Sultan Hamid II berwajah ganda dalam karier politiknya di Indonesia.
ABSTRAK
SULTAN HAMID II BERWAJAH GANDA DALAM KARIER POLITIKNYA DI INDONESIA
Vinsensius
Universitas Sanata Dharma 2015
Makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan dua permasalahan pokok, yaitu:1. Riwayat hidup Sultan Hamid II. 2. Karier politik Sultan Hamid II dalam percaturan politik di Indonesia.
Melalui studi pustaka yang ditulis secara deskriptif analitis diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Sultan Hamid II lahir pada 12 Juli 1913 di Pontianak, Kalimantan Barat, menjadi Sultan Pontianak ke-VII (1945-1978) Kesultanan Qadriyah Pontianak, dilantik pada tanggal 29 Oktober 1945, hingga akhir hayatnya Sultan Hamid II adalah seorang federalis sejati. 2. Sultan Hamid II turut memperjuangkan pengakuan kedaulatan bangsa Indonesia dari Belanda, karya terbaiknya ketika Indonesia masih berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) adalah lambang negara “Elang Rajawali - Garuda Pancasila” yang sampai saat ini menjadi Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu Garuda Pancasila.
(2)
ABSTRACT
THE TWO FACED OF SULTAN HAMID II IN HIS POLITICAL CARRER IN INDONESIA
Vinsensius
Sanata Dharma University 2015
This paper aims to describe two basic problems, namely : 1. The history of Sultan Hamid II. 2. Sultan Hamid's political career in Indonesian political scene .
By means of library study, the research results are as follows: 1. Sultan Hamid II was born in July 12th 1913 in Pontianak, West Borneo. He became the VII of Sultan Pontianak (1945 – 1978) in Qadriyah Pontianak Sultanate. Elected in October 29th 1945, until his last day he was a true federalism. 2. Sultan Hamid II was known to fight for Indonesian sovereignty from Dutch, his masterpiece was an emblem of “Elang Rajawali - Garuda Indonesia” when Indonesia was still in Republic of the United States of Indonesia (RIS), which until now, still becomes an emblem of The Unitary State of Republic of Indonesia (NKRI) Garuda Pancasila.
(3)
SULTAN HAMID II BERWAJAH GANDA DALAM KARIER
POLITIKNYA DI INDONESIA
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh:
VINSENSIUS
101314006
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
i
SULTAN HAMID II BERWAJAH GANDA DALAM KARIER
POLITIKNYA DI INDONESIA
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh:
VINSENSIUS
101314006
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(5)
(6)
(7)
iv
PERSEMBAHAN
Makalah ini saya persembahkan kepada:
1. Yesus Kristus, Bunda Maria, Bapa Yosef, serta Santo Vinsensius pelindung saya
yang telah memberikan kesempatan, semangat dan pencerahan sehingga karya
tulisan ini dapat terselesaikan.
2. Kedua orangtuaku Bapak Jongki dan Ibu Merensiana Sa’arin yang telah membesarkanku, kedua kakak Agapitus, Adria Utami Yosa dan adik tercinta
Eligia Suriati serta tidak lupa juga untuk Bintang dan Fabian yang selalu
memotivasi, mendewasakanku dan menguji kesabaranku dengan segala
(8)
v
MOTTO
“Adil Ka’Talino, Bacuramin Ka’Saruga, Basengat Ka’Jubata” Arus… Arus.. Arus
"Sebagai manusia kita wajib bersikap adil dan toleran terhadap sesama, dalam menjalani kehidupan kita harus bercermin dari surga dan setiap nafas kehidupan yang
kita miliki berasal dari Tuhan Yang Maha Esa "
“Secara teoritis saya meyakini hidup harus dinikmati, tapi kenyataannya justru sebaliknya karena tak semuanya mudah dinikmati”
(Charles Lamb)
” Proses untuk mengerti itu memang harus diawali dengan kebingungan.”
(Dr. Taufiq Rochim)
” Salah satu cara untuk menilai diri Anda adalah dengan membayangkan apabila saya menjadi anda dan anda menjadi Saya.”
(9)
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa makalah yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 11 November 2015
(10)
(11)
viii
ABSTRAK
SULTAN HAMID II BERWAJAH GANDA DALAM KARIER POLITIKNYA DI INDONESIA
Vinsensius
Universitas Sanata Dharma 2015
Makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan dua permasalahan pokok, yaitu:1. Riwayat hidup Sultan Hamid II. 2. Karier politik Sultan Hamid II dalam percaturan politik di Indonesia.
Melalui studi pustaka yang ditulis secara deskriptif analitis diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Sultan Hamid II lahir pada 12 Juli 1913 di Pontianak, Kalimantan Barat, menjadi Sultan Pontianak ke-VII (1945-1978) Kesultanan Qadriyah Pontianak, dilantik pada tanggal 29 Oktober 1945, hingga akhir hayatnya Sultan Hamid II adalah seorang federalis sejati. 2. Sultan Hamid II turut memperjuangkan pengakuan kedaulatan bangsa Indonesia dari Belanda, karya terbaiknya ketika Indonesia masih berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) adalah lambang negara “Elang Rajawali - Garuda Pancasila” yang sampai saat ini menjadi Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu Garuda Pancasila.
(12)
ix
ABSTRACT
THE TWO FACED OF SULTAN HAMID II IN HIS POLITICAL CARRER IN INDONESIA
Vinsensius
Sanata Dharma University 2015
This paper aims to describe two basic problems, namely : 1. The history of Sultan Hamid II. 2. Sultan Hamid's political career in Indonesian political scene .
By means of library study, the research results are as follows: 1. Sultan Hamid II was born in July 12th 1913 in Pontianak, West Borneo. He became the VII of Sultan Pontianak (1945 – 1978) in Qadriyah Pontianak Sultanate. Elected in October 29th 1945, until his last day he was a true federalism. 2. Sultan Hamid II was known to fight for Indonesian sovereignty from Dutch, his masterpiece was an emblem of
“Elang Rajawali - Garuda Indonesia” when Indonesia was still in Republic of the United States of Indonesia (RIS), which until now, still becomes an emblem of The Unitary State of Republic of Indonesia (NKRI) Garuda Pancasila.
(13)
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat
rahmat dan restu-Nya sehingga makalah yang berjudul “Sultan Hamid II Berwajah Ganda Dalam Karier Politiknya Di Indonesia” pada akhirnya bisa terselesaikan dengan baik. Makalah ini di susun untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih
gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah.
Penulisan karya ini tentunya tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya
dukungan dari banyak pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada
kesempatan ini, penulis secara khusus mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
2. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan makalah ini.
3. Bapak Drs. Sutarjo Adisusilo J.R.,M.Pd selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan pengarahan, dampingan, dan dukungan dalam pelaksanaan
penulisan makalah ini.
4. Seluruh dosen dan pihak sekretariat Program Studi Pendidikan Sejarah
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan motivasi,
(14)
xi
5. Teman-teman Pendidikan Sejarah angkatan 2010: Brury,Feby, Kristin, Lilik,
Jhon Gemblong, Rigend, Fery, Bona, Orin, Leo Sony, Ardy. Teman-teman
seperjuangan dari Kal-Bar: Sarwo, Eky, Tri, Saddam, Ibun, Richardus, Crist,
Topon. Sahabat yang setia Abet, Ujank dan adik-adik tingkatan yang senantiasa
mendorong dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan makalah ini.
6. Serta seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang turut
membantu dalam menyelesaikan penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun bagi makalah ini.
Semoga hasil karya ini berguna bagi pengguna dan pembacanya.
Yogyakarta, 11 November 2015
(15)
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .. vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penulisan ... 7
D. Manfaat Penulisan ... 7
E. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II Riwayat Kehidupan Sultan Hamid II ... 9
A. Kehidupan Masa Kecil Sultan Hamid II Hingga Menjadi Seorang Sultan Pontianak ke-7 ... 9
(16)
xiii
BAB III Karier Politik Sultan Hamid II ... 30
A. Karier Politik Sultan Hamid II ketika berpihak pada Belanda ... 30
1. Terlibat Perang Melawan Jepang Tahun 1941 ... 30
2. Ajudan Istimewa Ratu Belanda Tahun 1946 ... 32
3. Ketua BFO Tahun 1949 ... 33
B. Karier Politik Sultan Hamid II dan sumbangsihnya untuk bangsa Indonesia ... 40
1. Dewan Formatur Kabinet RIS dan Menteri Negara Zonder Portofolio 1949 ... 40
2. Panitia Lambang Negara RIS 1949 ... 43
3. Sang Perancang Lambang Negara 1949 ... 44
4. Akhir Karier Politik Sultan Hamid II ... 59
C. Analisis Sikap Nasionalisme Sultan Hamid II ... 69
BAB V KESIMPULAN ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 81
(17)
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Silabus ... 84 Lampiran 2: RPP ... 86
(18)
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Perjalanan karier politiknya sangat erat kaitannya antara Belanda dan
Indonesia, disatu sisi pro Belanda dan disatu sisi nantinya menjadi pro Indonesia
terlebih lagi pada waktu bangsa ini ingin mendapatkan kedaulatan
kemerdekaannya atas pendudukan Belanda di Indonesia. Sultan Syarif Hamid
AI-Qadrie Putra daerah asal Pontianak, Kalimantan Barat yang lebih dikenal dengan
nama Sultan Hamid II. Putera sulung Sultan Syarif Muhammad Alqadrie dari
isteri ketiganya Syecha Jamilah Syarwani. Perjalanan karier politiknya memang
terbilang singkat dan penuh lika-liku, Sultan Hamid II diangkat menjadi Sultan
ke-7 sejak 29 0ktober 1945 sampai dengan ia meninggal pada 30 Maret 1978.
Sebagai seorang perwira aktif KNIL (Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger)
Kesatuan Tentara Hindia Belanda yang ketika itu berpangkat Kolonel, sebenarnya
Sultan Hamid II masih ingin melanjutkan karir militernya. Tetapi, karena keadaan
di Kesultanan Pontianak yang tercerai berai, serta situasi Kalimantan Barat
semakin kacau, kemudian menggugah hatinya untuk kembali ke Pontianak
meninggalkan dinas militernya sebagai perwira KNIL.1
Sangat tidak beruntung, kelahiran kesultanan Qadriyah Pontianak tahun
1772 bersamaan pula dengan telah berpijak dan bercokol sangat kuatnya
kolonialisme dan imperialisme Barat, sehingga kehidupan dan perkembangan
1
Anshari,,dkk, Biografi Politik SULTAN HAMID II Sang Perancang Lambang Negara “ Elang
(19)
kesultanan ini ditekan dan diarahkan bagi kepentingan imperialisme tersebut. Ini
berarti bahwa hubungan, Kesultanan Pontianak dan Sultan serta para kerabat
istana dan rakyatnya, disatu fihak, dengan pemerintah kolonialisme Belanda
bersama pejabatnya, dilain fihak, menunjukkan hubungan imperialistis, tidak
seimbang dan eksploitatif.
Menghadapi ini, hampir semua sultan dan para pembantunya tampaknya
“menerima” perlakuan tidak adil ini “tanpa” banyak reaksi dan oposisi, sehingga
ada kesan Kesultanan Pontianak bersekutu dengan bahkan mendukung
pemerintahan penjajahan Belanda. Padahal “penerimaan” dan “ketundukan” itu
lebih bersifat sementara dan merupakan strategi untuk menghindari konflik militer
langsung antara kedua fihak yang berakibat kehancuran lebih buruk lagi.
