Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Interaksi antara satu orang dengan yang lain itu sangat penting. Hal terpenting dalam interaksi adalah adanya bahasa. Maksud dan tujuan seseorang saat menyampaikan sesuatu dapat tersampaikan dengan jelas saat kita bertutur kata dengan lawan tutur, tentunya dengan memperhatikan kesantunan saat kita bertutur kata. Saat kita sedang bertutur kata, kita juga harus mengerti bahasa yang digunakan. Kesantunan saat berbahasa merupakan cerminan diri, karena saat kita berbahasa dengan santun orang lain pun menjadi tertarik dengan percakapan yang sedang berlangsung. Bahasa Indonesia merupakan cermin Bangsa Indonesia. Kebanggaan Bangsa Indonesia akan hadirnya Bahasa Indonesia saat ini sepertinya sudah mulai pudar dan terkikis oleh kehadiran bahasa-bahasa lain yang berkembang. Mulai dari zaman dahulu kita sudah dikenalkan dengan adanya tiga bahasa yang hadir dalam kehidupan kita, yaitu bahasa pertama bahasa ibudaerah; bahasa kedua bahasa Indonesiabahasa nasional; dan bahasa ketiga bahasa asing. Kehadiran ketiga bahasa tersebut agaknya saat ini kurang diminati oleh kaum muda. Adanya ragam variasi bahasa slang sepertinya sudah menjadi darah daging dan melekat bahkan dijadikan bahasa keseharian baik lisan maupun tulisan. Bahasa yang sering digunakan saat ini, sebut saja bahasa slang menurut KBBI Dalam Jaringan Daring adalah ragam bahasa tidak resmi dan tidak baku yang sifatnya musiman, dipakai oleh kaum remaja atau kelompok sosial tertentu untuk komunikasi intern dengan maksud agar yang bukan anggota kelompok tidak mengerti maksud dari yang digunakan. Keberadaan bahasa slang yang berkembang pesat saat ini sepertinya malah memberikan nuansa baru saat sedang bercakap-cakap. Tuturan yang terucap malah terdengar indah di setiap golongan masing-masing. Saat ini sepertinya sudah tersedia sarana untuk mempermudah setiap orang agar mengerti arti kata slang tertentu melalui www.kamusslang.com. Adanya kamus slang tersebut sepertinya membuat banyak orang tidak lagi menjadikan bahasa slang sebagai bahasa musiman, tetapi malah menjadikannya sebagai bahasa resmi pada zaman ini khususnya dalam kelompok tertentu. Banyak orang menganggap kesantunan dalam bahasa slang sendiri sangat kurang diperhatikan, terutama maksud yang terkandung di dalamnya. Banyak kata slang yang memiliki arti tidak senonoh dan sepertinya tidak memperhatikan kaidahhukum yang ada di negara ini. Austin 1978 dalam Pranowo 2009:2 mengemukakan bahwa setiap ujaran dalam tindak komunikasi selalu mengandung tiga unsur yaitu 1 tindak lokusi berupa ujaran yang dihasilkan oleh penutur, 2 tindak ilokusi berupa maksud yang terkandung dalam tuturan, dan 3 tindak perlokusi berupa efek yang ditimbulkan oleh tuturan. Bahasa slang yang muncul di zaman ini benar- benar tidak memperhatikan tiga unsur yang terkandung dalam tindak komunikasi. Seorang yang sedang berbicara dengan menggunakan bahasa slang seakan hanya mencari kepuasan saat bertutur kata. Unsur atau kaidah bahkan aturan tidak lagi menjadi acuan saat mereka melakukan kegiatan komunikasi. Beberapa kata jika dihubungkan dengan kesantunan berbahasa, bahasa slang di kalangan pesepeda juga banyak yang memiliki artimaksud yang positif. Misalnya saja : “ Cah, malam jumat kita gowes yuk” “teman, malam Jumat kita bersepeda yuk”. Kata gowes tersebut ternyata memiliki arti positif yang juga akan memudahkan setiap orang tentunya dalam komunitas pesepeda mengerti akan maksud yang dikatakan oleh penutur. Kata gowes jika