Kebijakan desentralisasi kerjasama ekonomi luar negeri oleh daerah dalam rangka otonomi daerah.

BAB IV KEDUDUKAN PERJANJIAN EKONOMI ANTARA PEMERINTAH

DAERAH DENGAN LEMBAGA INTERNASIONAL DITINJAU DARI HUKUM NASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL

A. Kebijakan desentralisasi kerjasama ekonomi luar negeri oleh daerah dalam rangka otonomi daerah.

UU No. 322004 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan dalam Pasal 10 mengenai kewenangan pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintah serta kewenangan yang dikecualikan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Dimana politik luar negeri merupakan kewenangan dari pemeritah pusat. Daerah tentu juga memiliki kepentingan-kepentingan untuk dapat kiranya berhubungan dengan luar negeri dengan melakukan kerjasama luar negeri. Untuk itu perlu dibahas tentang bagaimana menampung aspirasi tersebut dalam kaitannya dengan desentralisasi. Perdebatan asas desentalisasi menjadi perdebatan di kalangan pakar dalam mengkaji dan melihat penerapan asas ini dalam pelaksanaan pemerintah daerah. Perdebatan yang muncul diakibatkan oleh cara pandang dalam mengartikulasikan sisi mana desentralisasi diposisikan dalam pelaksanaan pemerintah daerah. Dari pemaknaan asas desentralisasi masing-masing pakar tersebut dapat diklasifikasikan dalam beberapa hal, diantaranya: 1 desentralisasi sebagai penyerahan kewenangan dan kekuasaan; 2 desentralisasi sebagai pelimpuhan kekuasaan dan kewenangan; 3 desentralisasi sebagai pembagian, penyebaran, Universitas Sumatera Utara pemencaran kekuasaan dan kewenangan; serta 4 desentralisasi sebagai sarana dalam pembagian dan pembentukan daerah pemerintahan. Pertama, pandangan yang menganggap bahwa desentralisasi merupakan penyerahan kekuasaan dan kewenangan dapat dilihat dari pandangan yang sama antara Hazairin, Kartasapoetra, Koswara, dan Van den Berg yang menganggap bahwa desentralisasi sebagai penyerahan kekuasaan urusan pemerintah pusat kepada daerah. Sementara, Ateng 67 Kedua, pandangan pakar yang menganggap bahwa disentralisasi merupakan pelimpahan kekuasaan dan kewenangan dapat dilihat dari pandangan The Liang Gie berpendapat bahwa penyerahan kekuasaan atau wewenang ini terjadi bukan dari pemerintah pusat, tapi dari badan yang lebih tinggi pada badan yang lebih rendah. Dalam arti ketatanegaraan, yang dimaksud dengan desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya. 68 bahwa desentralisasi adalah sebagai pelimpahan kewenangan dari pusat ke daerah, Sementara, Ateng 69 Ketiga, pandangan pakar yang menganggap bahwa desentralisasi dalam sistem pemerintah merupakan pembagian, penyebaran, pemencaran, pemberian kekuasaan, dan kewenangan dapat dilihat dari pandangan dikemukakan oleh menjadikan sarana dekonsentasi sebagai pelimpahan kewenangan dalam rangka desentralisasi. 67 Ateng Syafruddin, Pasang Surut Otonomi Daerah, Bandung, Binacipta, 1985, hal 4. 68 The Liang Gie, op. cit., hal 10. 69 Ateng Sjafruddin, Pemerintah Daerah dan Pembangunan, Bandung, Sumur Press, 1973, hal 8. Universitas Sumatera Utara Maryanov, bahwa masalah desentralisasi berujung pada pembagian kekuasaan dan kewenangan dalam suatu pemerintahan. 70 Keempat, pandangan pakar yang menganggap bahwa desentralisasi merupakan sarana dalam pembagian dan pembentukan daerah dapat dilihat dari pandangan Aldelfer 71 Pendelegasian wewenang dalam desentralisasi bersifat hak dalam menciptakan peraturan-peraturan dan keputusan penyelenggaraan lainnya dalam batas-batas urusan yang telah diserahkan kepada badan otonom itu. Jadi, , yaitu desentralisasi adalah pembentukan daerah otonom dengan kekuasaan-kekuasaan tertentu dan bidang-bidang kegiatan tertentu yang diselenggarakan berdasarkan pertimbangan, inisiatif, dan administrasi sendiri. Jadi desentralisasi menyangkut pembentukan kewenangan tertentu dan bidang-bidang kegiatan tertentu. Dari beberapa pandangan pakar diatas, dengan jelas menafsirkan bahwa dimensi makna disentralisasi melahirkan sisi penyerahan kewenangan, pembagian kekuasaan, pendelegasian kewenanganm dan pembagian daerah dalam struktur pemeritahan di negara kesatuan. Penyerahan, pendelegasian, dan pembagian kewenangan dengan sendirinya menciptakan kewenangan pada pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan di daerah, yang didahului pembagian daerah pemerintahan dalam bingkai derah otonom. 