1.5 Infiltrasi KEPEKAAN TANAH DAN TENAGA EKSOGEN.

“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 41 Berdasarkan hidrograf limpasan tersebut di atas terlihat bahwa setelah interval waktu 35 menit menunjukkan sisi penurunan yang tajam, hal ini karena setelah 35 menit hujan simulasi dihentikan sehingga debit limpasan permukaan yang terukur merupakan pematusan dari hujan yang terjadi. Dilihat dari hubungan antara tinggi hujan dan debit limpasan permukaan Gambar 4.5 dan Gambar 4.6 menunjukkan bahwa bertambahnya tinggi hujan, debit limpasan permukaan untuk Andosol meningkat secara linier dengan keefisien determinasi, R = 0,911 slope 9 dan R = 0.880 slope 17, sedangkan pada Latosol, Mediteran dan Regosol meningkat secara linier dengan koefisien korelasi berturut-turut R = 0.888 slope 9 dan R = 0.855 slope 17, R = 0,896 slope 9 dan R = 0,903 slope 17 dan R = 0,930 slope 9 dan R = 0,721 slope 17. Gambar 4.5. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit Limpasan Permukaan a Andosol dan bLatosol pada Kemiringan 9 dan 17 y = 0.031x - 0.357 R² = 0.830 y = 0.020x - 0.375 R² = 0.775

0.0 0.3

0.6 0.9

1.2 1.5

1.8 2.1

2.4 10 20 30 40 50 60 70 T ot a l D e bi t SR O m 3 m in Tinggi Hujan mm S = 9 S = 17 a y = 0.027x + 0.177 R² = 0.789 y = 0.026x + 0.016 R² = 0.731

0.0 0.5

1.0 1.5

2.0 2.5

3.0 3.5

4.0 4.5

25 50 75 100 125 150 T ot a l D e bi t S R O m 3 m in Tinggi Hujan mm S = 9 S = 17 b 42 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” Gambar 4.6. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit Limpasan Permukaan a Tanah Mediteran dan bRegosol pada Kemiringan 9 dan 17

4.4. Transport Sedimen

Aliran limpasan permukaan merupakan salah satu komponen penting dalam studi erosi tanah. Mengingat limpasan permukaan tidak hanya bertindak sebagai agen pembawa beban sedimen ke bagian hilir tetapi juga sebagai agen penyebab erosi dipermukaan lahan. Bilamana gaya ikat elektrostatis antar partikel tanah dan gaya ikat bahan semen dalam agregat tanah lebih kecil dibandingkan gaya penghancur dari luar butir hujan dan gaya urai dispersi air, maka partikel-partikel tanah akan lepas menjadi individu partikel. Butiran dan lempeng partikel tanah tersebut selanjutnya akan dipindahkan oleh aliran limpasan permukaan ke bagian yang lebih rendah hilir. Awal permulaan pengangkutan sedimen akan terjadi proses “sortasi dan scouring” dimana partikel-partikel berukuran lebih kecil terangkut lebih dulu yang selanjutnya diikuti oleh partikel yang lebih besar sampai limpasan permukaan tidak mampu lagi membawa partikel sedimen yang berukuran besar. Partikel jenis terakhir ini baru bisa dipindahkan y = 0.030x - 0.240 R² = 0.803 y = 0.027x - 0.076 R² = 0.815

0.0 0.5

1.0 1.5

2.0 2.5

3.0 3.5

4.0 4.5

5.0 25 50 75 100 125 150 T ot a l D e bi t S R O m 3 m in Tinggi Hujan mm S = 9 a y = 0.040x - 0.535 R² = 0.865 y = 0.031x - 0.158 R² = 0.520

