Masalah Melawan Hukum Terhadap Menggunakan Ijazah Yang

tentang ke abasahan perguruan tinggi tersebut maka perguruan tinggi yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum tidak dapat mengeluarkan ijazah. Berdasarkan pembagian unsur tindak pidana tersebut maka tindak pidana sesuai dengan Pasal 68 ayat 2 UU Sisdiknas, pelaku yang menggunakan ijazah tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Pertanggungjawaban hanya dapat dimintai apabila adanya kesalahan sebagai suatu perbuatan yang tercela. Dikatakan perbuatan tersesbut tercela juga harus didukung oleh pembuktian berdasarkan fakta-fakta yang ada atau telah terjadi dan pembuktian dalam hal ini telah tercantum sesuai dengan Pasal 184 KUHAP. 135

B. Masalah Melawan Hukum Terhadap Menggunakan Ijazah Yang

Dikeluarkan Oleh Perguruan Tinggi Yang Tidak Memenuhi Syarat Perbuatan pidana feit didalamnya terdapat perbuatan-perbuatan yang bersifat melawan hukum, perbuatan-perbuatan inilah yang dilarang dan diancam dengan pidana. Langemeyer mengatakan “untuk melarang perbuatan yang tidak bersifat melawan hukum, yang tidak dapat dipandang keliru, itu tidak masuk akal”. Melawan hukum disini memiliki dua pembagian yaitu melawan hukum formil dan melawan hukum materil. 136 Suatu perbuatan yang dinyatakan melawan hukum apabila persesuaian dengan rumusan delik dan sesuatu pengecualian seperti daya paksa, pembelaan terpaksa itu hanyalah karena ditentukan tertulis dalam undang-undang Pasal 48, 49 135 Pasal 184 KUHP 136 Moeljatno, Op.Cit., hal 140. Universitas Sumatera Utara KUHP. Melawan hukum diartikan melawan undang-undang, pandangan ini disebut sifat melawan hukum yang formil. Sebaliknya tidak selamanya perbuatan melawan hukum itu selalu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang dapat dikecualikan sebagai perbuatan yang tidak melawan hukum. Melawan hukum materil adalah perbuatan yang bertentangan dengan asas-asas umumnorma hukum tidak tertulis. 137 Simons menyatakan, bahwa untuk dapat dipidananya perbuatan harus mencocoki rumusan delik yang tersebut dalam wet, jika sudah demikian biasanya tidak perlu lagi untuk menyelidiki apakah perbuatan melawan hukum atau tidak. Beliau berpendapat tentang sifat yang melawan hukum yang materil tidak dapat diterima, mereka yang menganut paham ini menempatkan kehendak pembentuk undang-undang yang telah ternyata dalam hukum positif dibawah pengawasan keyakinan hukum dari hukum pribadi. Meskipun benar harus diakui bahwa tidak selalu perbuatan yang mencocoki rumusan delik, dalam wet adalah bersifat melawan hukum akan tetapi perkecualian yang demikian itu hanya boleh diterima apabila mempunyai dasar dalam hukum positif sendiri. 138 Ketentuan delik dalam KUHP tidak semuanya merumusakan secara tegas ada tidaknya unsur melawan hukum yang dinyatakan secara tegas dinyatakan oleh undang-undang. Diantaranya dapat ditemukan dalam beberapa rumusan delik diantara Pasal 167 KUHP; memasuki rumah tinggal secara tinggal secara melawan hukum sama dengan gangguan ketentraman rumah tangga, Pasal 333 KUHP; secara melawan 137 Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana , Yogyakarta; Ghalia Indonesia, 1992, hal.115. 138 Moeljatno, Op.Cit., hal 141 Universitas Sumatera Utara hukum memaksa orang lain berbuat sesuatu, Pasal 362 KUHP; mengambil dengan tujuan memilikinya sendiri secara melawan hukum, Pasal 372 KUHP; menggelapkan barang orang lain secara melawan hukum dengan maksud memilkinya sendiri. 139 Melawan hukum yang tidak secara tegas, merupakan suatu delik yang didalamnya tidak tercantum tersurat kata sifat melawan hukumnya. Ketidak jelasan sifat melawan hukum dalam suatu rumusan delik menimbulkan keragu-raguan oleh aparat penegak hukum dalam meminta pertanggungjwaban kepada pelaku tindak pidana. Keragu-raguan dalam menentukan ada tidaknya sifat melawan hukum inilah, yang menyebabkan pelaku tindak pidana tidak dapat dihukum dan dibebaskan dari segala tuntutan ontslag van rechtsvervolging. Ketidak jelasan unsur melawan hukumnya, dalam rumusan delik dalam KUHP bukan berarti dapat meniadakan begitu saja sifat melawan hukum pada pelaku tindak pidana. Peranan aktif dari pada aparat penegak hukum sangat dibutuhkan dalam hal menemukan sifat melawan hukum tersebut dan diharapkan dapat bertindak dengan tepat agar tidak terjadi kesalahan dalam penegakan hukum. Berlandasakan pada istilah yang mengatakan ”lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah dari pada menghukum satu orang yang tidak bersalah”. 140 Ditegaskan bahwa peraturan-peraturan hukum pidana Indonesia sebagian besar telah dimuat dalam KUHP dan Perundang-udangan lainnya. Pandangan tentang hukum dan sifat melawan hukum materil diatas hanya mempunyai arti 139 Jan Remmelink, Hukum Pidana, Komentar Atas Pasal-Pasal Terpenting Dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda Dan Padanannya Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, Jakarta; Gramedia Pustaka Utama,2003, hal.186-187. 