68
Katolik. Dari data Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah thn. 2011- 2016 Kabupaten Kutai Barat, persentase jumlah pemeluk agama Katolik
mendapat jumlah 29,45 sedangkan Kristen Protestan 27,80 RPJMD Bab II, 2011-2016: 12. Dalam penelitian ini yang dipilih menjadi responden ada 10
orang dengan pertimbangan tertentu yang dipandang dapat memberi data secara maksimal dan beragam.
8. Kisi-kisi
NO Variabel
No Soal
1. Praksis perkawinan yang terjadi di dalam masyarakat suku
Dayak Tunjung. 1
2. Dinamika dan permasalahan hidup perkawinan.
2 3.
Simbol-simbol perkawinan adat suku Dayak Tunjung. 3, 4, 5, 6, 7
4. Kesetiaan dalam perkawinan Katolik.
8, 9, 10
5. Makna simbol-simbol perkawinan adat suku Dayak
Tunjung terhadap kesetiaan dalam hidup perkawinan keluarga Katolik.
11, 12
9. Instrumen Penelitian
Istrumen penelitian adalah alat untuk mengumpulkan data. Pada penelitian ini alat pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara terlampir pada
lampiran 2.
B. Laporan Hasil Penelitian
69
Penulis melakukan penelitian dengan wawancara dimulai pada tanggal 30 Agustus
– 14 September 2016. Keragaman latar belakang dan tugas dari responden membuat penulis kesulitan untuk mencari waktu dan juga mendapatkan
keragaman informasi dan data yang sesuai seperti yang diharapkan terkait dengan variabel yang diteliti.
Wawancara dilakukan secara acak karena mengingat Kecamatan Linggang Bigung cukup luas dan juga suku Dayak Tunjung menyebar di beberapa desa
yang ada di Kecamatan Linggang Bigung. Waktu pelaksanaan sangat bervariasi, tergantung kesediaan dari responden. Dalam bagian ini penulis akan memaparkan
hasil penelitian berdasarkan variabel yang diteliti, yang terdiri dari: praksis perkawinan yang terjadi di dalam masyarakat suku Dayak Tunjung, dinamika dan
permasalahan hidup, symbol-simbol perkawinan suku Dayak Tunjung, kesetiaan dalam perkawinan Katolik dan makna symbol-simbol perkawinan adat suku
Dayak Tunjung terhadap kesetiaan dalam perkawinan Katolik.
1. Hasil Penelitian dengan wawancara dan Pembahasan
a. Praksis perkawinan yang terjadi di dalam masyarakat suku Dayak
Tunjung 1
Hasil Penelitian
Melalui wawancara dengan tokoh adat dan juga hasil pengamatan, praksis perkawinan yang adat di kalangan masyarakat suku Dayak Tunjung ada dua yaitu
praktik perkawinan adat dan juga perkawinan Gereja. R8 mengatakan bahwa hal ini biasa dilakukan oleh masyarakat suku Dayak Tunjung karena perkawinan adat
70
merupakan tradisi yang telah diwariskan oleh leluhur kemudian perkawinan adat diperteguh kembali oleh perkawinan gereja, membuat perkawinan yang
dilaksanakan tersebut menjadi semakin sakral dan suci. Penjelasan oleh R8 dapat dibaca pada kutipan di bawah ini:
Perkawinan atau pernikahan yang terjadi di masyarakat suku Dayak Tunjung tidak terlepas dari perkawinan adat dan juga Gereja. Bagi
masyarakat Dayak jika tidak melangsungkan perkawinan adat atau perkawinan Gereja, perkawinan yang dilaksanakan belumlah lengkap
[Lampiran 3: 23].
Banyak petuah-petuah yang didapatkan ketika proses perkawinan adat. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, didapatkan fakta-fakta
yang sesuai dengan yang dipaparkan oleh responden. Di Kecamatan Linggang Bigung pada waktu penelitian, peneliti melihat sendiri proses perkawinan yang
tengah berlangsung, selesai dari Gereja dilanjutkan dengan prosesi perkawinan adat. Bagi suku Dayak Tunjung hal tersebut sudah menjadi kewajiban yang harus
dilakukan ketika menikah. Pada awalnya pihak adat dan pihak Gereja saling berselilih dan tidak ada
yang akan mengalah. Pihak adat mengatakan jikalau perkawinan adat yang harus diutamakan karena merupakan warisan leluhur yang telah ada secara turun
temurun sedangkan dari pihak Gereja juga mengatakan bahwa perkawinan menurut Gereja harus diutamakan [Lampiran 3: 23]. Namun, seiring berjalannya
waktu pertentangan tersebut tidak lagi terjadi. Kedua pihak menyerahkan kepada keluarga dan menerima apa keputusan dari keluarga yang akan melangsungkan
perkawinan baik itu secara adat ataupun secara Gereja, karena baik perkawinan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
adat dan perkawinan Gereja keduanya sama baik dan sama-sama mengajarkan mengenai nilai kebaikan.