Tak dapat dipungkiri bahwa setelah diakui keberadaannya oleh dunia
Internasional, transisi berdirinya Indonesia kemudian menuai konflik pemikiran
dalam menggagas bentuk negara. Konflik pemikiran tersebut lahir dari adanya
ketidaksepahaman antara konsep “Negara Persatuan”/Federalis dan konsep “Negara Kesatuan”/Unitaris. Dalam berpolitik dan memperjuangkan kemerdekaan sebuah bangsa dan negara, Sultan Hamid II percaya bahwa Kepulauan Melayu
(Indonesia saat ini) lebih tepat mempergunakan Sistem Federal dalam sistem
ketatanegaraannya. Akan tetapi, ia memperoleh tentangan dari kaum Republiken
(Unitaris) saat itu yang banyak berada di Pulau Jawa (terutama Yogyakarta) yang
menginginkan dominasi sentralistik atau sistem kesatuan (Unitarisme).
Pelajaran sangat berharga bagi penerus Bangsa Indonesia dari pertarungan
(20)
Daerah Istimewa Kalimantan Barat) dan Ide Anak Agung Gde Agung (Perdana
Menteri Negara Indonesia Timur) dengan kelompok penyusung Negara Kesatuan
yang diperankan Presiden Soekarno dan Menteri Pertahanan Sultan
Hamengkubuwono IX, setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat
(RIS), terhitung 27 Desember 1949.2
Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting sebagai wakil Daerah
Istimewa Kalimantan Barat dan selalu turut dalam perundingan-perundingan
Malino, Denpasar, BFO, BFC, IJC dan KMB di Indonesia dan Belanda. Sewaktu
Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri Negara
Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ditugaskan Presiden
Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar Lambang Negara.
Memasuki awal tahun 1950, dicatat sebagai masa-masa yang penting bagi Sultan
Hamid II, karena sangat menentukan karirnya di pentas percaturan politik nasional
dikemudian hari.3
Sementara ini apabila membicarakan Sultan Hamid II, maka anggapan
yang terbentuk adalah bahwa dia adalah seseorang yang pernah “terseok dalam
kecelakaan sejarah” atau bahkan lebih ekstrim lagi seorang “mantan terpidana kasus politik” belaka. Namun benarkah demikian “cap sejarah” itu. Tidak adakah
sisi positif dan sumbangsihnya yang patut diakui dan mendapatkan penghargaan
secara jujur dalam perjalanan sejarah bangsanya, atau memang fakta-fakta sejarah
2 Ide Anak Agung Gde Agung, Renville. Jakarta, Puspa Sinarharapan, 1987.
3 Anshari,,dkk, Biografi Politik SULTAN HAMID II Sang Perancang Lambang Negara “ Elang
(21)
karya kebangsaannya telah tenggelam bersama kemelut politik masa lalu sehingga
tidak terangkat kepermukaan.4
Sultan Hamid II ditangkap 5 April 1950 di Hotel Des Indes – Jakarta, oleh Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono IX atas perintah Jaksa Agung RIS
Tirtawinata, dengan tuduhan bersengkongkol dengan pemberontakan Kapten
(KNIL) Raymond Pierre Westerling dari Angkatan Perang Ratu Adil (APRA),
yang ternyata baru diadili pada 25 Februari 1953.5
Sebagai seorang Indonesia, Sultan Hamid II mengatakan bahwa ia harus
menjunjung tinggi putusan yang dijatuhkan oleh Mahkamah Agung sebagai
pengadilan tinggi di Indonesia. Sultan Hamid II diminta oleh Mohammad Hatta
dan kolega lainnya untuk mengajukan Grasi kepada Presiden. Pertimbangan Hatta
agar tak ada dendam politik abadi antar keduanya. Akhirnya, atas desakan
keluarga dan warga Pontianak, Sultan Hamid II mengajukan grasi. Akan tetapi,
keputusan Presiden tanggal 3 September 1953 No.923/G secara resmi menolak
permohonan itu. Sultan Hamid II menjalani sisa masa hukuman penjara hingga
dibebaskan pada 20 Agustus 1958. Sultan Hamid II telah berjiwa besar dengan
menerima dan menghormati putusan Mahkamah Agung atas vonis terhadap
dirinya. walaupun tuduhan atas kasus tersebut jauh dari kebenaran dan
pembuktian yang nyata.6
4 Ibid , hlm. 162. 5
Persadja (Persatuan Djaksa² Seluruh Indonesia), Peristiwa Sultan Hamid II, Jakarta, Fasco, 1953, hlm. 7.
6Anshari,,dkk, Biografi Politik SULTAN HAMID II Sang Perancang Lambang Negara “ Elang
(22)
Dua karya terbaik akhirnya dipilih dan diajukan ke Panitia Lambang
Negara yakni rancangan Sultan Hamid II dan Muhammad Yamin. Akan tetapi,
panitia menolak rancangan Muhammad Yamin. Alasannya, rancangan Yamin
banyak mengandung unsur sinar matahari yang mengesankan adanya pengaruh
fasis Jepang. Pemerintah akhirnya menerima gambar Elang Rajawali Garuda
Pancasila rancangan Sultan Hamid II dan menetapkannya sebagai Lambang
Negara Republik Indonesia Serikat pada 11 Februari 1950. Dalam
perkembangannya, banyak masukan-masukan dari berbagai pihak terhadap
lambang RIS yang baru itu. Beberapa perbaikan pun dilakukan oleh Sultan Hamid
II sehingga menghasilkan Lambang Negara seperti yang kita kenal sekarang ini.
Dalam masa kerjanya yang singkat, dia berhasil menciptakan gambar burung
Elang Rajawali Garuda Pancasila sebagai Lambang Negara Republik Indonesia
Serikat, yang hingga hari ini lambang tersebut digunakan oleh Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).7
Sultan Hamid II memang sosok yang kontroversi untuk posisi “pahlawan
nasional”. Dari masa kecil hingga menjadi Sultan Pontianak ruang lingkupnya sangat berkaitan dengan Kerajaan Belanda. Disini akan terlihat bagaimana posisi
Sultan Hamid II yang pada satu sisi pro daripada Belanda kemudian berjuang juga
mendapatkan kedaulatan bangsa Indonesia serta sumbangsih terbesar beliau
semasa Indonesia masih berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) yaitu
lambang negara yang sampai saat ini menjadi Lambang Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) yaitu Garuda Pancasila.
(23)
Sultan Hamid II berwajah ganda dalam karier politiknya, pro untuk
Kerajaan Belanda maupun Indonesia. Jabatannya ketika pro daripada Kerajaan
Belanda yang berkedudukan di Indonesia, serta beberapa jabatan yang cukup
prestisius mampu dicapainya. Salah satunya menjadi Ketua Bijeenkomst voor
Federaal Overleg (BFO) / Permusyawaratan Negara-negara Federal yang
merupakan produknya Belanda. Peranan Sultan Hamid II dalam KMB tidaklah
semata-mata memperjuangkan BFO dan Federalisme. Kesediaan Belanda
menyetujui penyerahan kedaulatan seluruh wilayah bekas jajahannya di Hindia
Belanda kepada Republik Indonesia Serikat tidak terlepas daripada jasa Sultan
Hamid II yang mampu membujuk Ratu Yuliana selaku Ratu Belanda. Inilah bukti
kelihaian diplomasi dan karena kedekatan Sultan Hamid II yang pernah menjadi
Ajudan/Pengawal Ratu Belanda.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana riwayat hidup Sultan Hamid II ?
2. Bagaimana karier politik Sultan Hamid II dalam percaturan politik di
Indonesia?
2.1.Bagaimana karier politik Sultan Hamid II ketika berpihak pada
Belanda ?
2.2.Bagaimana karier politik Sultan Hamid II dan sumbangsihnya untuk
bangsa Indonesia ?
2.3.Apakah Sultan Hamid II yang merupakan seorang federalis memiliki
(24)
C. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan riwayat hidup Sultan Hamid II semasa kecil hingga
dewasa dan menjadi Sultan Ke-7 Kesultanan Qadriyah Pontianak.
2. Mendeskripsikan karier politik Sultan Hamid II dalam percaturan politik
di Indonesia :
2.1.Mendeskripsikan karier politik Sultan Hamid II ketika berpihak pada
Belanda.
2.2. Mendeskripsikan karier politik Sultan Hamid II dan sumbangsihnya
untuk bangsa Indonesia.
2.3. Mendeskripsikan analisis sikap nasionalisme Sultan Hamid II bagi
Indonesia.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, karya ilmiah ini akan membuka
khasanah tentang sejarah karier politik dan karya Sultan Hamid II dalam
percaturan politik di Indonesia.
2. Bagi lembaga pendidikan, diharapkan penulisan karya ilmiah ini
menyumbang informasi baru bagi dunia pendidikan.
3. Penulisan ini menjadi ajakan bagi generasi muda untuk semakin mengerti
dan memprioritaskan pendidikan bagi dirinya, orang lain, dan negara.
4. Bagi penulis menjadi sebuah tuntunan supaya tetap mendedikasikan
(25)
selalu pantang menyerah dalam melakukan sebuah usaha untuk
hidupnya, orang lain serta bangsa dan negara.
E. Sistematika Penulisan
Makalah yang berjudul “SULTAN HAMID II BERWAJAH GANDA DALAM KARIER POLITIKNYA DI INDONESIA” memiliki sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang penulisan
karya ilmiah, rumusan masalah, tujuan, manfaat, dan
sistematika penulisan.
BAB II : Perjalanan hidup Sultan Hamid II semasa kecil hingga
sampai dewasa dan menjadi Sultan Pontianak ke-7.
BAB III : Karier politik Sultan Hamid II dalam percaturan politik di
Indonesia yang dibagi kedalam sub bab karier politik
Sultan Hamid II ketika berpihak pada Belanda dan
bagaimana karier politik Sultan Hamid II dan
sumbangsihnya untuk bangsa Indonesia serta sikap
nasionalisme beliau.
(26)
9
BAB II
RIWAYAT HIDUP SULTAN HAMID II
A. Kehidupan Masa Kecil Sultan Hamid II Hingga Menjadi Seorang Sultan Pontianak Ke-7
Jika kita membicarakan Sultan Hamid II dalam tataran sejarah
kenegaraaan Indonesia sebenarnya kita tak dapat memisahkan keberadaan
Kesultanan Qadriyah Pontianak yang merupakan satu-satunya kesultanan termuda
di kawasan Nusantara, bahkan di dunia, khususnya termuda di Kalimantan Barat.
Kesultanan ini didirikan pada tanggal 23 Oktober 1771 bersamaan 12 hari bulan
Rajab tahun 1185.9
Pada masa kolonial Pada tahun 1778, kolonialis Belanda dari Batavia
memasuki Pontianak yang dipimpin oleh Willem Ardinpalm. Belanda saat itu
menempati daerah di seberang istana kesultanan yang kini dikenal dengan daerah
Tanah Seribu atau Verkendepaal. Palm kemudian digantikan oleh Wolter Markus
Stuart yang bertindak sebagai Resident van Borneo’s Wester Afdeling I (1179-1784) dengan kedudukan di Pontianak. Semula Sultan Syarif Abdurrahman
Al-Qadrie menolak tawaran kerjasama dengan negeri asing dari Eropa itu. Namun
setelah utusan itu datang untuk kedua kalinya, Sultan Syarif Abdurrahman
AI-Qadrie menerima Belanda sebagai rekan persemakmuran dengan tangan terbuka.
