Akhir Karier Politik Sultan Hamid II

59

4. Akhir Karier Politik Sultan Hamid II

Setelah RIS berdiri, maka segera disusul dengan desakan rakyat dari beberapa Negara Bagian untuk meleburkan diri dalam R.I atau dengan kata lain kata-kata aliran Unitarisme bergelora kembali dan memang belum pernah hilang dari sanubari putera dan puteri Indonesia. Hal ini tentu tidak dikehendaki sama sekali oleh para pengikut aliran federalism. Maklum sebagaimana telah terjadi maka dalam pengikut federalisme sudah tentu terdapat pula para fanatisi, diantaranya Sultan Hamid II yang dengan terus terang telah mengaku sebagai seorang federalis yang seyakin-yakinnya. 58 Praktis setelah KMB di Den Haag, kekuasaan Belanda di Wilayah Hindia Belanda yang kemudian menjadi wilayah Indonesia RIS dinyatakan berakhir tanggal 2 November 1949. Peran Sultan Hamid II di kemudian hari di dalam lingkaran RIS di Jakarta, perlahan-lahan dielimir, dikucilkan, atau disingkirkan oleh Presiden Soekarno dan kelompok dari kaum republiken unitaris. Alasannya karena Sultan Hamid II terlalu dekat dengan kerajaan Belanda yang tetap konsisten dengan bentuk Indonesia sebagai negara serikat federal. Aspek lain dikucilkan, karena selaku ketua BFO, Sultan Hamid II dinilai tidak memiliki sikap yang jelas terhadap Agresi Militer Belanda I, 21 Juli – 5 Agustus 1947 dan Agresi Militer Belanda II, 19 Desember 1948 – 10 Juli 1949. 59 Akibatnya, didalam berbagai agenda kenegaraan yang bersifat strategis, Sultan Hamid II, sudah tidak begitu dilibatkan lagi. 58 Persadja Persatuan Djaksa² Seluruh Indonesia, Peristiwa Sultan Hamid II, Jakarta, Fasco, 1953, hlm. 23-24. 59 Ide Anak Agung Gde Agung, Renville, Jakarta, Pustaka Sinarharapan, 1987, hlm. 224. 60 Nasib Republik Indonesia Serikat RIS berbentuk federasifederal yang diperjuangkan Ketua Badan Permusyawaratan Negara-negara Federal atau BFO Sultan Hamid II dan Perdana Menteri Negara Indonesia Timur NIT, Ide Anak Agung Gde Agung, hanya mampu bertahan enam minggu setelah penyerahan kedaulatan dari Kerajaan Belanda tanggal 27 Desember 1949. Pada minggu ketujuh setelah penyerahan kedaulatan RIS oleh Kerajaan Belanda tersebut, hampir di seluruh wilayah Indonesia timbul gerakan menuntut perubahan bentuk negara federalfederasiserikat menjadi negara kesatuan. Operasi Intelijen TNI di bawah koordinasi Leknol Inf Zulkifli Lubis telah berhasil membungkam para tokoh-tokoh pendukung federasi di sejumlah daerah otonom dan atau negara bagian. 60 Penetapan Sultan Hamid II sebagai Menteri Negara yang tidak memiliki bidang khusus, dianggap sebagai tindakan Presiden Soekarno yang tidak memperhatikan fatsun politik sebagaimana yang disepakati di KMB. Keputusan politik Presiden Soekarno tersebut dianggap tidak beretika, karena berdasarkan Surat Keputusan Presiden RIS, Soekarno, Nomor 1 Tahun 1949, tanggal 18 Desember 1949, Sultan Hamid II, bersama Mohammad Hatta, Ide Anak Agung Gde Agung dan Sultan Hamengkubuwono IX adalah sebagai Dewan Formatur Kabinet. Sepatutnya sebelum menunjuk para menteri, Presiden Soekarno terlebih dahulu meminta masukan dan saran dari empat orang Dewan Formatur Kabinet, namun hal ini tidak dilakukan Presiden. Dalam penetapan anggota Kabinet RIS, 60 Anshari,,dkk, Biografi Politik SULTAN HAMID II Sang Per ancang Lambang Negara “ Elang Rajawali- Garuda Pancasila”, Pontianak, TOP Indonesia, 2013, hlm. 71. 