Kerja sama bilateral, yang dikoordinasikan oleh Bagian Kerja Sama Bilateral, lazimnya dapat dilaksanakan antara Indonesia dan suatu negara yang
memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia dan keduanya telah menandatangani “Persetujuan” atau Agreement, yang akan menjadi payung bagi
semua bentuk kerja sama bilateral. Kerja sama bilateral dalam bidang pendidikan, pemuda dan olahraga dituangkan dalam Nota Kesepahaman atau Memorandum of
Understanding MOU, yang diikuti dengan kesepakatan pelaksanaannya yang dituangkan dalam “Pengaturan Pelaksanaan” atau Implementational
Arrangements bersama Rencana Aksinya Action Plan .
25
Kerja sama regional merupakan kerja sama antara negara-negara sewilayah atau sekawasan. Tujuannya tidak lain adalah untuk menciptakan
perdagangan bebas antara negara di suatu kawasan tertentu. Bentuk kerja sama regional sudah dijajaki oleh PBB melalui pembentukan komisi regional yang
dimulai dari Eropa, Asia Timur dan Amerika Latin. Komisi ini mengembangkan kebijakan bersama untuk masalah pembangunan khususnya pada bidang ekonomi.
Kerja sama secara regional biasanya lebih pada hubungan dengan lokasi negara serta berdasarkan alasan historis, geografis, teknik, sumber daya alam dan
pemasaran.
2. Kerja Sama Regional
26
Kerja sama regional pada dasarnya berkenaan dengan kerja sama antarnegara-negara di Asia Tenggara yang dalam bidang pendidikan, ilmu
25
Ibid. hal 27.
26
Mochtar Kusumatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasinal, Penerbit PT. Alumni, Bandung, 2003, hal. 115.
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan dan kebudayaan dimulai pada Tahun 1965 ketika SEAMEO South- East Asia Ministers of Education Organization dibentuk dengan lima negara
anggota, yaitu Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Sekarang anggota SEAMEO telah bertambah lima , yaitu Brunei Darussalam, Myanmar ,
Kamboja, Laos , dan Vietnam . Di samping itu, organisasi ini memiliki enam associate members : Australia , Belanda, Kanada, Jerman, Perancis, dan Selandia
Baru. Selain itu, ada satu affiliate member, yaitu Norwegia. Sekretariat SEAMEO, yang disebut SEAMES South-East Asia Ministers of Education Secretariat ,
yang berkantor di Bangkok , dipimpin oleh seorang Direktur dengan masa bakti 3 tiga Tahun, yang direkrut dari negara-negara anggota secara bergiliran.
3. Kerja sama Multilateral
Kerja sama multilateral, yang dikoordinasikan oleh Bagian Kerja Sama Multilateral, berurusan dengan kerja sama dengan badan-badan dunia yang
melibatkan sejumlah negara. Dalam melaksanakan program-program pendidikan, pemuda dan olahraga yang memerlukan bantuan teknis asing, Depdiknas bekerja
sama dengan ADB Asian Development Bank , WB World Bank , dan IDB Islamic Development Bank melalui program kemitraan. Kerja sama dengan
badan-badan dunia ini dapat berupa pemberian hibah atau pinjaman, untuk mendukung program-program yang dilaksanakan di dalam negeri maupun di luar
negeri, seperti pelatihan jangka pendek dan pendidikan pascasarjana. Kedua bentuk kerja sama ini memerlukan persiapan yang melibatkan berbagai instansi
terkait, terutama BAPPENAS, KEMENKEU, KEMENLU, dan Sekretariat Negara, serta perwakilan badan-badan dunia terkait. Di samping itu, kerja sama
Universitas Sumatera Utara
multilateral juga dapat dilakukan dengan badan-badan dunia lain, seperti UNICEF dan UNESCO.
27
D. Penyelenggaraan Dan Mekanisme Hubungan Luar Negeri Oleh Daerah Menurut Hukum Nasional Dan Hukum Internasional.
Globalisasi akan diwarnai dengan peningkatan hubungan ekonomi, sosial dan budaya EKOSOSBUD, dimana peran Pemerintah Pusat akan memudar dan
diambil alih oleh Pemerintah Daerah sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Otonomi daerah bermakna kemandirian, dimana fenomena sistem
pemerintahan yang selama ini bersifat sentralistik bergulir ke arah desentralisasi yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk dapat mengelola daerahnya
sendiri secara mandiri.
