Teori Disonansi Kognitif Kerangka Teori

jawaban verbal atau menganggukan kepala, kemudian orang pertama bereaksi setelah menerima respons atau umpan balik dari orang kedua, dan begitu seterusnya. Komunikasi sebagai interaksi ini dipandang sedikit lebih dinamis daripada komunikasi sebagai tindakan satu-arah. Pandangan ini selangkah lebih maju dari pandangan pertama tadi, namun pemahaman ini juga kurang memadai untuk menguraikan dinamika proses komunikasi karena mengabaikan kemungkinan bahwa orang-orang dapat mengirim dan menerima pesan pada saat yang sama. Dalam komunikasi transaksional, komunikasi dianggap telah berlangsung bila seseorang telah menafsirkan perilaku orang lain, baik perilaku verbal ataupun perilaku nonverbalnya. Contohnya ketika seorang dosen memberikan kuliah di depan sejumlah mahasiswa, komunikasi terjadi bukan saja berdasarkan fakta bahwa mahasiswa menafsirkan isi kuliah dosen, tetapi juga dosen menafsirkan perilaku anak didiknya, misalnya mahasiswi yang menggigit kuku jarinya mungkin ia sedang stress, mengangguk-anggukkan kepala tampaknya ia mengerti atau setuju, mengerutkan kening agaknya ia belum memahami topik yang dibicarakan atau bingung, atau tersenyum menggoda mungkin naksir pak dosen. Dan itu berlangsung simultan dan spontan. Kelebihan konseptualisasi komunikasi sebagai transaksi adalah bahwa komunikasi tersebut tidak membatasi kita pada komunikasi yang disengaja atau respons yang dapat diamati. Artinya, komunikasi terjadi apakah para pelakunya sengaja atau tidak, dan bahkan meskipun menghasilkan respons yang tidak dapat diamati. Berdiam diri, mengabaikan orang lain di sekitar, bahkan meninggalkan ruangan – semuanya bentuk-bentuk komunikasi, semuanya mengirimkan sejenis pesan. Gaya pakaian dan rambut, ekspresi wajah, jarak fisik dengan orang lain, nada suara, kata-kata yang digunakan – semua itu mengkomunikasikan sikap, kebutuhan, perasaan dan penilaian kita.

