Kehidupan Masa Kecil Sultan Hamid II Hingga Menjadi Seorang Sultan

9

BAB II RIWAYAT HIDUP SULTAN HAMID II

A. Kehidupan Masa Kecil Sultan Hamid II Hingga Menjadi Seorang Sultan

Pontianak Ke-7 Jika kita membicarakan Sultan Hamid II dalam tataran sejarah kenegaraaan Indonesia sebenarnya kita tak dapat memisahkan keberadaan Kesultanan Qadriyah Pontianak yang merupakan satu-satunya kesultanan termuda di kawasan Nusantara, bahkan di dunia, khususnya termuda di Kalimantan Barat. Kesultanan ini didirikan pada tanggal 23 Oktober 1771 bersamaan 12 hari bulan Rajab tahun 1185. 9 Pada masa kolonial Pada tahun 1778, kolonialis Belanda dari Batavia memasuki Pontianak yang dipimpin oleh Willem Ardinpalm. Belanda saat itu menempati daerah di seberang istana kesultanan yang kini dikenal dengan daerah Tanah Seribu atau Verkendepaal. Palm kemudian digantikan oleh Wolter Markus Stuart yang bertindak sebagai Resident van Borneo’s Wester Afdeling I 1179- 1784 dengan kedudukan di Pontianak. Semula Sultan Syarif Abdurrahman Al- Qadrie menolak tawaran kerjasama dengan negeri asing dari Eropa itu. Namun setelah utusan itu datang untuk kedua kalinya, Sultan Syarif Abdurrahman AI- Qadrie menerima Belanda sebagai rekan persemakmuran dengan tangan terbuka. 9 Turiman, Peranan Sultan Hamid II Dalam Tataran Sejarah Nasional Yang Terlupakan Bangsanya, 2011, http:rajawaligarudapancasila.blogspot.com201106peranan-sultan-hamid-ii- dalam-tataran_6320.html. diakses 7 Agustus 2015. 10 Pada masa pendudukan Jepang kekuasaan Sultan Syarif Muhammad Sultan ke 6 Kesultanan Qadriyah Pontianak redup seketika seiring kedatangan bala tentara Kekaisaran Jepang ke Pontianak pada tahun 1942. Karena dianggap dan bersekutu dengan Belanda, Jepang menghancurkan Kesultanan Pontianak dan beberapa kesultanan-kesultanan Melayu di Kalimantan Barat. 10 Selain termuda, kehidupan pemerintahan kesultanan ini berlangsung relatif singkat, 179 tahun, dan hanya diperintah oleh 8 delapan generasi sultan dari dinasti Al-Qadrie, sejak kelahirannya 1771 sampai dengan Proklamasi Kemerdekaan RI 1945. Setelah itu, kesultanan ini tidak lebih dari sekedar warisan budaya yang tidak mempunyai kekuasaan politik apapun lagi. 11 Sultan Syarif Hamid Al-Qadrie, atau yang biasa disebut dengan nama Sultan Hamid II, adalah Sultan ke-7 1945-1978 Kesultanan Qadriyah Pontianak. Beliau dilahirkan di Pontianak, Kalimantan Barat pada 12 Juli 1913 bertepatan dengan 7 Sya’ban 1331 H. Ia adalah putra dari Sultan Pontianak ke-6, Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie dari istri ketiganya Syecha Jamilah Syarwani. Sejak masa kecil, Sultan Hamid II telah mendapat pendidikan modern. Semasa kecilnya, ia diasuh oleh seorang gouvernante pengasuh pendidik wanita kebangsaan Inggris bernama Miss Fox yang selalu memanggilnya dengan nama Max. Sultan Hamid II mempunyai saudara kandung bernama Syarif Machmud Al- 10 Wikipedia Indonesia, Kesultanan Pontianak, 2015, https:id.wikipedia.orgwikiKesultanan_Pontianak, diakses 7 Agustus 2015 11 Turiman, Peranan Sultan Hamid II Dalam Tataran Sejarah Nasional Yang Terlupakan Bangsanya, 2011, http:rajawaligarudapancasila.blogspot.com201106peranan-sultan-hamid-ii- dalam-tataran_6320.html. diakses 7 Agustus 2015. 11 Qadrie, ayah dari Syarif Abubakar Al-Qadrie yang kini menjadi Sultan Pontianak. Selain itu, dia masih mempunyai tujuh orang saudara se-Ayah dari lain Ibu. Sultan Hamid II dibesarkan di lingkungan Istana Qadriyah, Kesultanan Pontianak. Ia adalah keturunan dari pendiri Negeri Pontianak bernama Sultan Syarif Abdurrahman Al-Qadrie. Pontianak adalah negeri panas. Nama Pontianak yang berasal dari bahasa Melayu ini dipercaya ada kaitannya dengan kisah Syarif Abdurrahman Al-Qadrie yang sering diganggu oleh hantu Kuntilanak ketika dia menyusuri Sungai Kapuas. Menurut ceritanya, Syarif