2 Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai luhur dari perkawinan adat masih begitu dihargai oleh suku Dayak Tunjung. Meskipun terasa sangat
merepotkan karena harus melaksanakan dua kali proses perkawinan yaitu secara adat dan Gereja namun hal tersebut tidak menjadi kendala, dilaksanakan secara
sukarela karena merupakan warisan leluhur. Jangan sampai budaya modern mempengaruhi pikiran kemudian meninggalkan warisan budaya yang luhur.
Masyarakat sekarang cenderung mengabaikan nilai-nilai luhur dari perkawinan adat karena dianggap telah kuno dan ketinggalan jaman. Akan tetapi,
ketika diamati perkawinan adat bukanlah sesuatu yang kuno dan ketinggalan jaman justru dapat memperkuat dan memperkokoh pondasi kehidupan. Dalam
setiap proses perkawinan adat terutama dalam simbol-simbol yang digunakan mengandung makna dan arti yang sangat mendalam. Tinggal bagaimana cara
untuk mempertahankan dan mempraktekkan petuah-petuah yang didapat selama proses perkawinan adat. Dari jawaban yang diberikan oleh responden dapat
disimpulkan bahwa responden mengetahui praksis kehidupan yang ada di dalam masyarakat Dayak Tunjung.
b. Dinamika dan permasalahan hidup perkawinan
1 Hasil Penelitian
72
Melalui wawancara yang dilakukan dengan responden didapatkan hasil mengenai “dinamika dan permasalahan hidup perkawinan” yang dialami oleh
umat Katolik khususnya suku Dayak Tunjung. Dalam variabel ini peneliti hanya mewawancarai satu responden yang sama seperti pada variabel pertama. Adapun
hasil wawancara yang dipaparkan oleh responden sebagai berikut: Sampai pada saat ini sudah beragam persoalan yang saya dengar dan lihat
mengenai hidup perkawinan. Masalahnya dari kalangan muda dan mudi yang menikah pada usia muda atau lebih tepatnya pasangan yang belum
siap menikah namun karena kecelakaan kemudian dinikahkan. Akhir-akhir ini saya mengatakan bahwa trend selingkuh dengan pasangan lain yang
memiliki rumah tangga sendiri sedang hangat-hangatnya. Dalam satu minggu terakhir dalam bulan Agustus saya mendapat 4 kasus pengaduan
yang permasalahannya mirip yaitu pasangannya selingkuh. Saya mulai berpikir bahwa moral perkawinan di dalam keluarga tersebut sudah tidak
ada lagi [Lampiran 3: 23].
R8 mengungkapkan bermacam-macam persoalan mengenai dinamika dan permasalahan yang terjadi dalam hidup perkawinan suku Dayak Tunjung. Mulai
dari yang tua sampai anak-anak muda [Lampiran 3: 23]. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam perkawinan menjadi hilang, tidak dihayati secara mendalam.
Anak-anak muda yang seharusnya masih sibuk dengan dunia belajar dan bermain sudah harus mengurus anak dan mencari rejeki untuk menafkahi keluarga
barunya. Ditambah lagi orang-orang dewasa yang seharusnya memberi contoh yang baik kepada anak-anaknya justru memberikan contoh yang tidak baik
dengan selingkuh kemudian hubungan yang telah retak tidak dapat diperbaiki dan memilih untuk berpisah bercerai.
Permasalahan di atas menjadi hal yang biasa dikalangan masyarakat Dayak Tunjung. Hanya segelintir orang yang sungguh menghayati hidup perkawinannya.
