Suku Dayak Tunjung Menggali simbol simbol perkawinan adat suku Dayak Tunjung sebagai ungkapan dalam perkawinan Gereja Katolik di Kec. Linggang Bigung, Kab. Kutai Barat, Kalimantan Timur

16

e. Suku Dayak Tunjung Tonyooi

Tidak ada data tertulis mengenai sejarah dan asal usul suku Dayak Tunjung. Kita dapat mengetahui asal usul mereka hanya dari cerita-cerita rakyat dari orang tua. Dalam RPJMD suku Dayak Tunjung adalah suku yang menduduki posisi pertama dalam persentase penduduk berdasarkan suku yaitu mencapai 25.

B. Suku Dayak Tunjung

Pada bagian ini penulis akan menjelaskan secara terperinci mengenai suku Dayak Tunjung mulai dari asal-usul, keadaan geografis sampai pada jenis-jenis hukum adat dalam masyarakat suku Dayak Tunjung.

1. Asal-usul Suku Dayak Tunjung

Seperti dalam penjelasan penulis di atas bahwa tidak ada data tertulis mengenai asal-usul suku Dayak Tunjung. Kita dapat mengetahui asal-usul mereka hanya dari cerita-cerita orang tua Depdikbud, 1977:18. Menurut Dr. J. Mallinckrodt, menyimpulkan dari penelitiannya bahwa suku Dayak yang ada di Kalimantan Timur, khususnya suku Dayak Tunjung dan Benuaq termasuk dalam suku Lawangan yang berasal dari Kalimantan Tengah Madrah, 2001:2. Pola pemukiman suku Dayak Tunjung terkonsentrasi pada rumah panjang Luq yang sekaligus menjadi pusat budaya, pusat ekonomi, dan pusat pertahanan pada jaman itu. Namun, sekarang rumah panjang hanya dipakai untuk acara adat tertentu dan musyawarah para tetua adat. 17 Nama asli suku Dayak Tunjung adalah Tonyooi. Sedangkan kata Tunjung sendiri dalam bahasa Dayak Tunjung adalah “mudik” atau menuju arah hulu sungai. Berdasarkan cerita yang secara turun temurun diceritakan bahwa pada suatu hari seorang Tonyooi mudik dan bertemu dengan orang Haloq sebutan Suku Dayak kepada seseorang yang bukan Dayak dan beragama Islam. Haloq tersebut bertanya kepada orang Tonyooi : Ingin pergi kemana? Kemudian Tonyooi menjawab “Tuncukng”, yang artinya mudik. Orang Haloq lalu terbiasa melihat orang yang seperti ditanyainya tadi disebut “Tunjung” dan hingga sekarang nama tersebut masih dipergunakan.

2. Keadaan Geografis

Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah tahun 2011-2016 Kabupaten Kutai Barat dengan Ibukota Sendawar merupakan pemekaran dari wilayah Kabupaten Kutai yang telah ditetapkan berdasarkan UU. Nomor 47 Tahun 1999. Secara simbolis kabupaten ini telah diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri R.I. pada tanggal 12 Oktober 1999 di Jakarta dan secara operasional diresmikan oleh Gubernur Kalimantan Timur pada tanggal 05 Nopember 1999 di Sendawar. Luas Wilayah Kutai Barat sekitar 31.628,70 km 2 atau 15 dari luas Provinsi Kalimantan Timur dan berpenduduk 165.934 jiwa. Secara Geografis Kabupaten Kutai Barat terletak antara 113º 48’49’’ sampai dengan 116º 32’43’’ Bujur Timur serta diantara 1º31’05’’ Lintang Utara dan 1º 09’33’’ Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten Kutai Barat berbatasan dengan Kabupaten Mahakam Ulu, Kabupaten Malinau dan Sarawak Malaysia PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18 Timur di sebelah Utara, Kabupaten Kutai Kartanegara di sebelah Timur, Kabupaten Penajam Paser Utara di sebelah Selatan dan untuk sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah serta Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat. Kabupaten Kutai Barat terbagi menjadi 21 Kecamatan dan 238 Desa. Kecamatan yang terdapat di Kabupaten Kutai Barat meliputi Kecamatan Bongan, Kecamatan Jempang, Kecamatan Siluq Ngurai, Kecamatan Bentian Besar, Kecamatan Penyinggahan, Kecamatan Muara Pahu, Kecamatan Muara Lawa, Kecamatan Damai, Kecamatan Barong Tongkok, Kecamatan Nyuatan, Kecamatan Mook Manor Bulatn, Kecamatan Sekolaq Darat, Kecamatan Melak, Kecamatan Linggang Bigung, Kecamatan Long Iram dan Kecamatan Tering. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2013, Kabupaten Kutai Barat dimekarkan dengan dibentuknya Kabupaten Mahakam Ulu. Letak desa-desa di wilayah Kabupaten Kutai Barat pada umumnya berada di daerah tepian sungai 119 desa, di daerah dataran 86 desa dan di lereng bukit 18 desa. Mayoritas Penduduk Kabupaten Kutai Barat adalah masyarakat adat yang terdiri dari bermacam suku Dayak, bahasa, adat-istiadat serta budaya.