0.0 0.5

1.0 1.5

2.0 2.5

3.0 3.5

10 20 30 40 50 60 70 80 90 T ot a l D e bi t SR O m 3 m in Tinggi Hujan mm S = 9 S = 17 b “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 43 oleh aliran limpasan permukaan bila terjadi penambahan debit aliran. Setelah tercapai keseimbangan antara gaya pukulan hujan dan gaya tahan agregat tanah maka terbentuk lapisan permukaan tanah yang tahan terhadap erosi. Kondisi demikian sering dikenal sebagai lapisan armor. Keseimbangan lapisan tanah tersebut akan berubah bila tanah mendapatkan perlakuan oleh aktivitas manusia atau oleh alam yang mempengaruhi karakteristik tanah tersebut. Hasil pengamatan di contoh tanah blok memperlihatkan bahwa bertam-bahnya intensitas hujan juga mampu mempengaruhi keseimbangan lapisan armor namun hanya sampai batas tertentu kemudian stabil kembali. Demikian juga pada gaya angkut limpasan permukaan bila kapasitas angkut lebih kecil dibanding- kan beban yang dibawa maka sedimen akan mengendap diperjalanan. Aliran limpasan permukaan dengan beban sedimen yang dibawa, dalam perjalanannya ke hilir akan menggerus dasar permukaan lahan. Sifat-sifat tertentu dari kemampuan aliran permukaan yang menyebabkan erosi bisa dilihat dalam Tabel 4.5. Tabel 4.5. Karakteristik Aliran yang Berpengaruh pada Besarnya Aliran Limpasan Permukaan. Kode SRO m 3 min h m A m 2 P m R m U mdet Re Fr  b Nm 2 U mdet  s Kgm 3 D 50 mm Re  Shields Diagram 9.A 0,078 0,002 0,004 2,004 0,002 0,020 0,34 0,542 2,82 0,037 1793 0,054 0,3 7,2 Gerak 17.A 0,052 0,001 0,001 0,502 0,001 0,102 24,4 0,979 3,50 0,039 1793 0,063 0,3 7,1 Gerak 9.L 0,251 0,006 0,011 2,011 0,006 0,231 164,3 0,972 5,04 0,071 2262 0,040 0,4 10,1 Gerak 17.L 0,225 0,005 0,003 0,510 0,005 0,285 223,4 1,280 18,86 0,085 2262 0,035 0,4 43,3 Gerak 9.M 0,231 0,005 0,011 2,011 0,005 0,214 140,2 0,940 9,02 0,068 1945 0,046 0,4 21,0 Gerak 17.M 0,205 0,005 0,002 0,509 0,005 0,261 206,2 1,219 14,79 0,079 1945 0,049 0,5 32,7 Gerak 9.R 0,220 0,005 0,010 2,010 0,005 0,219 136,2 0,984 4,44 0,067 2193 0,075 0,7 5,0 Gerak 17.R 0,200 0,005 0,002 0,509 0,004 0,279 178,1 1,286 9,73 0,083 2193 0,078 0,8 10,6 Gerak Viskositas Kinematik  = 8,0.10 -6 Reijn, 1990 n = Kekasaran Manning = 0,040 Chow, 1959  a = 1000 kgm 3 g = 9,86 mdet 2  =  s -  a  a A = b.h P = b + 2.h R = AP Ū = 1n.R 23 .S 12 Re = Ū.R  Fr = Ūg x D 12 44 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”  b = .g.R.S U = g.R.S 12 Re = U D 50   =  b .g.D 50 Tabel 4.5 menunjukkan bawa aliran limpasan permukaan di plot standar pada berbagai tinggi hujan mempunyai kedalaman aliran rata-rata yang sangat tipis, dan kecepatan aliran yang lambat. Dari pengamatan visual saat pene-litian di contoh tanah blok terlihat bahwa kedalaman aliran dipermukaan tidak merata. Hal ini akibat terjadinya konsentrasi