Antara Federalis dan Unitaris

20 HaagBelanda, Anggota Dewan Formatur Kabinet RIS dan Menteri Negara Zonder Portofolio tahun 1949. Dalam perjuangan federalisme, Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting sebagai wakil dari negara Kalimantan Barat dan selalu turut serta dalam perundingan-perundingan Malino, Denpasar, BFO, BFC, IJC, dan KMB di Indonesia dan negeri Belanda 1949. Sultan Hamid II kemudian memperoleh jabatan atau kepercayaan sebagai Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN Koningin der Nederlanden, yakni sebuah pangkat tertinggi sebagai asisten Ratu Kerajaan Belanda, selain itu, ia juga orang Indonesia pertama yang memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran. Sewaktu RIS dibentuk, berdasarkan Kep.Pres.RIS No.2 Tahun 1949 tanggal 20 Desember 1949, ia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Portofolio dan selama menjadi Menteri Negara ia ditugasi oleh Bung Karno untuk merencanakan, merancang, dan merumuskan gambar lambang negara. 21

B. Antara Federalis dan Unitaris

Pada awal kemerdekaan, Belanda belum mampu merelakan Indonesia merdeka. Berbagai cara dilakukan oleh Belanda untuk merebut Indonesia kembali, melalui agresi-agresinya hingga perjanjian-perjanjian yang dilakukannya dengan Indonesia. Perjanjian-perjanjian yang dilakukan oleh Belanda cenderung menyimpan niat untuk menginginkan Indonesia menjadi negara federal. Keinginan Belanda kemudian terwujud dengan dilakukannya Konferensi Meja 21 Nanang, Mencari Telur Garuda, Jakarta, Nalar, 2008, hlm. 27. 21 Bundar KMB pada 1949, salah satu hasilnya adalah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat RIS oleh Belanda pada 27 Desember 1949. B.1. Federalis Setelah Sultan Hamid II naik tahta di Kesultanan Pontianak, dia mencoba menata keadaan Kesultanan yang telah berantakan akibat keganasan tentara Jepang. Dianggap memberontak dan bersekutu dengan Belanda, Jepang menghancurkan Kesultanan Pontianak. Peristiwa Mandor adalah peristiwa pembantaian massal pada akhir 1943 dan puncaknya pada 28 Juni 1944. Peristiwa yang terjadi di Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak, Provinsi Kalimantan Barat, dikenang dengan istilah Tragedi Mandor Berdarah yaitu telah terjadi pembantaian massal tanpa batas etnis dan ras oleh tentara Jepang. Kiyotada Takahashi, Presiden marutaka House Kogyo Co. Ltd, mantan opsir bala tentara Jepang di Kalimantan Barat menjelaskan bahwa sebanyak 21.037 orang warga Kalimantan Barat dibunuh di Mandor. 22 Kemudian disampaikan pula dari kesaksian Yamamoto, seorang Kepala Kempeitai di Borneo Barat, bahwa jumlah korban mencapai angka sekitar 50 ribu orang. 23 Di antara para korban, terdapat 48 tokoh, cendekiawan, dan keluarga-keluarga kesultanan. Selain Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie yang berusia 74 tahun dari Kesultanan Pontianak yang menjadi korban pembantaian oleh tentara Jepang, ada Pangeran Adipati putra 22 Anshari Dimyati, Kalimantan Barat di Antara Jepang dan Indonesia, LenteraTimur.com, Minggu, 1 Juli 2012. diakses pada 20 Juli 2015. 23 Syafaruddin Usman, Peristiwa Mandor Berdarah: Eksekusi massal 28 Juli 1944 Oleh Jepang, Yogyakarta, Media Pressindo, 2009. 22 Sultan Pontianak, 31 tahun, Gusti Saunan Panembahan Ketapang, 44 tahun, Muhammad Ibrahim Sultan Sambas, 40 tahun. 