2.1.2 Teori Disonansi Kognitif

Teori disonansi kognitif pertama kali dikemukakan oleh psikolog Leon Festinger pada tahun 1957. Menurut Festinger, perilaku seseorang dapat dijelaskan dari keinginan mendasar pada diri seseorang untuk selalu konsisten antara sikap yang Universitas Sumatera Utara telah ada dengan perilaku aktualnya. Kognisi terkait dengan sikap atau perilaku yang dipegang seseorang yang terekam dalam pikirannya. Ketika kognisi seseorang mengalami konflik, misalnya saya seorang yang jujur, sementara kognisi lain mengatakan saya seorang pembohong, maka keadaan ini menimbulkan ketidaknyamanan yang diakibatkan karena adanya ketidakkonsistenan. Kondisi ini dikatakan sebagai kondisi yang tidak sesuai dissonant conditions. Lebih lanjut Festinger mengemukakan, bahwa seseorang dimotivasi untuk mengurangi ketidaknyamanan sebanyak mungkin, bahkan bila perlu mengubah sikap yang sudah dianutnya. Cognitive dissonance sebagian besar merupakan bentuk teknik pembelaan diri self denfense technique yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh harga diri self esteem. Untuk mendapatkannya seseorang harus memiliki kemampuan beradaptasi dengan berbagai pilihan dan kemungkinan yang beragam. Istilah disonansi kognitif menurut Festinger berarti ketidaksesuaian antara kognisi sebagai aspek sikap dengan perilaku yang terjadi pada diri seseorang Effendy, 2003. Setiap orang yang mengalami disonansi akan berupaya mencari dalih untuk mengurangi disonansinya, karena pada umumnya setiap manusia berperilaku konsisten dengan apa yang diketahuinya. Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa sering pula seseorang berperilaku tidak konsisten dengan yang diyakininya. Sedangkan dalam kamus komunikasi dissonance artinya “situasi psikologi yang tidak menyenangkan sebagai akibat dari ketidakserasian antara dua unsur atau hal dalam suatu proses komunikasi Effendy, 1989. Secara definitif, cognitive dissonance berasal dari dua suku kata, yaitu cognitive dan dissonance. Cognitive merupakan knowledge pengetahuan, sedangkan dissonance dikatakan sebagai ketidakcocokan incongruity. Dua kata ini oleh psikolog digabungkan, yang kemudian dikenal dengan istilah cognitive dissonance. Teori yang diungkapkan oleh Leon Festinger ini mengemukakan bahwa keyakinan seseorang dapat berubah pada saat mereka sedang berada pada situasi konflik. Ini dapat terjadi karena pada dasarnya manusia didorong oleh keinginan untuk selalu berada dalam suatu keadaan psikologis yang seimbang konsonan Universitas Sumatera Utara Venus, 2004. Jadi jika manusia berada dalam ketidakkonsistenan antara kepercayaan atau tindakan yang menimbulkan ketidaknyamanan, inilah yang disebut disonansi kognitif pada manusia. Semakin besar disonansi yang dialami manusia, maka akan semakin besar pula ketidaknyamanan yang akan dirasakan seseorang dan keadaan ini akan mendorong manusia untuk mencapai keadaan yang konsonan atau konsisten. Dalam keadaan disonan orang berusaha mengurangi disonansi dengan berbagai cara. Disonansi membuat orang resah. Contohnya: Kognisi: “Saya tahu kalau saya senang merokok” Disonan: “Saya tahu rokok merusak kesehatan” Dihadapkan dalam situasi disonan seperti itu saya akan: -Mengubah perilaku, berhenti merokok, memutuskan mengubah kognisi tentang lingkungan -Memperkuat salah satu kognisi disonan -Mengurangi disonansi dengan memutuskan bahwa salah satu kognisi tidak penting Dalam teori ini beranggapan bahwa ada dua elemen pengetahuan yang merupakan hubungan yang disonan tidak harmonis apabila dengan mempertimbangkan dua elemen itu sendiri, pengamatan satu elemen akan mengikuti elemen satunya Severin Tankard, 2005. Teori ini berpendapat bahwa disonansi akan terjadi karena secara psikologis tidak nyaman, maka akan memotivasi seseorang untuk berusaha mengurangi disonansi dan mencapai harmonikeselarasan dan selain upaya itu semua, akan secara aktif menolak situasi-situasi dan informasi yang sekiranya akan meningkatkan disonansi. Teori disonangi kognitif ini dapat diasumsikan sebagai berikut: 1. Teori ini banyak berhubungan dengan sikap, perubahan sikap dan persuasi. 2. Keadaan inkonsistensi atau ketidakselarasan antara kognitif dan tindakan. 3. Perubahan sikap akan mudah terjadi apabila berada dalam ketidakseimbangan kofnitif diantara komponen sikap dalam diri individu. 4. Ketidaksesuaian antara kognisi sebagai aspek dengan perilaku yang terjadi pada diri seseorang. Universitas Sumatera Utara 5. Seseorang yang mengalami dissonance antara sikap dan perilakunya akan mengubah salah satu apakah sikap ataukah perilaku. 6. Keinginan mendasar pada diri seseorang untuk selalu konsisten antara sikap yang telah ada dengan perilaku aktualnya di langgar. 7. Ketidakkonsistenan antara kepercayaan atau tindakan yang menimbulkan ketidaknyamanan. Teori disonansi kognitif berada dalam cakupan komunikasi interpersonal komunikasi antar manusia. Inti dari teori ini adalah antara elemen-elemen kognitif mungkin terjadi hubungan yang tidak pas nonfitting relations yang menimbulkan disonansi kejanggalan kognitif. Disonansi kognitif menimbulkan desakan untuk mengurangi disonansi tersebut dan menghindari peningkatannya, hasil dari desakan itu terwujud pada perubahan pada kognisi, perubahan pada tingkah laku, dan menghadapkan diri pada beberapa informasi dan pendapat-pendapat baru yang sudah diseleksi terlebih dahulu Sarwono, 2004. Menurut Festinger bahwa disonansi kognitif dapat terjadi dari beberapa sumber yaitu: 1. Inkonsistensi logis. Contoh: Keyakinan bahwa 1 liter air akan mendidih apabila dipanaskan, secara logis tidak konsisten dengan keyakinan bahwa air 5 liter tidak akan mendidih apabila dipanaskan. 