Abdurrahman terpaksa melepaskan tembakan meriam untuk mengusir hantu itu sekaligus menandakan dimana peluru meriam itu jatuh, maka di sanalah wilayah kesultanannya didirikan. Peluru meriam itu jatuh di dekat persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak, yang kini dikenal dengan nama kampung Beting. Peluru meriam yang ditembakan Syarif Abdurrahman Al-Qadrie pada 1771. Peluru yang jatuh di antara tiga ruas persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak itu kemudian menjadi batas territorial Pontianak. Syarif Abdurrahman Al-Qadrie kemudian menjadi Pendiri sekaligus Sultan Pertama Kesultanan Pontianak yang berada di tepi barat Pulau Borneo atau Kalimantan. Pontianak sebagai negeri Melayu, merupakan Kesultanan Melayu termuda pada zamannya di Kepulauan Melayu the Malay Archipelago. Di bawah Kesultanan Pontianak, kemajuan pemerintahan dalam berbagai aspek berkembang dalam rezim masing-masing Sultan. Pontianak berkembang menjadi pusat perdagangan, pemerintahan, dan peradaban di Borneo Barat. Dalam berbagai naskah sejarah, perjalanan panjang 12 negara berbentuk kesultanan ini menunjukan suatu peradaban yang di dalamnya termasuk peradaban intelektualitas, gagasan modernisasi, strategi perdagangan, pemerintahan, dan politik. Dalam periode yang panjang bentuk negara Pontianak adalah kesultanan dengan sistem pemerintahan aristokrasi absolut Islam. Ini menegaskan identitas bahwa Pontianak adalah negeri Islam. Sebab, pancang pertama bangunan yang dialaskan di Bandar negeri adalah tiang fondasi masjid. Hari ini masjid itu bernama Jami’ Sultan Syarif Abdurrahman. Itulah bangunan pertama di Pontianak. Letak masjid ini berdekatan dengan Istana Qadriyah, yang tidak jauh dari simpang Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Di sebelah utara negeri Pontianak, terdapat Tugu Khatulistiwa yang berada tepat digaris lintang nol derajat bumi, yang juga berdekatan dengan makam para wali atau Sultan-sultan Pontianak. Syarif Abdurrahman Al-Qadrie adalah anak dari seorang pendakwah asal negeri Trim Tarim di Hadramaut-Yaman Selatan yang bernama Habib Husein Al-Qadrie. Habib Husein Al-Qadrie dan ketiga kawannya menyebar dakwah Islam di Kepulauan Melayu. Konon, dia adalah keturunan dari ahlul bait, yaitu darah terdekat dari Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Hal tersebut dapat dilihat dari zuriyat silsilah yang terbukti, mulai dari pasangan Khalifah Ali bin Abu Thalib dan Batimah putri Nabi Muhammad yang memiliki anak bernama Hasan dan Husein, bin Abu Thalib. Garis keturunan ini berlanjut hingga ke Habib Husein Al-Qadrie, Syarif Abdurrahman Al-Qadrie, dan para keturunannya. Merekalah yang dikenal sebagai para wali. 13 Pada tahun 1778 1192 H gelarnya sebagai Sultan ditabalkan dihadapan beberapa penguasa Kesultanan Riau-Lingga. Begitu juga pemimpin dari sejumlah kesultanan, termasuk Matan, Sukadana, Kubu, Simpang, Landak, Mempawah, Sambas, Banjar, dan lainnya. Syarif Abdurrahman Al-Qadrie menjadi Sultan Pertama Kesultanan Pontianak sejak 1 September 1778 hingga 28 Februari 1808. Kemudian gelarnya sebagai Sultan digantikan oleh anaknya. Sultan Syarif Kasim Al-Qadrie 1808-1819 sebagai Sultan ke-2. Selanjutnya berturut-turut digantikan oleh Sultan Syarif Usman Al-Qadrie 1819-1855 sebagai Sultan ke-3, Sultan Syarif Hamid Al-Qadrie 1855-1872 sebagai Sultan ke-4, Sultan Syarif Yusuf Al-Qadrie 1872-1895 sebagai Sultan ke-5, dan Sultan Syarif Muhammad Al- Qadrie 1895-1944 sebagai Sultan ke-6. Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie bertahta dari 15 Maret 1895 hingga ditangkap dan dibunuh tentara Jepang pada 24 Juni 1944. Setelah masa interregnum atau kekosongan pemerintahan dari 24 Juni 1944 – 23 Oktober 1945 karena kedudukan Jepang di Kalimantan Barat dan bersamaan dengan masa Perang Dunia II, Syarif Hamid Al-Qadrie Sultan Hamid II diangkat menjadi Sultan Pontianak ke-7. 