massa air limpasan ke suatu titik untuk bergerak kearah hilir karena beda kemiringan dan membentuk alur-alur kecil. Berdasarkan kriteria bilangan Reynold dan bilangan Froude, terlihat bahwa untuk kemiringan 9 semua jenis tanah yang digunakan penelitian tipe aliran permukaannya adalah laminer dengan Re 500 dan bersifat subkritis dengan Fr 1,0. Sedangkan untuk kemiringan 17 alirannya laminer superkritis pada tanah Latosol, Mediteran dan Regosol dan subkritis pada Andosol. Bertambahnya kemiringan lahan terlihat kecepatan aliran, Reynold dan Froude bertambah. Tipe aliran laminer subkritis mempunyai kecepatan yang seragam dan kurang erosif dibandingkan dengan aliran turbulen super kritis. Hasil perhitungan dalam studi ini berbeda dengan hasil penelitian Morgan 1995 di Bedfordshire England bahwa bilangan Reynold dan Froude untuk aliran limpasan permukaan adalah Re  75 dan Fr  0,5, karena ada perbedaan intensitas hujan yang dipakai dasar dalam studi. Kemampuan limpasan permukaan untuk menggerus dasar dan dinding alur ditentukan oleh gaya geser dasar dan gaya geser kritis. Menurut Morgan 1995, bila Re  40 turbulen gaya geser kritis diasumsikan konstan sebesar 0,05 Nm 2 . Sedangkan untuk aliran limpasan permukaan bertipe laminer gaya geser kritis kira- kira 0,01 Nm 2 . Aliran laminer dangkal menurut Yalin dan Poesen 1979 dalam Morgan 1995 tidak lagi konstan tetapi tergantung pada nilai Re . Hasil perhitungan gaya geser kritis Tabel di atas, menunjukkan bahwa gaya geser untuk semua jenis tanah pada “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 45 dua kemiringan, lebih besar dibandingkan apa yang diutarakan Morgan 1995. Mengacu pada Tabel 6.5 di atas, jelas bahwa aliran limpasan permukaan tidak banyak berpengaruh pada pelepasan partikel tanah dibandingkan gaya penghancur pukulan air hujan. Namun demikian aliran limpasan berperan besar pada pengangkutan hasil hancuran agregat kearah hilir. Hal ini ditunjukkan oleh adanya sedimen yang banyak di bak pengukur sedimen. Ditambah hasil pengamatan sedimen di bak penampung sedimen yang lebih didominasi oleh partikel berukuran  0,125 mm sd 0,016 mm pasir sangat halus sd debu sedang setelah dibiarkan selama 35 menit. Hubungan antara debit limpasan dengan total sedimen terangkut terlihat dalam Lampiran 5. Dari gambar tersebut terlihat bahwa, dengan meningkatnya debit limpasan permukaan jumlah total sedimen meningkat secara kuadratik. Hal ini karena dengan bertambahnya debit limpasan kecepatan aliran ber-tambah sehingga banyak sedimen yang terbawa sampai ke bak penampung sedimen. Namun demikian bila dihubungkan antara debit limpasan permukaan dan nilai duga erodibilitas tanah, menunjukkan bahwa limpasan permukaan tidak berpengaruh nyata pada indek erodibilitas tanah secara langsung.

