Karakteristik dan Perilaku Petugas Cleaning Service Mengenai Pengelolaan Limbah Padat Medis Terhadap Risiko Kecelakaan Kerja di RSU Permata Bunda Medan Tahun 2014

(1)

KARAKTERISTIK DAN PERILAKU PETUGAS CLEANING SERVICE MENGENAI PENGELOLAAN LIMBAH PADAT MEDIS

TERHADAP RISIKO KECELAKAAN KERJA DI RSU PERMATA BUNDA MEDAN

TAHUN 2014

TESIS

Oleh

RENI PERMATA 127032165/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KARAKTERISTIK DAN PERILAKU PETUGAS CLEANING SERVICE MENGENAI PENGELOLAAN LIMBAH PADAT MEDIS

TERHADAP RISIKO KECELAKAAN KERJA DI RSU PERMATA BUNDA MEDAN

TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RENI PERMATA 127032165/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : KARAKTERISTIK DAN PERILAKU PETUGAS CLEANING SERVICE MENGENAI

PENGELOLAAN LIMBAH PADAT MEDIS TERHADAP RISIKO KECELAKAAN KERJA DI RSU PERMATA BUNDA MEDAN TAHUN 2014.

Nama Mahasiswa : Reni Permata Nomor Induk Masahiswa : 127032165

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M)

Ketua Anggota

(Siti Saidah NST, S.Kep, M.Kep, SP.Mat)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal: 21 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. R.Kintoko Rochadi, M.K.M

Anggota : 1. Siti Saidah Nasution, SKep, MKep, Sp. Mat 2. Ir. Indra Cahaya, M.Si


(5)

PERNYATAAN

KARAKTERISTIK DAN PERILAKU PETUGAS CLEANING SERVICE MENGENAI PENGELOLAAN LIMBAH PADAT MEDIS

TERHADAP RISIKO KECELAKAAN KERJA DI RSU PERMATA BUNDA MEDAN

TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2014

Reni Permata 127032165/IKM


(6)

ABSTRAK

Kegiatan pelayanan yang dilakukan di RSU Permata Bunda Medan selalu menghasilkan limbah medis yang bersifat infeksius. Pengelolaan limbah padat medis yang dilakukan oleh petugas cleaning service masih belum sesuai dengan peraturan Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004, karakteristik dan perilaku terdiri dari: umur, pendidikan, lama bekerja, shift kerja, pengetahuan, sikap dan tindakan yang kurang baik dapat menimbulkan risiko kecelakaan saat bekerja.

Jenis penelitian analitik dengan desain crossectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 - Juli 2014. Populasi penelitian adalah seluruh petugas cleaning service sebanyak 45 orang dan seluruhnya di jadikan sampel. Data diperoleh dengan kuisioner dan observasi, dianalisis dengan uji pearson chi square dan uji regresi logistik berganda pada tingkat kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel karakteristik (umur, pendidikan, lama bekerja, shift kerja) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap risiko kecelakaan kerja sedangkan variabel perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) berpengaruh signifikan terhadap risiko kecelakaan kerja. Tindakan merupakan faktor risiko paling berpengaruh menyebabkan terjadinya risiko kecelakaan kerja (Rasio Prevalen = 0,121).

Disarankan kepada: RSU Permata Bunda Medan untuk melengkapi sarana dan prasarana pengelolaan limbah padat medis seperti penambahan tempat sampah medis pada tiap ruang rawatan dan melengkapi alat pelindung diri (APD) seperti baju khusus, kacamata, topi, celemek dan sepatu boat pada petugas cleaning service.

Kata Kunci : Karaktersistik dan Perilaku, Limbah Padat Rumah Sakit, Risiko Kecelakaan Kerja


(7)

ABSTRACT

The service activities which are performed at RSU Permata Bunda usually prodece infecting waste. The management of medical solid waste done by cleaning service employees is still not in line with the regulation in Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004. The characteristics and behavior consist of age, education, length of service. Work shift, knowledge and attitude, bad action can cause the risk of getting job accidence.

The research was analytic with cross sectional design. It was conducted from March to July, 2014. The population was 45 cleaning service employees, and all of them were used as the samples. The data were gathered by distributing questionnaires and conducting observation and analyzed by using Pearson chi square test and multiple logistic regression test at the reliability level 95%.

