Perkawinan Adat Suku Dayak Tunjung

23 perempuan harus dapat menumbuk padi, memelihara ternak dan tidak memiliki sifat jaukng jongok, yaitu berlama-lama bila mandi atau mencuci di tepian sungai. Apabila seseorang hendak melangsungkan perkawinannya, maka ia bersama keluarga ayahibu menyiapkan segala sesuatu agar perkawinan tersebut sesuai dengan ketentuan aturan adat. Secara umum perkawinan adat yang diperbolehkan dalam lingkup internal suku Dayak Tunjung adalah perkawinan antara orang-orang seangkatan. Adapun yang dimaksud saudara seangkatan adalah antara saudara sepupu sederajat pertama, saudara sepupu sederajat ketiga dan seterusnya Depdikbud, 1977:123. Dalam pembahasan selanjut penulis akan menjelaskan secara terperinci mengenai perkawinan adat suku Dayak Tunjung.

C. Perkawinan Adat Suku Dayak Tunjung

Menurut hukum adat, perkawinan bukan saja berarti sebagai perikatan perdata tetapi juga merupakan “perikatan adat” dan sekaligus merupakan perikatan kekerabatan dan kekeluargaan. Maka terjadinya suatu ikatan perkawinan bukan semata-mata membawa akibat terhadap hubungan keperdataan, seperti hak dan kewajiban suami isteri, harta bersama kedudukan anak, hak dan kewajiban orangtua, tetapi juga menyangkut hubungan adat istiadat, kewarisan kekeluargaan, kekerabatan dan menyangkut upacara-upacara adat Imam Sudiyati: 1991:17. Dalam perkawinan adat suku Dayak Tunjung, terdapat beberapa aturan hukum adat yang sangat ketat Pamung, 2003:4. Bahkan terdapat beberapa kriteria persyaratan yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak. Kriteria tersebut 24 lazimnya dipergunakan sebagai rujukan pertimbangan untuk menetapkan calon menantu sesuai nilai-nilai luhur perkawinan adat.

1. Latar Belakang Perkawinan Adat Suku Dayak Tunjung

Pada zaman dulu sebelum adanya pendatang di Kabupaten Kutai barat, lazimnya perkawinan yang berlangsung diantara masyarakat Dayak Tunjung hanya sebatas purus atau yang masih memiliki hubungan keluarga. Namun dalam perkembangannya, perkawinan adat suku Dayak Tunjung pun mengalami transformasi perubahan. Perkawinan adat dapat terjadi secara endogam dan eksogam Lahajir, 2013:27. Perkawinan endogam adalah perkawinan antara satu suku yang bertujuan mempererat hubungan keluarga. Sedangkan perkawinan eksogam adalah perkawinan dengan etnis atau suku yang berbeda Madrah, 2001:62.

2. Tujuan Perkawinan Adat Suku Dayak Tunjung

Tujuan perkawinan adat suku Dayak Tunjung, secara umum mengandung unsur untuk mendapatkan keturunan dan mendapatkan tenaga kerja tambahan dalam keluarga. Sedangkan secara khusus bertujuan untuk memelihara hubungan baik dengan keluarga yang sudah jauh serta memelihara harta warisan agar tetap berada dalam lingkungan keluarga Pamung, 2001:2. Namun hal tersebut berlaku bila kedua belah pihak masih seketurunan satu suku, dalam konteks ini diistilahkan dengan perkawinan endogam. Sedangkan dalam konteks perkawinan eksogam, menurut Coomans 1987 tujuan perkawinan dalam komunitas Dayak Tunjung adalah sebagai usaha PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25 memperluas kekeluargaan sehingga terjalin hubungan kekerabatan dengan suku atau desa lain Pamung, 2001: 2.

3. Sifat Perkawinan Adat Suku Dayak Tunjung

Pada dasarnya sifat perkawinan suku Dayak Tunjung adalah monogami. Prinsip perkawinan monogami dipegang teguh oleh para Kepala Adat dan diberlakukan sebagai salah satu unsur hukum adat perkawinan suku Dayak Tunjung. Prinsip monogami sebagai aturan hukum adat diperkuat dengan unsur hakiki perkawinan yang tak terceraikan. Hal itu dinyatakan dalam ragam simbol yang dipergunakan pada upacara adat perkawinan Pamung, 2010:46 Kelanggengan perkawinan merupakan nilai luhur dalam kehidupan berkeluarga, namun dalam adat hal itu tidak dipandang sebagai suatu prinsip. Dalam praktiknya sering terjadi kasus perceraian, terutama jika memang ditemui hal-hal berat yang mengancam keutuhan hidup berkeluarga, seperti perzinahan, kekerasan dalam rumah tangga dan sebagainya. Namun, perceraian tersebut harus melalui proses penyelesaian secara adat yang selalu diawali dengan proses musyawarah untuk mengupayakan tidak terjadinya perceraian.

