbatas pada sejumlah atensi yang diberikan pada hal baru dan
retrieval
pada memori masa lalu yang relevan. Stres dapat
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi penilaian,
problem solving
, dan pengambilan keputusan Zimbardo, 1985.
Sarafino 2006 berpendapat bahwa stres dapat merusak fungsi kognitif yaitu dengan mengacaukan perhatian individu. Sementara itu, Cohen, dkk dalam
Taylor, 2009 mengatakan bahwa respon kognitif terhadap stres termasuk adanya keyakinan bahwa sebuah kejadian dapat mengancam atau merusak, adanya respon
tidak mampu dan gangguan dalam berkonsentrasi, gangguan pada tugas kognitif. Lebih lanjut, Taylor 2009 menambahkan respon kognitif terhadap stres meliputi
pikiran yang mengganggu, tidak wajar, dan berulang. c. Respon Emosional Terhadap Stres
Zimbardo 1985 berpendapat bahwa reaksi emosional sebagai respon terhadap stres meliputi kegembiraan, dimana stresor dianggap menggairahkan dan
tantangan yang dapat dihadapi, sampai kepada emosi negatif seperti kejengkelan, marah, cemas, putus asa, dan depresi. Kebanyakan stres pada umumnya
menghasilkan emosi negatif dan ketidaknyamanan langsung maupun tidak langsung. Glynn, dkk dalam Taylor, 2009 mengatakan bahwa reaksi emosional
terhadap stres meliputi rasa takut, cemas, rasa malu, marah, depresi, dan kadang sikap tenang atau menyangkal.
d. Respon Perilaku Terhadap Stres Zimbardo 1985 berpendapat bahwa perubahan perilaku yang disebabkan
oleh stres berbeda-beda tergantung pada derajat keparahan level stres yang dialami. Zimbardo berpendapat bahwa terdapat tiga level stres, yaitu:
mild stress, moderately severe stress
, dan
severe stress
.
Universitas Sumatera Utara
Mild stress
meningkatkan perilaku biologis, seperti makan, agresif, dan perilaku seksual.
Mild stress
membuat individu semakin waspada, pemusatan energi dan prestasi mungkin meningkat.
Mild stress
dapat menghasilkan perilaku yang positif, seperti menjadi pemberi informasi yang baik, waspada terhadap
ancaman, mencari perlindungan dan pertolongan kepada orang lain, dan belajar perilaku dan
coping skill
yang lebih baik. Itu semua adalah reaksi perilaku positif yang mungkin muncul pada
mild stress
dalam merespon jenis stresor tertentu. Jika stress yang tidak dapat diselesaikan berlanjut, maka akan
berakumulasi menjadi lebih parah, menyebabkan reaksi perilaku yang maladaptif seperti meningkatkan sifat lekas marah, menurunkan produktifitas, dan
ketidaksabaran yang kronis.
Moderately severe stress
mengganggu perilaku, khususnya perilaku kompleks yang membutuhkan kordinasi kemampuan.
Moderately severe stress
juga dapat menghasilkan pengulangan, tindakan stereotipe, dan menyesuaikan dengan keperluan lingkungan.
Severe stress
menghambat dan menekan perilaku dan dapat menyebabkan immobilitas total. Hal ini adalah reaksi defensif yang menunjukkan sebuah
percobaan yang dilakukan organisme untuk mengurangi atau mengeliminasi dampak stres yang mengganggu.
Sarafino 2006 mengatakan bahwa stres meningkatkan perilaku agresi, mudah marah, sikap bermusuhan, dan juga mempengaruhi perilaku menolong
seseorang.
Universitas Sumatera Utara
4. Pengukuran Stres
Pengukuran stres bukanlah hal yang baru lagi, sudah banyak skala atau kuisioner yang dibuat untuk melihat apakah seseorang mengalami stres atau tidak.
Beberapa skala mungkin melihat seseorang stres atau tidak dengan mengukur respon kognitif, emosi atau perilaku Ice dan James, 2007. Berikut ini akan
adalah skala untuk mengukur stres yang pernah dipublikasikan: a.
Appraisal Appraisal
adalah persepsi keseimbangan antara tuntutan dengan sumber yang ada. Dengan pendekatan ini, individu akan diminta untuk menilai
seberapa
stressful
suatu kejadian atau apakah mereka mampu untuk mengatasi kejadian tersebut dalam skala Likert. Chang dalam Ice dan
James, 2007 yang dalam penelitiannya ingin mengetahui bagaimanakah
appraisal
mahasiswa psikologi, menanyakan pertanyaan berikut ini: “seberapa pentingkah kejadian ini bagi kamu”, “seberapa besar kontrol
yang kamu miliki terhadap hasil yang akan kel uar”, “seberapa efektif
persiapan yang mampu kamu lakukan untuk kejadian tersebut”, “berapa
besar stres yang ditimbulkan kejadian tersebut”. Selain contoh pertanyaan diatas, ada beberapa skala yang disusun untuk mengukur
appraisal
seseorang terhadap stres seperti,
Stress Appraisal Measure
SAM oleh LazarusFolkman, the
Perceived Stress Scale
PSS oleh Cohen dan
the Perceived Stress Questionnaire
PSQ.