The result of the research showed that the variable of characteristic (age, education, length of service and work shift) did not have any significant influence on the risk of getting job accidence (Prevalence Ratio = 0.121).

Its is recommanded that the management of RSU Permata Bunda equip the facility and infrastrukture of managing medical solid waste by adding medical transhcans in each ward and provide APD )Personal Protective Device) such as habiliments, glasses, hat napkins, and boots for cleaning service employees.

Key words: Characteristics and Behavior, Hospotal Solid Waste, Risk of Job Accidence


(8)

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puji dan syukur yang tiada henti dan tak terhingga kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Karakteristik dan Perilaku Petugas Cleaning Service Mengenai Pengelolaan Limbah Padat Medis Terhadap Risiko Kecelakaan Kerja di RSU Permata Bunda Medan Tahun 2014”.

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan serta bantuan moral maupun material dari banyak pihak. Untuk itu izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM),Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekertaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

4. Dr. Drs. R .Kintoko Rochadi, M.K.M, selaku ketua komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis sejak awal hingga terselesaikannya tesis ini.

5. Siti Saidah NST, S.Kep, M.Kep, SP.Mat selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis sejak awal hingga terselesaikannya tesis ini.

6. Ir. Indra Cahaya, M.Si selaku komisi penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

7. Dr. Taufik Ashar, M.K.M selaku komisi penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini. 8. dr.H. Syaiful Sitompul selaku direktur RSU Permata Bunda Medan beserta

jajarannya yang telah berkenan memberikan izin penelitian kepada penulis untuk melakukan penelitian di RSU Permata Bunda Medan.

9. Terimakasih kepada keponakanku Gewa Hadyaksa Putri & Suci Salsabilla yang telah mendukung dan menghibur penulis dalam suka maupun duka sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

10.Teristimewa ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Sertu Andi Prasetio yang telah turut memberikan doa, cinta, dukungan dan motivasi serta sabar menemani penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.


(10)

11.Kepada seluruh teman-teman Administrasi Rumah Sakit kelas A yang tidak bisa disebutkan satu persatu terimakasih yang tak terhingga atas dukungan, perhatian serta motivasi yang diberikan terhadap penulis.

12.Kepada suluruh rekan-rekan kerja Zamrud 1 RSU Permata Bunda Medan yang tidak bisa disebutkan satu persatu terimakasih atas doa, dukungan serta bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Dalam kesempatan yang berbahagia ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga serta rasa hormat yang setinggi-tingginya kepada Ayahanda (Alm. H. Iran) & Ibunda (Hj. Asih) tercinta atas restunya yang telah menjadikan penulis berhasil dalam menyelesaikan pendidikan tinggi seperti harapan dan keinginan kedua orang tua, yang tiada henti memberikan motivasi, nasihat, cinta, perhatian dan kasih sayang serta doa yang tak bisa penulis balas dalam bentuk apapun. Hanya doa yang tulus buat ayahanda dan ibunda yang bisa penulis panjatkan, semoga Allah SWT memberikan tempat yang terindah untukmu ayah dan berikanlah ketabahan serta keikhlasan untuk ibunda tercinta.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pembangunan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2014 Penulis

Reni Permata 127032165/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Reni Permata, lahir di Perbaungan pada tanggal 04 Maret 1988, anak tunggal dari pasangan Alm. H. Iran dan Hj. Asih.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan Taman Kanak-kanak di Tunas Bangsa Medan selesai pada tahun 1993, pendidikan Sekolah Dasar Swasta di PAB 15 Klambir V Medan selesai pada tahun 1999, pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Swasta di Kartika 1-2 Medan selesai pada tahun 2002, pendidikan Sekolah Menengah Atas Swasta di Kemala Bhayangkari 1 Medan selesai pada tahun 2005, pendidikan Diploma III di Akademi Kebidanan Sehat Medan selesai pada tahun 2008, Pendidikan Sarjana di fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara selesai pada tahun 2011, dan pendidikan Pascasarjana di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara pada tahun 2012 s/d sekarang.