dikatakan pada forum resmi tampaknya sangat tidak pantas dan tidak lazim karena memang bahasa tersebut bukan bahasa resmi dan tidak ada dalam KBBI, bahkan orang lain yang tidak biasa mengikuti kegiatan bersepeda banyak yang tidak tahu tentang kata gowes yang dimaksud. Penggunaan bahasa slang yang sangat luas akan sangat menyulitkan peneliti dalam melakukan penelitiannya. Saat ini peneliti ingin meneliti tentang kesantunan bahasa slang dalam lingkup yang lebih kecil yaitu beberapa komunitas pesepeda Yogyakarta. Tentunya ada perbedaan bahasa slang yang digunakan oleh komunitas pesepeda dan komunitas lain di luar komunitas sepeda, karena bahasa slang biasanya hanya dimengerti oleh kelompoknya saja untuk menjalin komunikasi yang lebih dekat. Penggunaan bahasa slang sepertinya berkaitan erat dengan pungutan dari bahasa pertama. Samsuri 1980:58 menuliskan bahwa menurut strukturnya pungutan-pungutan itu dapat digolongkan menjadi empat macam: 1 kata-kata dasar, 2 kata-kata kompleks, 3 kata-kata yang berkonstruksi kata dasar daerah dengan imbuhan BI, dan 4 kata-kata yang berkonstruksi dasar BI dan imbuhan daerah. Komunitas pesepeda Yogyakarta kebanyakan memakai pungutan dari bahasa pertama yang kedua, yaitu dari bahasa daerah yang mengalami perubahan secara kompleks. Keadaan seperti ini akan terus terjadi karena akan banyak perubahan bahasa. Bentuk dasar bahasa Indonesia saja misalnya, saat ini sudah banyak sekali kata yang diplesetkan. Contoh yang sangat sering kita dengar dan dipakai oleh banyak orang adalah kata: serius menjadi ciyus, demi apa menjadi miapah, ah masa menjadi amaca, dan lain-lain. Kata slang yang sebenarnya hanya dapat dimengerti oleh sebagian orang saat ini memang sudah seperti rahasia umum. Perkembangan teknologi dan kemajuan zaman seakan tidak hanya ingin mengikis kebudayaan yang ada, tetapi juga ingin merebut bahasa yang telah ada sejak dahulu dan digunakan di seluruh Indonesia. Orang menjadi tidak lagi memperhatikan tingkat kesantunan dan efektivitas tuturan saat berkomunikasi. Percakapan antara penutur dan mitra tutur menjadi terhambat apabila mitra tutur tidak mengerti arti dari ucapan penuturlawan tuturnya. Seorang penutur pun menjadi terlihat kurang santun, karena biasanya setelah mengucapkan kata yang tidak dimengerti oleh mitra tutur si penutur menjadi senang dan bangga. Keadaan seperti itu bisa menyebabkan bahasa Indonesia menjadi benar-benar dilupakan oleh generasi muda. Tingkat kesantunan bahasa slang jika diperhatikan dan dianalisis secara lebih mendalam, akan terlihat dan terdengar memiliki tingkat kesantunan yang sangat rendah. Rahardi 2005:119 mengatakan bahwa semakin panjang tuturan yang digunakan, akan semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya, semakin pendek sebuah tuturan, akan cenderung semakin tidak santunlah tuturan itu. Hal ini apabila dikaitkan dengan penggunaan bahasa slang dalam percakapan, kita akan melihat bahwa bahasa slang adalah bahasa yang sangat singkat. Banyak sekali kata baik dalam bahasa daerah maupun bahasa Indonesia mengalami singkatan atau perubahan. Misalnya saja sebagai contoh kata demi apa, dalam bahasa slang kata itu menjadi miapah. Dua kata yang digabungkan menjadi satu tentu akan sangat membingungkan banyak orang terutama bagi orang-orang yang ketinggalan informasi kata-kata modern slang. Suatu percakapan menjadi sangat tidak santun karena tuturan yang keluar dari mulut penutur tidak dimengerti maksudnya oleh mitra tutur atau lawan tuturnya. Pranowo 2009:15 