9
Turiman, Peranan Sultan Hamid II Dalam Tataran Sejarah Nasional Yang Terlupakan
Bangsanya, 2011,
(27)
Pada masa pendudukan Jepang kekuasaan Sultan Syarif Muhammad
(Sultan ke 6 Kesultanan Qadriyah Pontianak) redup seketika seiring kedatangan
bala tentara Kekaisaran Jepang ke Pontianak pada tahun 1942. Karena dianggap
dan bersekutu dengan Belanda, Jepang menghancurkan Kesultanan Pontianak dan
beberapa kesultanan-kesultanan Melayu di Kalimantan Barat.10
Selain termuda, kehidupan pemerintahan kesultanan ini berlangsung
relatif singkat, 179 tahun, dan hanya diperintah oleh 8 (delapan) generasi sultan
dari dinasti Al-Qadrie, sejak kelahirannya 1771 sampai dengan Proklamasi
Kemerdekaan RI 1945. Setelah itu, kesultanan ini tidak lebih dari sekedar warisan
budaya yang tidak mempunyai kekuasaan politik apapun lagi.11
Sultan Syarif Hamid Al-Qadrie, atau yang biasa disebut dengan nama
Sultan Hamid II, adalah Sultan ke-7 (1945-1978) Kesultanan Qadriyah Pontianak.
Beliau dilahirkan di Pontianak, Kalimantan Barat pada 12 Juli 1913 bertepatan
dengan 7 Sya’ban 1331 H. Ia adalah putra dari Sultan Pontianak ke-6, Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie dari istri ketiganya Syecha Jamilah Syarwani.
Sejak masa kecil, Sultan Hamid II telah mendapat pendidikan modern.
Semasa kecilnya, ia diasuh oleh seorang gouvernante (pengasuh pendidik) wanita
kebangsaan Inggris bernama Miss Fox yang selalu memanggilnya dengan nama
Max. Sultan Hamid II mempunyai saudara kandung bernama Syarif Machmud
10 Wikipedia Indonesia, Kesultanan Pontianak, 2015,
https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Pontianak, diakses 7 Agustus 2015
11
Turiman, Peranan Sultan Hamid II Dalam Tataran Sejarah Nasional Yang Terlupakan
Bangsanya, 2011,
(28)
Qadrie, ayah dari Syarif Abubakar Al-Qadrie yang kini menjadi Sultan Pontianak.
Selain itu, dia masih mempunyai tujuh orang saudara se-Ayah dari lain Ibu.
Sultan Hamid II dibesarkan di lingkungan Istana Qadriyah, Kesultanan
Pontianak. Ia adalah keturunan dari pendiri Negeri Pontianak bernama Sultan
Syarif Abdurrahman Al-Qadrie. Pontianak adalah negeri panas. Nama Pontianak
yang berasal dari bahasa Melayu ini dipercaya ada kaitannya dengan kisah Syarif
Abdurrahman Al-Qadrie yang sering diganggu oleh hantu Kuntilanak ketika dia
menyusuri Sungai Kapuas. Menurut ceritanya, Syarif Abdurrahman terpaksa
melepaskan tembakan meriam untuk mengusir hantu itu sekaligus menandakan
dimana peluru meriam itu jatuh, maka di sanalah wilayah kesultanannya didirikan.
Peluru meriam itu jatuh di dekat persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai
Landak, yang kini dikenal dengan nama kampung Beting. Peluru meriam yang
ditembakan Syarif Abdurrahman Al-Qadrie pada 1771. Peluru yang jatuh di
antara tiga ruas persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak itu kemudian
menjadi batas territorial Pontianak. Syarif Abdurrahman Al-Qadrie kemudian
menjadi Pendiri sekaligus Sultan Pertama Kesultanan Pontianak yang berada di
tepi barat Pulau Borneo atau Kalimantan.
Pontianak sebagai negeri Melayu, merupakan Kesultanan Melayu termuda
pada zamannya di Kepulauan Melayu (the Malay Archipelago). Di bawah
Kesultanan Pontianak, kemajuan pemerintahan dalam berbagai aspek berkembang
dalam rezim masing-masing Sultan.
Pontianak berkembang menjadi pusat perdagangan, pemerintahan, dan
(29)
negara berbentuk kesultanan ini menunjukan suatu peradaban yang di dalamnya
termasuk peradaban intelektualitas, gagasan modernisasi, strategi perdagangan,
pemerintahan, dan politik. Dalam periode yang panjang bentuk negara Pontianak
adalah kesultanan dengan sistem pemerintahan aristokrasi absolut Islam. Ini
menegaskan identitas bahwa Pontianak adalah negeri Islam. Sebab, pancang
pertama bangunan yang dialaskan di Bandar negeri adalah tiang fondasi masjid.
Hari ini masjid itu bernama Jami’ Sultan Syarif Abdurrahman. Itulah
bangunan pertama di Pontianak. Letak masjid ini berdekatan dengan Istana
Qadriyah, yang tidak jauh dari simpang Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Di
sebelah utara negeri Pontianak, terdapat Tugu Khatulistiwa yang berada tepat
digaris lintang nol derajat bumi, yang juga berdekatan dengan makam para wali
atau Sultan-sultan Pontianak.
Syarif Abdurrahman Al-Qadrie adalah anak dari seorang pendakwah asal
negeri Trim (Tarim) di Hadramaut-Yaman Selatan yang bernama Habib Husein
Al-Qadrie. Habib Husein Al-Qadrie dan ketiga kawannya menyebar dakwah
Islam di Kepulauan Melayu. Konon, dia adalah keturunan dari ahlul bait, yaitu
darah terdekat dari Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Hal tersebut dapat dilihat
dari zuriyat (silsilah) yang terbukti, mulai dari pasangan Khalifah Ali bin Abu
Thalib dan Batimah (putri Nabi Muhammad) yang memiliki anak bernama Hasan
dan Husein, bin Abu Thalib. Garis keturunan ini berlanjut hingga ke Habib
Husein Al-Qadrie, Syarif Abdurrahman Al-Qadrie, dan para keturunannya.
(30)
Pada tahun 1778 (1192 H) gelarnya sebagai Sultan ditabalkan dihadapan
beberapa penguasa Kesultanan Riau-Lingga. Begitu juga pemimpin dari sejumlah
kesultanan, termasuk Matan, Sukadana, Kubu, Simpang, Landak, Mempawah,
Sambas, Banjar, dan lainnya. Syarif Abdurrahman Al-Qadrie menjadi Sultan
Pertama Kesultanan Pontianak sejak 1 September 1778 hingga 28 Februari 1808.
Kemudian gelarnya sebagai Sultan digantikan oleh anaknya. Sultan Syarif Kasim
Al-Qadrie (1808-1819) sebagai Sultan ke-2. Selanjutnya berturut-turut digantikan
oleh Sultan Syarif Usman Al-Qadrie (1819-1855) sebagai Sultan ke-3, Sultan
Syarif Hamid Al-Qadrie (1855-1872) sebagai Sultan ke-4, Sultan Syarif Yusuf
Qadrie (1872-1895) sebagai Sultan ke-5, dan Sultan Syarif Muhammad
Al-Qadrie (1895-1944) sebagai Sultan ke-6.
Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie bertahta dari 15 Maret 1895 hingga
ditangkap dan dibunuh tentara Jepang pada 24 Juni 1944. Setelah masa
interregnum atau kekosongan pemerintahan dari 24 Juni 1944 – 23 Oktober 1945 karena kedudukan Jepang di Kalimantan Barat dan bersamaan dengan masa
Perang Dunia II, Syarif Hamid Al-Qadrie (Sultan Hamid II) diangkat menjadi
Sultan Pontianak ke-7.12
Ketika Jepang mengalahkan Belanda dan Sekutunya, pada tanggal 10
Maret 1942 ia turut tertawan sampai pada bulan Agustus 1945 dan dibebaskan
ketika Jepang menyerah kepada sekutu dan mendapat kenaikan pangkat menjadi
kolonel. Dan ketika ayahnya mangkat, karena korban agresi Jepang, pada tanggal
29 Oktober 1945 ia diangkat menjadi Sultan Pontianak menggantikan ayahnya
12 Anshari,,dkk, Biografi Politik SULTAN HAMID II Sang Perancang Lambang Negara “ Elang
(31)
dengan gelar Sultan Hamid II.13
Pengangkatan Sultan Hamid II sebagai Sultan
ke-7 Kesultanan Pontianak, karena memang dia adalah satu-satunya putera dari
Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie yang selamat dari penangkapan dan
pembunuhan oleh Jepang.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia diumumkan pada 17 Agustus
1945 di Jakarta, situasi politik di Pontianak masih belum stabil karena berita
tentang kemerdekaan Indonesia sangat terlambat sampai ke Pontianak. Dengan
kebesaran jiwanya, Kesultanan Pontianak yang juga di pimpin Ketua DIKB yaitu
Sultan Hamid II pada tanggal 17 Agustus 1950 menyerahkan mandat
pemerintahan teritorialnya kepada NKRI. Kini wilayah Daerah Kalimantan Barat
menjadi Provinsi Kalimantan Barat yang telah dibentuk pada tahun 1956.14
Berbeda statusnya dengan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan
Kadipaten Pakualaman yang mengatakan kepada Presiden RI, bahwa daerah
Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman bergabung ke dalam Negara RI.
Bergabung menjadi satu kesatuan yang dinyatakan sebagai Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY). Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII
sebagai Kepala Daerah, dan Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab langsung
kepada Presiden RI. Hal tersebut dinyatakan dalam:
1. Piagam kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam
VIII pada tanggal 19 Agustus 1945 dari Presiden RI.
13
Nanang, Mencari Telur Garuda, Jakarta, Nalar, 2008, hlm. 27.
(32)
2. Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII pada
tanggal 5 September 1945 (dibuat secara terpisah).
3. Amanat Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII pada
tanggal 30 Oktober 1945 (dibuat dalam satu naskah).
Dalam perjalanan selanjutnya kedudukan DIY (Daerah Istimewa
Yogyakarta) sebagai Daerah Otonom setingkat Provinsi sesuai dengan maksud
pasal 18 undang Dasar 1945 (sebelum perubahan) diatur dengan
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Undang-Undang-undang Pokok Pemerintahan
Daerah. Sebagai tindak lanjutnya kemudian Daerah Istimewa Yogyakarta
dibentuk dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah Istimewa Yogyakarta Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950
sebagaimana telah diubah, dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor
9 Tahun 1955 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 71, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 1819) yang sampai saat ini masih berlaku. Dalam undang-undang
tersebut dinyatakan DIY meliputi Daerah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat,
dan Daerah Kadipaten Pakualaman. Pada setiap undang-undang yang mengatur
Pemerintah Daerah, dinyatakan keistimewaan DIY tetap diakui, sebagaimana
dinyatakan terakhir dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.15
Sultan Hamid II merupakan anak ke-7 dari 9 bersaudara, 1 saudara
kandung satu ibu. Hasil pernikahan Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie dengan
Syecha Jamilah Syarwani melahirkan 2 anak, Syarif Hamid Al-Qadrie (Sultan
15,Daerah Istimewa Yogyakarta, 2015,
(33)
Hamid II) dan Syarif Mahmud Al-Qadrie bergelar Pangeran Agung. Secara
berturut-turut anak kandung Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie adalah Syarif
Usman Al-Qadrie bergelar Pangeran Adipati Negara (Putera Mahkota), Syarif
Abdul Mutalib Al-Qadrie bergelar Pangeran Muda, Syarifah Syarifah Al-Qadrie
bergelar Ratu Cikra Kesuma, Syarifah Hadijah Al-Qadrie bergelar Ratu Perbu
Wijaya, Syarifah Fatimah Al-Qadrie bergelar Ratu Anom Bendahara, Syarif
Hamid Al-Qadrie (lebih dikenal dengan sebutan Sultan Hamid II), Syarifah
Maryam Qadrie bergelar Ratu Laksamana Sri Negara, Syarif Mahmud
Al-Qadrie bergelar Pangeran Agung, dan anak bungsunya bernama Syarifah
Maimunah Al-Qadrie bergelar Ratu Kesuma.
