Ajudan Istimewa Ratu Belanda Tahun 1946 Ketua BFO Pada Tahun 1949

32 Mandor, Kabupaten Landak. Tragedi Mandor telah membuat Sultan Hamid II menjadi anak yatim piatu. Akibat Peristiwa Mandor di Kalimantan barat, terjadi kekosongan kekuasaan pada 1944-1945 di Kesultanan Qadriyah Pontianak. Pasalnya, semua putra almarhum Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie juga ikut gugur akibat keganasan Jepang. Terkecuali Sultan Hamid II yang menjadi satu-satunya putra mahkota yang masih hidup. Sebagai seorang perwira aktif KNIL, Sultan Hamid II masih ingin melanjutkan karirnya di bidang militer atau pertahanan. Tetapi, situasi Kesultanan di Pontianak serta Kalimantan Barat semakin kacau, dan menggugah hatinya untuk kembali ke Pontianak.

2. Ajudan Istimewa Ratu Belanda Tahun 1946

Pada tahun 1946, Sultan Hamid II diangkat sebagai Ajudan Istimewa Ratu Kerajaan Belanda Adjudant in Buitengewone Dienst van HM Koningin der Nederlander, yaitu Ratu Wilhelmina Wilhelmina Helena Piline Marie van Orange Nassau. Jabatan prestius lain yang dipegang Sultan Hamid II pada tahun 1949 adalah sebagai Wakil Mahkota di Indonesia. Wakil Mahkota, artinya Sultan Hamid II diberi kepercayaan penuh mewakili kebijakan Ratu Juliana di Indonesia. Ratu Juliana menjadi Ratu Belanda, menggantikan Ibunya, Ratu Wilhelmina terhitung 4 September 1948. Jabatan ini terkait rancana masa transisi untuk proses memerdekakan Indonesia rentang waktu 5-10 tahun dalam status persemakmuran sesuai dengan Konferensi Malino, Sulawesi Selatan, 15-25 Juli 1946. Indonesia dimerdekakan dalam bentuk 33 persemakmuran dan dijadwalkan Belanda sendiri yang mendaftarkan Indonesia ke Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB. Hal ini termuat di dalam 7 point sikap resmi Pemerintahan Belanda yang dikeluarkan di Amsterdam pada tanggal 10 Februari 1946. 32