menuliskan setiap orang harus menjaga kehormatan dan martabat diri sendiri. Hal ini dimaksudkan agar orang lain juga mau menghargainya. Inilah hakikat berbahasa secara santun. Jadi, apabila kita berusaha untuk bersikap dan berbicara santun terhadap mitra tutur kita, secara tidak langsung kita pun akan mendapatkan perlakuan yang sama dari lawan tutur kita. Saat ini banyak kejadian memalukan berkaitan dengan bahasa yang digunakan. Seseorang dapat membunuh rekannya sendiri hanya karena kata- kata yang digunakan tidak berkenan dengan lawan tuturnya. Seorang yang tidak lagi memperhatikan tuturan saat melakukan percakapan, biasanya juga sangat terpengaruh dengan keadaan dan lingkungan sekitarnya. Kita tidak bisa menyalahkan siapa pun tentang kesantunan berbicara tersebut karena memang belum ada peraturan tertulis tentang berbahasa secara santun. Sekolah yang menjadi tempat belajar, khususnya saat mempelajari bahasa Indonesia hanya diajarkan tentang materi-materi yang mungkin tidak ada hubungannya sama sekali tentang kesantunan berbahasa. Guru bahkan tidak pernah mengatakan tentang batas-batas kesantunan berbahasa saat kita berada di luar sekolah. Santun tidaknya pemakaian bahasa dapat dilihat setidaknya dari dua hal, yaitu pilihan kata diksi dan gaya bahasa Pranowo, 2009:16. Pilihan kata yang dimaksudkan adalah bagaimana kita harus menggunakan kata yang tepat saat kita bertutur kata dengan mitra tutur kita. Sebelum kita mengatakan sesuatu tentu kita sudah memiliki konsep yang jelas terhadap apa yang akan kita bicarakan. Tanggapan positif dari mitra tutur bisa menjadi acuan bagi kita sejauh mana kesantunan bahasa yang kita ucapkan. Setelah kita sudah memiliki konsep yang matang tentunya kita ingin membuat mitra tutur merespon dengan baik tuturan kita. Gaya bahasalah yang menjadi bumbu selanjutnya supaya mitra tutur kita benar-benar menjadi tertarik atas percakapan yang sedang berlangsung saat itu. Kelompok komunitas pesepeda merupakan suatu kelompok yang muncul karena adanya kesamaan hobikegemaran. Munculnya bahasa slang dalam komunitas tersebut tentunya disebabkan supaya komunikasi antar anggota menjadi lancar dan mudah dimengerti. Satu komunitas dengan komunitas lain tentu memiliki katafrasa bahasa slang khusus yang mungkin tidak dimiliki komunitas pesepeda yang lain. Hal ini bisa saja digunakan sebagai kata kunci atau semacam rahasia terhadap sesama komunitas. Komunitas tidak ingin kata yang sudah diciptakan dipakai dalam komunitas lain. Hal yang menyedihkan ialah ketika suatu komunitas menciptakan suatu kata slang tanpa memperhatikan kaidah dan aturan yang berlaku dalam penggunaan bahasa. Kesantunan itu tidak hanya dibutuhkan saat kita bertingkah laku, melainkan kesantunan saat kita bertutur kata sangatlah dianjurkan. Percakapan akan menjadi efektif apabila kita memperhatikan kesantunan saat bertutur kata dengan mitra tutur dalam kondisi dan situasi apapun. Kesantunan bahasa slang yang digunakan sebagai bahasa pergaulan dan bahasa yang dimiliki oleh komunitas-komunitas tertentu tidak lagi menjadi bahasa asing melainkan bisa menjadi bagian dari keanekaragaman bahasa variasi bahasa. Berbagai masalah yang timbul akibat hadirnya bahasa slang seharusnya memunculkan kreativitas dan kehati-hatian saat ingin mengungkapkan suatu kata atau gagasan. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat dan meninjau kembali sejauh mana keefektifan bahasa slang sebagai bahasa yang digunakan dalam bahasa percakapan suatu kelompok tertentu.

B. Rumusan Masalah