Mulai bekerja di RSIA Salam Medan Tahun 2008 sampai tahun 2009, tahun 2009 hingga saat ini bekerja di RSU Permata Bunda Medan.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Hipotesis ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Pengertian Perilaku ... 10

2.1.1 Pengetahuan (Knowledge) ... 10

2.1.2 Sikap (Attitude) ... 12

2.1.3 Tindakan (Practice) ... 13

2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku dalam Pengelolaan Limbah Padat Medis ... 14

2.2.1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor) ... 15

2.2.2. Faktor Pendukung (Enabling Factor) ... 22

2.2.3. Faktor Pendorong (Reinforcing Factor) ... 22

2.3 Pengertian Rumah Sakit ... 24

2.3.1 Pelayanan Rumah Sakit... 25

2.3.2 Sumber Daya Pengelolaan Limbah di Rumah Sakit ... 25

2.4 Konsep Limbah Padat Medis di Rumah Sakit ... 28

2.4.1 Pengertian Limbah Padat Medis ... 28

2.5 Persyaratan Pengelolaan Limbah Padat Medis di Rumah Sakit . 31 2.6 Tata Cara Pelaksanaan Membuang Limbah Padat Medis Berdasarkan Masing-masing Fungsinya di Rumah Sakit ... 49

2.7 Pengaruh Limbah Rumah Sakit terhadap Lingkungan dan Kesehatan ... 50

2.7.1 Risiko Kesehatan terhadap Petugas Pengelola Limbah Medis di Rumah Sakit ... 52


(13)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 57

3.1 Jenis Penelitian ... 57

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 57

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 57

3.2.2 Waktu Penelitian ... 57

3.3 Populasi dan Sampel ... 58

3.4 Instrumen Penelitian ... 58

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 58

3.5.1 Jenis Data ... 58

3.5.2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 59

3.6 Variabel dan Definisi Operasional ... 60

3.7 Metode Pengukuran ... 61

3.8 Metode Analisis Data ... 62

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 64

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 64

4.1.1 Sejarah Perkembangan Rumah Sakit Umum Permata Bunda Medan ... 64

4.2 Analisis Univariat ... 65

4.2.1 Karakteristik Responden ... 65

4.2.2 Perilaku Responden ... 66

4.3 Analisis Bivariat ... 71

4.3.1 Hubungan Pengetahuan Responden dengan Risiko Kecelakaan Kerja ... 71

4.4 Analisis Multivariat ... 73

4.4.1 Metode Keseluruhan Model ... 74

4.4.2 Pengujian Hipotesis ... 74

BAB 5. PEMBAHASAN ... 76

5.1 Perilaku Petugas Cleaning Service Mengenai Pengelolaan Limbah Padat Medis terhadap Risiko Kecelakaan Kerja ... 76

5.1.1 Pengaruh Pengetahuan Petugas Cleaning Service terhadap Risiko Kecelakaan Kerja ... 76

5.1.2 Pengaruh Sikap Petugas Cleaning Service terhadap Risiko kecelakaan Kerja ... 79

5.1.3 Pengaruh Tindakan Petugas Cleaning Service terhadap Risiko Kecelakaan Kerja ... 83

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

6.1 Kesimpulan ... 86

6.2 Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 64 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1 Klasifikasi Limbah Padat Medis Yang Berasal dari Rumah Sakit ... 29 2.2 Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Kategori ... 33 3.1 Metode Pengukuran ... 61 4.1 Distribusi Karakteristik Responden Mengenai Pengelolaan Limbah Padat

Medis terhadap Risiko Kecelakaan Kerja di RSU Permata Bunda Medan Tahun 2014 ... 64 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Pengelolaan

Limbah Padat Medis terhadap Risiko Kecelakaan Kerja di RSU Permata Bunda Medan Tahun 2014 ... 67 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap ... 68 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Mengenai Pengelolaan Limbah

Padat Medis terhadap Risiko Kecelakaan Kerja di RSU Permata Bunda Medan Tahun 2014 ... 68 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan ... 69 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Mengenai Pengelolaan

Limbah Padat Medis terhadap Risiko Kecelakaan Kerja di RSU Permata Bunda Medan Tahun 2014 ... 70 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Risiko Kecelakaan Kerja ... 70 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Risiko Kecelakaan Kerja terhadap

Pengelolaan Limbah Padat Medis di RSU Permata Bunda Medan Tahun 2014 ... 71 4.10 Hubungan Pengetahuan Responden Mengenai Pengelolaan Limbah Padat

Medis dengan Risiko Kecelakaan Kerja ... 72 4.11 Distribusi Sikap Responden Mengenai Pengelolaan Limbah Padat Medis


(15)