4. Syarat-syarat Perkawinan Suku Dayak Tunjung

Persyaratan perkawinan adat suku Dayak Tunjung pada zaman dahulu sangatlah ketat, terutama berkaitan dengan beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh kedua calon mempelai Pamung, 2001:4. Namun dalam perkembangannya persyaratan tersebut telah disesuaikan dengan kondisi saat ini. 26 Persyaratan bagi pria adalah dapat membuat tangkai dan sarung parang, berangka, dapat membuat ladang, dan cekatan membantu pekerjaan orangtua. Selain itu harus harus berani berburu sendiri dan mencari madu. Namun pada zaman sekarang, persyaratan minimal harus sudah mempunyai pekerjaan dan tidak tergantung pada orangtua. Sedangkan persyaratan bagi wanita dari zaman dahulu hingga sekarang masih sama, yaitu minimal dapat melakukan tugas rumah tangga, seperti pekerjaan di dapur, dapat menumbuk padi dan dapat membuat barang anyaman. Persyaratan lain yang menjadi pertimbangan adalah mengenai garis keturunan, yakni kedua calon mempelai tidak boleh memiliki pertalian darah secara vertikal kakek, nenek, bapak, ibu, paman, bibi, keponakan, karena hal itu dianggap sebagai perkawinan dengan garis keturunan sumbang. Menurut kepercayaan masyarakat Dayak Tunjung perkawinan semacam itu akan membuahkan keturunan yang cacat mental-fisik dan dapat menyebabkan terjadinya malapetaka kiliit dalam keluarga. Hubungan sumbang Inggris: incest adalah hubungan saling mencintai yang bersifat seksual yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki ikatan kekerabatan yang dekat, biasanya antara ayah dengan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama saudara kandung atau saudara tiri. Pengertian istilah ini lebih bersifat sosio antropologis daripada biologis meskipun sebagian penjelasannya bersifat biologis. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27 Hubungan sumbang secara medis berpotensi tinggi menghasilkan keturunan yang secara biologis lemah, baik fisik maupun mental cacat, atau bahkan letal mematikan. Fenomena ini juga umum dikenal dalam dunia hewan dan tumbuhan karena meningkatnya koefisien kerabat pada anak-anaknya. Akumulasi gen-gen pembawa sifat lemah dari kedua orangtua pada satu individu anak terekspresikan karena genotipe-nya berada dalam kondisi homozigot.

5. Prosedur Perkawinan Suku Dayak Tunjung

Dalam pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bagaimana terjadinya perkawinan adat menurut suku Dayak Tunjung, pada bagian ini diuraikan mengenai prosedur perkawinan pada suku Dayak Tunjung.

a. Perkawinan atas Kemauan Sendiri agak

Perkawinan seperti ini berdasarkan kemauan dari pria dan wanita dengan tanpa paksaan dari pihak keluarga. Pada zaman dahulu masih terdapat perkawinan atas dasar perjodohan yang dipaksakan oleh pihak orangtua dengan alasan tertentu Pamung, 2010:47. Ketika sudah menemukan pasangan yang cocok, pihak pria membuat acara lamaran kepada pihak orangtua wanita. Lamaran dilaksanakan dengan cara mengirim utusan atau langusng mendatangi pihak keluarga wanita dengan membawa barang adat sebagai tanda bukti lamaran, berupa mandau, mangkuk putih, pirih putih dan seperangkat pakaian pria dan wanita. Bila lamaran diterima, maka pihak yang menerima juga memberikan barang adat sebagai tanda bukti menerima lamaran dari pihak pria. Setelah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28 tatacara lamaran selesai dilaksanakan, selanjutnya diadakan musyawarah berinuk keluarga untuk menentukan waktu dan persiapan pelaksanaan perkawinan adat pelulukng.

b. Perkawinan atas Permintaan Orangtua atooh

Perkawinan ini terjadi karena kemauan dari orangtua, bisa dari orangtua pria maupun wanita. Dalam tradisi masyarakat Dayak Tunjung pria dan wanita mempunyai hak yang sama untuk melamar dan dilamar. Sedangkan tatacaranya dan barang adat yang dipergunakan, sama dengan prosedur perkawinan berdasarkan kemauan sendiri. Ketika terjadi penolakan, maka pihak yang menolak harus memberi tanda penolakan yang disebut awitn, yang nilainya dua kali lipat barang adat yang dipergunakan sebagai persyaratan melamar Pamung, 2010:50. Misalnya ketika pelamar membawa tanda dan persyaratan seperti parang satu buah, pakaian, dan piring putih maka pihak yang menolak harus memberi penolakan dalam bentuk yang serupa yang nilainya dua kali lipat dari nilai barang adat tersebut. Namun lazimnya tidak harus diberikan dalam bentuk barang yang sama, melainkan dapat diberikan dalam bentuk uang.

D. Proses Upacara Perkawinan Adat Suku Dayak Tunjung