Pada peristiwa pembantaian Jepang, 24 Januari 1944, karena dianggap
memberontak dan bersekutu dengan Belanda, Jepang menghancurkan Kesultanan
Pontianak. Tak hanya melakukan penangkapan-penangkapan, Jepang juga
melakukan penyiksaan dan pembunuhan massal terhadap ribuan orang Pontianak
dan Kalimantan Barat. Pada 28 Juni 1944, Jepang menghabisi semua anggota
keluarga Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie beserta sanak keluarga dan kerabat
kesultanan, pemuka adat, candekiawan, dan tokoh masyarakat Pontianak, pun
para sultan-sultan dan masyarakat di Kalimantan Barat. Tragedi berdarah ini
kemudian dikenal dengan sebutan “Peristiwa Mandor”.16
Sejak masih kecil Sultan Hamid II memang anak yang pintar, cerdas, dan
pemberani. Ia dipersiapkan ayahnya sebagai penerus mahkota Kesultanan
Pontianak. Sejak kecil hingga dewasa ia memperoleh pendidikan modern di
16
Anshari,,dkk, Biografi Politik SULTAN HAMID II Sang Perancang Lambang Negara “ Elang
(34)
berbagai tempat. Sebagai putra Sultan yang pintar dan cerdas, ia bisa diterima
bersekolah di sekolah yang diperuntukan bagi anak-anak orang Belanda dan
Eropa. Dengan demikian tidak mengherankan bila kemudian Sultan hamid II
menguasai sedikitnya lima bahasa asing dengan aktif.
Saat berusia 7 tahun, Hamid diajak ke Batavia oleh Miss Fox dan Miss
E.M. Curties. Hamid mulai belajar di Sekolah Rendah Pertama di Europeesche
Lagere School (ELS) di Pontianak, Sukabumi, dan di Yogyakarta. Dikarenakan
pekerjaan kedua Ibu asuhnya itu yang berpindah-pindah mengharuskan juga ia
harus berpindah dari satu kota ke kota lain. Ketika sekolah di ELS Yogyakarta,
Hamid bertemu dengan teman sekelasnya yang juga merupakan seorang putra
mahkota Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat bernama Dorodjatun (Sultan
Hamengkubuwono IX). Setamat dari ELS di Yogyakarta keduanya berpisah.
Hamid kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah pada Hogeere
Burger School (HBS) di Bandung dan HBS V di Malang 1932. Setelah tamat di
HBS pada 1932 beliau melanjutkan pendidikannya pada tingkat Perguruan Tinggi
sebagai mahasiswa di Technische Hooge School (THS), Fakultas: de Faculteit van
Technische Wetenschap, Jurusan: de afdeeling der Weg en Waterbouw (arsitektur)
di Bandung. THS kemudian berubah menjadi Institut Teknologi Bandung (ITB)
hingga sekarang.
Namun, pendidikan di THS hanya dijalani Hamid selama satu tahun.
Karena dia lebih tertarik untuk masuk ke Akademi Militer di Negeri Belanda.
(35)
Melayu yang diterima masuk untuk mengikuti pendidikan di Koninklijk Militaire
Academie (KMA) di Breda, sebuah akademi militer elit dan ternama di Belanda.
Hamid lulus di KMA Breda pada tahun 1938, kemudian dilantik sebagai
perwira dengan pangkat letnan dua pada Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger
(KNIL), yakni Kesatuan Tentara Hindia Belanda. Dalam karier Militer, Sultan
Hamid II pernah ditugaskan di Malang, Bandung, Balikpapan, dan beberapa
tempat lainnya.17
Pada 31 Mei 1938, Hamid melangsungkan pernikahan dengan Marie van
Delden di Malang. Sultan Hamid II beristerikan seseorang perempuan bangsa
Belanda yaitu Marie van Delden (yang diberi gelar Ratu Mas Mahkota Didie
Al-Qadrie) anak dari Kapten van Delden kelahiran Surabaya, 5 Januari 1915. Kapten
van Delden adalah Perwira KNIL berkebangsaan Belanda. Dari pernikahannya
mereka dikaruniai 2 orang anak, anak pertama bernama Syarifah Zahra AI-Qadrie
(Edith Denise Corry AI-Qadrie) yang lahir di Malang pada 26 Februari 1939 dan
yang kedua Syarif Yusuf AI-Qadrie (Max Nico AI-Qadrie ) yang lahir di Malang
pada 11 Januari 1942.
Jabatan yang diduduki Sultan Hamid II adalah Letnan Dua KNIL 1938
yang pernah melawan tentara Jepang pada tahun 1941 di Tarakan dan Balikpapan,
Provinsi Kalimantan Timur. Anggota KNIL sebagian besar adalah orang-orang
pribumi Indonesia sebagai prajurit rendahan. Sementara itu, para perwira KNIL
umumnya adalah orang-orang Belanda. Tradisi KNIL sebagai tentara kolonial
yang rasis terus dipelihara. Hanya orang-orang Belanda saja yang diprioritaskan
(36)
sebagai perwira KNIL. Hanya sedikit orang pribumi yang menjadi perwira KNIL.
Pemuda Indonesia yang menjadi perwira KNIL umumnya berasal dari keluarga
terpandang, yang memiliki pendidikan yang cukup baik pada zaman kolonial.18 Ada pembatasan jenjang karir, Pangkat tertinggi perwira KNIL dari kalangan
pribumi hanya sampai pangkat Letnan Kolonel saja. Ada beberapa bekas KNIL
yang masih ingin menjadi tentara kolonial, mereka menganggap RI tidak cukup
mapan. Mereka juga merasa bahwa RI masihlah rapuh. Bekas perwira ini
kemudian mencapai pangkat menengah diatas Letnan Kolonel. Sultan Hamid II
menjadi Jenderal Mayor dalam dinas militer Belanda semasa revolusi
kemerdekaan Indonesia.19
Setelah keluar dari tahanan militer Jepang tahun 1945. Sultan Hamid II
naik pangkat dari kapten menjadi mayor, lalu menjadi letnan kolonel. Hanya
selang beberapa bulan menyandang pangkat letnan kolonel, Sultan Hamid II naik
pangkat menjadi kolonel. Sultan Hamid II memperoleh kenaikan pangkat sangat
istimewa, karena langsung mengantongi dua bintang di pundak sekaligus, yakni
Mayor Jenderal KNIL setelah ditetapkan menjadi Sultan Pontianak pada 29
Oktober 1945.20 Jabatan lain Sultan Hamid II adalah Sultan Pontianak ke-7 (1945-1978), Ajudan Istimewa Ratu Belanda 1946, Kepala Daerah Istimewa Kalimantan
Barat (DIKB) 1947 s/d 1950, Ketua Delegasi BFO pada KMB di Den
18 Petrik, Pribumi Jadi Letnan KNIL, Yogyakarta, Trompet, 2011, hlm. 3. 19 Ibid., hlm. 102.
20
Keterangan dari Max Yusuf Al-Qadrie, Sekretaris Pribadi Sultan Hamid II dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Sultan Hamid II, 2012 dalam buku: Anshari,,dkk, Biografi Politik SULTAN
HAMID II Sang Perancang Lambang Negara “ Elang Rajawali-Garuda Pancasila”, Pontianak, TOP Indonesia, 2013, hlm. 29-30.
(37)
Haag/Belanda, Anggota Dewan Formatur Kabinet RIS dan Menteri Negara
Zonder Portofolio tahun 1949.
Dalam perjuangan federalisme, Sultan Hamid II memperoleh jabatan
penting sebagai wakil dari negara Kalimantan Barat dan selalu turut serta dalam
perundingan-perundingan Malino, Denpasar, BFO, BFC, IJC, dan KMB di
Indonesia dan negeri Belanda 1949. Sultan Hamid II kemudian memperoleh
jabatan atau kepercayaan sebagai Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN
Koningin der Nederlanden, yakni sebuah pangkat tertinggi sebagai asisten Ratu
Kerajaan Belanda, selain itu, ia juga orang Indonesia pertama yang memperoleh
pangkat tertinggi dalam kemiliteran. Sewaktu RIS dibentuk, berdasarkan
Kep.Pres.RIS No.2 Tahun 1949 tanggal 20 Desember 1949, ia diangkat menjadi
Menteri Negara Zonder Portofolio dan selama menjadi Menteri Negara ia ditugasi
oleh Bung Karno untuk merencanakan, merancang, dan merumuskan gambar
lambang negara.21
B. Antara Federalis dan Unitaris
Pada awal kemerdekaan, Belanda belum mampu merelakan Indonesia
merdeka. Berbagai cara dilakukan oleh Belanda untuk merebut Indonesia kembali,
melalui agresi-agresinya hingga perjanjian-perjanjian yang dilakukannya dengan
Indonesia. Perjanjian-perjanjian yang dilakukan oleh Belanda cenderung
menyimpan niat untuk menginginkan Indonesia menjadi negara federal.
Keinginan Belanda kemudian terwujud dengan dilakukannya Konferensi Meja
(38)
Bundar (KMB) pada 1949, salah satu hasilnya adalah pengakuan kedaulatan
Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Belanda pada 27 Desember 1949.
B.1. Federalis
Setelah Sultan Hamid II naik tahta di Kesultanan Pontianak, dia mencoba
menata keadaan Kesultanan yang telah berantakan akibat keganasan tentara
Jepang. Dianggap memberontak dan bersekutu dengan Belanda, Jepang
menghancurkan Kesultanan Pontianak. Peristiwa Mandor adalah peristiwa
pembantaian massal pada akhir 1943 dan puncaknya pada 28 Juni 1944. Peristiwa
yang terjadi di Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak, Provinsi Kalimantan
Barat, dikenang dengan istilah Tragedi Mandor Berdarah yaitu telah terjadi
pembantaian massal tanpa batas etnis dan ras oleh tentara Jepang. Kiyotada
Takahashi, Presiden marutaka House Kogyo Co. Ltd, mantan opsir bala tentara
Jepang di Kalimantan Barat menjelaskan bahwa sebanyak 21.037 orang warga
Kalimantan Barat dibunuh di Mandor.22 Kemudian disampaikan pula dari kesaksian Yamamoto, seorang Kepala Kempeitai di Borneo Barat, bahwa jumlah
korban mencapai angka sekitar 50 ribu orang.23 Di antara para korban, terdapat 48 tokoh, cendekiawan, dan keluarga-keluarga kesultanan. Selain Sultan Syarif
Muhammad Al-Qadrie yang berusia 74 tahun dari Kesultanan Pontianak yang
menjadi korban pembantaian oleh tentara Jepang, ada Pangeran Adipati (putra
22
Anshari Dimyati, Kalimantan Barat di Antara Jepang dan Indonesia, LenteraTimur.com, Minggu, 1 Juli 2012. diakses pada 20 Juli 2015.