61 Sultan Hamid II merasa telah ditelikung oleh Presiden Soekarno, sehingga menimbulkan kekecewaan yang mendalam dari Sultan Pontianak itu. Sultan Hamid II menduga koleganya, Sultan Hamengkubuwono IX mempunyai andil besar dalam proses penyingkirannya dari pentas politik nasional. Puncaknya, Rabu 5 April 1950, Sultan Hamid II ditangkap di Hotel Des Indes – Jakarta, oleh Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono IX atas perintah Jaksa Agung RIS Tirtawinata. Ia dituding berada di balik penyerbuan pasukan Kapten KNIL Raymond Pierre Westerling dan Angkatan Perang Ratu Adil APRA yang menyerbu Divisi Siliwangi TNI di Bandung pada 23 Januari 1950 dan Rapat Kabinet Dewan Menteri RIS di Pejambon, Jakarta pada 24 Januari 1950. Sultan Hamid II kemudian dituding „bersekongkol‟ dengan Westerling, dan dihubung-hubungkan dengan kekecewaannya karena tidak diangkat menjadi Menteri Pertahanan. Padahal memang dari segi pengalaman, kualifikasi pendidikan dan kompetensi, Sultan Hamid II dinilai jauh lebih layak menjadi Menteri Pertahanan ketimbang Sultan Hamengkubuwono IX yang tidak lulus sarjana di Rijsk Universitiet, Leiden, jurusan Indologi. Sultan Hamid II adalah putra Indonesia lulusan akademi militer elit Belanda, KMA Koninklijk Militaire Academie Breda yang menyandang pangkat hingga Mayor Jenderal di lingkungan KNIL. Kekecewaan lain dirasakan Sultan Hamid II terkait tindakan Sultan Hamengkubuwono IX dalam pendaratan Tentara Nasional Indonesia TNI di Pontianak, Kalimantan Barat pimpinan Letkol Inf Sukadana Bratamenggala dengan komandan Kapten Inf Johanes Pejoh pada 12 Januari 1950. 62 Pendaratan tersebut sama sekali tidak dikoordinasikan terlebih dahulu dengan Sultan Hamid II sebagai Kepala Daerah Istemewa Kalimantan Barat DIKB, akibatnya ratusan tentara DIKB dari suku Dayak yang sudah direkrut sebelumnya, ternyata ditolak bergabung dengan TNI. Padahal masalah penggabungan tentara yang direkrut ke dalam TNI sudah dibicarakan dengan Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono. “kalau yang sudah disepakati tidak dilaksanakan apa artinya?” kata Sultan Hamid II, yang kemudian tersingkir dari percaturan politik nasional, karena divonis 10 tahun dipotong masa tahanan 3 tahun oleh majelis hakim Mahkamah Agung di Jakarta pada 8 April 1953 yang diketuai Mr. Wirjono Prodjodikiro, dengan tuduhan makar terhadap Negara. Sultan Hamid II dituding terlalu pro Kerajaan Belanda ketika Menjadi Ketua BFO. Di halaman 324 buku Ide Anak Agung Gde Agung, berjudul:”Renville” – 1987, disebutkan bahwa Sultan Hamid II telah berupaya meminta Jabatan lebih tinggi, dengan meminta dukungan Wakil Tinggi Mahkota Belanda A.H.J Lovink, tetapi tidak berhasil. 61 Penangkapan mengundang berbagai spekulasi, dan salah satunya dikaitkan dengan indikasi kekecewaan Sultan Hamid II yang tidak ditetapkan Presiden Soekarno menjadi Menteri Pertahanan. Dalam Kabinet RIS tahun 1950, Presiden Soekarno lebih memilih Sultan Hamengkubuwono IX. Presiden Soekarno mencoret usulan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terkait rencana penetapan Sultan Hamid II menjadi Menteri Pertahanan RIS. Pertimbangan Presiden 61 Ibid., hlm. 73-74. 63 Soekarno, karena pernah menjadi ajudan khusus Ratu Wilhelmina Ratu Belanda, maka Sultan Hamid II secara otomatis sangat dekat dengan kalangan Pemerintah Belanda. Penempatan Sultan Hamid II menjadi Menteri Pertahanan dikhawatirkan hanya akan menjadi duri di dalam daging bagi pemerintahan Presiden Soekarno. Nuansa politik lebih kental terjadi dalam kasus hukum yang dituduhkan kepada Sultan Hamid II. Setelah tiga tahun mendekam di tahanan tanpa kepastian 1950- 1953, Sultan Hamid II baru menjalani proses persidangan mulai dari penuntutan, pembelaan, dan putusan vonis Mahkamah Agung. 