12 Ketika Jepang mengalahkan Belanda dan Sekutunya, pada tanggal 10 Maret 1942 ia turut tertawan sampai pada bulan Agustus 1945 dan dibebaskan ketika Jepang menyerah kepada sekutu dan mendapat kenaikan pangkat menjadi kolonel. Dan ketika ayahnya mangkat, karena korban agresi Jepang, pada tanggal 29 Oktober 1945 ia diangkat menjadi Sultan Pontianak menggantikan ayahnya 12 Anshari,,dkk, Biografi Politik SULTAN HAMID II Sang Perancang Lambang Negara “ Elang Rajawali- Garuda Pancasila”, Pontianak, TOP Indonesia, 2013, hlm. 1-4. 14 dengan gelar Sultan Hamid II. 13 Pengangkatan Sultan Hamid II sebagai Sultan ke- 7 Kesultanan Pontianak, karena memang dia adalah satu-satunya putera dari Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie yang selamat dari penangkapan dan pembunuhan oleh Jepang. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia diumumkan pada 17 Agustus 1945 di Jakarta, situasi politik di Pontianak masih belum stabil karena berita tentang kemerdekaan Indonesia sangat terlambat sampai ke Pontianak. Dengan kebesaran jiwanya, Kesultanan Pontianak yang juga di pimpin Ketua DIKB yaitu Sultan Hamid II pada tanggal 17 Agustus 1950 menyerahkan mandat pemerintahan teritorialnya kepada NKRI. Kini wilayah Daerah Kalimantan Barat menjadi Provinsi Kalimantan Barat yang telah dibentuk pada tahun 1956. 14 Berbeda statusnya dengan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman yang mengatakan kepada Presiden RI, bahwa daerah Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman bergabung ke dalam Negara RI. Bergabung menjadi satu kesatuan yang dinyatakan sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta DIY. Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah, dan Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI. Hal tersebut dinyatakan dalam: 1. Piagam kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII pada tanggal 19 Agustus 1945 dari Presiden RI. 13 Nanang, Mencari Telur Garuda, Jakarta, Nalar, 2008, hlm. 27. 14 Wikipedia Indonesia, Daerah Istimewa, 2015, http:id.m.wikipedia.orgwikiDaerah_Istimewa. 15 2. Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII pada tanggal 5 September 1945 dibuat secara terpisah. 3. Amanat Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII pada tanggal 30 Oktober 1945 dibuat dalam satu naskah. Dalam perjalanan selanjutnya kedudukan DIY Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Daerah Otonom setingkat Provinsi sesuai dengan maksud pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 sebelum perubahan diatur dengan Undang- undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Undang-undang Pokok Pemerintahan Daerah. Sebagai tindak lanjutnya kemudian Daerah Istimewa Yogyakarta dibentuk dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950 sebagaimana telah diubah, dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1955 Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1819 yang sampai saat ini masih berlaku. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan DIY meliputi Daerah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, dan Daerah Kadipaten Pakualaman. Pada setiap undang-undang yang mengatur Pemerintah Daerah, dinyatakan keistimewaan DIY tetap diakui, sebagaimana dinyatakan terakhir dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. 