3. Ketua BFO Pada Tahun 1949

Sultan Hamid II tidak bisa lepas dari Majelis Permusyawaratan Negara- negara Federal atau Bijeenkomst voor Federaal Overleg BFO. BFO kelanjutan dari langkah Gubernur Hindia Belanda Hubertus Johanes van Mook untuk membentuk 15 negara bagian. Sebagaimana diketahui, setelah Konferensi Malindo, Sulawesi Selatan, 15-25 Juli 1946, dengan dukungan van Mook terbentuk 15 negara-negara federal. Jumlah negara di Indonesia yang disepakati hasil Konferensi Meja Bundar KMB di Den Haag, 23 Agustus – 2 Novenber 1949, ada 16 negara, yakni 1 negara bernama Republik Indonesia yang hanya berdaulat di sebagian Pulau Jawa dan sebagian Pulau Sumatera. Sedangkan 15 negara lainnya, mencakup sebagian besar Indonesia Timur, Riau, Kalimantan dan Sumatera. Ke-16 negara itu kemudian tergabung di dalam Republik Indonesia Serikat RIS, meliputi: 7 negara bagian dan 9 negara otonom. Tujuh negara bagian, meliputi 1 Negara Republik Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta, 2 Negara Indonesia Timur, 3 Negara Pasundan termasuk Distrik Federal Jakarta, 4 Negara Jawa Timur, 5 Negara Madura, 6 Negara Sumatera Timur dan 7 32 Ibid., hlm. 30. 34 Negara Sumatera Selatan. Di samping itu ada 9 wilayah yang berdiri sendiri otonom, yakni 1 Jawa tengah, 2 Daerah Istimewa Kalimantan barat, 3 Dayak Besar sekarang Kalimantan Tengah, 4 Daerah Banjar sekarang Kalimantan Selatan, 5 Daerah Kalimantan Tenggara, 6 Kalimantan Timur, 7 Bangka, 8 Belitung, dan 9 Riau. BFO didirikan dalam Konferensi Pemerintah Federal Sementara di Bandung, Jawa Barat, 27 Mei 1948. 33 Ide Anak Agung Gde Agung adalah penggagas Negara Federal Indonesia, ketika menjadi Perdana Menteri Negara Indonesia Timur NIT. BFO dibentuk van Mook sebagai wadah 15 negara bagian yang sudah terlebih dahulu dibentuk. Terhitung Januari 1949, Sultan Hamid II ditunjuk menjadi Ketua BFO setelah pimpinan terdahulu, Mr.Tengku Bahriun dari Negara Sumatera Timur NST meninggal dunia. Sebagai Ketua BFO, membuat Sultan Hamid II dikenal sebagai salah satu tokoh sentral di KMB, beliau dicatat sebagai salah satu dari delegasi Indonesia untuk berunding dengan Belanda selama KMB di Den Haag. Ini bisa dipahami, karena tahun 1946, Sultan Hamid II diangkat sebagai Ajudan Istimewa Ratu Kerajaan Belanda yaitu Ratu Wilhelmina. Tahun 1949 Sultan Hamid II memegang jabatan cukup prestisius, sebagai Wakil Mahkota di Indonesia. Statusnya sebagai Wakil Mahkota di Indonesia dan kedekatan personal dengan Ratu Juliana, membuat Sultan Hamid II paling didengar pihak Kerajaan Belanda di dalam setiap perundingan dengan Indonesia. KMB antara Indonesia – 33 Moedjanto, Indonesia Abad Ke-20 Dari Kebangkitan Nasional Sampai Linggarjati, Yogyakarta, Kanisius, 1988, hlm. 67. 35 Kerajaan Belanda, memang berlangsung sangat alot dan melelahkan, 23 Agustus- 2 November 1949. Sultan Hamid II, harus bolak-balik Jakarta-Amsterdem, untuk menyampaikan berbagai persoalan teknis dan mendasar sebelum, selama, dan sesudah perundingan. 34 Tapi berkat faktor kedekatan Sultan Hamid II pula, Ratu Juliana, pengganti Ratu Wilhelmina, bersedia menandatangani pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat RIS. Delegasi BFO sebagai kekuatan ketiga diplomasi dalam memperjuangkan pengakuan kedaulatan RIS dari Kerajaan Belanda, selain Delegasi Republik Indonesia dan pengerahan kekuatan militer Tentara Nasional Indonesia TNI, selama perang kemerdekaan. 35 Tanpa BFO dengan menyusung bentuk negara federal yang sejalan dengan konsep awal kerajaan Belanda melalui 7 butir sikap resmi yang dikeluarkan di Amsterdam, 10 Februari 1946, mustahil bagi Kerajaan Belanda untuk mengakui dan menyerahkan kedaulatan kepada RIS terhitung 27 Desember 1949. Untuk menghadapi KMB, pemerintah Republik Indonesia perlu menyamakan langkah dengan BFO. Karena itu, Sultan Hamid II dan Ide Anak Agung Gde Agung Negara Indonesia Timur, 2-3 Maret, secara khusus mendatangi Soekarno dan Mohammad Hatta di Pulau Bangka, karena ditawan Belanda. Pertemuan di Bangka, untuk menyamakan persepsi tentang sistem dan proses ketatanegaraan Indonesia. 34 Ide Anak Agung Gde Agung, Renville, Jakarta, Pustaka Sinarharapan,1987, hlm. 324. 35 Leirissa, Kekuatan Ketiga Dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia, Jakarta, Pustaka Sejarah, 2006 36 Sebelum Konferensi Inter Indonesia KII digelar, Ketua Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB untuk Indonesia, Merle Cochran, terlebih dahulu menggelar pertemuan di Jakarta, 14 April 1949, untuk menyamakan persepsi sebelum delegasi Indonesia berangkat ke Belanda. Sementara Konferensi Inter Indonesia, digelar dua kali. Peran Sultan Hamid II pada Konferensi Inter Indonesia I dan II menjadi sangat dominan, karena sistem ketatanegaraan berbentuk federal dapat diterima kelompok Soekarno dari kaum republiken unitaris. Konferensi Inter Indonesia ke-1 berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 19-22 Juli 1949 yang dipimpin oleh Wakil Presiden NRI Drs. Mohammad Hatta dan Ketua BFO Sultan Hamid II dengan keputusan : 1. Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat RIS yang berdasarkan demokrasi dan federalisme. 2. RIS akan dipimpin oleh presiden yang dibantu oleh menteri-menteri. 