Proses Upacara Perkawinan Adat Suku Dayak Tunjung

28 tatacara lamaran selesai dilaksanakan, selanjutnya diadakan musyawarah berinuk keluarga untuk menentukan waktu dan persiapan pelaksanaan perkawinan adat pelulukng.

b. Perkawinan atas Permintaan Orangtua atooh

Perkawinan ini terjadi karena kemauan dari orangtua, bisa dari orangtua pria maupun wanita. Dalam tradisi masyarakat Dayak Tunjung pria dan wanita mempunyai hak yang sama untuk melamar dan dilamar. Sedangkan tatacaranya dan barang adat yang dipergunakan, sama dengan prosedur perkawinan berdasarkan kemauan sendiri. Ketika terjadi penolakan, maka pihak yang menolak harus memberi tanda penolakan yang disebut awitn, yang nilainya dua kali lipat barang adat yang dipergunakan sebagai persyaratan melamar Pamung, 2010:50. Misalnya ketika pelamar membawa tanda dan persyaratan seperti parang satu buah, pakaian, dan piring putih maka pihak yang menolak harus memberi penolakan dalam bentuk yang serupa yang nilainya dua kali lipat dari nilai barang adat tersebut. Namun lazimnya tidak harus diberikan dalam bentuk barang yang sama, melainkan dapat diberikan dalam bentuk uang.

D. Proses Upacara Perkawinan Adat Suku Dayak Tunjung

1. Persiapan Upacara Adat Perkawinan

Pada malam sebelum pengesahan perkawinan pelulukng, diadakan pertemuan keluarga di rumah pihak mempelai wanita Pamung, 2010:50. 29 Pertemuan tersebut dihadiri oleh para ahli waris keluarga, pengurus kampung, kepala adat, dan tokoh-tokoh masyarakat. Sedangkan sebagai persyaratan bermusyawarah harus disediakan hidangan adat ruratn yang akan disantap dalam perjamuan bersama. Hidangan adat ruratn terdiri dari berbagai jenis makanan yang diletakkan dalam nampan kuningan yang terbuat dari logam kuningan par berjumlah genap, 4 hingga 8 buah. Namun bila perkawinan dilakukan dengan orang dari luar kampung atau hubungan keluarga sudah jauh, bahkan sudah tidak ada hubungan keluarga lazimnya menggunakan 8 par. Dalam acara musyawarah tersebut, pihak keluarga wanita menjelaskan maksud pertemuan serta menegaskan menganai rencana perkawinan negas nentuq. Kemudian pihak keluarga wanita menyerahkan rencana pekerjaan dan kegiatan dalam rangka pengesahan perkawinan kepada pihak keluarga mempelai pria, pengurus kampung, kepala adat, dan tokoh-tokoh masyarakat untuk berkenan membantu menangani seluruh proses upacara perkawinan. Acara ini diakhiri dengan penyerahan satu buah piring putih dengan uang senilai 1 buah antakng tempayan yang jika diuangkan senilai Rp, 500.000,- yang diserahkan kepada Kepala Adat dan Petinggi Kepala Desa. Setelah semua pihak menerima penyerahan antakng tersebut, yang dalam bahasa Dayak Tunjung disebut gawai, kemudian pihak tuan rumah menutup acara tersebut.

2. Kegiatan pada Pagi Hari Berikutnya

Pagi-pagi benar tuan rumah menyiapkan perlengkapan seperti babi, ayam, dupa tabak, daun apeer yang menggunakan: daun tampunik atau keledang, daun 30 pengo, peaai, touq tawai dan jie sejenis guci nilainya setengah dari antakng atau sering disebut antakng kecil. Disiapkan juga 1 buah mangkuk tempat tepung tawar, sentiriq nasi diberi warna hitam, merah dan kuning biasanya ditaruh diatas daun pisang, 1 buah patung dari batang pisang, 2 buah patung dari kayu deraya, dan baskom tempat air Pamung, 2010:51.

