Laporan Hasil Penelitian Menggali simbol simbol perkawinan adat suku Dayak Tunjung sebagai ungkapan dalam perkawinan Gereja Katolik di Kec. Linggang Bigung, Kab. Kutai Barat, Kalimantan Timur

68 Katolik. Dari data Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah thn. 2011- 2016 Kabupaten Kutai Barat, persentase jumlah pemeluk agama Katolik mendapat jumlah 29,45 sedangkan Kristen Protestan 27,80 RPJMD Bab II, 2011-2016: 12. Dalam penelitian ini yang dipilih menjadi responden ada 10 orang dengan pertimbangan tertentu yang dipandang dapat memberi data secara maksimal dan beragam.

8. Kisi-kisi

NO Variabel No Soal 1. Praksis perkawinan yang terjadi di dalam masyarakat suku Dayak Tunjung. 1 2. Dinamika dan permasalahan hidup perkawinan. 2 3. Simbol-simbol perkawinan adat suku Dayak Tunjung. 3, 4, 5, 6, 7 4. Kesetiaan dalam perkawinan Katolik. 8, 9, 10 5. Makna simbol-simbol perkawinan adat suku Dayak Tunjung terhadap kesetiaan dalam hidup perkawinan keluarga Katolik. 11, 12

9. Instrumen Penelitian

Istrumen penelitian adalah alat untuk mengumpulkan data. Pada penelitian ini alat pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara terlampir pada lampiran 2.

B. Laporan Hasil Penelitian

69 Penulis melakukan penelitian dengan wawancara dimulai pada tanggal 30 Agustus – 14 September 2016. Keragaman latar belakang dan tugas dari responden membuat penulis kesulitan untuk mencari waktu dan juga mendapatkan keragaman informasi dan data yang sesuai seperti yang diharapkan terkait dengan variabel yang diteliti. Wawancara dilakukan secara acak karena mengingat Kecamatan Linggang Bigung cukup luas dan juga suku Dayak Tunjung menyebar di beberapa desa yang ada di Kecamatan Linggang Bigung. Waktu pelaksanaan sangat bervariasi, tergantung kesediaan dari responden. Dalam bagian ini penulis akan memaparkan hasil penelitian berdasarkan variabel yang diteliti, yang terdiri dari: praksis perkawinan yang terjadi di dalam masyarakat suku Dayak Tunjung, dinamika dan permasalahan hidup, symbol-simbol perkawinan suku Dayak Tunjung, kesetiaan dalam perkawinan Katolik dan makna symbol-simbol perkawinan adat suku Dayak Tunjung terhadap kesetiaan dalam perkawinan Katolik.