15 Sultan Hamid II merupakan anak ke-7 dari 9 bersaudara, 1 saudara kandung satu ibu. Hasil pernikahan Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie dengan Syecha Jamilah Syarwani melahirkan 2 anak, Syarif Hamid Al-Qadrie Sultan 15  ,Daerah Istimewa Yogyakarta, 2015, http:id.m.wikipedia.orgwikiDaerah_Istimewa_Yogyakarta. diakses pada 29 Juli 2015 16 Hamid II dan Syarif Mahmud Al-Qadrie bergelar Pangeran Agung. Secara berturut-turut anak kandung Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie adalah Syarif Usman Al-Qadrie bergelar Pangeran Adipati Negara Putera Mahkota, Syarif Abdul Mutalib Al-Qadrie bergelar Pangeran Muda, Syarifah Syarifah Al-Qadrie bergelar Ratu Cikra Kesuma, Syarifah Hadijah Al-Qadrie bergelar Ratu Perbu Wijaya, Syarifah Fatimah Al-Qadrie bergelar Ratu Anom Bendahara, Syarif Hamid Al-Qadrie lebih dikenal dengan sebutan Sultan Hamid II, Syarifah Maryam Al-Qadrie bergelar Ratu Laksamana Sri Negara, Syarif Mahmud Al- Qadrie bergelar Pangeran Agung, dan anak bungsunya bernama Syarifah Maimunah Al-Qadrie bergelar Ratu Kesuma. Pada peristiwa pembantaian Jepang, 24 Januari 1944, karena dianggap memberontak dan bersekutu dengan Belanda, Jepang menghancurkan Kesultanan Pontianak. Tak hanya melakukan penangkapan-penangkapan, Jepang juga melakukan penyiksaan dan pembunuhan massal terhadap ribuan orang Pontianak dan Kalimantan Barat. Pada 28 Juni 1944, Jepang menghabisi semua anggota keluarga Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie beserta sanak keluarga dan kerabat kesultanan, pemuka adat, candekiawan, dan tokoh masyarakat Pontianak, pun para sultan-sultan dan masyarakat di Kalimantan Barat. Tragedi berdarah ini kemudian dikenal dengan sebutan “Peristiwa Mandor”. 16 Sejak masih kecil Sultan Hamid II memang anak yang pintar, cerdas, dan pemberani. Ia dipersiapkan ayahnya sebagai penerus mahkota Kesultanan Pontianak. Sejak kecil hingga dewasa ia memperoleh pendidikan modern di 16 Anshari,,dkk, Biografi Politik SULTAN HAMID II Sang Perancang Lambang Negara “ Elang Rajawali- Garuda Pancasila”, Pontianak, TOP Indonesia, 2013, hlm. 38-39. 17 berbagai tempat. Sebagai putra Sultan yang pintar dan cerdas, ia bisa diterima bersekolah di sekolah yang diperuntukan bagi anak-anak orang Belanda dan Eropa. Dengan demikian tidak mengherankan bila kemudian Sultan hamid II menguasai sedikitnya lima bahasa asing dengan aktif. Saat berusia 7 tahun, Hamid diajak ke Batavia oleh Miss Fox dan Miss E.M. Curties. Hamid mulai belajar di Sekolah Rendah Pertama di Europeesche Lagere School ELS di Pontianak, Sukabumi, dan di Yogyakarta. Dikarenakan pekerjaan kedua Ibu asuhnya itu yang berpindah-pindah mengharuskan juga ia harus berpindah dari satu kota ke kota lain. Ketika sekolah di ELS Yogyakarta, Hamid bertemu dengan teman sekelasnya yang juga merupakan seorang putra mahkota Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat bernama Dorodjatun Sultan Hamengkubuwono IX. Setamat dari ELS di Yogyakarta keduanya berpisah. Hamid kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah pada Hogeere Burger School HBS di Bandung dan HBS V di Malang 1932. Setelah tamat di HBS pada 1932 beliau melanjutkan pendidikannya pada tingkat Perguruan Tinggi sebagai mahasiswa di Technische Hooge School THS, Fakultas: de Faculteit van Technische Wetenschap, Jurusan: de afdeeling der Weg en Waterbouw arsitektur di Bandung. THS kemudian berubah menjadi Institut Teknologi Bandung ITB hingga sekarang. Namun, pendidikan di THS hanya dijalani Hamid selama satu tahun. Karena dia lebih tertarik untuk masuk ke Akademi Militer di Negeri Belanda. Pada 1933, Sultan Hamid II adalah satu-satunya putra Sultan di Kepulauan 18 Melayu yang diterima masuk untuk mengikuti pendidikan di Koninklijk Militaire Academie KMA di Breda, sebuah akademi militer elit dan ternama di Belanda. Hamid lulus di KMA Breda pada tahun 1938, kemudian dilantik sebagai perwira dengan pangkat letnan dua pada Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger KNIL, yakni Kesatuan Tentara Hindia Belanda. Dalam karier Militer, Sultan Hamid II pernah ditugaskan di Malang, Bandung, Balikpapan, dan beberapa tempat lainnya. 