70 Gerald S. Maryanov, Decentralization in Indonesia as A Political Problem,New York, Cornel University, 1958, hal 58. 71 Aldelfer, Contitution and Administrative Law, Hampshire, MacMillan, 1989, hal 176. Universitas Sumatera Utara pendelegasian wewenang dalam desentralisasi berlangsung antara lembaga- lembaga di pusat dengan lembaga-lembaga otonom di daerah. Sementara, pemaknaan desentralisasi dapat dilihat dalam undang-undang pemerintah derah yang pernah berlaku dan berlaku positif sekarang ini, yaitu UU No. 51974 72 Ketegangan atas tarik ulur kewenangan yang muncul sampai sekarang ini, semuanya mengacu kepada pembagian kekuasaan atau kewenangan, dan siapa yang paling berwenang mengurus atau mengatur urusan tersebut. Bagir Manan berpandangan menegaskan desentralisasi sebagai penyerahan urusan, UU No. 221999 dan UU No. 322004 menegaskan desentralisasi sebagai penyerahan wewenang pemerintah, sementara UU No. 11945, UU No. 221948, UU No. 11957,Penpres RI No. 61949, dan UU RI No. 181965 tidak menegaskan secara jelas dan eksplisit dalam klausula Pasal-Pasal batang tubuhnya mengenai pengertian desentralisasi. Dari dimensi makna yang terlihat dari kaidah undang-undang di atas, jelas memperlihatkan bahwa desentralisasi memberikan ruang terjadinya penyerahan kewenangan urusan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Jadi, hanya ada satu bentuk otonomi, yaitu otonomi. Otonomi hanya ada kalau ada penyerahan overdragen urusan pemerintahan kepada daerah. 73 72 Undang Undang No. 5 Tahun 1974. 73 Bagir Manan, Hubungan.Hubungan Antar Pusat Dan Daerah Berdasarkan Asas Desentralisasi Menurut UUD 1945, Disertasi, Unpad, Bandung. 1990. Hal 15. bahwa desentralisasi dilihat dari hubungan pusat dan daerah yang mengacu pada UUD 1945, maka : Pertama, bentuk hubungan antara pusat dan Universitas Sumatera Utara daerah tidak boleh mengurangi hak-hak rakyat daerah untuk turut serta secara bebas dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Kedua, bentuk hubungan antara pusat dan daerah tidak boleh mengurangi hak-hak rakyat daerah untuk berinisiatif atau berprakarsa. Ketiga, bentuk hubungan antara pusat dan daerah dapat berbeda-beda antra daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Keempat, bentuk hubungan antara pusat dan daerah adalah dalam rangka mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial di daerah. Melalui sistem desentralisasi di atas. daerah juga berhak untuk melakukan perjanjian kerjasama luar negeri dengan organisasi-organisasi Internasional, namun mekanismenya tentu harus melalui pemerintah pusat. Karena pemerintah pusatlah yang berwenang dalam hal politik luar negeri untuk mewakili suatu negara. Negara yang mewakili aspirasi setiap rakyat di daerah-daerah merupakan subjek hukum terpenting di dalam kerjasama ekonomi Internasional. Sudah dikenal umum bahwa negara adalah subjek hukum yang paling sempurna. Pertama, ia satu-satunya subjek hukum yang memiliki kedaulatan. Berdasarkan kedaulatan negara, negara memiliki wewenang untuk menentukan dan mengatur segala sesuatu yang masuk dan keluar dari wilayahnya. Boysen 74 “… a state can absolutely determine whether anything from outside rhe state. The state would also have the power to determine the conditions on menggambarkan kedaulatan negara sebagai berikut. 