73
Pada bulan agustus yang lalu Dewan Adat telah mendapat 4 kasus perselingkuhan dan yang bersangkutan ingin menindaklanjutinya kejenjang yang lebih serius
[Lampiran 3: 23]. Dalam artian perkawinan tersebut dapat diperbaiki atau justru sebaliknya. Pihak adat tidak menginginkan warganya memilih bercerai sebagai
salah satu jalan keluar, jika dapat dibicarakan secara kekeluargaan dan memperbaiki apa yang telah rusak walaupun tidak dapat utuh seperti sedia kala
mengapa tidak dicoba. R8 mengungkapkan bahwa perkawinan dibawah umur marak terjadi akhir-
akhir ini. Pergaulan remaja yang sangat bebas dan orangtua yang tidak begitu memperdulikan kehidupan anak-anaknya karena anak dianggap sudah mampu
untuk berpikir dengan sendiri dan bukan lagi bayi. Anak-anak dengan bebas melakukan apa yang ingin dilakukan karena orangtua tidak begitu menghiraukan
kehidupan anaknya. Orangtua sibuk mencari rupiah guna menunjang kehidupannya ke depan. Sebagian orangtua menganggap bahwa proses mendidik
anak selesai pada saat anak sudah memasuki usia sekolah. Menurut R8 segala macam proses dan dinamika yang terjadi dalam
kehidupan perkawinan dapat dibentuk sejak awal seperti sebelum melangsungkan perkawinan, baik secara adat maupun secara Gereja. Dalam perkawinan Katolik
tentunya terdapat Kursus Persiapan Perkawinan. Dalam kurus perkawinan yang dilaksanakan harus ditegaskan bahwa dalam perkawinan Katolik tidak
diperbolehkan untuk bercerai [Lampiran 3: 23]. Pendidikan moral dalam keluarga harus terus dipupuk dan dipertahankan. Demikian juga pendidikan iman
anak dalam keluarga jangan diabaikan karena telah menjadi kewajiban bagi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
orangtua untuk mendidik anaknya sampai pada kematangan jasmani, rohani dan psikologis.
2 Pembahasan
Hasil penelitian dan pengamatan menunjukkan bahwa dinamika dan permasalahan yang terjadi dalam hidup perkawinan masyarakat suku Dayak
Tunjung timbul karena rasa cinta diri yang berlebihan egois, melupakan kewajiban baik sebagai istri ataupun sebagai suami sehingga yang menjadi korban
adalah anak. Hal semacam ini menjadi sangat biasa dan tidak lagi menjadi berita yang mengherankan bagi masyarakat Dayak Tunjung yang ada di sekitaran
Kecamatan Linggang Bigung. Persoalan tersebut diantaranya adalah perkawinan dibawah umur karena hamil di luar nikah dan perceraian keluarga karena kasus
perselingkuhan. Dalam hal ini, siapa yang dapat disalahkan? Sebelum melangsungkan
perkawinan, sebagai seorang Katolik dan juga suku Dayak Tunjung yang masih memegang erat adat istiadat tidak menjadikan perkawinan sebagai sebuah
permainan dalam hidup. Perkawinan yang suci dan luhur seharusnya dimaknai dengan sepenuh hati. Ketika pasangan pria wanita telah sah menjadi pasangan
suami istri baik secara adat dan gereja, janji perkawinan dan petuah-petuah yang telah mereka dapat seharusnya dapat menjadi bekal. Tidak ada alasan untuk
mengabaikan tanggungjawab sebagai suami istri ataupun sebagai orangtua yang harus mendidik dan membimbing anak sampai pada kedewasaan.
c. Simbol-simbol Perkawinan Adat suku Dayak Tunjung
75
1 Hasil Penelitian
Melalui wawancara dengan responden diperoleh pengetahuan mengenai simbol-simbol perkawinan adat suku Dayak Tunjung sebagai berikut:
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan responden di dapat informasi berbagai macam simbol yang dipakai dalam proses upacara perkawinan
adat. Informasi tersebut dapat disimak dari pernyataan responden sebagai berikut: Simbol-simbol tersebut berupa par, tanaa turus, gong, mandau, pisau,
piring putih dan mangkuk putih, daun apeer, sentiriq, tombak [Lampiran 3: 4, 7, 10, 12, 15, 18, 21].
Walaupun tidak secara lengkap namun beberapa dari responden dapat menyebutkan hampir semua simbol-simbol yang dipakai.