140 Lamintang, Op.Cit., Hal. Universitas Sumatera Utara memperkecualikan perbuatan yang meskipun masuk dalam perumusan undang- undang itu, akan tetapi bukan merupakan perbuatan pidana. Biasanya ini dinamakan “fungsi yang negatif dari sifat melawan hukum yang materil.” Melawan hukum dalam fungsi yang positif yaitu perbuatan tidak dilarang oleh undang-udang tetapi oleh masyarakat perbuatan tersebut dianggap keliru. Fungsi yang positif itu juga penting, sehingga sebagaimanapun bentuknya perbuatan tidak ditentukan, maka perbuatan melawan hukum sudah termasuk didalamnya. 141 Terdapat beberapa pandangan berbeda antara melawan hukum materil dan melawan hukum formil yaitu; 1. Mengakui adanya pengecualianpenghapusan dari sifat hukumnya perbuatan menurut hukum yang tertulis dan yang tidak tertulis, sedangkan menurut pandangan melawan hukum formal hanya mengakui pengecualian yang tersebut dalam undang-undang saja, misalnya Pasal 49 tentang pembelaan terpaksa noodweer. 2. Sifat melawan hukum adalah unsur mutlak dari tiap perbuatan pidana juga bagi yang dalam rumusannya tidak menyebut unsur-unsur tersebut, sedangkan bagi pandangan yang formal sifat tersebut tidak selalu menjadi unsur perbuatan pidana. Hanya jika dalam rumusan delik disebutkan dengan nyata-nyata, barulah menjadi unsur delik. 142 Mengakui bahwa sifat melawan hukum selalu menjadi unsur perbuatan pidana, ini tidak berarti bahwa karena itu harus selalu dibuktikan adanya unsur 141 Moeljatno, Op.Cit., hal. 143-144. 142 Ibid. Universitas Sumatera Utara tersebut oleh penuntut umum dan soal dibuktikan atau tidak adalah tergantung dari rumusan delik yaitu apakah dalam rumusan unsur tersebut disebutkan dengan nyata- nyata, jika dalam rumusan delik unsur tersebut tidak dinyatakan maka juga tidak perlu dibuktikan. Ketentuan dalam Pasal 68 ayat 2 Tentang Sisdiknas merupakan unsur melawan hukum namun tidak secara tegas dicantumkan pada ketentuan tersebut. Perbuatan tersebut melawan hukum karena pelaku telah melanggar ketentuan delik menggunakan ijazah yang dikeluarkan oleh satuan pendidikan yang tidak memenuhi syarat tanpa hak sehingga patut dicela. Dikatakan tanpa hak karena ijazah yang dipergunakan oleh pelaku merupakan ijazah yang dikeluarkan oleh satuan pendidikan yang belum sah menurut hukum baik izin operasional maupun status akreditasinya. Perbuatan pelaku juga merupakan perbutan melawan hukum materil hukum tidak tertulis dimana perbuatan pelaku dianggap sebagai suatu perbuatan yang tercela oleh masyarakat karena demi kepentingan pribadi pelaku telah dengan sengaja melawan hukum menggunakan ijazah yang tidak sah. Melawan hukum materil dalam delik menurut Pasal 68 ayat 2 Tentang Sisdiknas dianggap tercela karena perbuatan pelaku merupakan perbuatan yang tidak pantas dilakukan. Perbuatan tersebut tidak pantas karena telah merusak citra dunia pendidikan, dimana seharusnya seorang peserta didik memperoleh ijazah karena pengakuan dan prestasi belajarnya, tetapi pelaku malah sebaliknya dengan mudah memperoleh ijazah tanpa proses yang sebenarnya mengikuti perkuliahan secara aktif. Masyarakat umumnya menilai, bahwa pelaku yang telah melanggar delik pada Pasal 68 ayat 2 Tentang Sisdiknas ini adalah korban kejahatan dari pada Universitas Sumatera Utara perguruan tinggi dan tidak dapat dicela. Masyarakat memandang bahwa sebenarnya peguruan tinggi sajalah yang seharusnya dapat bertanggung jawab. Melihat maraknya kasus penyalahgunaan ijazah oleh pihak-pihak tertentu dalam mencapai kepentingan tertentu, maka perbutaan tersebut patut dicela. Perbuatan pelaku selain telah mencoreng citra dunia pendidikan, terdapat pula upaya mencari keuntungan pribadi misalnya menggunakan ijazah tersebut untuk mengelabui masyarakat dalam mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian perbuatan pelaku merupakan perbuatan melawan hukum dan patut dicela serta dapat dipidana. Dikatakan pelaku sebagai korban apabila perguruan tinggi tersebut selain karena ketidak absahannya secara hukum. Perguruan tinggi tersebut juga tidak melaksanakan kewajibannya sebagai perguruan tinggi yang bertanggungjawab, yakni pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan yang tidak aktif padahal peserta didik telah memenuhi kewajibannya sesuai ketetapan yang dikeluarkan perguruaan tinggi tersebut. Pengguna ijazah perguruan tinggi yang tidak memenuhi syarat dalam hal ini telah memenuhi unsur-unsur delik dalam pasal tersebut serta telah melawan hukum, sekalipun sifat melawan hukumnya tidak secara jelas diterangkan tersurat. Ditegaskan bahwa pelaku menurut Pasal 68 ayat 2 Tentang Sisdiknas sudah pasti adalah orang yang berintelektual dan mengetahui akibat yang mungkin timbul apabila ia menggunakan ijazah tersebut semua orang dianggap mengetahui hukum. Sekalipun demikian hal ini juga perlu dibuktikan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku berdasarkan peristiwa konkrit fakta-fakta yang terjadi pada delik tersebut. Universitas Sumatera Utara

C. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pengguna Ijazah Yang Tidak Memenuhi Syarat