4.12 Distribusi Tindakan Responden Mengenai Pengelolaan Limbah Padat Medis Menurut Risiko Kecelakaan Kerja ... 73 4.13 Hasil Uji Multivariat Regresi Logistik ... 74 4.14 Model Summary ... 74


(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Contoh Wadah Limbah Padat Medis ... 34 2.2 Contoh Wadah Limbah Padat Non Medis ... 34 2.3 Kerangka Konsep Penelitian ... 56


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 91

2. Master Data ... 99

3. Hasil SPSS ... 100

4. Surat Ijin Penelitian ... 114


(18)

ABSTRAK

Kegiatan pelayanan yang dilakukan di RSU Permata Bunda Medan selalu menghasilkan limbah medis yang bersifat infeksius. Pengelolaan limbah padat medis yang dilakukan oleh petugas cleaning service masih belum sesuai dengan peraturan Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004, karakteristik dan perilaku terdiri dari: umur, pendidikan, lama bekerja, shift kerja, pengetahuan, sikap dan tindakan yang kurang baik dapat menimbulkan risiko kecelakaan saat bekerja.

Jenis penelitian analitik dengan desain crossectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 - Juli 2014. Populasi penelitian adalah seluruh petugas cleaning service sebanyak 45 orang dan seluruhnya di jadikan sampel. Data diperoleh dengan kuisioner dan observasi, dianalisis dengan uji pearson chi square dan uji regresi logistik berganda pada tingkat kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel karakteristik (umur, pendidikan, lama bekerja, shift kerja) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap risiko kecelakaan kerja sedangkan variabel perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) berpengaruh signifikan terhadap risiko kecelakaan kerja. Tindakan merupakan faktor risiko paling berpengaruh menyebabkan terjadinya risiko kecelakaan kerja (Rasio Prevalen = 0,121).

Disarankan kepada: RSU Permata Bunda Medan untuk melengkapi sarana dan prasarana pengelolaan limbah padat medis seperti penambahan tempat sampah medis pada tiap ruang rawatan dan melengkapi alat pelindung diri (APD) seperti baju khusus, kacamata, topi, celemek dan sepatu boat pada petugas cleaning service.

Kata Kunci : Karaktersistik dan Perilaku, Limbah Padat Rumah Sakit, Risiko Kecelakaan Kerja


(19)

ABSTRACT

The service activities which are performed at RSU Permata Bunda usually prodece infecting waste. The management of medical solid waste done by cleaning service employees is still not in line with the regulation in Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004. The characteristics and behavior consist of age, education, length of service. Work shift, knowledge and attitude, bad action can cause the risk of getting job accidence.

The research was analytic with cross sectional design. It was conducted from March to July, 2014. The population was 45 cleaning service employees, and all of them were used as the samples. The data were gathered by distributing questionnaires and conducting observation and analyzed by using Pearson chi square test and multiple logistic regression test at the reliability level 95%.

The result of the research showed that the variable of characteristic (age, education, length of service and work shift) did not have any significant influence on the risk of getting job accidence (Prevalence Ratio = 0.121).

Its is recommanded that the management of RSU Permata Bunda equip the facility and infrastrukture of managing medical solid waste by adding medical transhcans in each ward and provide APD )Personal Protective Device) such as habiliments, glasses, hat napkins, and boots for cleaning service employees.

Key words: Characteristics and Behavior, Hospotal Solid Waste, Risk of Job Accidence


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Indonesia (Soejitno, 2002).

Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan serta sebagai tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, dapat menjadi tempat penularan penyakit dan memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. Terkait hal tersebut, untuk menghindari risiko dan gangguan kesehatan sebagaimana yang dimaksud sebelumnya maka penyelenggara pelayanan kesehatan seperti rumah sakit harus memperhatikan faktor kesehatan lingkungan rumah sakit sesuai dengan persyaratan kesehatan (Depkes RI, 2004).

Sebagai penyedia jasa pelayanan kesehatan, setiap kegaitan yang dilaksanakan akan mengahasilkan produksi limbah yang sangat kompleks. Dimana limbah yang dihasilkan setiap harinya sangat banyak dan seringkali bersifat toksik, terutama


(21)

limbah padat, baik itu limbah padat medis maupun limbah padat non medis (Soejitno, 2002).