74 Hercules Booysen, International Trade Law on Goods and Service, Pretoria: Interlegal, 1999, hal 2. Universitas Sumatera Utara which the goods may be imported into the state or exported to another country. … Every state would have the power to regulate arbitrarily the conditions of trade.” Dengan atribut kedaulatan ini, negara antara lain berwenang membuat hukum regulator yang mengikat segala subjek hukum lainnya yaitu individu, perusahaan, mengikat beda dan peristiwa hukum yang terjadi di dalam wilayahnya, termasuk perdagangan, di wilayahnya. Kedua, negara juga berperan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pembentukan organisasi-organisasi ekonomi internasional di dunia, misalnya WTO, UNCTAD, UNCITRAIL, dan lain-lain. 75 Ketiga, peran penting lainnya adalah negara juga bersama-sama dengan negara lain mengadakan perjanjian internasional guna mengatur transaksi ekonomi di antara mereka. Contoh perjanjian seperti ini adalah perjanjian Friendship, Commerce and Navigation, perjanjian penanaman modal bilateral, perjanjian penghindaran pajak berganda, dan lain-lain. Organisasi-organisasi internasional di bidang ekonomi internasional inilah yang kemudian berperan dalam pembentukan aturan-aturan hukum ekonomi perdagangan internasional. 76 Keempat, negara berperan juga sebagai subjek hukum dalam posisinya sebagai pedagang. Dalam posisinya ini, negara adalah satu pelaku utama dalam transaksi ekonomi internasional. Negara dengan perusahaan-perusahaan 75 Hans Van Houtte, The Law of International Trade, London, Sweet and Maxwell, 1995, hal 31. 76 Hans Van Houtte, The Law of International Trade, London, Sweet and Maxwell, 1995, hal 31. Universitas Sumatera Utara negaranya mengadakan transaksi dagang dengan negara lainnya. Negara memiliki sumber daya alam, perkebunan, pertambangan dan lain-lain. Bahan-bahan ala mini di samping dikelola untuk kebutuhan di dalam negeri juga diperdagangkan dijual ke subjek hukum lainnya yang memerlukan. Sebagai institusi yang besar, negara membutuhkan teknologi, infrastruktur kenderaan, pesawat kenegaraan, sumber-sumber kebutuhan yang dibutuhkan rakyatnya pengadaan barang dan jasa atau procurement. Untuk memenuhi semua ini, negara membelinya dari para pihak yang menyediakannya penjual atau supplier. Dengan demikian, negara dapat bertindak sebagai pelaku dalam transaksi ekonomi global. 77 Semua transaksi perjanjian ekonomi tersebut tunduk pada aturan hukum yang bentuk dan muatan pengaturannya bergantung pada jenis transaksi. Ketika negara bertransaksi dagang dengan negara lain, kemungkinan hukum yang akan mengaturnya adalah hukum Internasional. Ketika negara berttransaksi dengan subjek hukum lainnya, hukum yang mengaturnya adalah hukum nasional dari salah satu pihak. 78 77 Hercules Booysen, op. cit., hal 4. 78 Ibid, hal 4. Setiap tindak tanduk dari negara ini yang diwakili oleh pemerintah pusat juga tentu berpengaruh terhadap daerah sebagai bagian dari negara. Aspirasi tentang hubungan kerjasama antara daerah dengan organisasi internasional juga akan diwadahi oleh pemerintah pusat. Universitas Sumatera Utara Organisasi internasional yang bergerak di bidang perdagangan internasional memainkan peran signifikan Organisasi Internasional dibentuk oleh dua atau lebih negara guna mencapai tujuan bersama. Untuk mendirikan suatu organisasi intenasional, perlu dibentuk suatu dasar hukum yang biasanya adalah perjanjian internasional. Dalam perjanjian inilah termuat tujuan, fungsi, dan struktur organisasi perdagangan internasional yang bersangkutan. Biasanya peran organisasi internasional dalam perdagangan internasional kurang begitu signifikan. Memang organisasi internasional membeli kebutuhan- kebutuhan dari penjual procument, misalnya computer, peralatan kantor administrasi, telekomonikasi, transportasi, dan lain-lain. Namun, procument organisasi internasional tidak terlaku besar kuantitasnya. Dari segi hukum perdagangan internasional pun organisasi seperti ini lebih banyak bergerak sebagai regulator. Dalam kapasitasnya ini, organisasi internasional lebih banyak mengeluarkan peraturan-peraturan yang bersifat rekomendasi dan guidelines. Biasanya pun aturan-aturan seperti rekomendasi atau guidelines tersebut lebih banyak ditujukan kepada negara. Aturan-aturan tersebut jarang dimaksudkan untuk mengatur individu. 