4.5. Infiltrasi

Infiltrasi adalah proses masuknya air dari permukaan ke dalam tanah. Volume air yang masuk ke dalam tanah per satuan waktu sering disebut laju infiltrasi, sedangkan kapasitas maksimum tanah untuk menyerap air yang ada dipermukaan dinamakan kapasitas infiltrasi. Kapasitas infiltrasi dipengaruhi oleh lengas tanah, porositas, tekstur tanah dan aktivitas biologis. Di dalam penelitian ini yang dimaksud dengan infiltrasi adalah air dari hujan simulasi yang masuk ke contoh tanah blok utuh seluas 2.500 cm 2 , setebal 10 cm, lolos kebawah dari kolom tersebut dan mengalir kecorong pengumpul untuk diukur volumenya. Istilah infiltrasi disini sebenarnya kurang pas bila digunakan untuk menggambarkan proses infiltrasi yang sebenarnya terjadi di lapangan. Mengingat infiltrasi di lapangan 46 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” ketebalan tanahnya tidak terbatas dan gerakan air ke arah lateral juga tidak terbatas. Namun demikian untuk melengkapi informasi dari studi ini istilah infiltrasi digunakan pada ketebalan contoh tanah tersebut di atas. Tabel 4.6 dibawah menyajikan data hasil pengukuran laju infiltrasi pada contoh tanah blok dari beberapa jenis tanah yang diuji pada berbagai variasi tinggi hujan dalam dua 2 kemiringan. Sedangkan grafik laju infiltrasinya disajikan dalam Gambar 4.7 sampai dengan Gambar 4.10 pada Lampiran 1. Dari Tabel 4.6 terlihat bahwa untuk laju infiltrasi Andosol rata-rata ber-kisar antara 12,5 sd 26,2 cmjam, yang termasuk kelas cepat sd sangat cepat. Sedangkan untuk ketiga jenis tanah yang lain berturut-turut 2,24 - 10,8 cmjam Latosol, 2,8 - 8,39 cmjam Mediteran dan 3,15 - 10,6 cmjam Regosol dengan kategori kelas sedang sampai agak cepat Landon, 1984. Laju infiltrasi yang cepat pada Andosol disebabakan tanah ini mempunyai porositas yang tinggi yaitu 49,51, dan didominasi oleh pori makro 100 m dan pori meso 30–100 m. Sebaliknya Latosol, Mediteran dan Regosol porositasnya berturut- turut adalah 45,75, 47,46 dan 45,00. Tabel 4.6. Hasil pengukuran Laju Infiltrasi pada Contoh Tanah Blok Utuh t min Slope Andosol t min Slope Latosol Laju Infiltrasi cmjam Laju Infiltrasi cmjam 18 28 34 25 67 31 46 61 49 96 40 146 66 51 77 28 9 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 9 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 17 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 17 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 5 9 0,00 20,4 18,3 1,39 11,3 8,16 16,3 15,2 5 9 1,06 1,44 1,56 1,10 0,65 2,40 1,87 2,78 17 14,2 4,70 0,00 2,93 12,2 13,3 7,97 0,00 17 0,00 6,72 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 10 9 2,50 31,5 27,7 5,81 31,9 24,0 24,9 22,9 10 9 10,0 5,66 4,73 4,01 3,70 2,50 2,11 5,95 17 27,6 15,3 22,6 13,7 31,2 25,0 20,2 23,7 17 2,78 7,56 0,00 8,50 0,00 5,62 3,00 2,59 15 9 4,03 30,7 26,4 6,00 28,0 23,6 21,9 21,7 15 9 18,7 5,47 4,56 3,22 3,54 3,74 2,88 5,09 17 32,2 16,5 20,1 16,4 26,1 21,4 20,3 21,4 17 9,26 8,18 9,31 7,82 8,59 5,90 4,39 3,02 20 9 9,24 28,1 25,7 5,52 24,4 22,5 21,1 20,0 20 9 14,3 5,04 4,56 3,07 3,98 3,94 2,74 4,61 17 32,6 15,9 19,6 18,0 25,3 20,3 19,9 19,3 17 10,9 6,72 7,58 7,06 5,38 5,52 4,22 3,65 25 9 10,1 26,6 24,5 5,09 23,8 22,0 20,4 18,9 25 9 13,9 5,18 4,37 2,98 3,55 3,94 2,57 4,37 17 30,2 15,5 16,9 17,3 24,6 18,6 19,5 18,0 17 11,5 6,67 6,91 6,72 5,09 