2. Nilai-nilai budaya cultural mores, kebudayaan seringkali menentukan apa yang disonan dan konsonan. Contoh: Makan dengan tangan di pesta resmi di Eropa menimbulkan disonansi, tetapi makan dengan tangan di warung Jakarta dirasakan sebagai konsonan. 3. Pendapat umum, disonansi dapat terjadi karena suatu pendapat yang dianut orang banyak dipaksakan pada pendapat individu. Misalnya seorang remaja senang menyanyi lagu keroncong, hal ini menimbulkan disonansi karena pendapat umum percaya bahwa keroncong hanya kegemaran orang tua. Universitas Sumatera Utara 4. Pengalaman masa lalu, contoh berdiri di bawah hujan, tetapi tidak basah. Keadaan ini disonan karena tidak sesuai dengan pengalaman masa lalu Sarwono, 2004. Sedangkan cara untuk menghindari disonansi adalah dengan menambah informasi baru yang diharapkan dapat menambah dukungan terhadap pendapat orang yang bersangkutan atau menambah perbendaharaan elemen kognitif dalam diri orang yang bersangkutan. Sebagian besar teoritis kognitif percaya bahwa manusia memperoleh informasi yang diterima melalui lima tahap, yaitu: Pertama, sendory input yakni terjadinya proses penginderaan terhadap stimuli yang ada dilingkungan. Tidak semua stimuli yang akan diserap oleh alat indera. Hanya stimuli yang sesuai dengan kebutuhan saja yang masuk dalam proses ini. Kedua, central processing. Pada tahap ini terjadi proses pemberian makna persepsi terhadap informasi yang masuk. Pemberian makna adalah proses yang rumit dan melibatkan banyak faktor internal dan eksternal. Ketiga, information storage, yakni tahap penyimpanan informasi yang masuk ke gudang memori manusia. Ada dua tipe gudang memori: memori jangka pendek short term memory dan memori jangka jangka panjang long term memory. Keempat, information retrieval yakni pengambilan kembali informasi yang disimpan dalam gudang memori. Kelima, utilization, bagaimana cara kita memanggil dan mentransformasikan informasi akan mempengaruhi perilaku non verbal dan pembicaraan yang akan dilakukan. Surip, 2011: 63-67. Akibat disonansi kognitif adalah ketidaknyamanan psikologis pada yang bersangkutan atau pada orang-orang di sekitarnya. Ketidaknyamanan ini dapat berbentuk perasaan malu, cemas, bingung, marah, dan sebagainya. Yang dimaksud dengan unsur kognisi adalah setiap pengetahuan, opini, konsep-konsep kepercayaan tentang lingkungan, perilaku sendiri maupun perilaku orang lain. Unsure kognisi yang akhirnya akan menjadi pedoman berperilaku tentunya terbentuk sepanjang hidup seseorang melalui pendidikan formal nonformal. Universitas Sumatera Utara Teori Festinger ini mempunyai pengaruh terhadap berbagai situasi dalam kehidupan sehari-hari. Dampak dari teori tersebut adalah: 1. Pembuatan keputusan, yang akan meningkatkan pencarian informasi baru, kepercayaan yang semakin mantap dan menguatkan pengetahuan yang ada. 2. Paksaan untuk mengalah. 3. Ekspos pada informasi-informasi pencarian informasi baru. 4. Dukungan sosial. Untuk mengurangi keadaan disonansi, maka orang akan melakukan tindakan untuk mengurangi ketidaknyamanan psikologisnya, sehingga terjadi keadaan konsonan atau keseimbangan kembali. Tindakan yang diambil hendaknya tidak menimbulkan keadaan inkonsistensi baru. Dan menurut Venus 2004 metode untuk mengurangi disonansi adalah: 1. Mengubah kognisi. 2. Menambah kognisi. 3. Mengubah atau mengganti kepentingan. 4. Membuat misinterpretasi informasi. 5. Mencari informasi pembenaran. Dengan demikian seseorang yang mengalami disonansi dalam dirinya akan mudah menguranginya agar segala tindakan dan perbuatannya selalu tetap konsisten dengan keyakinan dan kognisinya. Contohnya yakni bila seorang konsumen dalam suatu produk mengalami dissonance, ia akan mengubah struktur sikapnya untuk mengurangi dissonance tersebut. Konsumen ini sebelumnya mungkin telah tergoda oleh informasi baru dalam iklan yang menjanjikan nilai-nilai baru atau justifikasi atas kepercayaan lama yang menyangkut pada proses transfer terhadap sikap yang dianutnya. Bisa jadi ia akan mengejar terus informasi baru tadi dan menelusurinya hingga keputusan terhadap struktur sikap barunya menjadi lengkap sehingga kadar dissonance dapat dikurangi. Universitas Sumatera Utara Sekali proses terjadi pada tahap cognitive menurut Festinger Kasali, 2001, adjustment akan terus berlangsung kepada proses selanjutnya yatu affective dan cognitive. Namun demikian Berkman Gilson 1936 lebih pragmatis dalam mengkaji kembali praktek dissonance ini. Dalam telaahnya dikatakan bahwa kebanyakan intra-attitude dissonance yang terjadi, terutama disebabkan adanya konflik antara komponen-komponen cognitive dan affective. Masalahnya para pesaing memang mengkonsentrasikan komunikasi persuasifnya pada kedua tahap ini. Pada tahap cognitive, pesaing berusaha meyakinkan konsumen dengan menonjolkan kekhasan dan keunggulannya dan menyesalkan konsumen yang tidak mencoba produk dari dulu. Pada tahap affective, pesaing mencoba mempengaruhi alam emosi konsumen menjadi suka atau tidak suka. Ketidakseimbangan antara rasio dan emosi adalah prasyaratutama bagi keberhasilan kampanye dissonance. Bagi produk atau jasa tertentu yang pasar sasarannya sangat labil dan emosional, dissonance dimulai dengan mengacaukan alam emosi Surip, 2011: 70,72.