79 Diantrara berbagai organisasi internasional yang ada dewasa ini, organisasi ekonomi internsional di bawag PBB, seperti UNCITRAL atau UNCTAD. UNCITRAL adalah organisasi internasional yang berperan cukup penting dalam 79 Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, Jakarta, PT Raja Gafindo Persada, 2005, hal 65. Universitas Sumatera Utara perkembangan hukum ekonomi internasional. Badan ini didirikan pada Tahun 1966 berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2205 XXI, 12 Desember 1966. Tujuan atau mandate utama badan ini adalah mendorong harmonisasi dan unifikasi hukum perdagangan internasional secara progresif. Dalam upaya tersebut, UNCITRAL disyaratkan juga untuk mempertimbangkan kepentingan semua negara, khususnya negara sedang berkembang dalam mengembangkan perdagangan internasional secara ekstensif. UNCITRAL misalnya, telah melahirkan Vienna Convention on the Internasional Sale of Goods 1980; Convention on the Internasional Multi-moda Transport 1980, UNCITRAL Arbitration Rules 1976; UNCITRAL Model Law on Arbitration 1985, dan lain-lain. UNCTAD telah melahirkan berbagai kesepakatan internasional di bidang perdagangan yang juga cukup penting, antara lain misalnya: UN Convention on a Code of Conduct for Liner Conference 1974; GSP 1968; UN Convention on Carriage of Goods by Sea 1978. Di luar keluarnya PBB, organisasi perdagangan internasional yang dewasa ini berpengaruh luas adalah GATT 1947, GATT dengan ke-38 Pasalnya semula hanya mengatur tariff dan perdangangan. Perannya pada Tahun 1994 digantikan oleh WTO. Dengan lahirnya WTO, bidang pengaturan menjadi sangat luas. Hampir semua sektor perdagangan, jasa, penanaman modal, hingga hak atas kekayaan intelektual, menjadi bidang cakupan pengaturan perjanjian WTO. Universitas Sumatera Utara Disamping organisasi internasional antarpemerintah di atas, terdapat subjek hukum lainnya yang cukup penting yaitu NGO Non-Govermental Organization swasta non-pemerintah atau kerap kali disebut pula dengan LSM internasinal. NGO internasional dibentuk oleh pihak swasta pengusaha atau asosiasi dagang. Peran penting NGO dalam mengembangkan aturan-aturan hukum perdagangan internasional tidak dapat dipandang dengan sebelah mata. Misalnya, ICC Internasional Chamber of Commerce atau Kamar Dagang Internasional, telah berhasil merancang dan melahirkan berbagai bidang hukum perdagangan dan keuangan internasional, misalnya INCOTTERMS, Arbitration Rules dan Court of Arbitration, serta Uniform Customs and Practices for Documentary Credits UCP. Khususnya untuk UCP, misalnya, aturan-aturannya sekarang sudah menjadi acuan hukum sangat penting bagi pengusaha dalam melaksanakan transaksi perdagangan internasional. Aturan-aturan UCP yang terkait dengan sistem pembayaran melalui perbankan telah ditaati dan dihormati oleh sebagian besar pengusaha-pengusaha besar dunia. Gambaran lainnya adalah ICC Arbitration Rules. Banyak penguasa besar di dunia telah memanfaatkan aturan arbitrase ICC untuk menyelesaikan sengketa- sengketa dagang mereka. Dalam Klausul-klausul kontrak dagang internasional, para pengusaha telah cukup banyak mencantumkan klausul arbitrase dengan mengacu pada ICC Arbitration Rules untuk hukum acara badan arbitrasenya. Universitas Sumatera Utara Kedudukan Organisasi Internasional sebagai subjek hukum Internasional sekarang tidak diragukan lagi, walaupun pada mulanya belum ada kepastian mengenai hal ini.

B. Hambatan Yang Dihadapi Dalam Kerjasama Antara Pemerintah Daerah Dengan Lembaga Internasional.