5,14 4,13 3,50 30 9 10,3 25,3 24,0 5,04 23,1 21,8 19,7 18,1 30 9 12,8 4,61 4,27 2,88 3,50 3,46 2,52 4,22 17 30,8 15,1 16,7 16,1 23,2 18,1 19,2 17,4 17 12,0 5,78 6,67 6,98 5,04 5,09 4,13 3,55 35 9 10,3 24,0 23,1 6,00 22,7 21,5 19,4 17,5 35 9 11,8 4,18 4,22 2,88 3,22 3,22 2,30 4,13 17 30,7 14,7 16,2 15,3 22,6 17,7 18,7 17,0 17 11,2 5,47 6,43 6,82 4,90 4,85 3,96 3,50 40 9 3,17 6,29 7,20 2,02 5,38 6,91 5,71 5,71 40 9 3,48 4,03 3,02 1,58 2,11 1,66 0,94 2,16 17 11,5 4,15 4,08 4,15 5,04 5,33 4,75 4,90 17 4,70 2,35 2,50 1,94 2,40 1,78 1,37 1,42  9 49,7 193 177 36,9 171 150 150 140  9 86,1 35,6 31,3 21,7 24,3 24,8 17,9 33,3 17 210 102 116 104 170 140 130 121 17 62,4 49,5 39,4 45,8 31,4 33,9 25,2 21,2 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 47 t min Slope Mediteran t min Slope Regosol Laju Infiltrasi cmjam Laju Infiltrasi cmjam 18 28 34 25 67 31 46 61 49 96 40 146 66 51 77 28 9 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 9 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 17 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 17 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 5 9 0,14 3,22 1,10 1,63 0,77 1,97 0,48 3,70 5 9 0,53 6,43 5,14 1,39 3,64 1,44 3,50 3,17 17 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 4,37 0,00 0,00 17 0,00 0,48 0,00 2,02 3,33 3,89 0,00 4,51 10 9 11,9 7,20 4,99 6,29 5,28 2,26 2,88 9,36 10 9 5,33 8,45 8,23 5,81 6,86 5,86 7,01 5,76 17 0,00 5,16 3,26 7,44 5,18 7,51 4,94 3,48 17 0,00 8,11 5,18 6,48 6,49 4,13 8,21 12,2 15 9 12,0 6,24 4,94 6,62 5,23 4,03 3,79 10,5 15 9 11,7 7,44 7,87 6,00 6,38 5,76 6,58 5,28 17 0,00 8,16 7,10 9,36 6,58 8,40 6,12 4,15 17 0,00 8,93 8,40 6,38 6,50 4,16 8,69 13,6 20 9 10,3 6,10 4,37 7,13 5,04 3,79 3,65 10,3 20 9 13,3 7,06 7,49 5,52 6,48 5,66 4,80 5,47 17 2,98 10,4 6,60 9,65 6,43 7,68 5,76 4,10 17 0,00 9,02 8,02 6,29 7,63 4,34 8,83 13,8 25 9 9,29 5,66 4,37 6,96 4,80 4,15 3,46 10,0 25 9 11,5 6,79 7,63 5,09 7,15 5,38 5,52 5,38 17 3,46 8,83 6,19 9,58 6,10 7,63 5,28 3,98 17 6,62 8,88 7,61 6,19 6,98 4,56 8,64 13,4 30 9 8,93 5,69 4,27 4,08 4,73 4,08 3,41 9,89 30 9 11,5 6,62 7,13 5,04 7,44 5,33 5,47 5,38 17 7,03 8,26 5,69 9,36 5,71 6,79 4,66 3,84 17 9,17 8,50 7,49 6,14 6,47 9,94 8,45 13,3 35 9 8,59 5,42 4,27 4,18 4,61 3,94 3,12 9,89 35 9 11,5 6,62 7,25 3,12 7,49 5,30 5,33 5,38 17 5,54 7,70 5,38 8,88 5,38 5,86 5,18 3,74 17 9,41 8,40 7,39 6,07 6,30 9,82 8,38 11,4 40 9 2,66 3,55 1,87 3,60 2,88 2,45 1,58 3,46 40 9 3,50 2,02 2,98 2,02 3,05 2,02 3,84 2,74 17 1,58 2,74 2,40 2,98 1,94 2,40 2,45 1,54 17 0,00 2,16 1,97 2,64 2,25 2,62 3,02 2,95  9 63,8 43,1 30,2 40,5 33,3 26,7 22,4 67,1  9 68,9 51,4 53,7 34,0 48,5 36,7 42,0 38,5 17 20,6 51,3 36,6 57,2 37,3 50,6 34,4 24,8 17 25,2 54,5 46,1 42,2 45,9 43,4 54,2 85,2 Meskipun perbedaan porositas dari keempat jenis tanah tersebut tidak terlalu besar namun ketiga tanah terakhir telah digunakan untuk budidaya pertanian sehingga mengalami pemadatan dan pori makro dan meso berkurang sedang pori mikronya bertambah. Tidak demikian untuk Andosol yang belum diusahakan dan didukung oleh kandungan bahan organiknya yang tinggi. Berdasarkan Tabel 4.6 jelas terlihat bahwa untuk Andosol sebagian besar dari hujan simulasi masuk kedalam tanah sebagai infiltrasi dan sebagian kecil mengalir dipermukaan sebagai limpasan permukaan. Berbeda dengan Latosol, Mediteran