3. Peranan Adat Dalam Kehidupan Suku Dayak Tunjung

Hukum adat merupakan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat suatu daerah. Walaupun sebagian besar hukum adat tidak tertulis, namun ia mempunyai daya ikat yang kuat dalam masyarakat Wijayanto, 2003:22. Menurut Ter Haar yang terkenal dengan teorinya Beslissingenleer teori PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19 keputusan mengungkapkan bahwa hukum adat mencakup seluruh peraturan- peraturan yang menjelma didalam keputusan-keputusan para pejabat hukum yang mempunyai kewibawaan dan pengaruh, serta didalam pelaksanaannya berlaku secara serta merta dan dipatuhi dengan sepenuh hati oleh mereka yang diatur oleh keputusan tersebut. Keputusan tersebut dapat berupa sebuah persengketaan, akan tetapi juga diambil berdasarkan musyawarah. Dalam masyarakat suku Dayak Tunjung, hukum adat dipahami sebagai suatu norma, kaidah, ketentuan, dan kebiasaan dalam masyarakat secara turun temurun Madrah, 2001:14. Dalam masyarakat Dayak Tunjung lebih dikenal dengan kata sukat yang berarti hukum. Kata sukat menggambarkan bahwa dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan adat, seorang tetua adat mantiiq memiliki pertimbangan, ukuran, ketentuan serta kebijakan tertentu sehingga masyarakat benar-benar mendapat kepastian dan perlindungan hukum. Hukum adat suku Dayak Tunjung sebagai bagian dari kearifan lokal, realitanya saat ini kurang diminati oleh generasi muda karena dianggap sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Maka dalam perkembangan situasi saat ini, telah terjadi proses penyesuaikan nilai-nilai hukum adat dengan perkembangan zaman.

4. Kategori Hukum Adat Dalam Masyarakat Suku Dayak Tunjung

Hukum Adat adalah wujud gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai- nilai budaya, norma, hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem dan memiliki sanksi nyata yang sangat kuat. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20 Dalam kehidupan masyarakat suku Dayak Tunjung terdapat berbagai kategori hukum adat yang bersumber dari tradisi warisan leluhur.

a. Hukum Adat Pertanahan dan Tanam Tumbuh

Hukum adat pertanahan dan tanam tumbuh memiliki peranan yang penting bagi masyarakat suku Dayak Tunjung, terutama berkaitan dengan tradisi perladangan Madrah, 2001:43. Pada masa lalu, batas antara desa hanya ditentukan atas dasar kesepakatan antara tetua adat yang bertetangga, tanpa peta desa dan dokumen tertulis sebagai bukti legalitas kepemilikan. Sedangkan batas desa, lazimnya menggunakan tanda alam, misalnya sungai, danau, dan pohon tanyut, yakni pohon yang biasanya dihinggapi lebah madu. Pada dasarnya, wilayah suatu desa dinamakan tanah adat, yang diklasifikasi berdasarkan kepemilikian desa, pribadi, dan kepemilikan keluarga. Tanah adat milik desa merupakan bagian dari kawasan suatu desa dan status kepemilikannya adalah milik bersama semua warga desa yang pengelolaannya diatur oleh tetua adat setempat Madrah, 2001:44. Sedangkan tanah adat milik pribadi didapat dengan cara meminta kepada tetua adat atau pemilik pertama Madrah, 2001:53. Tetua adat Dayak Tunjung niscaya mengetahui dengan pasti silsilah kepemilikan tanah serta kawasan hutan di desanya. Bahkan seorang tetua adat tidak cukup hanya menguasai hukum adat, tetapi juga harus sepenuhnya menguasai riwayat asal usul asaar usuur kepemilikan tanah adat dan kawasan adat. Penguasaan mengenai riwayat asal usul atau silsilah tanah amat penting bagi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21 seorang tetua adat dalam menyelesaikan perselisihan yang timbul berkaitan dengan kepemilikan tanah. Seorang tetua adat tidak akan mempersulit proses pemberian tanah untuk warganya, baik tanah untuk perladangan maupun hutan bebas. Luas tanah yang diberikan sesuai dengan perjanjian yang sudah disepakati antara warga yang meminta dengan tetua adat. Pengelolaan tanah untuk perladangan maupun untuk keperluan lainnya, harus senantiasa merujuk pada aturan hukum adat yang berlaku. Sedangkan tanah adat milik keluarga dalam istilah Dayak Tunjung disebut tana talutn. Tanah milik keluarga biasanya berawal dari tanah milik pribadi yang diwariskan oleh pemiliknya kepada anak cucunya atau generasi penerusnya sehingga tanah itu menjadi milik keluarga besar, sedangkan pengaturan pengelolaannya diatur oleh tetua dalam keluarga berdasarkan ketentuan hukum adat yang berlaku Madrah, 2001:53.