2 Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dapat menyebutkan simbol apa saja yang digunakan dalam upacara adat. Dalam menjawab pertanyaan
responden terkadang berpikir dan mengingat-ingat apa saja kelengkapan proses upacara perkawinan adat. Tidak semua dapat menyebutkan secara lengkap,
terkadang responden tidak tahu nama benda yang dipakai dan hanya menyebutkan ciri-cirinya saja. Secara umum responden dapat menyebutkan simbol-simbol
seperti antakng tempayan, gong, mandau, pisau, piring putih, mangkuk putih, par nampan, namun sebagian yang lain hanya menyebutkan ciri-ciri simbol
tersebut. Perkawinan adat merupakan warisan budaya dari leluhur yang harus dijaga
dan dilestarikan. Jangan sampai budaya modern mempengaruhi dan meninggalkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
adat serta tradisi yang telah ada secara turun temurun. Simbol-simbol yang dipakai dalam perkawinan adat memang bermacam-macam, akan tetapi masing-
masing simbol yang dipakai untuk melengkapi upacara tersebut mengandung makna yang baik.
d. Kesetiaan dalam Perkawinan Katolik
1 Hasil Penelitian
Berdasarkan wawancara dengan responden diperoleh tanggapan mengenai kesetiaan dalam hidup perkawinan sebagai berikut :
Kesetian dalam sebuah perkawinan tergantung bagaimana pasangan tersebut menjalaninya [Lampiran 3: 4]. Jika dari awal pasangan tersebut
membuat komitmen dan juga ketika menerima sakramen perkawinan dikatakan bahwa perkawinan Katolik itu bersifat monogami dan tak terceraikan, setia dalam
untung dan malang dihayati dengan benar maka perkawinan itu akan bertahan. Dalam Kitab suci sendiri tertulis bahwa “apa yang dipersatukan Allah tidak boleh
diceraikan oleh manusia”. Hal ini sesuai dengan apa yang termuat dalam Injil Mat 19:6. Dari kutipan ini kita sudah mengetahui bahwa Allah sendiri tidak
menghendaki perceraian dalam pernikahan melainkan harus setia seumur hidup [Lampiran 3: 8].
R6 mengatakan, bahwa Perkawinan Katolik bersifat monogami dan tak terceraikan. Ketika pasangan suami istri sudah mengikrarkan janji perkawinan
dihadapan Allah yaitu setia dalam untung dan malang maka mereka akan menjadi satu bukan lagi dua dan tidak dapat dipisahkan oleh kuasa manapun kecuali maut
77
[Lampiran 3: 18]. R4 mengungkapkan bahwa elemen paling dasar pembentuk keluarga Katolik itu adalah cinta. Hidup perkawinan tanpa cinta bagaikan sayur
tanpa garam, terasa “hambar”. Bagaimana bisa bertahan dengan penuh kesetiaan
dalam hidup berkeluarga jika pernikahan tidak didasari oleh cinta. [Lampiran 3: 13]. R5 dan R7 menambahkan bahwa elemen dasar pembentuk keluarga Katolik
adalah cinta kasih, rasa percaya dan saling mengasihi. Jika semua itu tidak ada maka tidak akan bisa membentuk sebuah keluarga yang hidup berlandaskan cinta,
karena dasar dari pembentuk keluarga adalah cinta kasih yang murni antara suami istri [Lampiran 3: 15, 21].
Betapa pentingnya kesetiaan pasangan suami istri lebih-lebih ketika bahtera rumah tangga itu dilanda permasalahan. Atas pertanyaan dapatkah
responden mengampuni pasangannya ketika dikhianati. R1 mengemukakan jawabannya sebagai berikut:
Untuk ukuran manusia yang jauh dari sempurna yang namanya mengampuni belum tentu bisa. Mengapa? Karena ia sudah menghilangkan
bumbu kepercayaan yang selama ini membumbui hidup rumah tangga kita. Bagi saya, ketika pasangan saya berlaku tidak setia, saya tidak akan
menghakiminya, tetapi saya akan mengajaknya berdialog, apa yang menyebabkan ia sampai berlaku tidak setia. Banyak pasangan yang saya
lihat selama ini langsung meminta cerai dan menuntut hak ini itu ketika mengajukan perceraian. Saya tidak tahu akan seperti apa jadinya jika hal
itu terjadi namun saya akan mengingat komitmen awal sebelum menikah [Lampiran 3: 5].
Responden lain R6 mengungkapkan bahwa pasti mengampuni. Tuhan saja mau mengampuni umat-Nya yang berbuat dosa dan jauh menyimpang dari jalan-Nya,
mengapa kita sebagai manusia ciptaan yang serupa dan segambar dengan-Nya tidak mampu untuk mengampuni [Lampiran 3: 18].