24 Saat-saat pembantaian dilukiskan cukup detail. Para korban antre berjajar menghadap lubang, lalu secara beruntun dipancung dengan pedang samurai. Pembantaian ini dikisahkan pula oleh Tsuno Iseki, orang Jepang yang pernah tinggal di Kalimantan Barat pada 1928-1946 dan fasih berbahasa Indonesia, dalam buku berjudul Peristiwa Pembantaian Penduduk Borneo Barat: Pembuktian Peristiwa Pontianak yang terbit Juli 1987 di Jepang. Taizo Watanabe ketika menjabat Duta Besar Jepang untuk Indonesia pernah berkunjung ke Makam Juang Mandor ini. Sejarah gelap pendudukan Jepang di Kalimantan Barat memang tak mungkin terlupakan. 25 Sebagai Sultan Pontianak, ia kemudian mengajak para Sultan, Penembahan, Temenggung, serta tokoh masyarakat dari berbagai lapisan dan kelompok etnik untuk membangun pemerintahan di Kalimantan Barat dengan sistem pemerintahan modern. Maka, setelah menghadiri Konferensi Malindo pada 15 – 25 Juli 1946 di Sulawesi Selatan, Sultan Hamid II bersama 40 tokoh Kalimantan Barat pada 22 Oktober 1946, menandatangani Deklarasi pembentukan Dewan Borneo Barat di Pontianak. 26 Dalam bentuk ikatan Federasi Borneo Barat, konteks hubungan dengan Negara Republik Indonesia Serikat RIS di kemudian hari, para Deklarator Dewan Borneo Barat menyepakati Residen Borneo Barat Berubah 24 Anshari,,dkk, Biografi Politik SULTAN HAMID II Sang Perancang Lambang Negara “ Elang Rajawali- Garuda Pancasila”, Pontianak, TOP Indonesia, 2013, hlm. 40-41. 25 Ibid., hlm. 41-42. 26 Aju Syafaruddin Usman, “J.C. Oevaang Oeray, Langkah dan Perjuangannya”, Pontianak, Samudera mas, 2012, hlm. 82. 23 Menjadi Daerah Istimewa Kalimantan Barat DIKB, yaitu sebuah negara otonom dengan persemakmuran Uni Indonesia – Belanda. Perlu dipahami, ketika proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 oleh Soekarno, Mohammad Hatta, dan rekan sejawatnya, Kalimantan Barat belum menjadi bagian dari Negara Republik Indonesia. Pemerintah DIKB berlaku efektif sejak 12 Mei 1947. Keberadaan DIKB diperkuat Residen Borneo Barat dengan Surat Keputusan tanggal 10 Mei 1948 Nomor 161. Sebelumnya pada tahun 1948 keluar pula Besluit Luitenant Gouvernur Generaal tanggal 2 Mei 1948 Nomor 8 Staatblad Lembaran Negara 194858 yang mengakui Kalimantan Barat berstatus Daerah Istimewa Negara Otonom yang tegak berdiri sendiri, dengan status Persemakmuran dengan Negara Kerajaan Belanda. 27 Ketika kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat RIS tanggal 27 Desember 1949, Kalimantan Barat tetap berstatus Daerah Istimewa DIAutonomous State hingga RIS dibubarkan 17 Agustus 1950. 28 Sultan Hamid II adalah seorang federalis seratus persen. Prinsip inilah yang kemudian membuatnya berbenturan dengan kaum republiken unitaris, para penganut paham negara Kesatuan yang menginginkan adanya dominasi atau sentralisasi kekuasaan. Ide negara federal Sultan Hamid II bertujuan menciptakan sistem negara yang mengandung makna keadilan dan kesejahteraan serta lebih mampu memakmurkan rakyat. Pemerintahan wilayah sendiri yang otonom melalui independensi pengelolaan internal dari setiap negara-negara bagian yang 27 Turiman Fachturahman, Sejarah Hukum Daerah Istimewa Kalimantan Barat, Pontianak, Borneo Tribun, selasa,7 Agustus 2007 28 Anshari,,dkk, Biografi Politik SULTAN HAMID II Sang Perancang Lambang Negara “ Elang Rajawali- Garuda Pancasila”, Pontianak, TOP Indonesia, 2013, hlm. 55-51. 