b. Hukum Adat Kelahiran

Proses perkembangan kehamilan dan kelahiran, senantiasa mendapat perhatian istimewa dalam tradisi masyarakat Dayak Tunjung, terutama kerena hal ini diniscayai sebagai anugerah bagi pasangan suami-istri yang telah lama menantikan kehadiran sang anak. Hal itu tercermin dalam berbagai upaya yang ditempuh agar kelahiran berjalan dengan lancar, antara lain dengan cara ngerasiq- ngeradak yang berarti pemeliharaan kesehatan dan keselamatan ibu hamil serta janinnya Madrah, 2001:57. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22 Tradisi ngerasiq-ngeradak secara simbolis dilakukan melalui ritual adat yang bertujuan agar sang ibu tetap sehat sehingga bayi lahir dalam kondisi yang sehat pula. Jika dikaitkan dalam perspektif medis, ritual ini seperti pemberian imunisasi pada saat ibu hamil. Selain pemeliharaan kesehatan, suami dan istri wajib berpantang merikng selama masa kehamilan. Salah satu pantangan yang dilakukan oleh istri adalah tidak boleh melilitkan kain handuk, sarung, baju, dll pada bahu atau leher agar tali pusar bayi tidak membentuk lingkaran sehingga mempersulit proses persalinan Madrah, 2001:58. Sedangkan pantangan bagi suami lebih berat dibandingkan pantang sang istri. Salah satu pantangannya adalah tidak boleh memasang paku supaya dalam proses persalinan sang istri dapat melahirkan dengan selamat dan tidak ada hambatan. Selain pantangan, juga dipergunakan benda bertuah dan pembacaan mantra yang dilakukan secara rutin untuk menjauhkan pengaruh roh-roh jahat.

c. Hukum Adat Perkawinan

Menurut hikayat yang diwariskan secara turun temurun tempu’utn tradisi perkawinan sejatinya merupakan warisan dari tatacara perkawinan dewa Imang Mangkalayakng dengan Bawe Lolakng Kindrakng di negeri Batuq Dingdingkik. Sebelum perkawinan dilaksanakan, calon mempelai harus memenuhi beberapa persyaratan, dimana persyaratan itu akan menjadi rujukan pertimbangan bagi orangtua untuk menentukan calon menantu. Persyaratan bagi seorang lelaki, harus mampu membuat darew kipas, uluk ekeq sarung parang, nempoyat wase mengikat beliung dan mampu engket waniq memanjat madu. Sedangkan untuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23 perempuan harus dapat menumbuk padi, memelihara ternak dan tidak memiliki sifat jaukng jongok, yaitu berlama-lama bila mandi atau mencuci di tepian sungai. Apabila seseorang hendak melangsungkan perkawinannya, maka ia bersama keluarga ayahibu menyiapkan segala sesuatu agar perkawinan tersebut sesuai dengan ketentuan aturan adat. Secara umum perkawinan adat yang diperbolehkan dalam lingkup internal suku Dayak Tunjung adalah perkawinan antara orang-orang seangkatan. Adapun yang dimaksud saudara seangkatan adalah antara saudara sepupu sederajat pertama, saudara sepupu sederajat ketiga dan seterusnya Depdikbud, 1977:123. Dalam pembahasan selanjut penulis akan menjelaskan secara terperinci mengenai perkawinan adat suku Dayak Tunjung.

C. Perkawinan Adat Suku Dayak Tunjung