23 Syafaruddin Usman, Peristiwa Mandor Berdarah: Eksekusi massal 28 Juli 1944 Oleh Jepang,
(39)
Sultan Pontianak, 31 tahun), Gusti Saunan (Panembahan Ketapang, 44 tahun),
Muhammad Ibrahim (Sultan Sambas, 40 tahun).24
Saat-saat pembantaian dilukiskan cukup detail. Para korban antre berjajar
menghadap lubang, lalu secara beruntun dipancung dengan pedang samurai.
Pembantaian ini dikisahkan pula oleh Tsuno Iseki, orang Jepang yang pernah
tinggal di Kalimantan Barat pada 1928-1946 dan fasih berbahasa Indonesia,
dalam buku berjudul Peristiwa Pembantaian Penduduk Borneo Barat: Pembuktian
Peristiwa Pontianak yang terbit Juli 1987 di Jepang. Taizo Watanabe ketika
menjabat Duta Besar Jepang untuk Indonesia pernah berkunjung ke Makam Juang
Mandor ini. Sejarah gelap pendudukan Jepang di Kalimantan Barat memang tak
mungkin terlupakan.25
Sebagai Sultan Pontianak, ia kemudian mengajak para Sultan,
Penembahan, Temenggung, serta tokoh masyarakat dari berbagai lapisan dan
kelompok etnik untuk membangun pemerintahan di Kalimantan Barat dengan
sistem pemerintahan modern.
Maka, setelah menghadiri Konferensi Malindo pada 15 – 25 Juli 1946 di Sulawesi Selatan, Sultan Hamid II bersama 40 tokoh Kalimantan Barat pada 22
Oktober 1946, menandatangani Deklarasi pembentukan Dewan Borneo Barat di
Pontianak.26 Dalam bentuk ikatan Federasi Borneo Barat, konteks hubungan dengan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) di kemudian hari, para
Deklarator Dewan Borneo Barat menyepakati Residen Borneo Barat Berubah
24
Anshari,,dkk, Biografi Politik SULTAN HAMID II Sang Perancang Lambang Negara “ Elang
Rajawali-Garuda Pancasila”, Pontianak, TOP Indonesia, 2013, hlm. 40-41.
25
Ibid., hlm. 41-42. 26
Aju & Syafaruddin Usman, “J.C. Oevaang Oeray, Langkah dan Perjuangannya”, Pontianak, Samudera mas, 2012, hlm. 82.
(40)
Menjadi Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB), yaitu sebuah negara otonom
dengan persemakmuran Uni Indonesia – Belanda.
Perlu dipahami, ketika proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 oleh
Soekarno, Mohammad Hatta, dan rekan sejawatnya, Kalimantan Barat belum
menjadi bagian dari Negara Republik Indonesia. Pemerintah DIKB berlaku efektif
sejak 12 Mei 1947. Keberadaan DIKB diperkuat Residen Borneo Barat dengan
Surat Keputusan tanggal 10 Mei 1948 Nomor 161. Sebelumnya pada tahun 1948
keluar pula Besluit Luitenant Gouvernur Generaal tanggal 2 Mei 1948 Nomor 8
Staatblad Lembaran Negara 1948/58 yang mengakui Kalimantan Barat berstatus
Daerah Istimewa (Negara Otonom yang tegak berdiri sendiri, dengan status
Persemakmuran dengan Negara Kerajaan Belanda).27
Ketika kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat
(RIS) tanggal 27 Desember 1949, Kalimantan Barat tetap berstatus Daerah
Istimewa (DI)/Autonomous State hingga RIS dibubarkan 17 Agustus 1950.28 Sultan Hamid II adalah seorang federalis seratus persen. Prinsip inilah
yang kemudian membuatnya berbenturan dengan kaum republiken (unitaris), para
penganut paham negara Kesatuan yang menginginkan adanya dominasi atau
sentralisasi kekuasaan. Ide negara federal Sultan Hamid II bertujuan menciptakan
sistem negara yang mengandung makna keadilan dan kesejahteraan serta lebih
mampu memakmurkan rakyat. Pemerintahan wilayah sendiri yang otonom
melalui independensi pengelolaan internal dari setiap negara-negara bagian yang
27
Turiman Fachturahman, Sejarah Hukum Daerah Istimewa Kalimantan Barat, Pontianak, Borneo Tribun, selasa,7 Agustus 2007
28
Anshari,,dkk, Biografi Politik SULTAN HAMID II Sang Perancang Lambang Negara “ Elang
(41)
ada melalui sistem federasi/serikat, dianggap lebih dapat menjawab berbagai
macam persoalan.
’’..Maka usaha Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO) atau Badan Permusyawaratan Federal, sejak lahirnya organisasi ini, ditujukan pada
tercapainya kemerdekaan Tanah Air kita, kemerdekaan untuk segenap bagian
Tanah Air kita, dan untuk mencapai suatu persatuan yang dapat menjamin
kemerdekaan, baik bagi seluruhnya maupun untuk bagian-bagiannya…,’’ demikian petikan singkat pidato Sultan Hamid II dalam Konferensi Meja Bundar
di Den Haag, 23 Agustus – 2 Nopember 1949.
Dibagian lain, Sultan Hamid II menegaskan, “Dalam memperjuangkan kemerdekaan bagi Nusa dan Bangsa, timbullah keyakinan saya, bahwa bentuk
federalism itulah yang paling baik bagi Negara Indonesia”.29
Sampai akhir
hayatnya, Sultan Hamid II berkeyakinan bahwa konsep atau bentuk Negara
Federal adalah merupakan solusi agar Indonesia menjadi negara yang kuat,
makmur, dan sejahtera.
Melihat bahwa Sultan Hamid II adalah seorang Federalis maka tentunya
ada beberapa faktor yang mendorong ia berhaluan paham federalisme.
Keberadaan Kesultanan Pontianak sebagai faktor sosiologis dan psikologis yang
membentuk karakter Sultan Hamid II menjadi seorang federalisme sejati.
Kelahiran kesultanan Qadriah Pontianak bersamaan pula dengan telah berpijak
dan bercokol sangat kuatnya kolonialisme dan imperialisme Barat, sehingga
kehidupan dan perkembangan kesultanan ini ditekan dan diarahkan bagi
29
Anshari Dimyati, Sultan Hamid II, Meneroka Akar Perkara Makar, Jakarta, Lentera Timur.com, 2012.diakses pada 20 Juli 2015.
(42)
kepentingan imperialisme tersebut. Ini berarti bahwa hubungan, Kesultanan
Pontianak dan Sultan serta para kerabat istana dan rakyatnya, disatu pihak, dengan
pemerintah kolonialisme Belanda bersama pejabatnya, dilain pihak, menunjukkan
hubungan imperialistis, tidak seimbang dan eksploitatif.
Dari masa kecil dan pendidikan yang diperoleh Sultan Hamid II ia
satu-satunya Putra Sultan di Kepulauan Melayu dan sebagian kecil orang Indonesia
yang diterima masuk akademi militer elit dan ternama di Belanda. Sementara
melihat faktor eksternalnya, Sultan Hamid II yang merupakan pengecualian dari
sikap diskriminasi Hindia Belanda terhadap anggota KNIL yang berasal dari
Indonesia. Bahkan setelah keluar dari tahanan militer Jepang tahun 1945, Sultan
Hamid II naik pangkat dari kapten menjadi mayor, lalu menjadi letnan kolonel.
Hanya selang beberapa bulan menyandang pangkat Letnan kolonel, Sultan Hamid
II naik pangkat menjadi kolonel. Tahun 1945 itu pula beliau memperoleh
kenaikan pangkat sangat istimewa, karena langsung mengantongi dua bintang di
pundak sekaligus, yakni Mayor Jenderal KNIL setelah ditetapkan menjadi Sultan
Pontianak pada 29 Oktober 1945. Jadi di dalam sejarah KNIL di Indonesia, Sultan
Hamid II mendapat perlakuan yang amat sangat istimewa.30
Mayor Jenderal adalah pangkat militer tertinggi di KNIL yang berhasil
diraih seorang putra Indonesia selama masa Hindia Belanda. Kala itu, usianya
masih 33 tahun. Kemudian, pada tahun 1949, Sultan Hamid II diangkat sebagai
Ajudan Istimewa Ratu Kerajaan Belanda (Adjudant in Buitengewone Dienst van
30
Keterangan dari Max Yusuf Al-Qadrie, Sekretaris Pribadi Sultan Hamid II dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Sultan Hamid II, 2012 dalam buku: Anshari,,dkk, Biografi Politik SULTAN
HAMID II Sang Perancang Lambang Negara “ Elang Rajawali-Garuda Pancasila”, Pontianak, TOP Indonesia, 2013, hlm. 29-30.
(43)
HM Koningin der Nederlander), yaitu Ratu Wilhelmina (Wilhelmina Helena Piline Marie van Orange Nassau). Jabatan prestius lain yang dipegang Sultan
Hamid II pada tahun 1949 adalah sebagai Wakil Mahkota di Indonesia.31
B.2. Unitaris
Dalam perjalanan sejarah pembentukan Negara Indonesia di awal
kemerdekaan, Sultan Hamid II sebagai Kepala Daerah Istimewa Kalimantan Barat
(DIKB) adalah seorang federalis. Dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den
Haag-Belanda, kedudukannya setara dengan Mohammad Hatta selaku ketua
delegasi Negara Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta. Sedangkan
Sultan Hamid II adalah ketua delegasi Negara-Negara federal yang tergabung
dalam Badan Permusyawaratan Federal atau Bijeenkomst voor Federaal Overleg
(BFO).
Di samping banyak usaha untuk menegakkan kekuasaan RI, di Kalimantan
terdapat usaha yang merintangi pembinaan kekuasaan RI, terutama kaum politisi
tua yang kebanyakan berasal dari kalangan aristocrat. Tokoh utamanya adalah
Sultan Hamid II dari Pontianak. Mereka tidak memiliki kekuatan militer atau
pengikut yang banyak tetapi dilindungi oleh NICA dengan KNILnya, maka
mereka ini nanti yang mendominir perkembangan politik. Hal ini terbukti nanti
dalam persetujuan Linggarjati yang melepaskan Kalimantan dari RI. Hanya
31
(44)
setelah NICA tidak menjadi pelindung lagi (sesudah KMB) kekuatan mereka akan
rontok, sedangkan kekuatan RI yang akan muncul sebagai pemenangnya.32
Kekuatan pasukan KNIL mengalami penurunan setelah Perang Dunia II
berakhir dan Belanda ingin kembali menguasai Indonesia dengan melancarkan
Agresi Militer I dan II. Sebagian besar pasukan KNIL, antara lain Abdul Harris
Nasution, Oerip Sumoharjo, Alex Kawilarang dan yang lainnya, pada masa itu
sudah terpengaruh ide revolusi kemerdekaan Republik Indonesia.