28
1. Otonomi adalah bentuk pemerintahan sendiri yaitu hak untuk memerintah
atau menentukan nasib sendiri the right of self goverment, self determination.
Istilah otonomi itu sendiri menurut Sidik Jatmika berasal dari bahasa Yunani yaitu “outonomos” yang berarti keputusan sendiri self
goverment, di mana di dalam istilah tersebut terkandung beberapa pengertian :
2. Otonomi adalah pemerintahan sendiri, diakui dan dijamin tidak adanya
control oleh pihak lain terhadap fungsi daerah local internal affairs atau terhadap minoritas suatu bangsa.
27
Ibid, hal. 115.
28
Barkah Syahroni, “Analisis Jabatan, Implementasi dan Prospek Dalam Era Otonomi Daerah di Llingkungan Pemerintah Provinsi DIY”, Makalah dalam Bimtek Analisis Jabatan
Pemerintah Provinsi DIY, 2005, hlm. 4.
Universitas Sumatera Utara
3. Pemerintahan otonomi memiliki pendapatan yang cukup untuk
menentukan hasil sendiri, memenuhi kesejahteraan hidup maupun mencapai tujuan hidup secara adil.
4. Pemerintahan otonomi memiliki supremasi dominasi kekuasaan
supremacy of authority atau hukum rule yang dilaksanakan sepenuhnya oleh pemegang kekuasaan di daerah.
29
Lebih jelas lagi pengertian atau definisi tentang otonomi daerah secara formal ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 pada Pasal 1
angka 5 yang menyebutkan : “Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
30
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Negara Kesatuan RI digunakan atau diberlakukan prinsip otonomi daerah yang seluas-luasya serta
otonomi nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi seluas-luasnya dimaksudkan bahwa daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur
semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah pusat. Sedangkan prinsip otonomi yang nyata yaitu prinsip otonomi dimana untuk
menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan
29
Sidik Jatmika, Otonomi Daerah, Perspekti f Hubungan Intenasional, Penerbit Bigraf Publishing, Yogyakarta, 2001, hlm. 1.
30
Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Penerbit BP Panca Usaha Putra, Jakarta, 2004, hlm. 6.
Universitas Sumatera Utara
kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.
31
Semangat otonomi daerah menempatkan Pemerintah Daerah sebagai pusat penggerak ekonomi khususnya sektor riil, dan selanjutnya Pemerintah Daerah
menjadi koordinator dalam mensinergikan para pelaku EKOSOSBUD di Dapat disimpulkan menurut pengertian prinsip otonomi yang nyata ini,
tentunya isi dan jenis otonomi untuk setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya karena masing-masing daerah mempunyai kekhasan kultur dan
karakter daerah sendiri sendiri. Melalui prinsip-pinsip otonomi tersebut di atas diharapkan daerah dalam
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan daerah mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan
dan kekhususan serta potensi dan keaneka-ragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Keberadaan suatu daerah di Indonesia secara jelas diatur dalam Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang
mengamanatkan perhatian hubungan dan kerjasama daerah yang saling menguntungkan. Dalam Pasal 195 ayat 1 dinyatakan bahwa “Dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan kerjasama dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektifitas pelayanan
publik, sinergi dan saling menguntungkan”.
31
Barkah Syahroni, op cit, hlm. 13.
Universitas Sumatera Utara
daerahnya dan menerjemahkan potensi daerahnya ke manca negara dalam rangka menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga manca negara.
32
Peraturan Menteri Dalam Negeri Permendagri Nomor 1 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Hubungan dan Kerjasama Dengan Pihak Luar Negeri di
Jajaran Departemen Dalam Negeri. Dalam konsideran Permendagri dimaksud disebutkan bahwa : “Hubungan kerjasama luar negeri yang diselenggarakan oleh
jajaran Departemen Dalam Negeri pada dasarnya adalah perwujudan dan penjabaran kebijaksanaan politik luar negeri Pemerintah RI yang bebas dan
aktif”. Meski dalam Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah tersebut tidak
secara tegas mengatur tentang hubungan dan kerjasama pemerintah daerah dengan luar negeri, namun dalam ketentuan Pasal yang lain disebutkan secara jelas aturan
mekanismenya, artinya bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah ada kegiatan hubungan dan kerjasama internasional antara pemerintah daerah dengan
pihak luar negeri. Dalam Pasal 42 ayat 1 pada huruf f yang antara lain dinyatakan : ”DPRD mempunyai tugas dan wewenang memberikan pendapat dan
pertimbangan kepada Pemerintah Daerah terhadap rencana pernjanjian internasional di daerah”, selanjutnya dalam ayat 1 huruf g dinyatakan : “DPRD
mempunyai tugas dan wewenang memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah”.