1. Hasil Penelitian dengan wawancara dan Pembahasan

a. Praksis perkawinan yang terjadi di dalam masyarakat suku Dayak

Tunjung 1 Hasil Penelitian Melalui wawancara dengan tokoh adat dan juga hasil pengamatan, praksis perkawinan yang adat di kalangan masyarakat suku Dayak Tunjung ada dua yaitu praktik perkawinan adat dan juga perkawinan Gereja. R8 mengatakan bahwa hal ini biasa dilakukan oleh masyarakat suku Dayak Tunjung karena perkawinan adat 70 merupakan tradisi yang telah diwariskan oleh leluhur kemudian perkawinan adat diperteguh kembali oleh perkawinan gereja, membuat perkawinan yang dilaksanakan tersebut menjadi semakin sakral dan suci. Penjelasan oleh R8 dapat dibaca pada kutipan di bawah ini: Perkawinan atau pernikahan yang terjadi di masyarakat suku Dayak Tunjung tidak terlepas dari perkawinan adat dan juga Gereja. Bagi masyarakat Dayak jika tidak melangsungkan perkawinan adat atau perkawinan Gereja, perkawinan yang dilaksanakan belumlah lengkap [Lampiran 3: 23]. Banyak petuah-petuah yang didapatkan ketika proses perkawinan adat. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, didapatkan fakta-fakta yang sesuai dengan yang dipaparkan oleh responden. Di Kecamatan Linggang Bigung pada waktu penelitian, peneliti melihat sendiri proses perkawinan yang tengah berlangsung, selesai dari Gereja dilanjutkan dengan prosesi perkawinan adat. Bagi suku Dayak Tunjung hal tersebut sudah menjadi kewajiban yang harus dilakukan ketika menikah. Pada awalnya pihak adat dan pihak Gereja saling berselilih dan tidak ada yang akan mengalah. Pihak adat mengatakan jikalau perkawinan adat yang harus diutamakan karena merupakan warisan leluhur yang telah ada secara turun temurun sedangkan dari pihak Gereja juga mengatakan bahwa perkawinan menurut Gereja harus diutamakan [Lampiran 3: 23]. Namun, seiring berjalannya waktu pertentangan tersebut tidak lagi terjadi. Kedua pihak menyerahkan kepada keluarga dan menerima apa keputusan dari keluarga yang akan melangsungkan perkawinan baik itu secara adat ataupun secara Gereja, karena baik perkawinan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71 adat dan perkawinan Gereja keduanya sama baik dan sama-sama mengajarkan mengenai nilai kebaikan. 2 Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai luhur dari perkawinan adat masih begitu dihargai oleh suku Dayak Tunjung. Meskipun terasa sangat merepotkan karena harus melaksanakan dua kali proses perkawinan yaitu secara adat dan Gereja namun hal tersebut tidak menjadi kendala, dilaksanakan secara sukarela karena merupakan warisan leluhur. Jangan sampai budaya modern mempengaruhi pikiran kemudian meninggalkan warisan budaya yang luhur. Masyarakat sekarang cenderung mengabaikan nilai-nilai luhur dari perkawinan adat karena dianggap telah kuno dan ketinggalan jaman. Akan tetapi, ketika diamati perkawinan adat bukanlah sesuatu yang kuno dan ketinggalan jaman justru dapat memperkuat dan memperkokoh pondasi kehidupan. Dalam setiap proses perkawinan adat terutama dalam simbol-simbol yang digunakan mengandung makna dan arti yang sangat mendalam. Tinggal bagaimana cara untuk mempertahankan dan mempraktekkan petuah-petuah yang didapat selama proses perkawinan adat. Dari jawaban yang diberikan oleh responden dapat disimpulkan bahwa responden mengetahui praksis kehidupan yang ada di dalam masyarakat Dayak Tunjung.