24 ada melalui sistem federasiserikat, dianggap lebih dapat menjawab berbagai macam persoalan. ’’..Maka usaha Bijeenkomst voor Federal Overleg BFO atau Badan Permusyawaratan Federal, sejak lahirnya organisasi ini, ditujukan pada tercapainya kemerdekaan Tanah Air kita, kemerdekaan untuk segenap bagian Tanah Air kita, dan untuk mencapai suatu persatuan yang dapat menjamin kemerdekaan, baik bagi seluruhnya maupun untuk bagian- bagiannya…,’’ demikian petikan singkat pidato Sultan Hamid II dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag, 23 Agustus – 2 Nopember 1949. Dibagian lain, Sultan Hamid II menegaskan, “Dalam memperjuangkan kemerdekaan bagi Nusa dan Bangsa, timbullah keyakinan saya, bahwa bentuk federalism itulah yang paling baik bagi Negara Indonesia”. 29 Sampai akhir hayatnya, Sultan Hamid II berkeyakinan bahwa konsep atau bentuk Negara Federal adalah merupakan solusi agar Indonesia menjadi negara yang kuat, makmur, dan sejahtera. Melihat bahwa Sultan Hamid II adalah seorang Federalis maka tentunya ada beberapa faktor yang mendorong ia berhaluan paham federalisme. Keberadaan Kesultanan Pontianak sebagai faktor sosiologis dan psikologis yang membentuk karakter Sultan Hamid II menjadi seorang federalisme sejati. Kelahiran kesultanan Qadriah Pontianak bersamaan pula dengan telah berpijak dan bercokol sangat kuatnya kolonialisme dan imperialisme Barat, sehingga kehidupan dan perkembangan kesultanan ini ditekan dan diarahkan bagi 29 Anshari Dimyati, Sultan Hamid II, Meneroka Akar Perkara Makar, Jakarta, Lentera Timur.com, 2012.diakses pada 20 Juli 2015. 25 kepentingan imperialisme tersebut. Ini berarti bahwa hubungan, Kesultanan Pontianak dan Sultan serta para kerabat istana dan rakyatnya, disatu pihak, dengan pemerintah kolonialisme Belanda bersama pejabatnya, dilain pihak, menunjukkan hubungan imperialistis, tidak seimbang dan eksploitatif. Dari masa kecil dan pendidikan yang diperoleh Sultan Hamid II ia satu- satunya Putra Sultan di Kepulauan Melayu dan sebagian kecil orang Indonesia yang diterima masuk akademi militer elit dan ternama di Belanda. Sementara melihat faktor eksternalnya, Sultan Hamid II yang merupakan pengecualian dari sikap diskriminasi Hindia Belanda terhadap anggota KNIL yang berasal dari Indonesia. Bahkan setelah keluar dari tahanan militer Jepang tahun 1945, Sultan Hamid II naik pangkat dari kapten menjadi mayor, lalu menjadi letnan kolonel. Hanya selang beberapa bulan menyandang pangkat Letnan kolonel, Sultan Hamid II naik pangkat menjadi kolonel. Tahun 1945 itu pula beliau memperoleh kenaikan pangkat sangat istimewa, karena langsung mengantongi dua bintang di pundak sekaligus, yakni Mayor Jenderal KNIL setelah ditetapkan menjadi Sultan Pontianak pada 29 Oktober 1945. Jadi di dalam sejarah KNIL di Indonesia, Sultan Hamid II mendapat perlakuan yang amat sangat istimewa. 