3. RIS akan menerima kedaulatan, baik dari Negara Republik Indonesia NRI, Negara-negara Federal di dalam BFO, maupun Kerajaan Belanda. 4. Angkatan Perang RIS adalah angkatan perang nasional, Presiden RIS adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS. 5. Pertahanan negara adalah semata-mata hak pemerintah RIS, negara- negara bagian tidak mempunyai angkatan perang sendiri. Sidang Konferensi Inter Indonesia ke-2 diselanggarakan di Jakarta pada tanggal 31 Juli 1949 dengan keputusan: 1. Bendera RIS adalah Sang Merah Putih 2. Lagu kebangsaan Indonesia Raya 37 3. Bahasa resmi RIS adalah Bahasa Indonesia 4. Presiden Republik Indonesia Serikat RIS dipilih wakil Negara Republik Indonesia NRI dan Bijeenkomst voor Federal Overleg BFO atau Badang Permusyawaratan Federal. Pengisian anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara MPRS diserahkan kepada kebijakan negara-negara bagian yang jumlahnya enam belas negara. Kedua delegasi juga setuju untuk membentuk panitia persiapan nasional yang bertugas mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan Konferensi meja Bundar KMB Setelah Indonesia berhasil menyelesaikan masalahnya sendiri dalam Konferensi Inter Indonesia, kini bangsa Indonesia secara keseluruhan telah siap menghadapi Konferensi Meja Bundar KMB. Sementara itu pada bulan Agustus 1949, Presiden Soekarno sebagai Panglima Tertinggi di satu pihak dan Wakil Tinggi Mahkota Belanda di pihak lain, mengumumkan pemberhentian tembak- menembak. Perintah itu berlaku efektif mulai tanggal 11 Agustus 1949 untuk wilayah Jawa dan 15 Agustus 1949 untuk wilayah Sumatera. Pada tanggal 4 Agustus 1949 perintah Negara Republik Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta menyusun delagasi untuk menghadiri KMB, yang terdiri dari Drs.Mohammad Hatta Ketua, Mr.Moh.Roem, Prof. Dr.Soepomo, Dr.J.Leimena, Mr.Ali Sastroamidjoyo, Mr.Sujono Hadinoto, Dr.Sumito Djojohadikusumo, Mr.Abdul Karim Pringgodigdo. Konferensi Meja Bundar diselenggarakan di Den Haag, 23 Agustus – 2 November 1949. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs.Mohammad Hatta, BFO 38 dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, dan delegasi dari Belanda dipimpin oleh Mr.Van Marseveen, Perwakilan PBB dipimpin oleh Crittchlay. Pada tanggal 2 November 1949 perundingan diakhiri dengan keputusan sebagai berikut: 1. Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat RIS sebagai negara merdeka dan berdaulat. 2. Penyelesaian soal Irian Barat dapat ditangguhkan sampai tahun berikutnya. 3. RIS sebagai negara berdaulat penuh bekerjasama dengan Belanda dalam suatu perserikatan yang dikepalai oleh ratu Belanda atas dasar sukarela dengan kedudukan dan hak yang sama. 4. RIS mengembalikan hak milik Belanda, memberikan hak konsesi, dan izin baru bagi perusahaan-perusahaan. 5. Semua hutang bekas Hindia Belanda harus di bayar oleh RIS. Sebelumnya, di Scheveningen, 29 Oktober 1949 dapat ditandatangani Piagam Persetujuan Konstitusi Republik Indonesia Serikat RIS. Piagam Persetujuan Konstitusi RIS antara Negara Republik Indonesia dengan BFO. Hasil keputusan KMB diajukan kepada Komite Nasional Indonesia Pusat KNIP. Selanjutnya KNIP melakukan sidang dari tanggal 6 – 14 Desember 1949 untuk membahas hasil-hasil tersebut. Pada 14 Desember 1949 Konstitusi RIS di tandatangani di Jakarta oleh Wali Negara-negara Bagian. Konstitusi RIS Pembahasan hasil KMB oleh pihak KNIP dilakukan melalui pemungutan suara dengan KNIP menerima hasil KMB. 39 Salah satu keputusan KMB di Den Haag, Belanda, adalah Indonesia menjadi negara federalserikat dengan nama Republik Indonesia Serikat RIS. Untuk menjadi RIS tersebut, KINP dan DPR mengadakan sidang di Jakarta. Sidang tersebut berhasil menyetujui naskah konstitusi untuk RIS yang dikenal sebagai Konstitusi RIS. Penanda tangan Piagam Persetujuan Konstitusi Republik Indonesia Serikat RIS itu adalah Negara-negara Bagian atau Daerah Otonom di dalam RIS, yaitu: 1. Negara Republik Indonesia NRI, Mohammad Hatta 2. Daerah Istimewa Kalimantan Barat DIKB, Sultan Hamid II 3. Daerah Kalimantan Timur; Adji Pangeran Sosronegoro 4. Negara Pasundan termasuk Distrik Federal Jakarta; Mr. R.T. Djumhana Wiriatmadja 5. Wilayah Riau; Radja Mohamad 6. Negara Sumatera Selatan NSS; Abdul Malik 7. Negara Sumatera Timur NST; Radja Kaliamsjah Sinaga 8. Negara Indonesia Timur NIT; Ide Anak Agung Gde Agung 9. Negara Madura; Dr.Soepomo 10. Daerah Banjar; A.A.Rivai 11. Daerah Bangka; Saleh Achmad 12. Daerah Belitung; K.A.M.Joesoef 13. Daerah Dayak Besar; Mochram bin Hadji Moh.Ali 14. Daerah Jawa Tengah; Dr.R.Soedjito 15. Negara Djawa Timur; R.T.Djuwito 40 16. Kalimantan Tenggara; M.Jamani Dari Piagam Penandatanganan Konstitusi Republik Indonesia Serikat RIS tersebut di buat dua puluh rangkap surat untuk disampaikan kepada: Para Pemerintah yang turut menandatangani Piagam Konstitusi tersebut, Pemerintah Kerajaan Belanda di Den Haag, Pemerintah Federal Sementara di Jakarta, Pemerintah Republik Indonesia Serikat, Komisi Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Indonesia U.N.C.IUnited Nations Comission for Indonesia. 36

B. Karier Politik Sultan Hamid II Dan Sumbangsihnya Untuk Bangsa