b. Dinamika dan permasalahan hidup perkawinan

1 Hasil Penelitian 72 Melalui wawancara yang dilakukan dengan responden didapatkan hasil mengenai “dinamika dan permasalahan hidup perkawinan” yang dialami oleh umat Katolik khususnya suku Dayak Tunjung. Dalam variabel ini peneliti hanya mewawancarai satu responden yang sama seperti pada variabel pertama. Adapun hasil wawancara yang dipaparkan oleh responden sebagai berikut: Sampai pada saat ini sudah beragam persoalan yang saya dengar dan lihat mengenai hidup perkawinan. Masalahnya dari kalangan muda dan mudi yang menikah pada usia muda atau lebih tepatnya pasangan yang belum siap menikah namun karena kecelakaan kemudian dinikahkan. Akhir-akhir ini saya mengatakan bahwa trend selingkuh dengan pasangan lain yang memiliki rumah tangga sendiri sedang hangat-hangatnya. Dalam satu minggu terakhir dalam bulan Agustus saya mendapat 4 kasus pengaduan yang permasalahannya mirip yaitu pasangannya selingkuh. Saya mulai berpikir bahwa moral perkawinan di dalam keluarga tersebut sudah tidak ada lagi [Lampiran 3: 23]. R8 mengungkapkan bermacam-macam persoalan mengenai dinamika dan permasalahan yang terjadi dalam hidup perkawinan suku Dayak Tunjung. Mulai dari yang tua sampai anak-anak muda [Lampiran 3: 23]. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam perkawinan menjadi hilang, tidak dihayati secara mendalam. Anak-anak muda yang seharusnya masih sibuk dengan dunia belajar dan bermain sudah harus mengurus anak dan mencari rejeki untuk menafkahi keluarga barunya. Ditambah lagi orang-orang dewasa yang seharusnya memberi contoh yang baik kepada anak-anaknya justru memberikan contoh yang tidak baik dengan selingkuh kemudian hubungan yang telah retak tidak dapat diperbaiki dan memilih untuk berpisah bercerai. Permasalahan di atas menjadi hal yang biasa dikalangan masyarakat Dayak Tunjung. Hanya segelintir orang yang sungguh menghayati hidup perkawinannya. 73 Pada bulan agustus yang lalu Dewan Adat telah mendapat 4 kasus perselingkuhan dan yang bersangkutan ingin menindaklanjutinya kejenjang yang lebih serius [Lampiran 3: 23]. Dalam artian perkawinan tersebut dapat diperbaiki atau justru sebaliknya. Pihak adat tidak menginginkan warganya memilih bercerai sebagai salah satu jalan keluar, jika dapat dibicarakan secara kekeluargaan dan memperbaiki apa yang telah rusak walaupun tidak dapat utuh seperti sedia kala mengapa tidak dicoba. R8 mengungkapkan bahwa perkawinan dibawah umur marak terjadi akhir- akhir ini. Pergaulan remaja yang sangat bebas dan orangtua yang tidak begitu memperdulikan kehidupan anak-anaknya karena anak dianggap sudah mampu untuk berpikir dengan sendiri dan bukan lagi bayi. Anak-anak dengan bebas melakukan apa yang ingin dilakukan karena orangtua tidak begitu menghiraukan kehidupan anaknya. Orangtua sibuk mencari rupiah guna menunjang kehidupannya ke depan. Sebagian orangtua menganggap bahwa proses mendidik anak selesai pada saat anak sudah memasuki usia sekolah. Menurut R8 segala macam proses dan dinamika yang terjadi dalam kehidupan perkawinan dapat dibentuk sejak awal seperti sebelum melangsungkan perkawinan, baik secara adat maupun secara Gereja. Dalam perkawinan Katolik tentunya terdapat Kursus Persiapan Perkawinan. Dalam kurus perkawinan yang dilaksanakan harus ditegaskan bahwa dalam perkawinan Katolik tidak diperbolehkan untuk bercerai [Lampiran 3: 23]. Pendidikan moral dalam keluarga harus terus dipupuk dan dipertahankan. Demikian juga pendidikan iman anak dalam keluarga jangan diabaikan karena telah menjadi kewajiban bagi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74 orangtua untuk mendidik anaknya sampai pada kematangan jasmani, rohani dan psikologis. 