33
32
Damos Dumoli Agusman, Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri Dalam Kerangka Otonomi Daerah, Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional Departmen Luar Negeri, Jakarta,
2007, hlm 9
33
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Hubungan dan Kerjasama Dengan Pihak Luar Negeri, Biro Hukum Setjen Depdagri, Jakarta,
2000, hlm. 5
Universitas Sumatera Utara
Menurut ketentuan ini kiranya lebih memperjelas peranan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan hubungan kerjasama dengan luar negeri, karena
Pemerntah Daerah merupakan lembaga yang berada di bawah jajaran Departemen Dalam Negeri dan merupakan bagian dari Negara Kesatuan RI.
Lebih lanjut dalam Bab II Pasal 3 dinyatakan : “Penyelengaraan hubungan dan kerjasama luar negeri ditujukan untuk menunjang pelaksanaan program
pembangunan nasional dan daerah, membantu meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan dan kecerdasan masyarakat serta membantu meningkatkan
kemampuan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan”.
34
Selain itu ditegaskan pula bahwa : “Kerjasama luar negeri merupakan pelengkap dalam melaksanakan pembangunan nasional dan daerah, dan
pelaksanaannya harus tetap memperhatikan asas persamaan dan saling memberi manfaat serta tidak boleh merugikan kepentingan ketertiban, ketenteraman dan
kepentingan umum, stabilitas politik dalam negeri, persatuan dan kesatuan bangsa serta kepribadian nasional”.
Jika dikaitkan dengan tujuan penyelenggaraan hubungan dan kerjasama dengan pihak luar negeri, maka ketentuan-ketentuan Permendagri tersebut
menjadi instrumen daya dukung pelaksanaan otonomi daerah guna meningkatkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan
dan pembangunan.
35
34
Ibid. Hal 7.
35
Ibid. Hal 8.
Universitas Sumatera Utara
Konsep otonomi daerah dengan prinsip otonomi seluas-luasnya serta otonomi yang nyata dan bertanggungjawab menempatkan pemerintah daerah yang
merupakan bagian dari perilaku birokrasi dalam tatanan pemerintahan Indonesia untuk dapat lebih mampu melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan
pembangunan dalam mencapai tujuan nasional. Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut di antaranya melakukan hubungan dan kerjasama dengan daerah lain
termasuk juga hubungan dan kerjasama dengan pihak manca negara. Selain itu, pelaksanaan hubungan kerjasama luar negeri harus aman dari
berbagai segi, yaitu: 1.
Politik tidak bertentangan dengan politik luar negeri dan kebijakan hubunganluar negeri pemerintah pusat pada umumnya.
2. Keamanan tidak menggangu dan mengancam stabilitas negara
3. Yuridis adannya jaminan kepastian hukum.
4. Teknis tidak bvertentang dengan kebijakan yang ditetapkan
departemen yang terkait.
36
Menurut Garis-garis Besar Haluan Negara 1999-2004, arah kebijakan Propenas dalam Sub Bidang Hubungan Luar Negeri adalah:
1. Menegaskan arah politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif
dan berorientasi pada kepentingan nasional, menitikberatkan pada solidaritas antarnegara berkembang, mendukung perjuangan
kemerdekaan bangsa-bangsa, menolak penjajahan dalam segala
36
http:isjd.pdii.lipi.go.idadminjurnal6209237254_1693-5594.pdf
Universitas Sumatera Utara
bentuk, serta meningkatkan kemandirian bangsa dan kerjasama internasional bagi kesejahteraan rakyat.
2. Dalam melakukan perjanjian dan kerjasama internasional yang
menyangkut kepentingan dan hajat hidup orang banyak harus dengan persetujuan lembaga perwakilan rakyat.
3. Meningkatkan kualitas dan kinerja aparatur luar negeri agar mampu
melakukan diplomasi pro aktif dalam segala bidang untuk membangun citra positif Indonesia di dunia internasional, memberikan
perlindungan dan pembelaan terhadap warganegara dan kepentingan Indonesia, serta memanfaatkan setiap peluang positif bagi kepentingan
nasional. 4.
Meningkatkan kualitas diplomasi guna mempercepat pemulihan ekonomi dan pembangunan nasional, melalui kerjasama ekonomi,
regional maupun intternasional dalam rangka stabilitas, kerjasama dan pembangunan kawasan.