62 Didalam kalangan ketentaraan Kerajaan Belanda terdapatlah seorang perwira muda yang bernama Raymon Turco Westerling. Didalam tubuhnya terdapat darah bangsa Turki dan Belanda, dia adalah seorang militaire avonturier, yang telah menjual jiwa raganya kepada Negara yang mau memakainya. Sebagai prajurit dia memang mempunyai pengalaman internasional dan mempunyai keberanian yang tidak mudah dipatahkan. Dalam menjalankan tugasnya Westerling telah memperlihatkan tindakan-tindakannya yang excessief sekali. Di Sulawesi Selatan tidak kurang dari 40.000 jiwa menjadi korban keganasannya. Kebencian Westerling terhadap Bung Karno tidak hanya terbatas dalam batin, akan tetapi telah meluap keluar. Dia telah berusaha mensabotir kedatangan Bung Karno dari Yogyakarta ke Jakarta dan berusaha menculiknya, namun gagal 62 Ibid., hlm. 257-258. 64 karena diluar tanggung jawab dan kehendaknya, sehingga niat jahat tetap berjalan dalam dadanya. 63 Mudah dipahami, bahwa Westerling didalam hatinya memuji Sultan Hamid II, seorang putera Indonesia yang menjadi pejuang federalism yang terkemuka dan yang tentu dapat bekerja sama dengan dia dalam usahanya membasmi Republik Indonesia umumnya, Tentara Nasional Indonesia khususnya. Sudah selayaknya Westerling mengadorir Sultan Hamid II yang telah menjadi Jenderal Mayor, pangkat tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang putera Indonesia dalam kalangan ketentaraan Hindia Belanda. Kedua perwira ini mempunyai sifat-sifat yang bersamaan, yang tentu akan menguntungkan bagi mereka pada suatu ketika, dimana mereka saling sangat membutuhkan. 64 Adanya satu kepentingan Yaitu mempertahankan RIS dan Negara-negara Bagian dari propaganda dan gerakan nyata kaum Republiken Unitaris. Pada 22 Desember 1949, Sultan Hamid II bertemu kembali dengan Westerling di Hotel Des Indes. Setelah sekali bertemu sebelumnya dengan Westerling pada Januari 1948. Westerling menyatakan kepada Sultan Hamid II bahwa dia tidak setuju Soekarno menjadi Presiden RIS pasca penyerahan kedaulatan di KMB. Pada tanggal 2122 Desember 1949, Westerling seorang Kapten KNIL menawarkan kepada Sultan Hamid II untuk memegang Oppercommando pengalihan kewenangan atas komando militer dari pasukan yang dibuat oleh Westerling bernama APRA Angkatan Perang Ratu Adil de RAPI Ratu Adil Persatuan Indonesia dengan tujuan untuk melakukan 63 Persadja Persatuan Djaksa² Seluruh Indonesia, Peristiwa Sultan Hamid II, Jakarta, Fasco, 1953, hlm. 12-14. 64 Ibid., hlm. 24-25. 65 perlawananpemberontakanpenyerangan terhadap Negara Indonesia, yang tidak diketahui kebenaran atas keberadaannya, dan penawaran tersebut ditolak oleh Sultan Hamid II. Pada pertengahan bulan Januari 1950 sepulangnya Sultan Hamid II dari Pontianak, Kalimantan Barat, ia kecewa dengan cara-cara Pemerintah Indonesia berpolitik yang tidak “Fair Play”. Seperti contoh adalah tidak diikutsertakannya anak buah Sultan Hamid II di KNIL untuk masuk pada pasukan TNI yang dikirim ke Kalimantan Barat, begitu pula opsir-opsir KNIL yang hanya dipekerjakan di belakang meja tanpa masuk komando dilapangan, artinya terdapat dominasi TNI di dalam APRIS Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat yang telah disepakati, namun tata cara pengiriman TNI ke Kalimantan Barat yang tidak wajar karena tanpa izin dari Sultan Hamid II sebagai Kepala Daerah Istimewa Kalimantan Barat. 65 Pada tanggal 23 Januari 1950, terjadi serbuan terhadap TNI yang berada di Bandung oleh APRA yang dipimpin Westerling. 