2 Pembahasan Hasil penelitian dan pengamatan menunjukkan bahwa dinamika dan permasalahan yang terjadi dalam hidup perkawinan masyarakat suku Dayak Tunjung timbul karena rasa cinta diri yang berlebihan egois, melupakan kewajiban baik sebagai istri ataupun sebagai suami sehingga yang menjadi korban adalah anak. Hal semacam ini menjadi sangat biasa dan tidak lagi menjadi berita yang mengherankan bagi masyarakat Dayak Tunjung yang ada di sekitaran Kecamatan Linggang Bigung. Persoalan tersebut diantaranya adalah perkawinan dibawah umur karena hamil di luar nikah dan perceraian keluarga karena kasus perselingkuhan. Dalam hal ini, siapa yang dapat disalahkan? Sebelum melangsungkan perkawinan, sebagai seorang Katolik dan juga suku Dayak Tunjung yang masih memegang erat adat istiadat tidak menjadikan perkawinan sebagai sebuah permainan dalam hidup. Perkawinan yang suci dan luhur seharusnya dimaknai dengan sepenuh hati. Ketika pasangan pria wanita telah sah menjadi pasangan suami istri baik secara adat dan gereja, janji perkawinan dan petuah-petuah yang telah mereka dapat seharusnya dapat menjadi bekal. Tidak ada alasan untuk mengabaikan tanggungjawab sebagai suami istri ataupun sebagai orangtua yang harus mendidik dan membimbing anak sampai pada kedewasaan.

c. Simbol-simbol Perkawinan Adat suku Dayak Tunjung

75 1 Hasil Penelitian Melalui wawancara dengan responden diperoleh pengetahuan mengenai simbol-simbol perkawinan adat suku Dayak Tunjung sebagai berikut: Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan responden di dapat informasi berbagai macam simbol yang dipakai dalam proses upacara perkawinan adat. Informasi tersebut dapat disimak dari pernyataan responden sebagai berikut: Simbol-simbol tersebut berupa par, tanaa turus, gong, mandau, pisau, piring putih dan mangkuk putih, daun apeer, sentiriq, tombak [Lampiran 3: 4, 7, 10, 12, 15, 18, 21]. Walaupun tidak secara lengkap namun beberapa dari responden dapat menyebutkan hampir semua simbol-simbol yang dipakai. 2 Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dapat menyebutkan simbol apa saja yang digunakan dalam upacara adat. Dalam menjawab pertanyaan responden terkadang berpikir dan mengingat-ingat apa saja kelengkapan proses upacara perkawinan adat. Tidak semua dapat menyebutkan secara lengkap, terkadang responden tidak tahu nama benda yang dipakai dan hanya menyebutkan ciri-cirinya saja. Secara umum responden dapat menyebutkan simbol-simbol seperti antakng tempayan, gong, mandau, pisau, piring putih, mangkuk putih, par nampan, namun sebagian yang lain hanya menyebutkan ciri-ciri simbol tersebut. Perkawinan adat merupakan warisan budaya dari leluhur yang harus dijaga dan dilestarikan. Jangan sampai budaya modern mempengaruhi dan meninggalkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76 adat serta tradisi yang telah ada secara turun temurun. Simbol-simbol yang dipakai dalam perkawinan adat memang bermacam-macam, akan tetapi masing- masing simbol yang dipakai untuk melengkapi upacara tersebut mengandung makna yang baik.