78
2 Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap pasangan yang telah menikah harus terus memupuk hubungan yang mereka bina dengan melakukan refleksi diri
dan pembaharuan janji perkawinan. Fungsinya untuk mengingat kembali bagaimana awal pasangan tersebut memilih untuk hidup bersama, membangun
komitmen dan kepercayaan. Jangan hanya karena masalah kecil yang mestinya dapat dibicarakan dengan kepala dingin malah menjadi bumerang yang membuat
keretakan dalam hidup berumah tangga. Cinta kasih, kesetiaan dan kejujuran seharusnya menjadi pondasi utama dalam membangun keluarga yang harmonis.
Perkawinan dalam tradisi Katolik dibangun atas janji setia antar pasangan untuk membangun persekutuan hidup di dasarkan pada cinta kasih. Gereja
mengajarkan bahwa perkawinan itu merupakan panggilan, artinya pria wanita yang mengikatkan diri menjadi suami istri akan menjalankan peran untuk
menngambil bagian dalam karya Allah. Problematika kehidupan perkawinan sering dipicu oleh ketidaksetiaan suami istri karena keegoisan satu terhadap yang
lain. Di kalangan masyarakat suku Dayak Tunjung khususnya umat Katolik yang telah menikah, banyak kasus ketidaksetiaan antara pasangan suami istri.
Berdasarkan hasil informasi yang diperoleh baik secara langsung maupun tidak langsung, perceraian yang dulunya diangggap tabu di dalam gereja kita, kini
sudah tidak tabu lagi. Sumpah setia yang pernah diucapkan saat pemberkatan perkawinan telah begitu mudahnya untuk diingkari oleh sebagian kecil suami istri.
Problema lainnya adalah sebagian kecil pasangan suami istri ada yang salah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
mengartikan makna kesetiaan dalam hidup perkawinan. Mereka beranggapan bahwa yang terpenting tidak bercerai, apapun yang dilakukan masih dianggap
setia meskipun dengan perselingkuhannya itu sudah menunjukkan sikap ketidaksetiaannya terhadap pasangan hidupnya.
Setiap responden yang peneliti wawancarai, mengatakan bahwa perkawinan Katolik adalah perkawinan yang tak dapat diceraikan, perkawinan
yang dipersatukan oleh Allah, mengucapkan janji dihadapan Allah, dan setia seumur hidup, dalam suka dan duka, dalam untung dan malang. Maka dari itu,
sebagai pasangan yang telah menikah, demi menjaga keutuhan tersebut haruslah setia dengan komitmen yang telah diucapkan.
e. Makna simbol-simbol perkawinan adat suku Dayak Tunjung terhadap
kesetiaan dalam hidup perkawinan keluarga Katolik 1
Hasil Penelitian
Berdasarkan wawancara dengan responden mengenai makna simbol- simbol perkawinan adat suku Dayak Tunjung terhadap nilai kesetian dalam
hidup perkawinan keluarga Katolik diperoleh hasil sebagai berikut: Dalam bab II penulis telah memaparkan dengan jelas makna dari masing-
masing simbol yang dipakai dalam perkawinan adat suku Dayak Tunjung lih. Bab II hal. 35. Mandau merupakan simbol keteguhan hati mempelai pria, bahwa
ia sungguh mencintai pasangannya dengan sepenuh hati, pisau melambangkan keteguhan hati mempelai wanita yang dengan tulus menerima cinta mempelai
pria, piring putih yang dipergunakan sebagai tanda restu bersama tanaaq rama PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
melambangkan bahwa perkawinan telah mendapat restu dari pihak keluarga dan dinyatakan sah secara adat. Selain itu piring putih juga melambangkan sebuah
kemurnian dan kesucian dari sebuah perkawinan. Antakng tempayan bermakna sebagai penanda adat yaitu sebagai lambang memberi pagar dalam kehidupan
berkeluarga supaya tidak ada yang merusak kesucian dari perkawinan tersebut. Sedangkan fungsi lainnya sebagai perhitungan nilai adat, jika diuangkan sebesar
Rp. 500.000 per 1 buah antakng. Faktanya hasil wawancara menunjukkan bahwa pemahaman suku Dayak
Tunjung tentang makna simbol-simbol dalam perkawinan adat sangat minim. Responden dapat menyebutkan simbol apa saja yang dipakai namun tidak dapat
menyebutkan dengan pasti makna dari simbol-simbol tersebut. Responden hanya dapat menyebutkan beberapa makna simbol-simbol yang mereka ketahui. Seperti
R2 hanya menyebutkan makna duduk diatas gong. R2 mengemukakan jawabannya sebagai berikut :
Saya tidak tahu semua makna dari alat-alat tersebut, yang saya tahu bahwa duduk diatas gong mengartikan bahwa hidup berumah tangga tidak mudah.