a. Pembacaan Mantra dan Pemberkatan

Dalam ritual ini, kedua mempelai bersama Kepala Adat menuju serambi rumah panjang lou, yang di tempat itu telah disediakan berbagai perlengkapan ritual. Kemudian Kepala Adat membacakan mantra yang bertujuan untuk memberkati kedua mempelai. Mantra tersebut berupa syair dengan bahasa sastra yang dinyanyikan mantra terlampir. Selanjutnya Kepala adat mendupai beras segenggam, lalu menghambur beras itu ke atas sebagai sarana untuk mengundang para dewa kuasa di Negeri Langit. Menurut kepercayaan masyarakat Dayak Tunjung beras yang dihambur tersebut dapat berubah wujudnya menjadi perantara lalakng menyerupai manusia, sehingga dapat diminta untuk menyampaikan berita dan undangan kepada para dewa di Negeri Langit Pamung, 2010:52. Dalam ritual ini, lalakng beserta para dewa kuasa dipercaya hadir di tempat dilaksanakannya upacara perkawinan, lalu Kepala Adat memohon agar mereka berkenan memberi berkat kepada kedua mempelai dan seluruh anggota keluarga. Sedangkan tugas lalakng adalah memohon kepada para dewa kuasa agar mengurapi dan merasuk ke tubuh Kepala Adat dan para tetua yang akan 31 memberi nasehat perkawinan, sehingga mereka mampu memberikan petuah perkawinan kepada kedua mempelai. Selanjutnya Kepala Adat memegang seikat daun dawetn apeer dengan tangan kiri sambil berdoa agar para dewa kuasa, dewa sahabat mengusir pengaruh jahat, pikiran yang jahat dari dalam diri kedua mempelai, membuang nasib sial, menjauhkan malapetaka, membuang segala naas dan semua yang jahat dibuang ke sungai bersama patung silih dan sesaji. Kemudian kedua mempelai meludahi patung dan sesaji sentiriq yang akan dihanyutkan ke sungai. Lalu Kepala Adat memerciki patung dan sesaji tadi sebagai pertanda bahwa semua telah pulang bersama para dewa pembawa kejahatan, pengacau rumah tangga yakni dewa Lolakng Ringkekng, Lolakng Kewekng, dan Sookng Lalukng Lumai Pamung, 2010: 53. Setelah itu Kepala Adat kembali memegang daun apeer, namun dipegang dengan tngan kanan seraya mengucapkan mantra “saya pegang seikat daun menggunakan tangan kanan, tangan yang bersih, pembawa kemenangan, tangan pembawa rejeki, tangan penyalur kuasa para dewa, dengan tangan ini orang dapat minum dan makan sampai puas....” Mantra selengkapnya terdapat pada lampiran. Ritual selanjutnya, Kepala Adat kembali membacakan mantra doa khusus untuk kedua mempelai, “semoga para dewa kuasa memberkati kalian berdua, agar wanita dapat menjadi ibu teladan, pria dapat menjadi panutan orang banyak, dan berwibawa. Agar seperti dinginnya air di sela-sela batu di sungai, demikian pula hidup kalian berdua sejak sekarang menjadi dingin sejahtera dan bahagia, tak ada 32 aral melintang, tidak ada pertikaian dan selisih paham, seperti akar dapat menahan pohon dan tidak mudah roboh, demikian pula kehidupan kalian berdua tak tergoyahkan oleh pengaruh-pengaruh buruk di mana kalian berada. Agar rejeki mudah didapat, uang berlimpah, sejak sekarang seia sekata, tidak jatuh ke dalam perceraian.” Sedangkan sebagai kata penutup dari pembacaan mantra, Kepala Adat menghitung 1 hingga 10 dengan maksud agar doa itu dapat dikabulkan Pamung, 2010:54. Ritual selanjutnya, Kepala Adat mengambil seikat daun apeer kemudian memerciki kedua mempelai dan memohon kepada para dewa dari lautan untuk menyucikan kedua mempelai, agar jiwa raganya suci, bersih dari segala yang jahat. Selanjutnya Kepala Adat mengoleskan tepung tawar pada hewan kurban seraya mem bacakan mantra, “Kini saya mengoleskan tepung tawar ini pada hewan kurban, babi, ayam, sebagai tanda terima kasih bersama kedua mempelai ini dan kepada para dewa pemberi berkat pada acara perkawinan ini.” Setelah tepung tawar dioleskan pada hewan kurban, Kepala Adat memegang kaki kiri mempelai pria dan meletakkannya di atas hewan kurban sambil berucap, “Sekarang saya meletakkan kaki kiri mempelai pria ini, kaki yang jelek, tidak sopan dan pembawa nasib buruk, dan pembawa perceraian.” Kemudian Kepala Adat memegang kaki kanan dan meletakkannya di atas hewan kurban lalu berucap, “Kini saya letakkan kaki kanan mempelai pria ini, kaki yang baik, kaki pembawa rejeki, kaki yang pantas untuk mengusir roh-roh jahat dari kedua mempelai ini, agar kalian roh-roh baik, para dewa kuasa menerima hewan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33 kurban kedua mempelai ini, atas kebaikan hati kalian memberkati perkawinan mereka hari ini.” Tatacara yang sama juga berlaku bagi mempelai wanita, dengan meletakkan kakinya secara bergantian di atas hewan kurban dengan cara dan doa yang sama. Setelah itu hewan kurban disembelih dan dimasak, sedangkan sebagian lagi diberikan sebagai “upah” untuk Kepala Adat yang telah memimpin prosesi upacara pemberkatan perkawinan.