d. Kesetiaan dalam Perkawinan Katolik

1 Hasil Penelitian Berdasarkan wawancara dengan responden diperoleh tanggapan mengenai kesetiaan dalam hidup perkawinan sebagai berikut : Kesetian dalam sebuah perkawinan tergantung bagaimana pasangan tersebut menjalaninya [Lampiran 3: 4]. Jika dari awal pasangan tersebut membuat komitmen dan juga ketika menerima sakramen perkawinan dikatakan bahwa perkawinan Katolik itu bersifat monogami dan tak terceraikan, setia dalam untung dan malang dihayati dengan benar maka perkawinan itu akan bertahan. Dalam Kitab suci sendiri tertulis bahwa “apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia”. Hal ini sesuai dengan apa yang termuat dalam Injil Mat 19:6. Dari kutipan ini kita sudah mengetahui bahwa Allah sendiri tidak menghendaki perceraian dalam pernikahan melainkan harus setia seumur hidup [Lampiran 3: 8]. R6 mengatakan, bahwa Perkawinan Katolik bersifat monogami dan tak terceraikan. Ketika pasangan suami istri sudah mengikrarkan janji perkawinan dihadapan Allah yaitu setia dalam untung dan malang maka mereka akan menjadi satu bukan lagi dua dan tidak dapat dipisahkan oleh kuasa manapun kecuali maut 77 [Lampiran 3: 18]. R4 mengungkapkan bahwa elemen paling dasar pembentuk keluarga Katolik itu adalah cinta. Hidup perkawinan tanpa cinta bagaikan sayur tanpa garam, terasa “hambar”. Bagaimana bisa bertahan dengan penuh kesetiaan dalam hidup berkeluarga jika pernikahan tidak didasari oleh cinta. [Lampiran 3: 13]. R5 dan R7 menambahkan bahwa elemen dasar pembentuk keluarga Katolik adalah cinta kasih, rasa percaya dan saling mengasihi. Jika semua itu tidak ada maka tidak akan bisa membentuk sebuah keluarga yang hidup berlandaskan cinta, karena dasar dari pembentuk keluarga adalah cinta kasih yang murni antara suami istri [Lampiran 3: 15, 21]. Betapa pentingnya kesetiaan pasangan suami istri lebih-lebih ketika bahtera rumah tangga itu dilanda permasalahan. Atas pertanyaan dapatkah responden mengampuni pasangannya ketika dikhianati. R1 mengemukakan jawabannya sebagai berikut: Untuk ukuran manusia yang jauh dari sempurna yang namanya mengampuni belum tentu bisa. Mengapa? Karena ia sudah menghilangkan bumbu kepercayaan yang selama ini membumbui hidup rumah tangga kita. Bagi saya, ketika pasangan saya berlaku tidak setia, saya tidak akan menghakiminya, tetapi saya akan mengajaknya berdialog, apa yang menyebabkan ia sampai berlaku tidak setia. Banyak pasangan yang saya lihat selama ini langsung meminta cerai dan menuntut hak ini itu ketika mengajukan perceraian. Saya tidak tahu akan seperti apa jadinya jika hal itu terjadi namun saya akan mengingat komitmen awal sebelum menikah [Lampiran 3: 5]. Responden lain R6 mengungkapkan bahwa pasti mengampuni. Tuhan saja mau mengampuni umat-Nya yang berbuat dosa dan jauh menyimpang dari jalan-Nya, mengapa kita sebagai manusia ciptaan yang serupa dan segambar dengan-Nya tidak mampu untuk mengampuni [Lampiran 3: 18]. 78 2 Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap pasangan yang telah menikah harus terus memupuk hubungan yang mereka bina dengan melakukan refleksi diri dan pembaharuan janji perkawinan. Fungsinya untuk mengingat kembali bagaimana awal pasangan tersebut memilih untuk hidup bersama, membangun komitmen dan kepercayaan. Jangan hanya karena masalah kecil yang mestinya dapat dibicarakan dengan kepala dingin malah menjadi bumerang yang membuat keretakan dalam hidup berumah tangga. Cinta kasih, kesetiaan dan kejujuran seharusnya menjadi pondasi utama dalam membangun keluarga yang harmonis. Perkawinan dalam tradisi Katolik dibangun atas janji setia antar pasangan untuk membangun persekutuan hidup di dasarkan pada cinta kasih. Gereja mengajarkan bahwa perkawinan itu merupakan panggilan, artinya pria wanita yang mengikatkan diri menjadi suami istri akan menjalankan peran untuk menngambil bagian dalam karya Allah. Problematika kehidupan perkawinan sering dipicu oleh ketidaksetiaan suami istri karena keegoisan satu terhadap yang lain. Di kalangan masyarakat suku Dayak Tunjung khususnya umat Katolik yang telah menikah, banyak kasus ketidaksetiaan antara pasangan suami istri. Berdasarkan hasil informasi yang diperoleh baik secara langsung maupun tidak langsung, perceraian yang dulunya diangggap tabu di dalam gereja kita, kini sudah tidak tabu lagi. Sumpah setia yang pernah diucapkan saat pemberkatan perkawinan telah begitu mudahnya untuk diingkari oleh sebagian kecil suami istri. Problema lainnya adalah sebagian kecil pasangan suami istri ada yang salah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79 mengartikan makna kesetiaan dalam hidup perkawinan. Mereka beranggapan bahwa yang terpenting tidak bercerai, apapun yang dilakukan masih dianggap setia meskipun dengan perselingkuhannya itu sudah menunjukkan sikap ketidaksetiaannya terhadap pasangan hidupnya. Setiap responden yang peneliti wawancarai, mengatakan bahwa perkawinan Katolik adalah perkawinan yang tak dapat diceraikan, perkawinan yang dipersatukan oleh Allah, mengucapkan janji dihadapan Allah, dan setia seumur hidup, dalam suka dan duka, dalam untung dan malang. Maka dari itu, sebagai pasangan yang telah menikah, demi menjaga keutuhan tersebut haruslah setia dengan komitmen yang telah diucapkan.