5. Meningkatkan kesiapan Indonesia dalam segala bidang untuk
menghadapi perdagangan bebas, terutama dalam menyongsong pemberlakukan AFTA, APEC dan WTO.
6. Memperluas perjanjian ekstradisi dengan negara-negara sahabat serta
memperlancar prosedur diplomatik dalam upaya melaksanakan ekstradisi bagi penyelesaian perkara pidana.
37
37
Damos Dumoli Agusman, Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri Dalam Kerangka Otonomi Daerah, Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional Departmen Luar Negeri, Jakarta,
2007, hlm 24.
Universitas Sumatera Utara
Sejalan dengan hal tersebut terdapat aturan-aturan mengenai hubungan bersahabat antara negara-negara. Beberapa aturan mengenai hubungan bersahabat
antara negara-negara terdiri dari: 1.
Prinsip yang mungkin sejalan dengan larangan dalam hukum nasional terhadap penyalahgunaan hak abuse the right bahwa
suatu negara tidak boleh mengizinkan wilayahnya digunakan untuk tujuan-tujuan yang membahayakan kepentingan negara lain.
Misalnya kasus Yunani pada Tahun 1946-1949. 2.
Dalam Trail Smelter Arbitration Case 1941 diakui prinsip bahwa, suatu negara memikul kewajiban untuk melakukan pencegahan
wilayahnya dijadikan sumber kerugian ekonomi dari wilayah tetangganya. Misalnya lewat pembuangan gas beracun toxius
fumes. 3.
Dalam Declaration on Human Environment yang dikeluarkan oleh Konfrensi Stockholm tentang Lingkungan Hidup Manusia bulan
Juni 1972 Prinsip 21-22 Deklarasi, dinyatakan bahwa negara- negra bertanggung jawab menjamin bahwa aktivitas-aktivitas
dalam yurisdiksi atau pengawasan mereka tidak menimbulkan kerusakan lingkungan negara-negara lain, atau dikawasan-kawasan
di luar batas-batas yuridiksi nasional. misalnya uji coba nuklir yang dilakukan oleh Prancis di wilayah Pasifik.
4. Dalam Corfu Channel Case Merits 1949, Internastional Court of
Justice menyatakan bahwa telah menjadi “suatu prinsip yang
Universitas Sumatera Utara
diakui oleh umum” bahwa setiap negara memikul kewajiban untuk tidak memberikan wilayahnya digunakan bagi tindakan-tindakan
yang bertentangn dengan hak-hak negara lain. 5.
Dalam Pasal 74 Charter Perserikatan Bangsa-Bangsa, prinsip umum mengenai bertetangga baik Good Neighbourlines di
bidang sosial, ekonomi, dan perdagangan ditetapkan sebagai hal yang harus ditaati negara-negara anggota berkaitan dengan wilayah
induk dan wilayah-wilayah bagiannya. 6.
Dalam Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 3 November 1947, prinsip tentang kewajiban menjalin
persahabatan antara negara-negara yang mengutuk propaganda yang ditunjukan atau kemungkinan untuk provokasi atau
mendukung terhadap ancaman-ancaman terhadap perdamaian, pelanggaran perdamaian dan tindakan-tindakan Israel.
38
Erat kaitannya dengan prinsip-prinsip kewajiban bersahabat antara negara- negara adalah konsep yang saat ini terus dikembangkan yaitu konsep “hidup
berdampingan secara damai” peacefull co-existence. Lima prinsip tentang hidup berdampingan secara damai ini disepakati secara tegas oleh India dan Republik
Rakyat Cina di dalam Mukadimah Traktat mengenai Tibet yang ditandatangani di Beijing tanggal 29 April 1954. Prinsip-prinsip itu adalah:
1. Saling menghormati integritas dan kedaulatan teritorial masing-
masing.
38
T. May Rudy. Hukum Internasional 1. PT. Refika Aditama. Bandung. 2002. Hal. 48.
Universitas Sumatera Utara
2. Saling tidak melakukan agresi mutual non-agresional.
3. Saling tidak mencampuri urusan-urusan dalam negeri masing-
masing. 4.
Persamaan kedudukan dan saling menguntungkan. 5.
Hidup berdampingan secara damai.