2.1.3 Teori S-O-R

Dokumen yang terkait

PENGARUH PERINGATAN BAHAYA MEROKOK DALAM IKLAN TERHADAP KESADARAN BERHENTI MEROKOK Studi pada Mahasiswa Perokok Program Studi Syariah Angkatan 2013 Universitas Muhammadiyah

0 13 17

i RESEPSI REMAJA TERHADAP PESAN BAHAYA MEROKOK DI BUNGKUS ROKOK (Studi pada Remaja Perokok di Area Merokok Alun-Alun Kota Batu)

0 18 19

EFEKTIFITAS PESAN GAMBAR PERINGATAN PADA KEMASAN ROKOK DALAM MENINGKATKAN KESADARAN TENTANG BAHAYA MEROKOK (Studi pada Perokok Aktif di Perumahan Bukit Cemara Tujuh RT 01 RW 12 Kecamatan Dau Kabupaten Malang)

1 8 54

Analisa Pengaruh Pencantuman Peringatan Bergambar Pada Bungkus Rokok Terhadap Sikap Remaja di Kota Medan Tahun 2016 (Studi di SMA Swasta Mulia Medan dan SMA Swasta Muhammadiyah 2 Medan)

0 11 152

ANALISIS PENGARUH GAMBAR PERINGATAN KESEHATAN PADA KEMASAN ROKOK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN ULANG ANALISIS PENGARUH GAMBAR PERINGATAN KESEHATAN PADA KEMASAN ROKOK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN ULANG.

0 6 19

PERSEPSI DAN SIKAP PEROKOK TERHADAP INOVASI KEMASAN, WARNA DAN GAMBAR PERINGATAN KESEHATAN : STUDI PERSEPSI DAN SIKAP PEROKOK TERHADAP INOVASI KEMASAN, WARNA DAN GAMBAR PERINGATAN KESEHATAN : STUDI EKSPLORASI DESAIN KEMASAN.

0 2 19

Studi Mengenai Kontribusi Sikap Pada Peringatan Bahaya Kesehatan Terhadap Intention Melakukan Social Support Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas "X" (Studi Mengenai Kontribusi Sikap Pada Peringatan Bahaya Kesehatan Akibat Asap Rokok Bagi Perokok

0 0 48

SIKAP PEROKOK TERHADAP PESAN PERINGATAN BAHAYA MEROKOK DI SURABAYA (Study deskriptif sikap perokok Surabaya terhadap pesan peringatan bahaya merokok pada iklan,reklame, dan label bungkus rokok).

1 2 78

SIKAP PEROKOK TERHADAP PESAN PERINGATAN BAHAYA MEROKOK DI SURABAYA( Study deskriptif sikap perokok Surabaya terhadap pesan peringatan bahaya merokok pada iklan,reklame, dan label bungkus rokok) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar

0 0 18

PERAN PESANTREN DALAM MENGEMBANGKAN KESADARAN KEMAJEMUKAN AGAMA (Studi Kasus di Pesantren Aisyiyah Kelurahan Sei Rengas Permata Kecamatan Medan Area kota Medan Propinsi Sumatera Utara–Indonesia)

0 0 23