30 Mayor Jenderal adalah pangkat militer tertinggi di KNIL yang berhasil diraih seorang putra Indonesia selama masa Hindia Belanda. Kala itu, usianya masih 33 tahun. Kemudian, pada tahun 1949, Sultan Hamid II diangkat sebagai Ajudan Istimewa Ratu Kerajaan Belanda Adjudant in Buitengewone Dienst van 30 Keterangan dari Max Yusuf Al-Qadrie, Sekretaris Pribadi Sultan Hamid II dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Sultan Hamid II, 2012 dalam buku: Anshari,,dkk, Biografi Politik SULTAN HAMID II Sang Per ancang Lambang Negara “ Elang Rajawali-Garuda Pancasila”, Pontianak, TOP Indonesia, 2013, hlm. 29-30. 26 HM Koningin der Nederlander, yaitu Ratu Wilhelmina Wilhelmina Helena Piline Marie van Orange Nassau. Jabatan prestius lain yang dipegang Sultan Hamid II pada tahun 1949 adalah sebagai Wakil Mahkota di Indonesia. 31 B.2. Unitaris Dalam perjalanan sejarah pembentukan Negara Indonesia di awal kemerdekaan, Sultan Hamid II sebagai Kepala Daerah Istimewa Kalimantan Barat DIKB adalah seorang federalis. Dalam Konferensi Meja Bundar KMB di Den Haag-Belanda, kedudukannya setara dengan Mohammad Hatta selaku ketua delegasi Negara Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta. Sedangkan Sultan Hamid II adalah ketua delegasi Negara-Negara federal yang tergabung dalam Badan Permusyawaratan Federal atau Bijeenkomst voor Federaal Overleg BFO. Di samping banyak usaha untuk menegakkan kekuasaan RI, di Kalimantan terdapat usaha yang merintangi pembinaan kekuasaan RI, terutama kaum politisi tua yang kebanyakan berasal dari kalangan aristocrat. Tokoh utamanya adalah Sultan Hamid II dari Pontianak. Mereka tidak memiliki kekuatan militer atau pengikut yang banyak tetapi dilindungi oleh NICA dengan KNILnya, maka mereka ini nanti yang mendominir perkembangan politik. Hal ini terbukti nanti dalam persetujuan Linggarjati yang melepaskan Kalimantan dari RI. Hanya 31 Ibid., hlm. 30. 27 setelah NICA tidak menjadi pelindung lagi sesudah KMB kekuatan mereka akan rontok, sedangkan kekuatan RI yang akan muncul sebagai pemenangnya. 32 Kekuatan pasukan KNIL mengalami penurunan setelah Perang Dunia II berakhir dan Belanda ingin kembali menguasai Indonesia dengan melancarkan Agresi Militer I dan II. Sebagian besar pasukan KNIL, antara lain Abdul Harris Nasution, Oerip Sumoharjo, Alex Kawilarang dan yang lainnya, pada masa itu sudah terpengaruh ide revolusi kemerdekaan Republik Indonesia. Dengan berdirinya negara Republik Indonesia dan TNI serta diakui kedaulatannya oleh Belanda pada tangal 27 Desember 1949 dalam bentuk Republik Indonesia Serikat RIS, maka pada tahun 1950 KNIL dibubarkan. Berdasarkan keputusan kerajaan Belanda tanggal 20 Juli 1950, setelah berumur 120 tahun, terhitung tanggal 26 Juli 1950 KNIL dinyatakan dibubarkan. Berdasarkan hasil keputusan Konferensi Meja Bundar, mantan tentara KNIL yang jumlahnya diperkirakan 60.000 yang ingin masuk ke Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat APRIS harus diterima dengan pangkat yang sama. Beberapa dari mereka kemudian di tahun 70-an mencapai pangkat Jenderal TNI. Jumlah orang KNIL dari Ambon sekitar 5.000 orang, yang sebagian besar ikut dibawa ke Belanda dan tinggal di negeri kincir angin. 33 Kemenangan Presiden Soekarno dan Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono IX dari kelompok unitaris, memasuki tahun 1950, di mana Indonesia berubah secara drastis dari RIS Republik Indonesia Serikat menjadi 32 Moedjanto, Indonesia Abad Ke-20 Dari Kebangkitan Nasional Sampai Linggarjati, Yogyakarta, Kanisius, 1988, hlm. 136-137. 