Universitas Sumatera Utara
b.
Affective Respone
Skala untuk mengukur stres yang pernah dipublikasikan dikembangkan dengan menguji respon afektif terhadap stres. Beberapa menggunakan
aitem tunggal seperti kecemasan, rasa marah, sediah atau bahagia. Contoh skala yang biasa digunakan adalah
Positive-Affect and Negative-Affect Schedule
PANAS Watson et al.,1988 dan
the Profile of Mood States
POMS McNair et al., 1971.
c.
Behavioral Response
Mengukur respon perilaku terhadap stres lebih merujuk kepada
coping
.
Coping
adalah proses mengatur tuntutan eksternal atau internal yang dinilai memberatkan atau melebihi kemampuan individu
. Coping
ini tidak harus selalu positif atau efektif, contohnya: merokok. Contoh skala untuk
mengukur respon perilaku terhadap stres adalah
the Ways of Coping Questionnaire
WCQ Folkman dan Lazarus, 1980 dan
the COPE Scale
.
5. Sumber Stres Pada Remaja
Menurut Needlman 2004 menyatakan bahwa ada beberapa sumber stres yang dialami remaja:
a.
Biological stress
stres biologis Perubahan fisik pada remaja terjadi sangat cepat dari umur 12-14 tahun
pada remaja perempuan dan antara 13 dan 15 tahun pada remaja laki-laki. Tubuh remaja berubah sangat cepat, remaja merasa bahwa semua orang melihat dirinya.
Universitas Sumatera Utara
Tubuh remaja berubah sangat cepat, remaja merasa bahwa semua orang melihat dirinya. Jerawat juga dapat membuat remaja stres, terutama bagi meraka yang
mempunyai pikiran sempit tentang kecantikan ideal. Saat yang sama, remaja menjadi sibuk di sekolah, bekerja dan bersosialisasi sehingga dapat membuat
remaja kekurangan tidur. Hasil penelitian mengatakan bahwa kekurangan tidur dapat menyebabkan stres.
b.
Family stress
stres keluarga Salah satu sumber stres pada remaja adalah hubungannya dengan orangtua
karena remaja merasa bahwa mereka ingin mandiri dan bebas. Namun, di lain pihak mereka juga ingin diperhatikan.
c.
School stress
stres sekolah Tekanan dalam masalah akademik cenderung tinggi pada dua tahun
terakhir di sekolah, keinginan untuk mendapat nilai tinggi atau keberhasilan dalam bidang olahraga dimana remaja selalu berusaha untuk tidak gagal. Hal ini semua
dapat menyebabkan stres, termasuk juga ujian akhir nasional yang dijadikan acuan bagi kelulusan siswa dalam menempuh pendidikan.
d.
Peer
stres teman sebaya Stres pada kelompok teman sebaya cenderung tinggi pada pertengahan
tahun sekolah. Remaja yang tidak diterima oleh teman-temannya biasanya akan menderita, tertutup, dan mempunyai harga diri yang rendah. Pada beberapa
Universitas Sumatera Utara
remaja, agar dapat diterima oleh teman-temannya, mereka melakukan hal-hal negatif seperti merokok, minum alkohol, dan menggunakan obat terlarang.
Beberapa remaja merasa bahwa alkohol, rokok, dan obat-obatan terlarang dapat mengurangi stres. Namun, bagaimanapun juga secara psikologis itu semua tidak
dapat mengurangi stres, tetapi justru meningkatkan stres.
e.
Social stress
stres sosial Remaja tidak mendapat tempat pergaulan orang dewasa karena mereka
tidak diberikan kebebasan mengungkapkan pendapat mereka, tidak boleh membeli rokok secara legal dan tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang bayarannya tinggi.
Pada saat yang sama mereka tahu bahwa mereka semua nantinya akan mewarisi masalah besar dalam kehidupan sosial, seperti perang, polusi, dan masalah
ekonomi yang tidak stabil. Hal ini dapat membuat remaja menjadi stres.
C. Siswa SMA
Pada umumnya di Indonesia, siswa Sekolah Menengah Atas SMA memiliki usia berkisar 1516- 1819. Pada usia tersebut, individu berada pada
tahapan masa remaja. Hurlock 1999 menyatakan bahwa masa remaja merupakan
masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dimulai saat anak secara seksual matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum.
Sedangkan menurut Monks 1999 remaja adalah individu yang berusia antara 12- 21 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa
Universitas Sumatera Utara
dewasa, dengan pembagian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa
remaja pertengahan dan 18-21 tahun masa remaja akhir.
Menurut Gunarsa Gunarsa 2004 masa remaja merupakan masa transisi dimana pada masa ini remaja mengalami tahap kehidupan yang penuh gejolak,
perubahan, dan penyesuaian dalam rangka mencari identitas diri. Dalam tahap perkembangannya, jiwa remaja mengalami kondisi emosi yang tidak stabil dan
cenderung sensitif terhadap semua hal yang berkaitan dengan pribadinya. Oleh karena itu, remaja relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan emosi
serta juga harus menghadapi tekanan psikologis dan sosial yang saling bertentangan sehingga rentan terhadap stres.