Limbah padat medis ialah limbah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan gigi, laboratorium, farmasi atau yang sejenis, penelitian, perawatan, pendidikan yang menggunakan bahan beracun, infeksius atau bahan berbahaya memiliki sifat infeksius dan toksik. Sedangkan limbah padat non medis berasal dari dapur, kantor rumah sakit, halaman, ruang - ruang perawatan, radiologi atau hasil kegiatan lain yang tidak mengandung bahan infeksius, beracun atau bahan berbahaya (Arifin, M. 2005).

Unit-unit rumah sakit yang menghasilkan limbah padat medis diantaranya ruang ICU, ICCU, ruang perawatan/ rawat inap, IGD, laboratorium, instalasi farmasi, poliklinik dan ruang bersalin. Fasilitas pelayanan kesehatan tersebut tentunya menghasilkan limbah seperti jarum suntik, kassa verban, ampul, infus set, obat kadaluarsa, sisa bungkus obat, pot urine, jaringan tubuh, sarung tangan dan masih banyak lagi lainnya (Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004).

Pengumpulan limbah padat medis dipisahkan antara limbah padat medis dengan limbah padat non medis, termasuk pemisahan dan pengumpulan limbah padat medis berdasarkan karakteristik. Pemisahan limbah padat medis sejak dari ruangan merupakan langkah awal memperkecil kontaminasi terhadap petugas kesehatan, petugas kebersihan lingkungan, pasien maupun tamu yang berkunjung (Depkes RI, 2004).


(22)

Persyaratan pengelolaan limbah padat medis pada layanan kesehatan sesuai International Commite of The Red Cross dan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004 bahwa setiap pelayanan kesehatan harus melakukan: minimisasi limbah padat, Pemilahan, pewadahan dan penanganan (handling), Pengumpulan dan penyimpanan, Transportasi, Pengolahan, pemusnahan dan pembuangan akhir limbah padat medis.

Dalam profil kesehatan Indonesia, Departemen Kesehatan 1997, diungkapkan seluruh rumah sakit di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Diperkirakan secara nasional produksi sampah rumah sakit sebesar 376.089 ton/hari. Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa besar potensi rumah sakit untuk mencemari lingkungan dan kemungkinannya menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit terhadap petugas yang bekerja di rumah sakit maupun masyarakat yang berada di sekitar rumah sakit (Direktorat Jenderal PPM & PL dan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Depkes RI. 2002).

Data dari Badan Lingkungan Hidup dan Energi Sumber Daya Mineral (LH-ESDM) Kota Medan mencatat sebanyak 82 rumah sakit yang ada di Medan, hanya 36 rumah sakit memiliki dokumen Upaya Kelestarian Lingkungan (UKL) dan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UPL), selebihnya sebanyak 46 rumah sakit memiliki dokumen Upaya Kelestarian Lingkungan (UKL) dan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UPL) tapi tidak memaksimalkannya dengan baik.

Pengaruh limbah rumah sakit terhadap lingkungan dan kesehatan jika tidak dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan berbagai masalah seperti gangguan


(23)

kenyamanan dan estetika, kerusakan harta benda, gangguan kerusakan tanaman dan binatang, gangguan terhadap kesehatan manusia serta gangguan genetik dan reproduksi (Depkes RI, 2004).

Dalam mencegah timbulnya risiko dan penularan penyakit terhadap petugas pengelolaan limbah padat medis di rumah sakit, faktor perilaku seperti faktor pendukung (enabling factor) terdiri dari: kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana pengelolaan limbah di rumah sakit dan faktor pendorong (reinforcing factor) terdiri dari: pengawasan pimpinan, peraturan rumah sakit dan sistem informasi pengelolaan limbah sangat memengaruhi perilaku petugas (Sani, 2012).

Risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat terjadi terhadap petugas, jika petugas tidak melakukan pengelolaan limbah sesuai dengan persyaratan yang telah diatur dalam kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004. Risiko tersebut seperti terjadinya gangguan kesehatan yang terjadi karena terkontaminasinya limbah padat medis yang mengandung berbagai macam bahan kimia beracun dan buangan yang terkena benda-benda tajam terhadap petugas pengelola limbah padat medis di rumah sakit. Penyakit yang dapat timbul seperti penyakit HIV/AIDS, hepatitis B dan C, Dermatitis Iritan Kronik serta gangguan pernafasan (Kepmenkes No.1087/MENKES/SK/VIII/2010).