33 Anshari,,dkk, Biografi Politik SULTAN HAMID II Sang Perancang Lambang Negara “ Elang Rajawali- Garuda Pancasila”, Pontianak, TOP Indonesia, 2013, hlm. 31. 28 Negara Kesatua Republik Indonesia NKRI. Selanjutnya pada tanggal 28 September 1950, Indonesia diterima menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB yang ke-60. Hal ini berarti bahwa kemerdekaan Indonesia secara resmi diakui oleh dunia Internasional. Pada tanggal 17 Agustus 1950, dengan resmi RIS dibubarkan dan dibentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI dengan menggunakan UUDS 1950 sebagai konstitusinya. 34 Sementara status Kesultanan Pontianak saat itu daerahnya kemudian menjadi bagian dari Provinsi Administratif Kalimantan. Setelah pembubaran Republik Indonesia Serikat pada 17 Agustus 1950, wilayah Kesultanan Pontianak menjadi bagian Provinsi Kalimantan Barat. Satu tahun setelah Kaliamantan Barat bergabung dengan NKRI pada tahun 1951, keluarlah Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri, tanggal 8 September 1951 Nomor Pem 20610 yang menyatakan, bahwa yang mencakup segala ketentuan pembagian secara administratif Daerah Kalimantan Barat atau DIKB, yang dahulu dikenal dengan “Residentie Westerafdeling van Borneo” dan menjadi Daerah Kalimantan Barat dibagi menjadi enam Daerah Kabupaten administratif, yakni 1.Kabupaten Pontianak, 2.Kabupaten Ketapang, 3.Kabupaten Sambas, 4.Kabupaten Sintang, 5.Kabupaten Sanggau, 6.Kabupaten Kapuas Hulu dan sebuah daerah Kota Administratif Pontianak. Pada tahun 1953 keluar Undang-undang Darurat Nomor 2 Tahun 1953 yang mulai berlaku dari tanggal 7 Januari 1953 yang mengacu atau berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1948. Di pasal 1 digariskan, Daerah Provinsi 34 Ibid., hlm. 87. 29 Kalimantan yang bersifat administratif. Bentuk dan sifatnya sebagaimana diatur di dalam Peraturan Pemerintahan RIS Nomor 211950, yang dimaksudkan adalah DIKB yang kemudian menjadi Daerah Otonom Provinsi Kalimantan yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri. Pada tanggal 7 Januari 1953 Undang-undang Darurat Nomor 2 Tahun 1953 Tentang Pembentukan Resmi Daerah Otonom KabupatenDaerah Istimewa Tingkat KabupatenKota Besar dalam Lingkungan Daerah Provinsi Kalimantan Barat. Kemudian untuk melaksanakan Undang-undang Darurat Nomor 2 Tahun 1953 Pemerintahan Republik Indonesia mengeluarkan Undang-undang Nomor 27 Tahun 1959 yang disahkan pada tanggal 26 Juni 1959 dan patut diketahui, bahwa pada tahun 1956 sebelumnya daerah-daerah otonom Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur mencabut Undang-undang Darurat Nomor 2 Tahun 1953. Ini berarti implikasi hukum Undang-undang Nomor 25 Tahun 1956 memecah Provinsi Kalimantan menjadi 3 Provinsi Otonom. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor Des 521056 tanggal 12 Desember 1956 ditetapkan Undang-undang tersebut yang mulai berlaku pada 1 Januari 1957. Dengan demikian sejak tanggal 1 Januari 1957, Kalimantan Barat menjadi Daerah Otonom Provinsi. Semenjak itulah, tiap tanggal 1 Januari, selalu dirayakan sebagai hari lahir Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. 35 35 Ibid., hlm. 91-92. 30

BAB III KARIER POLITIK SULTAN HAMID II