Dengan berdirinya negara Republik Indonesia dan TNI serta diakui
kedaulatannya oleh Belanda pada tangal 27 Desember 1949 dalam bentuk
Republik Indonesia Serikat (RIS), maka pada tahun 1950 KNIL dibubarkan.
Berdasarkan keputusan kerajaan Belanda tanggal 20 Juli 1950, setelah berumur
120 tahun, terhitung tanggal 26 Juli 1950 KNIL dinyatakan dibubarkan.
Berdasarkan hasil keputusan Konferensi Meja Bundar, mantan tentara KNIL yang
jumlahnya diperkirakan 60.000 yang ingin masuk ke Angkatan Perang Republik
Indonesia Serikat (APRIS) harus diterima dengan pangkat yang sama. Beberapa
dari mereka kemudian di tahun 70-an mencapai pangkat Jenderal TNI. Jumlah
orang KNIL dari Ambon sekitar 5.000 orang, yang sebagian besar ikut dibawa ke
Belanda dan tinggal di negeri kincir angin.33
Kemenangan Presiden Soekarno dan Menteri Pertahanan Sultan
Hamengkubuwono IX dari kelompok unitaris, memasuki tahun 1950, di mana
Indonesia berubah secara drastis dari RIS (Republik Indonesia Serikat) menjadi
32
Moedjanto, Indonesia Abad Ke-20 Dari Kebangkitan Nasional Sampai Linggarjati, Yogyakarta, Kanisius, 1988, hlm. 136-137.
33
Anshari,,dkk, Biografi Politik SULTAN HAMID II Sang Perancang Lambang Negara “ Elang
(45)
Negara Kesatua Republik Indonesia (NKRI). Selanjutnya pada tanggal 28
September 1950, Indonesia diterima menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) yang ke-60. Hal ini berarti bahwa kemerdekaan Indonesia secara resmi
diakui oleh dunia Internasional. Pada tanggal 17 Agustus 1950, dengan resmi RIS
dibubarkan dan dibentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan
menggunakan UUDS 1950 sebagai konstitusinya.34
Sementara status Kesultanan Pontianak saat itu daerahnya kemudian
menjadi bagian dari Provinsi Administratif Kalimantan. Setelah pembubaran
Republik Indonesia Serikat pada 17 Agustus 1950, wilayah Kesultanan Pontianak
menjadi bagian Provinsi Kalimantan Barat. Satu tahun setelah Kaliamantan Barat
bergabung dengan NKRI pada tahun 1951, keluarlah Surat Keputusan Menteri
Dalam Negeri, tanggal 8 September 1951 Nomor Pem 20/6/10 yang menyatakan,
bahwa yang mencakup segala ketentuan pembagian secara administratif Daerah
Kalimantan Barat atau DIKB, yang dahulu dikenal dengan “Residentie
Westerafdeling van Borneo” dan menjadi Daerah Kalimantan Barat dibagi
menjadi enam Daerah Kabupaten administratif, yakni 1.Kabupaten Pontianak,
2.Kabupaten Ketapang, 3.Kabupaten Sambas, 4.Kabupaten Sintang, 5.Kabupaten
Sanggau, 6.Kabupaten Kapuas Hulu dan sebuah daerah Kota Administratif
Pontianak.
Pada tahun 1953 keluar Undang-undang Darurat Nomor 2 Tahun 1953
yang mulai berlaku dari tanggal 7 Januari 1953 yang mengacu atau berdasarkan
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1948. Di pasal 1 digariskan, Daerah Provinsi
(46)
Kalimantan yang bersifat administratif. Bentuk dan sifatnya sebagaimana diatur di
dalam Peraturan Pemerintahan RIS Nomor 21/1950, yang dimaksudkan adalah
DIKB yang kemudian menjadi Daerah Otonom Provinsi Kalimantan yang berhak
mengatur rumah tangganya sendiri. Pada tanggal 7 Januari 1953 Undang-undang
Darurat Nomor 2 Tahun 1953 Tentang Pembentukan Resmi Daerah Otonom
Kabupaten/Daerah Istimewa Tingkat Kabupaten/Kota Besar dalam Lingkungan
Daerah Provinsi Kalimantan Barat.
Kemudian untuk melaksanakan Undang-undang Darurat Nomor 2 Tahun
1953 Pemerintahan Republik Indonesia mengeluarkan Undang-undang Nomor 27
Tahun 1959 yang disahkan pada tanggal 26 Juni 1959 dan patut diketahui, bahwa
pada tahun 1956 sebelumnya daerah-daerah otonom Provinsi Kalimantan Barat,
Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur mencabut Undang-undang Darurat
Nomor 2 Tahun 1953. Ini berarti implikasi hukum Undang-undang Nomor 25
Tahun 1956 memecah Provinsi Kalimantan menjadi 3 Provinsi Otonom.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor Des 52/10/56
tanggal 12 Desember 1956 ditetapkan Undang-undang tersebut yang mulai
berlaku pada 1 Januari 1957. Dengan demikian sejak tanggal 1 Januari 1957,
Kalimantan Barat menjadi Daerah Otonom Provinsi. Semenjak itulah, tiap tanggal
1 Januari, selalu dirayakan sebagai hari lahir Pemerintah Provinsi Kalimantan
Barat.35
(47)
30
BAB III
KARIER POLITIK SULTAN HAMID II
A. Karier Politik Sultan Hamid II Ketika Berpihak Pada Belanda 1. Terlibat Perang Melawan Jepang Tahun 1941
Dalam karier militernya, Sultan Hamid II terlibat dalam pertempuran
sengit melawan pendudukan militer Jepang di Balikpapan, Provinsi Kalimantan
Timur. Dalam rangka menginvasi wilayah di Asia Tenggara, maka kota yang
sangat kaya raya minyak, Tarakan dan Balikpapan di Kalimantan Timur adalah
dua kota yang diserang Jepang di Indonesia, setelah sukses memporakporandakan
Pangkalan Militer terbesar Amerika Serikat di Pearl Harbour Pulau Oahu, Hawaii,
sebelah barat Honolulu, 8 Desember 1941. Lima jam setelah insiden Pearl
Harbour, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Tjarda van Starkenborg Stachouwer,
menyatakan perang terhadap Jepang.
Penyerbuan wilayah Provinsi Kalimantan Timur, sudah dimulai Jepang
dengan merebut Kota Tarakan tanggal 11 Januari 1942. Satu hari kemudian, 12
Januari 1942, militer Belanda menyerah kepada Jepang di Tarakan. Setelah
berhasil merebut Tarakan tanggal 11 Januari 1942, Balikpapan tanggal 24 Januari
1942, kemudian Pontianak (Kalimantan Barat) pada 29 Januari 1942, Samarinda
(Kalimantan Timur) pada 3 Februari 1942, militer Jepang melanjutkan invasi ke
wilayah Pulau Jawa. Tapi penyerbuan terhadap Balikpapan, 23-24 Januari 1942,
(48)
Hamid II terluka. Dalam keadaan terluka Sultan Hamid II dilarikan ke Surabaya,
lalu ke Malang.31
Tentara Hindia Belanda sendiri tak mampu mengatasi serangan dari
tentara Jepang. Lalu kemudian menyerah pada 10 Maret 1942, setelah diserang
dari udara, laut dan darat. Sebagai perwira KNIL, Sultan Hamid II masuk dalam
target penangkapan oleh Jepang, ia kemudian ditangkap dan ditahan oleh militer
Jepang di Batavia pada tahun 1942 sebagai tahanan perang dan baru dibebaskan
tiga setengah tahun kemudian. Ketika Soekarno-Hatta memproklamirkan
kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Pasca Perang Dunia II tahun 1945, Jepang menyerah tanpa syarat dan
berangsur keluar dari Kepulauan Melayu (the Malay Archipelago). Pasukan
sekutu pun kemudian kembali masuk ke wilayah yang disebut oleh Belanda
sebagai Hindia Belanda. Sultan Hamid II dibebaskan dari tahanan sebagai
tawanan Jepang, dan kembali aktif sebagai perwira KNIL dengan kenaikan
pangkat menjadi Kolonel.
Perang Dunia berakhir tahun 1945, Sultan Hamid II secara otomatis
dibebaskan dari tahanan militer Jepang di Batavia. Mengirup udara bebas, langkah
pertama yang dilakukan Sultan Hamid II adalah datang ke Pontianak untuk
melihat sanak keluarganya. Sultan Hamid II terkejut setelah mendapat laporan
bahwa ayah, ibu dan seluruh saudara kandungnya telah dibunuh tentara Jepang di
31
Anshari,,dkk, Biografi Politik SULTAN HAMID II Sang Perancang Lambang Negara “ Elang
(49)
Mandor, Kabupaten Landak. Tragedi Mandor telah membuat Sultan Hamid II
menjadi anak yatim piatu.
Akibat Peristiwa Mandor di Kalimantan barat, terjadi kekosongan
kekuasaan pada 1944-1945 di Kesultanan Qadriyah Pontianak. Pasalnya, semua
putra almarhum Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie juga ikut gugur akibat
keganasan Jepang. Terkecuali Sultan Hamid II yang menjadi satu-satunya putra
mahkota yang masih hidup. Sebagai seorang perwira aktif KNIL, Sultan Hamid II
masih ingin melanjutkan karirnya di bidang militer atau pertahanan. Tetapi, situasi
Kesultanan di Pontianak serta Kalimantan Barat semakin kacau, dan menggugah
hatinya untuk kembali ke Pontianak.
2. Ajudan Istimewa Ratu Belanda Tahun 1946
Pada tahun 1946, Sultan Hamid II diangkat sebagai Ajudan Istimewa Ratu
Kerajaan Belanda (Adjudant in Buitengewone Dienst van HM Koningin der
Nederlander), yaitu Ratu Wilhelmina (Wilhelmina Helena Piline Marie van Orange Nassau). Jabatan prestius lain yang dipegang Sultan Hamid II pada
tahun 1949 adalah sebagai Wakil Mahkota di Indonesia.
Wakil Mahkota, artinya Sultan Hamid II diberi kepercayaan penuh
mewakili kebijakan Ratu Juliana di Indonesia. Ratu Juliana menjadi Ratu
Belanda, menggantikan Ibunya, Ratu Wilhelmina terhitung 4 September 1948.
Jabatan ini terkait rancana masa transisi untuk proses memerdekakan Indonesia
rentang waktu 5-10 tahun dalam status persemakmuran sesuai dengan Konferensi
(50)
persemakmuran dan dijadwalkan Belanda sendiri yang mendaftarkan Indonesia ke
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hal ini termuat di dalam 7 point sikap resmi
Pemerintahan Belanda yang dikeluarkan di Amsterdam pada tanggal 10 Februari
1946.32
3. Ketua BFO Pada Tahun 1949
Sultan Hamid II tidak bisa lepas dari Majelis Permusyawaratan
Negara-negara Federal atau Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO). BFO kelanjutan
dari langkah Gubernur Hindia Belanda Hubertus Johanes van Mook untuk
membentuk 15 negara bagian. Sebagaimana diketahui, setelah Konferensi
Malindo, Sulawesi Selatan, 15-25 Juli 1946, dengan dukungan van Mook
terbentuk 15 negara-negara federal.