24 Januari 1950, Sultan Hamid memarahi Westerling karena telah menyerbu TNI di Bandung tanpa izin dan perintahnya, dan pada hari itu juga Sultan Hamid II dengan segala kekecewaannya tersebut, memerintahkan Westerling dan Najoan untuk menyerbu Dewan Menteri RIS dan membunuh tiga orang Dewan Menteri RIS tersebut, yang Niat dan Perintah tersebut dibatalkan olehnya seketika pada hari itu juga. Setelah ditangkap 5 April 1950, kasus Sultan Hamid II tidak langsung segera dibawa ke pengadilan tidak langsung diadili. Dengan salah satu alasan 65 Anshari,,dkk, Biografi Politik SULTAN HAMID II Sang Perancang Lambang Negara “ Elang Rajawali- Garuda Pancasila”, Pontianak, TOP Indonesia, 2013, hlm. 278-279. 66 Pemerintahan Soekarno pada saat itu bahwa kesulitannya terletak pada Undang- undang yang akan digunakan untuk mengadilinya. Sedangkan Undang-undang yang ada menurut Konstitusi RIS terbatas bagi seorang Menteri atau bekas Menteri yang melakukan ambtsmidrijf penyelewengan jabatan. Tuduhan kepada Sultan Hamid II tidak masuk dalam unsur tersebut, karena itu Pemerintah RIS harus menyiapkan suatu Undang-undang Federal sebagai landasan hukum atas kasus tersebut. Sebelum niat untuk mempersiapkan Undang-undang tersebut tercapai, akibat peristiwa Bandung peristiwa Westerling kabinet RIS bubar pada bulan Agustus 1950 dan kemudian terbentuk suatu Negara Kesatuan RI dibawah Perdana Menteri Mohammad Natsir. Sedangkan Westerling yang memimpin langsung “aksi brutal” di Bandung tersebut dikabarkan berhasil meloloskan diri dan keluar dari Indonesia. 66 Rabu, tanggal 25 Februari 1953 kurang lebih tiga tahun kemudian, kasus Sultan Hamid II mulai diperiksa oleh Mahkamah Agung Indonesia. Jaksa Agung Republik Indonesia R. Soeprapto yang menggantikan Jaksa Agung RIS Tirtawinata mendakwa Sultan Hamid II dengan empat tuduhan yaitu: Primair; ikut menyerbu kota Bandung bersama Westerling dan APRAde RAPI, Subsidair; membujuk dan membantu Westerling dan Frans Najoan untuk menyerbu sidang Dewan Menteri RIS, Subsidair Lagi; memberikan denah tempat persidangan Dewan Menteri sehingga Westerling dan Frans Najoan akan mudah melakukan penyerangan, dan Lebih Subsidair Lagi; membujuk Westerling dan Frans Najoan untuk membunuh tiga pejabat tinggi. Dewan hukum atas dakwaan yang diajukan 66 Iip D. Yahya, Mengadili Menteri Memeriksa Perwira; Jaksa Agung Soeprapta dan Penegakan Hukum di Indonesia Periode 1950-1959, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2004, hlm. 152- 153. 67 tersebut diatur dalam Pasal; 108 ayat 1 No.2, 108 ayat 2, 110 2 No. 1, 110 ayat 2 No. 2, 163 bis. Ayat 1 jo. Pasal 338, 340, 333 jo. Pasal 53 dan 55 KUHP Kitab Undang-undang Hukum Pidana jo. Staatsblad 1945 No.135. Sistem pengadilan yang digunakan untuk Sultan Hamid II adalah untuk tingkat pertama dan terakhir, artinya bahwa persidangan kasus Sultan Hamid II tersebut merupakan Forum Prevlegiatum di Indonesia yang pelaksanaannya pernah diberlakukan pada Konstitusi Republik Indonesia Serikat RIS 1949 dan Undang-undang Dasar Sementara 1950. Selanjutnya tanggal 25 Maret 1993 jaksa Agung Soeprapto menuntut hukuman 18 tahun penjara bagi Sultan Hamid II, dan pada 8 April 1953 karena tidak adanya bukti yang kuat, dakwaan primair daripada dakwaan tersebut diatas tidak dapat dibuktikan tidak terbukti, dan Mahkamah Agung Indonesia dengan Ketua yaitu MR. Wirjono Prodjodikoro menjatuhkan hukuman penjara 10 tahun dipotong masa tahanan 3 tahun dengan dasar pertimbangan yaitu adanya Niat Sultan Hamid II menyuruh Westerling dan Frans Najoan untuk menyerbu Dewan Menteri RIS dan menembak mati membunuh 3 pejabat pemerintah Menteri Pertahanan: Sultan Hamengkubuwono IX, Sekretais Jenderal Kementerian Pertahanan: Mr. Alibudjardjo, dan Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia: Kolonel Simatupang pada saat itu, yang niat tersebut dibatalkan olehnya. Kasus Sultan Hamid II ini merupakan kasus pertama kali yang diperiksa oleh Mahkamah Agung dalam tingkat pertama maupun tingkat terakhir di dalam sejarahnya, yaitu kasus pertama dan terakhir. 