17 Pada 31 Mei 1938, Hamid melangsungkan pernikahan dengan Marie van Delden di Malang. Sultan Hamid II beristerikan seseorang perempuan bangsa Belanda yaitu Marie van Delden yang diberi gelar Ratu Mas Mahkota Didie Al- Qadrie anak dari Kapten van Delden kelahiran Surabaya, 5 Januari 1915. Kapten van Delden adalah Perwira KNIL berkebangsaan Belanda. Dari pernikahannya mereka dikaruniai 2 orang anak, anak pertama bernama Syarifah Zahra AI-Qadrie Edith Denise Corry AI-Qadrie yang lahir di Malang pada 26 Februari 1939 dan yang kedua Syarif Yusuf AI-Qadrie Max Nico AI-Qadrie yang lahir di Malang pada 11 Januari 1942. Jabatan yang diduduki Sultan Hamid II adalah Letnan Dua KNIL 1938 yang pernah melawan tentara Jepang pada tahun 1941 di Tarakan dan Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur. Anggota KNIL sebagian besar adalah orang-orang pribumi Indonesia sebagai prajurit rendahan. Sementara itu, para perwira KNIL umumnya adalah orang-orang Belanda. Tradisi KNIL sebagai tentara kolonial yang rasis terus dipelihara. Hanya orang-orang Belanda saja yang diprioritaskan 17 Ibid., hlm. 6. 19 sebagai perwira KNIL. Hanya sedikit orang pribumi yang menjadi perwira KNIL. Pemuda Indonesia yang menjadi perwira KNIL umumnya berasal dari keluarga terpandang, yang memiliki pendidikan yang cukup baik pada zaman kolonial. 18 Ada pembatasan jenjang karir, Pangkat tertinggi perwira KNIL dari kalangan pribumi hanya sampai pangkat Letnan Kolonel saja. Ada beberapa bekas KNIL yang masih ingin menjadi tentara kolonial, mereka menganggap RI tidak cukup mapan. Mereka juga merasa bahwa RI masihlah rapuh. Bekas perwira ini kemudian mencapai pangkat menengah diatas Letnan Kolonel. Sultan Hamid II menjadi Jenderal Mayor dalam dinas militer Belanda semasa revolusi kemerdekaan Indonesia. 19 Setelah keluar dari tahanan militer Jepang tahun 1945. Sultan Hamid II naik pangkat dari kapten menjadi mayor, lalu menjadi letnan kolonel. Hanya selang beberapa bulan menyandang pangkat letnan kolonel, Sultan Hamid II naik pangkat menjadi kolonel. Sultan Hamid II memperoleh kenaikan pangkat sangat istimewa, karena langsung mengantongi dua bintang di pundak sekaligus, yakni Mayor Jenderal KNIL setelah ditetapkan menjadi Sultan Pontianak pada 29 Oktober 1945. 20 Jabatan lain Sultan Hamid II adalah Sultan Pontianak ke-7 1945- 1978, Ajudan Istimewa Ratu Belanda 1946, Kepala Daerah Istimewa Kalimantan Barat DIKB 1947 sd 1950, Ketua Delegasi BFO pada KMB di Den 18 Petrik, Pribumi Jadi Letnan KNIL, Yogyakarta, Trompet, 2011, hlm. 3. 19 Ibid., hlm. 102. 20 Keterangan dari Max Yusuf Al-Qadrie, Sekretaris Pribadi Sultan Hamid II dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Sultan Hamid II, 2012 dalam buku: Anshari,,dkk, Biografi Politik SULTAN HAMID II Sang Perancang Lambang Negara “ Elang Rajawali-Garuda Pancasila”, Pontianak, TOP Indonesia, 2013, hlm. 29-30. 20 HaagBelanda, Anggota Dewan Formatur Kabinet RIS dan Menteri Negara Zonder Portofolio tahun 1949. Dalam perjuangan federalisme, Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting sebagai wakil dari negara Kalimantan Barat dan selalu turut serta dalam perundingan-perundingan Malino, Denpasar, BFO, BFC, IJC, dan KMB di Indonesia dan negeri Belanda 1949. Sultan Hamid II kemudian memperoleh jabatan atau kepercayaan sebagai Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN Koningin der Nederlanden, yakni sebuah pangkat tertinggi sebagai asisten Ratu Kerajaan Belanda, selain itu, ia juga orang Indonesia pertama yang memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran. Sewaktu RIS dibentuk, berdasarkan Kep.Pres.RIS No.2 Tahun 1949 tanggal 20 Desember 1949, ia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Portofolio dan selama menjadi Menteri Negara ia ditugasi oleh Bung Karno untuk merencanakan, merancang, dan merumuskan gambar lambang negara. 21

B. Antara Federalis dan Unitaris