39
Lebih lanjut doktrin hidup berdampingan secara damai ini disebut dan dinyatakan dalam traktat-traktat lainnya serta sejumlah deklarasi internasional,
seperti deklarasi-deklarasi yang dikeluarkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 14 Desember 1957, dan dalam Komite akhir dari
Konfrensi Asia Afrika di Bandung, Indonesia pada bulan April 1955 yang memuat sepuluh prinsip berkenaan dengan permasalahan yang dibahas ini. Juga
bidang literatur secara pesat dikembangkan konsep hidup berdampingan secara damai serta tempatnya secara tepat di dalam hukum internasional.
Contohnya: 1.
Report of the Forty-ninth Conference at Hamberg of the International Law Association 1960, hal. 368-370.
2. Vallat, Year Book of World Affairs 1964, hal 249-258.
3. Proffesor G.I.Tunkin, Droit Internatinal Public: Problemes
Theoriques terjemahan dari bahasa Rusia,1965 hal 51-55. 4.
Rosalyn Higgins, Conflict of Interest 1965 p.3.
40
Bebarapa diantaranya membatasi konsep hidup berdampingan secara damai pada kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip yang menjamin bahwa negara-
39
Ibid.
40
Ibid . hal 49.
Universitas Sumatera Utara
negara yang menganut sistem politik atau sistem ekonomi yang berbeda harus menghormati kedaultan masing-masing atau pemikiran-pemikiran mereka
terhadap negara-negara lain. Bagaimanapun, sebagian besar prinsip yang harus dinyatakan sebagai
norma-norma hidup berdampingan secara damai tersebut adalah sama sekali bukan hal yang baru dan telah ada baik secara tegas ataupun tersirat dalam isi
Charter Perserikatan Bangsa-Bangsa serta dalam konstitusi-konstitusi organisasi internasional lainnya. Barangkali, nilai sebenarnya dari konsep hidup
berdampingan secara damai terketak dalam penekanannya pada konstitusi tersebut diatas terhadap masyrakat internasional yang pada saat ini terbagi dalam blok-
blok yang saling bermusuhan, dan andai kata mungkin perumusan serta pengkodifikasian kaidah-kaidah yang bersangkutan dapat mengurangi
ketegangan-ketegangan, seklipun tidak banyak yang dapat disumbangkan kepada ketentuan-ketentuan charter.
Semua uraian diatas pada dasarnya hendak memperlihatkan atau menegaskan fakta bahwa negara menjadi pelaku utama yang penting dalam
hubungan internasional maupun dalam kerangka hukum internasional. Tentu saja hal itu bermaksud untuk mengeyampingkan keberadaan dair non state actors.
Jika kenyataan diatas dikaitkan dengan persoalan menyangkut hubungan luar negeri yang dilakukan oleh pemerintah daerah maka jelaslah bahwa
hubungan luar negeri hanya itu berada sepenuhnya dibawah kewenangan pemerintah pusat negara. Menurut hukum internasional yang berlaku seperti
Konvensi Wina 1969 dan Konvensi Wina 1986 tentang “hukum perjanjian”
Universitas Sumatera Utara
bahwa subjek-subjek hukum internasional yang dapat membuat perjanjian internasional hanyalah “negara” dan organisasi internasional”. Selain itu subjek
hukum internasional yang dapat membuat perjanjian internasional adalah Tahta suci Vatikan, kaum Belligrent, dan bangsa yang sedang memperjuangkan
haknya.
41
41
http:isjd.pdii.lipi.go.idadminjurnal6209237254_1693-5594.pdf
Dengan demikian jelaslah bahwa hubungan luar negeri yang dilakukan oleh pemerintah daerah maupun negara-negara bagian dapat dilakukan sepanjang
masih berada dalam kewenangan pemerintah pusat atau pemerintah federal. Pembuatan perjanjian internasional sebagai tindak lanjut dari hubungan luar
negeri yang dilakukan oleh pemerintah daerah atau negara bagian dilakukan atas nama pemerintah pusat atau atas nama pemerintah federalseperti yang dimaksud
dalam Konvensi Wina 1961 tentang “Hubungan Diplomatik”, Konvensi Wina Tahun 1963 tentang “Hubungan Konsuler” dan Konvensi Wina Tahun 1969
tentang “Perjanjian Internasional”. Sebagai konsekuensinya, apapbila pemerintah daerah atau negara bagian melakukan perbuatan yang melanggar kewajiban-
kewajiban internasional maka pemerintah pusat atau pemerintah federal yang harus mengambil tanggung jawab internasionalnya dengan mengatasnamakan
negara.
Universitas Sumatera Utara
BAB III KERJASAMA EKONOMI LUAR NEGERI OLEH DAERAH DITINJAU