b. Mempelai Masuk Ke dalam Rumah

Dalam ritual ini, kedua mempelai duduk di atas sebuah gong menghadap hidangan makanan ruratn yang diletakkan di atas tempat khusus yang disebut par. Setiap par diisi dengan piring, bungkusan nasi, nasi ketan dimasak dalam bambu lemang, kue tradisional yang terbuat dari tepung ketan tumpiq, lauk- pauk daging ayam dan babi dan sejumlah makanan lainnya. Sedangkan di depan kaki kedua mempelai disediakan sepotong batang pisang, sebuah batu, mangkuk berisi tepung tawar. Selain itu disediakan pula seikat daun apeer, baskom tempat air, dupa, serta sejumlah peralatan ruyaaq adat seperti mandau, pisau, pakaian kedua mempelai Pamung, 2010:55. Setelah semuanya perlengkapan ritual adat tersedia, Kepala Adat memegang seikat daun apeer dengan tangan kiri seraya menghitung 1 sampai 7 kemudia n memercikan dengan tangan kiri seraya berkata, “Saya percikan air dengan tangan kiri, tangan jahat, tidak sopan, tetapi pantas untuk membuang segala yang jahat dari dalam diri kedua mempelai...” Pembacaan mantra ini PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34 bertujuan membuang segala yang jahat, pikiran buruk, mengusir roh jahat yang hendak mengganggu kehidupan kedua mempelai. Kemudian Kepala Adat memegang seikat daun apeer dengan menggunakan tangan kanan seraya berkata. “Saya ganti memegang dengan tangan kanan, tangan yang baik, pembawa kebaikan dan rejeki, tangan penyalur kuasa dan berkat para dewa-dewi atas langit...” Pembacaan mantra ini ditutup dengan menghitung 1 sampai 10 sebagai ungkapan permohonan agar dikabulkan Pamung, 2010:56. Selanjutnya dilaksanakan pemasangan tepung tawar untuk kedua mempelai, yakni pada telapak kaki agar segala yang jahat selalu lewat bawah kaki, tidak sampai mengenai dan menyakitkan mempelai ini. Pada jari kelingking, untuk menghalau segala penyakit dan menghalau kejahatan dari diri mempelai. Pada belakang telapak kaki, supaya mempelai selalu membelakangi yang jahat, terhindar dari malapetaka. Pada dada, agar mereka selalu berhadapan dengan kebaikan, mendapat kerukunan, kebahagiaan selama hidupnya. Pada dahi, supaya mereka selalu mengedepankan kebersamaan, kebaikan, kejujuran, keadilan dalam keluarga dan masyarakat. Pada pelipis, semoga mereka bagai bunga, berbau harum, matahari dan bulan memancarkan cahaya, demikian pula hidup mereka menjadi harum dan berguna bagi sesama, dan sanak saudaranya Pamung, 2010:57. Ritual terakhir dari upacara ini ditandai dengan kedua mempelai menginjakkan kakinya pada batu dan sepotong batang pisang, lalu Kepala Adat membacakan doa, “Kini kedua mempelai ini meletakkan kakinya pada batu dan batang pisang, agar seperti batu tak mudah pecah dan batang pisang yang dingin PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 mengundang air, demikian pula kedua mempelai ini, sejak hari ini mendapat berkat dari para dewa-dewi kuasa, perkawinan mereka sungguh-sungguh kuat dan saling membahagiakan.” Maka dengan berkahirnya ritual ini perkawinan kedua mempelai dinyatakan telah sah.

3. Nasehat Perkawinan

Nasehat perkawinan disampaikan oleh Kepala Adat, perwakilan dari pihak kedua mempelai dan tokoh masyarakat yang dipandang layak untuk menyampaikan nasehat bagi bekal kehidupan kedua mempelai. Dalam penyampaian nasehat, lazimnya mengutip syair sentaro yang menggunakan bahasa sastra yang mengandung makna mengenai nilai-nilai luhur perkawinan. Biasanya makna inti dari sentaro yang lazim dituturkan mengenai beberapa hal sebagai berikut: a. Penegasaan mengenai keabsahan perkawinan menurut adat dan status pasangan suami-istri Tu tumatutu belalang nipeq borot, pelulukng peruku berlemo remang remot; b. Sikap saling setia pada saat untung dan malang Encak jeloq erai anoq, selakengkakng erai gawakng. Tuat beau sengkangkoroq, jakat beau sengkalengkakng; c. Sikap kebersamaan untuk saling memberi dan menerima Tak ungkeq engket puncum kibanuo, alan elui beau wewet, wat akat bekakelo; d. Kesediaan untuk sehidup semati hingga maut memisahkan Rempumpuq rempempai, rendukan erai nyok, erai unut erai apai erai kesong turas tunok 36 Setelah nasehat perkawinan kemudian dilaksanakan penyerahan empat piring putih sebagai lambang pemakluman keluarga baru. Akhir dari ritual ini adalah memandikan mempelai di tepi sungai. Kedua mempelai mengangkat kaki kiri dengan wajah menghadap ke barat, kemudian Kepala Adat membacakan mantra dan menghitung sampai tujuh dan pada hitungan ketujuh kaki kedua mempelai dicelupkan ke air. Kemudian dilanjutkan mengangkat kaki kanan dengan wajah menghadap ke timur, dan tepat hitungan kesepuluh kedua mempelai mencelupkan kakinya ke dalam air.

E. Simbol-simbol dalam Perkawinan Adat Suku Dayak Tunjung