Rangkuman Menggali simbol simbol perkawinan adat suku Dayak Tunjung sebagai ungkapan dalam perkawinan Gereja Katolik di Kec. Linggang Bigung, Kab. Kutai Barat, Kalimantan Timur

39

F. Rangkuman

Tradisi perkawinan adat suku Dayak Tunjung merupakan salah satu wujud kearifan lokal yang masih dipraktikan hingga saat ini. Dalam tradisi perkawinan adat Dayak Tunjung mengandung unsur kebijakan local wisdom, pengetahuan local knowledge dan kecerdasan local genious, yang diwariskan secara turun temurun dan mengalami penyesuaian seiring dengan perkembangan zaman. Dalam nasihat perkawinan yang disampaikan oleh Kepala Adat, perwakilan dari pihak kedua mempelai dan tokoh masyarakat niscaya mengandung unsur simbolis berkaitan dengan nilai-nilai luhur perkawinan. Inti dari nasihat tersebut lazim mengenai keabsahan perkawinan menurut adat dan status pasangan suami-istri; sikap saling setia pada saat untung dan malang; sikap kebersamaan untuk saling memberi dan menerima; serta kesediaan untuk sehidup semati hingga maut memisahkan. Dalam proses perkawinan adat suku Dayak Tunjung terdapat banyak simbol berupa benda perlengkapan ritual adat gambar, kata-kataucapan mantra dan doa serta gerak tubuh praktik ritual adat yang memiliki makna tertentu. Beberapa simbol berupa benda-benda yang dipergunakan dalam perkawinan adat Dayak Tunjung adalah mandau yang melambangkan keteguhan hati mempelai pria untuk mencintai pasangannya dengan sepenuh hati, dan pisau yang melambangkan keteguhan hati mempelai wanita yang dengan tulus menerima cinta mempelai pria. 40 Sedangkan piring putih yang dipergunakan sebagai tanda bersama tanaq rama melambangkan bahwa perkawinan telah mendapat restu dari pihak keluarga dan dinyatakan sah secara adat. Adapun tempayan melambangkan tanda hati dari kedua orangtua tanaq tuhaq dan juga melambangkan kesungguhan hati kedua orangtua untuk bersedia membimbing kedua mempelai dalam menempuh kehidupan berkeluarga. Sedangkan tempayan kecil sebagai tanda hati dari kedua mempelai tanaq tiaq melambangkan sikap hormat kepada orangtua dan mertua, serta kesediaan untuk ditegur dan diberi nasihat dalam hidup berumah tangga. Tempayan atau piring putih selain berfunsgi sebagai tanda pengikat siret berkes, juga melambangkan bahwa perkawinan harus dipelihara dan diikat dengan kuat seperti mengikat sapu lidi hingga menjadi satu dan tidak bercerai-berai. Selain itu, tempayan juga bermakna sebagai lambang memberi pagar dalam kehidupan berkeluarga alau kanakng sehingga perkawinan harus dijaga bersama agar tidak mudah rusak oleh pengaruh buruk yang dapat merusak keutuhan rumah tangga. Dalam bab selanjutnya kita akan diperkuat dengan melihat pentingnya nilai kesetiaan dalam perkawinan Katolik. Dasar kesetiaan dalam perkawinan Katolik itu kita temukan dalam ajaran Gereja. BAB III AJARAN GEREJA TENTANG KESETIAAN DALAM PERKAWINAN KATOLIK Pengertian umum ajaran Gereja adalah praxis iman Kristiani dalam kehidupan sehari-hari yang menegaskan bahwa hubungan vertikal dengan Tuhan tidak hanya bersifat individual, tetapi juga bersifat sosial sehingga semestinya memengaruhi hubungan horizontal dengan sesama. Sedangkan dalam pengertian yang khusus, Ajaran Gereja merujuk pada sejumlah dokumen yang disampaikan oleh para gembala Gereja Katolik mengenai sikap iman dan prinsip etis Kristiani dalam menanggapi situasi dan tantangan kehidupan modern dalam segala aspek. Ajaran gereja tersebut termuat dalam ensiklik, dokumen Konsili, maupun surat- surat yang dikeluarkan oleh Konperensi Para Uskup. Sedangkan magisterium adalah pihak berwenang dalam hal pengajaran dalam Gereja Katolik. Kata ini berasal dari kata bahasa Latin magisterium yang bermakna ajaran, instruksi atau nasihat. Dalam Gereja Katolik kata Magisterium merujuk pada pihak berwenang Gereja urusan pengajaran ajaran Gereja. Kewenangan ini diwujudkan dalam episkopasi, yakni kumpulan semua uskup yang dipimpin oleh Paus yang memiliki kekuasaan di atas para uskup lainnya, baik secara pribadi maupun secara institusi, juga memiliki kekuasaan atas diri setiap umat Katolik secara langsung. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42 Pada bab sebelumnya, telah diuraikan mengenai perkawinan adat suku Dayak Tunjung di kabupaten Kutai Barat. Sedangkan pada bab ini, akan dibahas tentang ajaran Gereja tentang kesetiaan dalam perkawinan Katolik.

A. Perkawinan Katolik