67 67 Anshari,,dkk, Biografi Politik SULTAN HAMID II Sang Perancang Lambang Negara “ Elang Rajawali- Garuda Pancasila”, Pontianak, TOP Indonesia, 2013, hlm. 281. 68 Beberapa tokoh nasional, di antaranya Mohammad Hatta, menyarankan Sultan Hamid II untuk mengajukan pengampunan grasi atas hukumannya 10 tahun penjara. “ Sebenarnya, saya tidak ingin mengajukan grasi kepada Presiden Soekarno, tetapi beberapa tokoh mendesak saya agar tidak ada dendam pribadi,” tutur Sultan Hamid II kepada beberapa kerabatnya setelah dia selesai menjalani peradilannya. Namun, ketidaksukaan Presiden Soekarno dan Sultan Hamengkubuwono kepada Sultan Hamid II terlihat jelas, setelah dia dijatuhi hukuman 10 tahun penjara oleh Hakim Mahkamah Agung pada 8 April 1953. Permohonan grasi yang diajukan Sultan Hamid II dengan cepat ditolak Presiden Soekarno, Sultan Hamid II baru keluar dari penjara pada tahun 1958. Tapi praktik kriminalisasi politik terhadap Sultan Hamid II dan pihak lain yang berhaluan federal, tidak cukup hanya sampai disitu. 68 Ketika bebas pada 1958, Sultan Hamid II tak lagi berpolitik. Namun, empat tahun menghirup udara bebas, dia kembali ditangkap dan dijebloskan ke Rumah Tahanan Militer RTM Madiun, Jawa Timur, pada Maret 1962. Tuduhannya adalah melakukan kegiatan makar dan membentuk organisasi illegal bernama Vrijwillige Ondergroundsche Corps VOC. Dikabarkan, persiapannya dilakukan bersama sejumlah tokoh saat mereka berada di Gianyar, Bali, untuk menghadiri upacara ngaben pembakaran jenazah ayah dari Ide Anak Agung Gde Agung. Dalam upacara tersebut hadir sejumlah tokoh oposisi pemerintah dari negara yang sudah dipegang oleh kaum unitaris, 68 Ibid., hlm. 139. 69 terutama dari dua partai yang sudah dibubarkan, Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia PSI, seperti Mohammad Roem Masyumi, Sultan Sjahrir PSI, dan Subadio Sastrosatomo PSI, Mohammad Hatta hadir, begitu juga Sultan Hamid II yang notabe kawan lama Ide Anak Agung Gde Agung. Selama empat tahun Sultan Hamid II ditahan tanpa proses pengadilan. Dia baru dibebaskan pada 1966 setelah era Soekarno berakhir. Tuduhan makar terhadap Sultan Hamid II, menurut Ide Anak Agung Gde Agung, kemungkinan besar disebabkan pergunjingan orang-orang di sekitar Soekarno, dan bukan berangkat dari fakta. Bahkan Anak Agung menegaskan bahwa semua tuduhan itu omong kosong. Sebab, sejak keluar dari tahanan 1958, Sultan Hamid II tak terlibat dalam kegiatan politik sama sekali. Selepas dari penjara tanpa proses peradilan tersebut, Sultan Hamid II beraktivitas di dunia bisnis sampai akhir hayatnya. Sejak 1967 hingga 1978, dia menjadi Presiden Komisaris di PT. Indonesia Air Transport. Pada 30 Maret 1978, pukul 18.15 WIB, Sultan Hamid II pun wafat di Jakarta. Sultan Pontianak ke-7 itu meninggal dunia ketika sedang melakukan shalat magrib. Sultan Hamid II dimakamkan di Pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak, di Batu Layang, dengan Upacara Kebesaran Kesultanan Qadriyah Pontianak. 69

C. Analisis Sikap Nasionalisme Sultan Hamid II