WHO menyebutkan jumlah keseluruhan pekerja kesehatan sebanyak 35 juta pekerja, 3 juta diantaranya terpajan patogen darah (2 juta pekerja terpajan virus HBV, 0.9 juta pekerja terpajan virus HBC dan 170.000 pekerja terpajan virus HIV/AIDS. Dimana jumlah kematian akibat penyakit menular yang berhubungan dengan


(24)

pekerjaan untuk laki-laki sebanyak 108.256 jiwa dan perempuan sebanyak 517,404 jiwa.

Di luar negeri seperti USA (per tahun) terdapat 5000 petugas kesehatan terinfeksi Hepatitis B dan 47 orang positif terkena penyakit HIV dan setiap tahunnya dilaporkan 600.000 – 1.000.000 pekerja terkena luka tususk jarum (diperkirakan lebih dari 60% tidak dilaporkan). Dan di Indonesia (1998) mencatat kecelakaan akibat kerja yang disebabkan karena tertusuk jarum suntik sekitar 41%, terdapat 65.4% petugas pembersih rumah sakit (cleaning service) menderita Dermatitis Kontak Iritan Kronik Tangan.

Terkait dengan pengelolaan limbah medis rumah sakit maka penting diperhatikan beberapa penelitian yang menyebutkan pengelolaan limbah medis rumah sakit sangat memengaruhi eksistensi rumah sakit tersebut dalam melakukan pelayanan kepada pengguna jasa pelayanan kesehatan. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Risca (2008), dimana diketahui bahwa pengelolaan limbah padat sangat berhubungan dengan kualitas pengelolaan lingkungan rumah sakit. Selain itu dalam penelitian ini juga diketahui bahwa perilaku yang baik dari petugas pengelolaan rumah sakit berkaitan erat dengan upaya pengelolaan limbah rumah sakit yang baik. Hasil penelitian Tarigan (2008), menjelaskan bahwa variabel kebijakan rumah sakit dengan limbah padat medis merupakan faktor yang dominan berpengaruh terhadap tindakan perawat dalam membuang limbah padat medis di RSU Dr. Pirngadi Kota Medan.


(25)

Penelitian lain yang dilakukan oleh Maimunah (2002), menunjukkan bahwa sistem pengelolaan sampah medis rumah sakit tersebut belum memenuhi syarat. Hal ini terjadi selain disebabkan karena kurang tersediannya sarana dan prasarana pendukung upaya pengelolaan limbah sampah medis, juga disebabkan oleh perilaku petugas yang kurang mendukung upaya penanggulangan sampah medis tersebut. Hanya 36,5% petugas pengelolaan sampah medis yang menunjukkan perilaku yang baik dalam upaya penanggulangan sampah medis.

Dengan melihat keadaan diatas maka perlu dilakukan pengelolaan limbah padat medis yang baik, dimulai dari sumber hingga pengelolaan, yang meliputi pengolahan, pengemasan, pengumpulan, pengangkutan, penampungan dan penyimpanan, pemusnahan dan pengawasan, serta pencatatan dan pelaporan. Alur untuk mengangkut limbah padat medis baik medis maupun non medis tidak boleh sama dengan alur petugas diet dan pasien termasuk penggunaan lift juga tidak diperbolehkan berada dalam satu lift.

Rumah sakit umum Permata Bunda Medan merupakan rumah sakit swasta. Memiliki visi yaitu melakukan pelayanan yang ramah dan bermutu. Dari survei pendahuluan yang dilakukan peneliti di RSU Permata Bunda Medan, bahwa pengelolaan limbah padat medis mulai dari pemilahan hingga pengangkutan ke tempat limbah sementara dilakukan oleh cleaning servis dan untuk pengelolaan limbah padat medis bekerjasama dengan pihak ketiga yaitu PT. ARA yang berada di Jl. Air Bersih SM Raja Medan, kemudian pemusnahan limbah dengan incinerator dilakukan PT. ARA di daerah Tj. Morawa Deli Serdang Sumatera Utara. Pengelolaan


(26)

limbah medis RSU Permata Bunda sudah cukup memadai namun masih ditemukan permasalahan-permasalahan terkait pengelolaan limbah padat medis.