Jumlah negara di Indonesia yang disepakati hasil Konferensi Meja Bundar
(KMB) di Den Haag, 23 Agustus – 2 Novenber 1949, ada 16 negara, yakni 1 negara bernama Republik Indonesia yang hanya berdaulat di sebagian Pulau Jawa
dan sebagian Pulau Sumatera. Sedangkan 15 negara lainnya, mencakup sebagian
besar Indonesia Timur, Riau, Kalimantan dan Sumatera.
Ke-16 negara itu kemudian tergabung di dalam Republik Indonesia Serikat
(RIS), meliputi: 7 negara bagian dan 9 negara otonom. Tujuh negara bagian,
meliputi (1) Negara Republik Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta, (2)
Negara Indonesia Timur, (3) Negara Pasundan termasuk Distrik Federal Jakarta,
(4) Negara Jawa Timur, (5) Negara Madura, (6) Negara Sumatera Timur dan (7)
32
(51)
Negara Sumatera Selatan. Di samping itu ada 9 wilayah yang berdiri sendiri
(otonom), yakni (1) Jawa tengah, (2) Daerah Istimewa Kalimantan barat, (3)
Dayak Besar (sekarang Kalimantan Tengah), (4) Daerah Banjar (sekarang
Kalimantan Selatan), (5) Daerah Kalimantan Tenggara, (6) Kalimantan Timur, (7)
Bangka, (8) Belitung, dan (9) Riau.
BFO didirikan dalam Konferensi Pemerintah Federal Sementara di
Bandung, Jawa Barat, 27 Mei 1948.33 Ide Anak Agung Gde Agung adalah
penggagas Negara Federal Indonesia, ketika menjadi Perdana Menteri Negara
Indonesia Timur (NIT). BFO dibentuk van Mook sebagai wadah 15 negara bagian
yang sudah terlebih dahulu dibentuk. Terhitung Januari 1949, Sultan Hamid II
ditunjuk menjadi Ketua BFO setelah pimpinan terdahulu, Mr.Tengku Bahriun dari
Negara Sumatera Timur (NST) meninggal dunia.
Sebagai Ketua BFO, membuat Sultan Hamid II dikenal sebagai salah satu
tokoh sentral di KMB, beliau dicatat sebagai salah satu dari delegasi Indonesia
untuk berunding dengan Belanda selama KMB di Den Haag. Ini bisa dipahami,
karena tahun 1946, Sultan Hamid II diangkat sebagai Ajudan Istimewa Ratu
Kerajaan Belanda yaitu Ratu Wilhelmina. Tahun 1949 Sultan Hamid II
memegang jabatan cukup prestisius, sebagai Wakil Mahkota di Indonesia.
Statusnya sebagai Wakil Mahkota di Indonesia dan kedekatan personal
dengan Ratu Juliana, membuat Sultan Hamid II paling didengar pihak Kerajaan
Belanda di dalam setiap perundingan dengan Indonesia. KMB antara Indonesia –
33
Moedjanto, Indonesia Abad Ke-20 Dari Kebangkitan Nasional Sampai Linggarjati, Yogyakarta, Kanisius, 1988, hlm. 67.
(52)
Kerajaan Belanda, memang berlangsung sangat alot dan melelahkan, 23
Agustus-2 November 1949. Sultan Hamid II, harus bolak-balik Jakarta-Amsterdem, untuk
menyampaikan berbagai persoalan teknis dan mendasar sebelum, selama, dan
sesudah perundingan.34
Tapi berkat faktor kedekatan Sultan Hamid II pula, Ratu Juliana, pengganti
Ratu Wilhelmina, bersedia menandatangani pengakuan kedaulatan Republik
Indonesia Serikat (RIS). Delegasi BFO sebagai kekuatan ketiga diplomasi dalam
memperjuangkan pengakuan kedaulatan RIS dari Kerajaan Belanda, selain
Delegasi Republik Indonesia dan pengerahan kekuatan militer Tentara Nasional
Indonesia (TNI), selama perang kemerdekaan.35
Tanpa BFO dengan menyusung bentuk negara federal yang sejalan dengan
konsep awal kerajaan Belanda melalui 7 butir sikap resmi yang dikeluarkan di
Amsterdam, 10 Februari 1946, mustahil bagi Kerajaan Belanda untuk mengakui
dan menyerahkan kedaulatan kepada RIS terhitung 27 Desember 1949.
Untuk menghadapi KMB, pemerintah Republik Indonesia perlu
menyamakan langkah dengan BFO. Karena itu, Sultan Hamid II dan Ide Anak
Agung Gde Agung (Negara Indonesia Timur), 2-3 Maret, secara khusus
mendatangi Soekarno dan Mohammad Hatta di Pulau Bangka, karena ditawan
Belanda. Pertemuan di Bangka, untuk menyamakan persepsi tentang sistem dan
proses ketatanegaraan Indonesia.
34 Ide Anak Agung Gde Agung, Renville, Jakarta, Pustaka Sinarharapan,1987, hlm. 324.
35 Leirissa, Kekuatan Ketiga Dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia, Jakarta, Pustaka
(53)
Sebelum Konferensi Inter Indonesia (KII) digelar, Ketua Komisi
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Indonesia, Merle Cochran, terlebih
dahulu menggelar pertemuan di Jakarta, 14 April 1949, untuk menyamakan
persepsi sebelum delegasi Indonesia berangkat ke Belanda. Sementara Konferensi
Inter Indonesia, digelar dua kali. Peran Sultan Hamid II pada Konferensi Inter
Indonesia I dan II menjadi sangat dominan, karena sistem ketatanegaraan
berbentuk federal dapat diterima kelompok Soekarno dari kaum republiken
(unitaris). Konferensi Inter Indonesia ke-1 berlangsung di Yogyakarta pada
tanggal 19-22 Juli 1949 yang dipimpin oleh Wakil Presiden NRI Drs. Mohammad
Hatta dan Ketua BFO Sultan Hamid II dengan keputusan :
1. Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia
Serikat (RIS) yang berdasarkan demokrasi dan federalisme.
2. RIS akan dipimpin oleh presiden yang dibantu oleh menteri-menteri.
3. RIS akan menerima kedaulatan, baik dari Negara Republik Indonesia
(NRI), Negara-negara Federal di dalam BFO, maupun Kerajaan Belanda.
4. Angkatan Perang RIS adalah angkatan perang nasional, Presiden RIS
adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS.
5. Pertahanan negara adalah semata-mata hak pemerintah RIS,
negara-negara bagian tidak mempunyai angkatan perang sendiri.
Sidang Konferensi Inter Indonesia ke-2 diselanggarakan di Jakarta pada
tanggal 31 Juli 1949 dengan keputusan:
1. Bendera RIS adalah Sang Merah Putih
(54)
3. Bahasa resmi RIS adalah Bahasa Indonesia
4. Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dipilih wakil Negara Republik
Indonesia (NRI) dan Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO) atau
Badang Permusyawaratan Federal. Pengisian anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) diserahkan kepada
kebijakan negara-negara bagian yang jumlahnya enam belas negara.
Kedua delegasi juga setuju untuk membentuk panitia persiapan nasional
yang bertugas mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan
pelaksanaan Konferensi meja Bundar (KMB)
Setelah Indonesia berhasil menyelesaikan masalahnya sendiri dalam
Konferensi Inter Indonesia, kini bangsa Indonesia secara keseluruhan telah siap
menghadapi Konferensi Meja Bundar (KMB). Sementara itu pada bulan Agustus
1949, Presiden Soekarno sebagai Panglima Tertinggi di satu pihak dan Wakil
Tinggi Mahkota Belanda di pihak lain, mengumumkan pemberhentian
tembak-menembak. Perintah itu berlaku efektif mulai tanggal 11 Agustus 1949 untuk
wilayah Jawa dan 15 Agustus 1949 untuk wilayah Sumatera. Pada tanggal 4
Agustus 1949 perintah Negara Republik Indonesia yang berkedudukan di
Yogyakarta menyusun delagasi untuk menghadiri KMB, yang terdiri dari
Drs.Mohammad Hatta (Ketua), Mr.Moh.Roem, Prof. Dr.Soepomo, Dr.J.Leimena,
Mr.Ali Sastroamidjoyo, Mr.Sujono Hadinoto, Dr.Sumito Djojohadikusumo,
Mr.Abdul Karim Pringgodigdo.
Konferensi Meja Bundar diselenggarakan di Den Haag, 23 Agustus – 2 November 1949. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs.Mohammad Hatta, BFO
(55)
dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, dan delegasi dari Belanda dipimpin
oleh Mr.Van Marseveen, Perwakilan PBB dipimpin oleh Crittchlay.
Pada tanggal 2 November 1949 perundingan diakhiri dengan keputusan
sebagai berikut:
1. Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara
merdeka dan berdaulat.
2. Penyelesaian soal Irian Barat dapat ditangguhkan sampai tahun
berikutnya.
3. RIS sebagai negara berdaulat penuh bekerjasama dengan Belanda dalam
suatu perserikatan yang dikepalai oleh ratu Belanda atas dasar sukarela
dengan kedudukan dan hak yang sama.
4. RIS mengembalikan hak milik Belanda, memberikan hak konsesi, dan
izin baru bagi perusahaan-perusahaan.
5. Semua hutang bekas Hindia Belanda harus di bayar oleh RIS.
Sebelumnya, di Scheveningen, 29 Oktober 1949 dapat ditandatangani
Piagam Persetujuan Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS). Piagam
Persetujuan Konstitusi RIS antara Negara Republik Indonesia dengan BFO. Hasil
keputusan KMB diajukan kepada Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Selanjutnya KNIP melakukan sidang dari tanggal 6 – 14 Desember 1949 untuk membahas hasil-hasil tersebut. Pada 14 Desember 1949 Konstitusi RIS di
tandatangani di Jakarta oleh Wali Negara-negara Bagian. Konstitusi RIS
Pembahasan hasil KMB oleh pihak KNIP dilakukan melalui pemungutan suara
(56)
Salah satu keputusan KMB di Den Haag, Belanda, adalah Indonesia
menjadi negara federal/serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS).
Untuk menjadi RIS tersebut, KINP dan DPR mengadakan sidang di Jakarta.
Sidang tersebut berhasil menyetujui naskah konstitusi untuk RIS yang dikenal
sebagai Konstitusi RIS.
Penanda tangan Piagam Persetujuan Konstitusi Republik Indonesia Serikat
(RIS) itu adalah Negara-negara Bagian atau Daerah Otonom di dalam RIS, yaitu:
1. Negara Republik Indonesia (NRI), Mohammad Hatta
2. Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB), Sultan Hamid II
3. Daerah Kalimantan Timur; Adji Pangeran Sosronegoro
4. Negara Pasundan (termasuk Distrik Federal Jakarta); Mr. R.T.
Djumhana Wiriatmadja
5. Wilayah Riau; Radja Mohamad
6. Negara Sumatera Selatan (NSS); Abdul Malik
7. Negara Sumatera Timur (NST); Radja Kaliamsjah Sinaga
8. Negara Indonesia Timur (NIT); Ide Anak Agung Gde Agung
9. Negara Madura; Dr.Soepomo
10.Daerah Banjar; A.A.Rivai
11.Daerah Bangka; Saleh Achmad
12.Daerah Belitung; K.A.M.Joesoef
13.Daerah Dayak Besar; Mochram bin Hadji Moh.Ali
14.Daerah Jawa Tengah; Dr.R.Soedjito
(57)
16.Kalimantan Tenggara; M.Jamani
Dari Piagam Penandatanganan Konstitusi Republik Indonesia Serikat
(RIS) tersebut di buat dua puluh rangkap surat untuk disampaikan kepada: Para
Pemerintah yang turut menandatangani Piagam Konstitusi tersebut, Pemerintah
Kerajaan Belanda di Den Haag, Pemerintah Federal Sementara di Jakarta,
Pemerintah Republik Indonesia Serikat, Komisi Perserikatan Bangsa-bangsa
untuk Indonesia (U.N.C.I/United Nations Comission for Indonesia).36
B. Karier Politik Sultan Hamid II Dan Sumbangsihnya Untuk Bangsa Indonesia
1. Dewan Formatur Kabinet RIS dan Menteri Negara Portofolio Tahun 1949
Dengan surat Keputusan Presiden RIS No.1 Tahun 1949 tanggal 18
Desember 1949, maka dia ditunjuk sebagai salah seorang kabinet formatur
bersama-sama dengan Drs.Mohammad Hatta, Ide Anak Agung Gde Agung dan
Sultan Hamengkubuwono IX.
