Kepekaan Tanah Terhadap Gaya Perusak dari Luar

“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 15 Lebih lanjut Pratiwi dan Sumaryono 1995 menyatakan bahwa sedimen tercuci akan terangkut oleh limpasan permukaan apabila gaya seret lebih besar dari pada gaya seret kritis   . Besarnya gaya seret kritis dapat diduga :  b = .U 2 Dimana:  b = Tegangan geser dasar Newton m -2 U = Kecepatan geser kritis m det -1  = Rapat massa air kg m -3 g = Percepatan gravitasi m det -2 h = Kedalaman aliran m S = Kemiringan energi yang diasumsikan sama dengan kemiringan lahan Menurut Asdak 1995 ketinggian muka air limpasan permukaan dapat diduga dengan mengukur debit limpasan permukaan dikalikan durasi hujan yang terjadi dibagi luas plot standard. Dimana: Q = Debit limpasan permukaan m 3 menit -1 A = Luas plots standard m 2 t = Waktu menit h = Kedalaman aliran m

2.4. Kepekaan Tanah Terhadap Gaya Perusak dari Luar

Erodibilitas tanah mencerminkan kepekaan susceptibility tanah dan kemantapan stability agregat terhadap agen perusak dari luar yang dinyata-kan dalam satuan ton ha -1 per unit erosivitas. Kepekaan tanah menggambarkan kemudahan tanah, sedangkan kemantapan menunjukkan ketahanan agregat terhadap energi jatuhan hujan, dispersi air dan kikisan aliran permukaan. U = �. ℎ. � ⬚ ℎ = Q . t A 16 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” Kepekaan dan ketahanan tiap-tiap jenis tanah berbeda- beda tergantung pada tekstur, kemantapan agregat, kadar bahan organik dan kandungan kimia tanah Morgan, 1995, kapasitas infiltrasi Utomo, 1994, kandungan seskui-oksida Landon, 1984 dan tingkat kebasahan tanah. Variabilitas faktor pembentuk tanah iklim, vegetasi, tofografi, bahan induk dan waktu menentukan jenis tanah yang terbentuk mempunyai sebaran kandungan partikel yang berbeda-beda. Hardjowigeno 1992 memberi batasan tekstur tanah sebagai perbandingan relatif fraksi pasir sand, debu silt dan liat clay. Tanah yang baru terbentuk umumnya didominasi pertikel berukuran kasar pasir yang tahan ter- hadap erosi. Demikian juga tanah yang telah me-lapuk lanjut umumnya tahan terhadap erosi karena tingginya kandungan liat yang dimiliki. Walaupun fraksi liat ukurannya  2m, namun kohesivitasnya besar karena luasnya permukaan jenis per satuan massa tanah Utomo, 1985. Hasil penelitian Evan 1980 dan Richter dan Negendank 1977 dalam Morgan 1995 menunjukkan tanah yang mempunyai kadar liat antara 9 – 31 persen lebih peka terhadap erosi, demikian juga tanah dengan kadar debu antara 40 – 60 persen. Menurut Turner, Willatt, Wilson dan Jobling 1984 kandungan debu yang tinggi, tanah akan mudah terdispersi oleh air karena rendahnya gaya kohesi dan adhesi diantara partikel bila dibandingkan liat. Tingginya kandungan liat yang berinteraksi dengan hasil dekomposisi bahan organik akan mendorong pembentukan kompleks organo-liat yang stabil Coleman, Oades dan Uehara, 1989. Komplek organo-liat ini akan mengikat partikel tanah yang lain membentuk agregat tanah yang mantap dan tahan terhadap agen perusak dari luar. Studi besarnya energi kinetik hujan yang diperlukan untuk menghancurkan agregat bahan endapan yang berukuran 0,016 – 0,631 mm oleh Proesen 1985 dalam Morgan 1995 menunjukkan, besarnya energi kinetik hujan semakin menurun dengan bertambahnya ukuran agregat dan mencapai minimum pada agregat berukuran 0,100 mm. Selanjutnya energi kinetik meningkat lagi dengan bertambah besarnya ukuran butir agregat. “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 17 Kemantapan agregat juga tergantung pada tipe mineral liat. Tanah yang didominasi mineral liat tipe 2:1 Illite, Monmorilonite, Smectite mudah membentuk flokul-flokul karena sifatnya yang mengembang swelling bila basah dan mengkerut shrinkage bila kering. Flokul yang terbentuk merupa-kan tahap permulaan terbentuknya agregat tanah Lal, 1990; Utomo 1985 dan Russell 1973. Morgan 1995 menambahkan agregat yang terbentuk tersebut, struktur lempeng kristalnya lebih terbuka dan mudah terdispersi dibandingkan liat tipe 1:1 Kaolinit, gibsite. Gambar 2.1. Hubungan geometri ukuran agregat dengan energi kinetik hujan Poesen, 1992 dalam Morgan, 1995 Bahan organik juga memegang peranan yang sangat penting didalam mempengaruhi erodibilitas tanah. Bahan ini secara langsung akan menurunkan erodibilitas tanah bila digunakan sebagai mulsa yang akan mengurangi besarnya energi jatuhan hujan. Sedangkan pengaruh tidak langsung melalui interaksi antara bahan stabil hasil dekomposisi dengan partikel liat dan kation divalen dan trivalen dalam tanah yang bertindak sebagai bahan pengikat semen. Young 1990 dari hasil studinya menyimpulkan, penambahan bahan organik sebesar 1 satu persen ke lapisan olah tanah erodibilitas tanah turun sebesar 0,04 – 0,05. 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 0.000 0.090 0.180 0.270 0.360 0.450 0.540 0.630 en er gi k in et ik J. kg -1 Ukuran agregat sedimen mm Series1 18 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” Besar kecilnya kandungan air tanah menentukan tingkat kejenuhan saturated dan kebasahan wetting tanah. Pada kondisi jenuh atau tingkat ke-basahan tinggi semua pori terisi oleh air. Kondisi demikian menyebabkan melemahnya bahan semen yang mengikat partikel tanah Russell, 1973. Mele- mahnya ikatan antara partikel primer dan sekunder menjadi- kan agregat lebih mudah dihancurkan. Kandungan air yang tinggi juga menurunkan laju infiltrasi secara drastis. Penurunan ini akibat berkurangnya hisapan matrik tanah pada air permukaan. Semakin meningkat ke- basahan tanah, maka jarak antara air permukaan dan zone kurang basah di dalam tanah makin jauh Seto, 1991. Pada akhirnya laju infiltrasi ke bawah praktis hanya dipengaruhi oleh gravitasi, konduktivitas hidroulik jenuh dan besarnya hujan menutup pori-pori permukaan Morgan, 1995. Akibat-nya genangan air dipermukaan akan mendispersi tanah bagian atas yang selanjutnya mengalir sebagai aliran permukaan. Pada kondisi tanah kering, air hujan segera masuk ke dalam tanah dengan cepat dan mendesak udara tanah keluar. Menurut Utomo 1985 tingginya hisapan matrik liat pada air tersebut menyebabkan timbulnya panas pembasahan heat of wetting. Keluarnya panas pembasahan, mendorong agregat tanah pecah dengan cepat dan menurunnya kapasitas infiltrasi Morgan, 1995.

2.5. Pengukuran Kepekaan Tanah