dan Regosol yang sebagian besar air hujan simulasi mengalir sebagai limpasan permukaan dan sebagian kecil masuk kedalam tanah sebagai infiltrasi. Lima menit pertama laju infiltrasi naik perlahan-lahan ini diduga karena air yang masuk kedalam tanah mula-mula akan mengisi pori-pori mikro, meso dan makro dengan mendesak udara dalam pori keluar kearah bawah. Tetapi lima menit berikutnya 48 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” setelah semua pori jenuh oleh air, tarikan gaya gravitasi kebawah dan dorongan air dari permukaan meloloskan air keluar dari blok tanah akibatnya laju infiltrasinya menjadi cepat. Sebaliknya yang terjadi di lapangan, sebelum tercapai kondisi jenuh air masuk ke dalam tanah dengan cepat karena adanya tarikan matrik tanah dan tarikan gravitasi bumi. Tetapi setelah semua pori terisi oleh air dan jarak antara zone jenuh dan zone tidak jenuh semakin pendek maka tarikan matrik tanah berkurang tinggal gaya gravitasi bumi yang mempengaruhi gerakan air ke bawah. Adanya udara yang terjebak didalam pori, akan menahan aliran air ke bawah. Akibatnya setalah mencapai kondisi jenuh laju infiltrasinya berangsur-angsur menurun hingga mencapai konstan. Gambar 4.7 sd Gambar 4.10 seperti dalam Lampiran 1 menunjukkan bahwa laju infiltrasi pada 2 dua kemiringan mempunyai pola yang relatif hampir sama, dimana pada 5 menit pertama laju infiltrasi meningkat, dan mencapai maksimum pada waktu 10 menit, kemudian berangsur-angsur turun. Kejadian ini disebabkan pada 5 menit pertama volume hujan yang masuk ke dalam tanah akan mengisi semua pori yang ada. Gerakan air kebawah sangat dipengaruhi oleh kontinuitas continuity dan kekelokan tortuousity pori. Setelah tercapai kondisi jenuh, volume hujan yang masuk ke dalam tanah akan lolos keluar dari contoh tanah blok dengan laju yang berangsur-angsur turun. Berkurangnya laju infiltrasi terukur ini disebabkan karena adanya pe-nyumbatan pori dibagian tengah dan atas contoh tanah oleh partikel-partikel pasir halus sd liat hasil hancuran agregat tanah. Partikel debu halus dan liat yang terbawa aliran infiltrasi akan terjebak dalam pori meso di dalam tanah. Sedangkan partikel pasir halus dan debu kasar akan menyumbat pori meso dan makro yang ada dipermukaan. Menurunnya laju infiltrasi ini menyebabkan terjadinya peningkatan volume limpasan permukaan sebesar penurunan volume infiltrasi pada intensitas hujan yang konstan. “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 49 Kandungan lengas tanah juga memegang peranan yang tidak kalah penting dibandingkan porostitas. Besar kecilnya kandungan lengas tanah merupakan indikator besarnya volume pori yang diisi oleh air. Banyaknya air yang ada di dalam pori akan menghambat gerakan air kebawah oleh tarikan matrik tanah dibawahnya. Tabel 4.7. Hasil Perhitungan Kadar Lengas dan Laju Infiltrasi pada tanah Percobaan Kode 9 17 Kode 9 17 KA I KA I KA I KA I 9.1.A 17,81 6,22 34,89 12,98 9.1.L 22,20 10,76 12,31 7,81 9.6.A 35,24 18,80 35,05 12,74 9.2.L 43,62 4,45 31,67 6,18 9.2.A 39,13 24,11 36,97 26,23 9.3.L 47,04 3,91 29,86 4,93 9.5.A 39,41 21,32 38,82 16,31 9,4,L 46,07 2,72 37,89 5,73 9.3.A 42,33 22,11 38,95 17,47 9,5,L 37,87 3,03 39,58 3,92 9.7.A 45,01 18,69 39,42 21,27 9,6,L 33,88 3,11 37,75 4,24 9.8.A 46,21 17,47 40,49 14,52 9,7,L 45,22 2,24 34,25 3,15 9.4.A 66,03 4,61 