Pengertian siswa SMA yang dipakai dalam penelitian ini adalah memiliki usia berkisar 1516- 1819.
D. Perbedaan Pendekatan Belajar pada Siswa yang Stres dan yang Tidak Stres dalam Menghadapi UN
Pemerhati pendidikan Sutrisno 2009 mengatakan bahwa para siswa umumnya terbebani dengan Ujian Nasional UN karena UN merupakan tujuan
dan sasaran akhir kelulusan siswa dalam pendidikan. Siswa juga terbebani karena peningkatan angka Standar Kompetensi Kelulusan UN SKLUN terjadi secara
terus menerus. Dari tahun 2003 hingga tahun 2010, terus terjadi peningkatan SKLUN. Upaya meningkatkan mutu pendidikan dengan menaikkan angka
SKLUN menimbulkan permasalahan tersendiri, yakni selalu saja ada siswa yang gagal lulus UN setiap tahunnya.
Universitas Sumatera Utara
Pelaksanaan UN juga dirasakan sebagai beban yang semakin bertambah berat. Orang tua murid yang menghendaki anak-anaknya sukses dalam UN,
mengupayakan tambahan pendalaman mata pelajaran melalui bimbingan belajar atau privat mata pelajaran yang diujiankan, meskipun mungkin sekolah telah
melakukan hal serupa bagi peserta didiknya. Seolah tidak mau ketinggalan, sekolah juga melakukan penekanan habis-habisan untuk memacu produktivitas
peserta didiknya, untuk bisa lulus 100 Tukimin, 2010. Tingginya harapan atau paksaan orang tua agar anaknya bisa lulus UN
2010 ini serta lingkungan tempat anak bersekolah merupakan pemicu anak stres Gultom, 2010. Penelitian Raharjo 2007 menemukan bahwa stresor yang
dominan yang dialami siswa adalah aspek lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Sementara itu, penelitian Muharrifah 2009 menemukan bahwa siswa
SMA yang akan menghadapi UN mengalami tingkat stres sedang. Dari hasil komunikasi personal yang dilakukan ditemukan bahwa, bagi Jo
16, UN menimbulkan stres, tetapi bagi Ad dan P tidak demikian. Ad dan P tidak merasa stres dalam menghadapi UN. UN tidak menjadi stresor bagi Ad dan P.
Suatu kejadian mungkin menjadi stresor bagi seseorang tetapi tidak pada orang lainnya tergantung pada proses penilaian manusia terhadap suatu peristiwa yang
membahayakan, mengancam, sekaligus menantang Taylor, 2009. Cooper 2005 menyatakan bahwa banyaknya tuntutan
stressor
, seperti ketidaksesuaian antara apa yang individu butuhkan dan apa yang individu mampu, dan apa yang
ditawarkan oleh lingkungan dan apa yang dituntut oleh lingkungan dapat menyebabkan stres.
Universitas Sumatera Utara
Stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik kepada beberapa tuntutan Everly, 2002. Stres adalah suatu kondisi mengatasi kejadian yang melebihi
kapasitas normal seseorang dan dapat memunculkan penyakit fisik maupun mengganggu kejiwaan Hamilton, 2007. Kondisi individu ini mempengaruhi
pendekatan belajar yang dipilih oleh individu tersebut. Individu memakai pendekatan
surface
,
deep
, atau
achieving
dalam belajar tergantung pada keadaan atau kebutuhan individu tersebut.
Pendekatan belajar adalah metode dan strategi yang digunakan untuk melakukan kegiatan belajar. Pendekatan belajar dilakukan agar belajar lebih
efisien dan efektif serta lebih mudah dan cepat menguasai ilmu pengetahuan sesuai dengan kapasitas tenaga dan pikiran Biggs, 1987. Biggs dalam Syah,
2003 membagi pendekatan belajar ke dalam tiga bentuk dasar, yaitu pendekatan
surface
permukaanbersifat lahiriah, pendekatan
deep
mendalam, dan pendekatan
achieving
pencapaian prestasi tinggi. Siswa yang stres dalam menghadapi ujian akan menggunakan pendekatan
belajar
surface
Biggs, 1987, mereka memandang ujian sebagai tugas yang harus diselesaikan, belajar karena takut tidak lulus yang mengakibatkan rasa malu. Jika
siswa yang stres dalam menghadapi ujian memakai pendekatan belajar
surface
. Siswa yang tidak stres dalam menghadapi UN akan menggunakan pendekatan
belajar
deep
, yaitu siswa memiliki perasaan yang positif, rasa tertarik, tantangan, dan kegembiraan dalam belajar dan belajar menjadi hal yang disenangi Biggs dan
Tang, 2007 atau pendekatan belajar
achieving
berusaha untuk mempelajari dan memahami topik seperti pada strategi
deep
Biggs, 1987.
Universitas Sumatera Utara
E. Hipotesis Penelitian