Duduk diatas yang sempit, merasakan pegal dan sakit. Dalam menjalani berumah tangga juga demikian, tidak ada yang nyaman dan enak. Kalau
yang lain saya tidak tahu [Lampiran 3: 7].
Responden lain R6 mengatakan bahwa par adalah tempat menaruh piring kecil tengkeriiq yang berisikan nasi dan wajiq, piring putih polos melambangkan hati
yang suci dan mau menyerahkan diri untuk pasangannya berbeda dengan R4 yang tidak tahu makna dari simbol-simbol tersebut [Lampiran 3: 18, 12].
Dalam perkawinan adat suku Dayak Tunjung simbol-simbol yang dipakai mengandung nilai kesetiaan. Walaupun tidak secara eksplisit dikatakan bahwa
81
simbol-simbol tersebut mengandung makna kesetiaan namun keseluruhan proses saling berhubungan. Jika dihubungan dengan perkawinan Katolik, keseluruhan
proses dan simbol yang dipakai mengajarkan setiap pasangan untuk hidup saling setia. R2 mengemukakan hal yang sama, yaitu simbol-simbol yang dipakai dalam
perkawinan adat mengandung nilai kesetiaan. Jawaban tersebut dapat dibaca pada kutipan di bawah ini:
Menurut saya simbol-simbol perkawinan yang di pergunakan dalam perkawinan adat mengandung nilai kesetiaan. Saya tidak dapat
menyebutkan simbol-simbol mana saja, akan tetapi jika dikaitkan dengan perkawinan Katolik setiap simbol itu mengajarkan kita untuk hidup saling
setia dengan pasangan diperkuat lagi dengan pengesahan perkawinan secara Katolik. Bertambahlah keutuhan keluarga tersebut, bahwa hidup
dalam perkawinan tidak hanya soal nafsu duniawi akan tetapi kita harus menghayati setiap perjalanan hidup dari awal kita berjanji untuk menikah
sampai pada akhir hidup kita [Lampiran 3: 8].
Responden lain R5, menyebutkan perkawinan Katolik mengajarkan untuk hidup saling setia berladaskan cinta kasih antara pasangan suami istri. Sama
halnya dengan simbol-simbol yang dipakai dalam perkawinan adat mengajarkan pasangan suami istri untuk saling setia. Dapat disebutkan bahwamakna simbol-
simbol perkawinan adat senada dengan nilai kesetiaan dalam perkawinan Katolik [Lampiran 3: 15].
2 Pembahasan
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan, didapatkan fakta yang mengejutkan dari responden. Pemahaman, pengetahuan tentang perkawinan adat
dan simbol-simbol yang digunakan dalam proses upacara sangat minim. Kurangnya sosialisasi dari lembaga adat kepada masyarakat, terutama generasi
82
muda. Dari lingkup Gereja pun demikian. Perlu adanya kegiatan bagi keluarga- keluarga Katolik seperti penghayatan terhadap makna kesetiaan perkawinan
Katolik ditinjau dari simbol-simbol perkawinan adat. Simbol-simbol yang dipakai dalam proses perkawinan adat juga
melambangkan kesetiaan yang tidak kalah kuatnya dengan perkawinan Katolik. Walaupun tidak secara eksplisit di jelaskan bahwa salah satu simbol
melambangkan kesetiaan namun dari makna yang terkandung dapat diambil kesimpulan bahwa simbol-simbol mengajarkan bahwa pasangan suami istri
bersikap saling setia, hidup bersama untuk saling memberi dan menerima, serta kesediaan untuk sehidup semati hingga maut memisahkan.
Oleh sebab itu, dalam perkawinan adat maupun Gereja, kesetiaan bukan soal tidak bercerai saja, disana ada unsur-unsur dan tanggungjawab lain yang
harus masing-masing pasangan penuhi untuk bisa mewujudkan kesetiaan yang diidam-idamkan oleh pasangan suami istri. Untuk itu, kesetiaan tidak bisa
dipisahkan dari hidup beriman yang berarti percaya. Sama seperti Allah yang percaya kepada Bangsa Israel, merengkuh kembali Bangsa Israel walaupun
berlaku tidak setia terhadap-Nya.
C. Rangkuman Hasil Penelitian dan Permasalahan yang Ditemukan