44,06 15,20 9,8,L 43,38 4,16 30,91 2,66 Kode 9 17 Kode 9 17 KA I KA I KA I KA I 9.1.M 8,17 7,97 5,27 2,57 9.1.R 18,17 8,61 5,19 3,15 9.2.M 48,20 5,39 15,30 6,41 9.2.R 51,05 6,43 34,69 6,91 9.3.M 41,01 3,77 34,08 4,58 9.3.R 52,45 6,71 38,21 5,76 9,4,M 35,58 5,06 30,33 7,16 9.4.R 32,90 5,66 47,37 7,04 9,5,M 38,83 4,17 45,34 4,67 9.5.R 50,00 8,08 44,53 7,66 9,6,M 26,44 3,33 74,82 6,33 9.6.R 46,54 6,12 52,39 7,24 9,7,M 43,90 2,80 19,84 4,30 9.7.R 50,70 7,01 51,26 9,04 9,8,M 46,56 8,39 32,00 3,11 9.8.R 55,08 6,42 49,92 14,20 Tabel 4.7 di atas menunjukkan bahwa, meningkatnya kandungan lengas tanah laju infiltrasi cenderung turun meskipun pengaruhnya tidak nyata. Pada beberapa perlakuan variasi tinggi hujan simulasi untuk semua jenis tanah dengan dua kemiringan menunjukkan adanya penyimpangan pola laju infiltrasi. Penyimpangan ini diduga akibat terjadinya kebocoran aliran ke bawah dibagian tepi contoh tanah 50 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” yang berbatasan dengan kayu dan dibagian sisi kiri-kanan corong seng yang dipasang dibagian atas bawah contoh tanah untuk me- ngalirkan aliran limpasan permukaan ke bak penampung. Selain itu volume air yang lolos kebawah dari contoh tanah akan tertampung dalam bak penampung infiltrasi yang ada dibagian bawah contoh tanah. Dari bak penampung ke gelas ukur dihubungkan dengan selang pastik yang panjangnya 1,5 m dengan diameter  1 cm. Pengamatan visual saat penelitian berlangsung terlihat bahwa aliran dari corong ke gelas ukur sering tidak lancar akibat adanya gelembung-gelembung udara yang terjebak dalam selang plastik. Bilamana volume air infiltrasi dalam bak penampung belum mampu mendorong gelembung udara dalam selang maka aliran ke gelas ukur belum terjadi meskipun ada perbedaan tinggi tekan. Kejadian ini mengakibatkan adanya pergeseran volume infiltrasi terukur pada interval waktu saat itu dan waktu berikutnya. Pola laju infiltrasi dalam penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan dengan pola laju infiltrasi yang diukur dilapangan. Perbedaan ini diakibatkan karena pengukuran di lapangan ketebalan kolom tanahnya tidak terbatas dan pengukuran berawal dari pengukuran volume air yang masuk kedalam tanah per satuan waktu per satuan luas. Sedangkan dalam penelitian ini ketebalan kolom tanahnya terbatas dan pengukurannya berawal dari besarnya volume air yang lolos kebawah dari kolom tanah per satuan waktu per satuan luas. Akibat adanya perbedaan cara pengukuran ini menyebabkan pola laju infiltrasi yang didapat merupakan kebalikannya. Grafik hubungan antara laju infiltrasi dengan nilai duga erodibilitas terlihat dalam Gambar 4.12 dan 4.13 di Lampiran 2. Berdasarkan grafik tersebut terlihat bahwa meningkatnya laju infiltrasi, nyata menurunkan nilai erodibilitas secara linier dengan koefisien determinasi R = 0,859 untuk kemiringan 9 dan R = 0,804 untuk kemiringan 17 . Hal ini karena dengan meningkatnya laju infiltrasi pada debit nossel konstan akan mengurangi volume limpasan permukaan. “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 51 Berkurangnya volume SRO secara langsung akan menurunkan jumlah sedimen tercuci yang sampai ke bak pengukuran. Disamping itu sedimen yang terbawa akan diendapkan di per- jalanan sebelum sampai ke bak pengukuran.

4.6. Stabilitas Agregat Tanah dan Gradasi Butir