e. Makna simbol-simbol perkawinan adat suku Dayak Tunjung terhadap

kesetiaan dalam hidup perkawinan keluarga Katolik 1 Hasil Penelitian Berdasarkan wawancara dengan responden mengenai makna simbol- simbol perkawinan adat suku Dayak Tunjung terhadap nilai kesetian dalam hidup perkawinan keluarga Katolik diperoleh hasil sebagai berikut: Dalam bab II penulis telah memaparkan dengan jelas makna dari masing- masing simbol yang dipakai dalam perkawinan adat suku Dayak Tunjung lih. Bab II hal. 35. Mandau merupakan simbol keteguhan hati mempelai pria, bahwa ia sungguh mencintai pasangannya dengan sepenuh hati, pisau melambangkan keteguhan hati mempelai wanita yang dengan tulus menerima cinta mempelai pria, piring putih yang dipergunakan sebagai tanda restu bersama tanaaq rama PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80 melambangkan bahwa perkawinan telah mendapat restu dari pihak keluarga dan dinyatakan sah secara adat. Selain itu piring putih juga melambangkan sebuah kemurnian dan kesucian dari sebuah perkawinan. Antakng tempayan bermakna sebagai penanda adat yaitu sebagai lambang memberi pagar dalam kehidupan berkeluarga supaya tidak ada yang merusak kesucian dari perkawinan tersebut. Sedangkan fungsi lainnya sebagai perhitungan nilai adat, jika diuangkan sebesar Rp. 500.000 per 1 buah antakng. Faktanya hasil wawancara menunjukkan bahwa pemahaman suku Dayak Tunjung tentang makna simbol-simbol dalam perkawinan adat sangat minim. Responden dapat menyebutkan simbol apa saja yang dipakai namun tidak dapat menyebutkan dengan pasti makna dari simbol-simbol tersebut. Responden hanya dapat menyebutkan beberapa makna simbol-simbol yang mereka ketahui. Seperti R2 hanya menyebutkan makna duduk diatas gong. R2 mengemukakan jawabannya sebagai berikut : Saya tidak tahu semua makna dari alat-alat tersebut, yang saya tahu bahwa duduk diatas gong mengartikan bahwa hidup berumah tangga tidak mudah. Duduk diatas yang sempit, merasakan pegal dan sakit. Dalam menjalani berumah tangga juga demikian, tidak ada yang nyaman dan enak. Kalau yang lain saya tidak tahu [Lampiran 3: 7]. Responden lain R6 mengatakan bahwa par adalah tempat menaruh piring kecil tengkeriiq yang berisikan nasi dan wajiq, piring putih polos melambangkan hati yang suci dan mau menyerahkan diri untuk pasangannya berbeda dengan R4 yang tidak tahu makna dari simbol-simbol tersebut [Lampiran 3: 18, 12]. Dalam perkawinan adat suku Dayak Tunjung simbol-simbol yang dipakai mengandung nilai kesetiaan. Walaupun tidak secara eksplisit dikatakan bahwa 81 simbol-simbol tersebut mengandung makna kesetiaan namun keseluruhan proses saling berhubungan. Jika dihubungan dengan perkawinan Katolik, keseluruhan proses dan simbol yang dipakai mengajarkan setiap pasangan untuk hidup saling setia. R2 mengemukakan hal yang sama, yaitu simbol-simbol yang dipakai dalam perkawinan adat mengandung nilai kesetiaan. Jawaban tersebut dapat dibaca pada kutipan di bawah ini: Menurut saya simbol-simbol perkawinan yang di pergunakan dalam perkawinan adat mengandung nilai kesetiaan. Saya tidak dapat menyebutkan simbol-simbol mana saja, akan tetapi jika dikaitkan dengan perkawinan Katolik setiap simbol itu mengajarkan kita untuk hidup saling setia dengan pasangan diperkuat lagi dengan pengesahan perkawinan secara Katolik. Bertambahlah keutuhan keluarga tersebut, bahwa hidup dalam perkawinan tidak hanya soal nafsu duniawi akan tetapi kita harus menghayati setiap perjalanan hidup dari awal kita berjanji untuk menikah sampai pada akhir hidup kita [Lampiran 3: 8]. Responden lain R5, menyebutkan perkawinan Katolik mengajarkan untuk hidup saling setia berladaskan cinta kasih antara pasangan suami istri. Sama halnya dengan simbol-simbol yang dipakai dalam perkawinan adat mengajarkan pasangan suami istri untuk saling setia. Dapat disebutkan bahwamakna simbol- simbol perkawinan adat senada dengan nilai kesetiaan dalam perkawinan Katolik [Lampiran 3: 15]. 2 Pembahasan Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan, didapatkan fakta yang mengejutkan dari responden. Pemahaman, pengetahuan tentang perkawinan adat dan simbol-simbol yang digunakan dalam proses upacara sangat minim. Kurangnya sosialisasi dari lembaga adat kepada masyarakat, terutama generasi 82 muda. Dari lingkup Gereja pun demikian. Perlu adanya kegiatan bagi keluarga- keluarga Katolik seperti penghayatan terhadap makna kesetiaan perkawinan Katolik ditinjau dari simbol-simbol perkawinan adat. Simbol-simbol yang dipakai dalam proses perkawinan adat juga melambangkan kesetiaan yang tidak kalah kuatnya dengan perkawinan Katolik. Walaupun tidak secara eksplisit di jelaskan bahwa salah satu simbol melambangkan kesetiaan namun dari makna yang terkandung dapat diambil kesimpulan bahwa simbol-simbol mengajarkan bahwa pasangan suami istri bersikap saling setia, hidup bersama untuk saling memberi dan menerima, serta kesediaan untuk sehidup semati hingga maut memisahkan. Oleh sebab itu, dalam perkawinan adat maupun Gereja, kesetiaan bukan soal tidak bercerai saja, disana ada unsur-unsur dan tanggungjawab lain yang harus masing-masing pasangan penuhi untuk bisa mewujudkan kesetiaan yang diidam-idamkan oleh pasangan suami istri. Untuk itu, kesetiaan tidak bisa dipisahkan dari hidup beriman yang berarti percaya. Sama seperti Allah yang percaya kepada Bangsa Israel, merengkuh kembali Bangsa Israel walaupun berlaku tidak setia terhadap-Nya.

C. Rangkuman Hasil Penelitian dan Permasalahan yang Ditemukan