Dengan surat Keputusan Presiden RIS No.2 Tahun 1949 tanggal 20
Desember 1949, maka Sultan Hamid II diangkat menjadi Menteri Negara
Portofolio bersama-sama dengan :
1. Drs.Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri merangkap Menteri
Luar Negeri.
2. Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Menteri Pertahanan.
36 Anshari,,dkk, Biografi Politik SULTAN HAMID II Sang Perancang Lambang Negara “ Elang
(58)
3. Ide Anak Agung Gde Agung sebagai Menteri Dalam Negeri.
4. Mr.S.Prawiranegara sebagai Menteri Keuangan.
5. Ir.Djuanda sebagai Menteri Kemakmuran.
6. Ir.H.Laoh sebagai Menteri P.T.P.U
7. Prof.Mr.Dr.Supomo sebagai Menteri Kehakiman.
8. Dr.Abu Hanifah sebagai Menteri P.P.K.
9. Mr.Wilopo sebagai Menteri Perburuhan.
10. Dr.J.Leimena sebagai Menteri Kesehatan.
11. Mr.Moh.Kos.Purwanegara sebagai Menteri Sosial.
12. K.H.Wahid Hasjim sebagai Menteri Agama.
13. Arnold Mononutu sebagai Menteri Penerangan.
14. Mr.Moh.Roem sebagai Menteri Negara Z.P.
15. Dr.Suparmo sebagai Mentei Negara Z.P.37
Pada tanggal 16 Desember 1949 diadakan sidang pemilihan Presiden RIS
di Gedung Kepatihan, Yogyakarta oleh wakil dari enam belas Negara Bagian.
Sidang itu dipimpin oleh Mohammad Roem dan Ide Anak Agung Gde Agung.
Pada tanggal 14 Desember 1949 diadakan pemilihan Presiden RIS dengan calon
tunggal Ir.Soekarno.
Akhirnya, Ir.Soekarno terpilih sebagai Presiden RIS, kemudian dilantik
dan diambil sumpahnya pada tanggal 17 Desember 1949. Pada hari yang sama, 17
Desember 1949 diadakan upacara pelantikan Presiden RIS di Bangsal Sitinggil,
37
Persadja (Persatuan Djaksa² Seluruh Indonesia), Peristiwa Sultan Hamid II, Jakarta, Fasco, 1953, hlm. 6-7.
(1)
Menteri Negara Portofolio Kabinet RIS 1949-1950, Koordinator Tim Perumus Lambang Negara RIS 1950, Anggota Panitia Lambang Negara RIS 1950, Presiden Komisaris PT. Indonesia Air Transport 1967-1978. Karya : perancang/pencipta Lambang
Negara Indonesia (RIS) “Elang Rajawali – Garuda Pancasila. Wafat di Jakarta, 30 Maret 1978, 18.15 WIB.
2. Jelaskan karier politik Sultan Hamid II ketika berpihak kepada Belanda !
Sebagai tentara aktif KNIL, Sultan Hamid II terlibat perang melawan Jepang tahun 1941 di Tarakan dan Balikpapan, Kalimantan Timur. Pada tanggal 23-24 Januari 1942 di Balikpapan, militer Jepang mendapat perlawanan sengit dari KNIL yang menyebabkan Sultan Hamid II terluka. Tahun 1946 Sultan Hamid II diangkat sebagai Ajudan Istimewa Ratu Kerajaan Belanda, kemudian diangkat juga sebagai Wakil Mahkota di Indonesia yang berarti diberi kepercayaan penuh mewakili kebijakan Ratu Juliana di Indonesia. Menjadi Ketua BFO, membuat Sultan Hamid II dikenal sebagai salah satu tokoh sentral di KMB, beliau dicatat sebagai salah satu dari delegasi Indonesia untuk berunding dengan Belanda selama KMB di Den Haag. Hasilnya Kerajaan Belanda mengakui dan menyerahkan kedaulatan kepada RIS terhitung 27 Desember 1949.
3. Jelaskan sumbangsih Sultan Hamid II untuk bangsa Indonesia !
Sumbangsih terbesar Sultan Hamid II untuk bangsa Indonesia adalah Lambang Negara Indonesia ( Elang Rajawali-Garuda Pancasila). Karena alasan politik, cukup lama Sultan Hamid II tidak diakui sebagai perancang Lambang Negara Indonesia (Elang
(2)
Rajawali – Garuda Pancasila). Pengakuan resmi Pemerintah Republik Indonesia terhadap karya Sultan Hamid II sebagai Perancang lambang Negara Indonesia, ditandai dengan langkah Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dan Museum Konferensi Asia Afrika, di Bandung, Provinsi Jawa Barat. Rancangan dibuat oleh Sultan Hamid II yang dipilih Presiden Soekarno sebagai Lambang Negara yang kemudian dikenal dengan Garuda Pancasila. 4. Berikan analisis anda
terhadap sikap dan rasa Nasionalisme Sultan Hamid II !
Sultan Hamid II memiliki rasa nasionalisme bagi Indonesia tetapi skala nasionalisme atas kontribusi selama kariernya masih sangat kecil. Hal ini juga dikarenakan perjalanan kariernya lebih terlihat bersama Belanda dibandingkan dengan bangsanya sendiri yaitu bangsa Indonesia.
Keterangan: Setiap nomor skor maksimal 25
Petunjuk penghitungan skor kompetensi keterampilan: 1. Rumus Penghitungan Skor Akhir
Skor Akhir Siswa NA : Jumlah Skor x 100
Skor maksimal (100)
2. Tabel Penghitungan Nilai Akhir Kategori Skor Keterampilan Peserta Didik Didasarkan Pada Permendikbud No 81A Tahun 2013 Yaitu:
Interval Hasil Konversi Predikat
96-100 4.00 A
91-95 3.66 A-
(3)
81-85 3.00 B
75-80 2.66 B-
70-74 2.33 C+
65-69 2.00 C
60-64 1.66 C-
55-59 1.33 D+
< 54 1.00 D
Yogyakarta, 11 November 2015 Guru Mata Pelajaran,
(4)
LAMPIRAN: 3
INSTRUMENPENILAIAN KOMPETENSI KETERAMPILAN (PENILAIAN PRODUK)
Kelas :
Semester :
Tahun Pelajaran :
Periode Pengamatan : Tanggal s.d.
Butir Nilai : Menulis sejarah tentang peristiwa sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945 dan pembentukan pemerintahan Indonesia.
Indikator : Melaporkan hasil diskusi kelompok mengenai riwayat hidup Sultan Hamid II, karier politik bersama Belanda, karier politik dan sumbangsih bagi Indonesia dalam bentuk makalah.
Soal : Buatlah laporan tertulis dalam bentuk makalah tentang riwayat hidup Sultan Hamid II.karier politik Sultan Hamid II bersama Belanda, karier politik dan sumbangsihnya bagi Indonesia serta analisis sikap nasionalisme Sultan Hamid II. Rubrik Penilaian Produk
No. Nama
Kekesuaian dengan tema
(1-4)
Kelayakan Isi (1-4)
Sistematika (1-4)
Jumlah Skor 1. Niko
2. Santus 3. Dst... Keterangan Tabel:
a. Petunjuk penilaian berkaitan dengan kesesuaian dengan tema, mendapatkan:
Skor 1: Jika hanya mampu menulis 1 tema pembahasan saja dari 4 pembahasan yang diminta.
(5)
Skor 2: Jika hanya mampu menulis 2 tema pembahasan saja dari 4 pembahasan yang diminta.
Skor 3: Jika hanya mampu menulis 3 tema pembahasan saja dari 4 pembahasan yang diminta.
Skor 4: Jika mampu menuliskan 4 tema pembahasan yang diminta meliputi riwayat hidup Sultan Hamid II.karier politik Sultan Hamid II bersama Belanda, karier politik dan sumbangsihnya bagi Indonesia serta analisis sikap nasionalisme Sultan Hamid II.
b. Petunjuk penilaian kelayakan isi, mendapat:
Skor 1: Jika hanya mampu menjelaskan dengan benar 1 topik pembahasan saja.
Skor 2: Jika hanya mampu menjelaskan dengan benar 2 topik pembahasan saja.
Skor 3: Jika hanya mampu menjelaskan dengan benar 3 topik pembahasan saja.
Skor 4: Jika mampu menjelaskan dengan benar 4 pembahasan mengenai riwayat hidup Sultan Hamid II. karier politik Sultan Hamid II bersama Belanda, karier politik dan sumbangsihnya bagi Indonesia serta analisis sikap nasionalisme Sultan Hamid II.
Petunjuk penilaiaan mengenai sistematika penulisan, mendapat:
Skor 1: Jika hanya mampu menulis dengan sistematis 1 pembahasan saja dari 4 pembahasan yang diminta. yaitu mengenai riwayat hidup Sultan Hamid II.
Skor 2 : Jika mampu menulis dengan sistematis mengenai 2 pembahasan dari riwayat hidup Sultan Hamid II dan karier politiknya bersama Belanda.
Skor 3: Jika mampu menulis dengan sistematis mengenai 3 pembahasan dari riwayat hidup Sultan Hamid II, karier politiknya bersama Belanda dan karier politik serta sumbangsingnya bagi Indonesia.
(6)
Skor 4: Jika mampu menulis dengan sistematis mengenai 4 pembahasan dari riwayat hidup Sultan Hamid II. karier politik Sultan Hamid II bersama Belanda, karier politik dan sumbangsihnya bagi Indonesia serta analisis sikap nasionalisme Sultan Hamid II. Petunjuk penghitungan skor kompetensi ketrampilan:
1. Rumus Penghitungan Skor Akhir Skor Akhir Siswa
NA : Jumlah Skor x 100 Skor maksimal (12)
2. Tabel Penghitungan Nilai Akhir Kategori Skor Keterampilan Peserta Didik Didasarkan Pada Permendikbud No 81A Tahun 2013 Yaitu:
Interval Hasil Konversi Predikat
96-100 4.00 A
91-95 3.66 A-
86-90 3.33 B+
81-85 3.00 B
75-80 2.66 B-
70-74 2.33 C+
65-69 2.00 C
60-64 1.66 C-
55-59 1.33 D+
< 54 1.00 D
Yogyakarta, 11 November 2015 Guru Mata Pelajaran,