Hasil pengamatan peneliti terhadap kegiatan pengelolaan limbah padat medis yang dilakukan oleh cleaning servis yaitu masih didapati limbah padat medis bercampur dengan limbah padat non medis, masih terdapat petugas cleaning servis yang tidak menggunakan alat pelindung diri lengkap saat mengangkut sampah seperti tidak menggunakan masker, tutup kepala, pelindung mata, sarung tangan khusus dan tidak menggunakan baju khusus. Sehingga risiko kecelakaan kerja yang terjadi yaitu masih terdapat cleaning service yang tertusuk jarum suntik sebanyak 18 orang (40,0%) dari 45 petugas cleaning service saat melakukan pengangkutan limbah padat ke tempat penampungan limbah sementara, hingga mengalami alergi pada kulit.

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang perilaku petugas cleaning servis mengenai pengelolaan limbah padat medis terhadap risiko kecelakaan kerja di RSU Permata Bunda Medan tahun 2014. Untuk mengetahui bagaimana perilaku petugas cleaning servis dalam mengelola limbah padat medis mulai dari sumber hingga pengolahan akhir yang dilakukan oleh petugas rumah sakit terhadap limbah padat medis.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang dan survei pendahuluan dapat diketahui bahwa permasalahan dalam penelitian ini adalah perilaku petugas cleaning service yang kurang baik dalam pengelolaan limbah padat medis di RSU Permata Bunda Medan.


(27)

Hal ini berdampak tidak baik bagi keselamatan serta keamanan petugas, untuk itu dalam meminimalkan risiko kecelakaan dan penularan penyakit terhadap petugas maka setiap petugas harus mengetahui prosedur pengelolaab limbah padat medis yang sesuai standar di RSU Permata Bunda Medan tahun 2014.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dan perilaku petugas cleaning servis terhadap pengelolaan limbah padat medis terhadap risiko kecelakaan kerja di RSU Permata Bunda Medan Tahun 2014.

1.4 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh antara karakteristik dan perilaku petugas cleaning servis mengenai pengelolaan limbah padat medis terhadap risiko kecelakaan kerja di RSU Permata Bunda Medan Tahun 2014.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang kesehatan lingkungan yang telah diperoleh di bangku perkuliahan terutama mengenai pengelolaan limbah padat medis.

1.5.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi Badan Lingkungan Hidup Kota Medan dalam menentukan


(28)

kebijaan yang berkaitan dengan manajemen pengelolaan limbah padat medis di RSU Permata Bunda Medan. Selain itu, dapat dimanfaatkan sebagai data sekunder sebagai pedoman awal untuk pengembangan penelitian yang terkait dimasa yang akan datang.

1.5.3 Manfaat Bagi Rumah Sakit

Sebagai masukan bagi pihak manajemen RSU Permata Bunda Medan dalam melakukan pengelolaan limbah padat medis terhadap risiko kecelakaan kerja di rumah sakit.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Perilaku

Menurut Ensiklopedia amerika yang dikutip oleh Notoadmodjo (1993), perilaku diartikan sebagai suatu aksi reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang di perlukan untuk menimbulkan reaksi yang disebut rangsangan. Dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu.

Perilaku dapat dikelompokkan menjadi 3 (Kuswadi, 1994):

1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yakni dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar.

2. Perilaku dalam bentuk sikap, yakni tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar subjek. Walaupun sangat sukar diketahui tetapi sikap merupakan hal yang penting dalam menentukan corak perilaku selanjutnya.

3. Perilaku dalam bentuk tindakan, yakni perilaku yang berbentuk perbuatan (action) terhadap situasi atau rangsangan dari luar.

2.1.1 Pengetahuan (Knowledge)

Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia


(30)

diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) yang di kutip Notoatmodjo (1993), mengungkapkan sebelum orang berperilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni:

1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti pengetahuan terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2. Interest (merasa tertarik), dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.

3. Evaluation (menimbang-nimbang), terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap respon sudah lebih baik lagi.

4. Trial (mencoba), dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. Adoption (mengadopsi), dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus, tetapi Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut.

Tingkat Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan, yakni tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (Synthetis) dan evaluasi (evaluation).

Menurut Notoatmodjo (1993), yang mengutip pendapat Rogers (1974), pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang


(31)

menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan pengetahuan yang ingin di ketahui dapat disesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas.

2.1.2 Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Pengertian sikap menurut New Comb, salah seorang ahli psykologi sosial yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993), mengatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi adalah predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup bukan reaksi terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 1993)

Menurut Allport (1954) yang dikutip oleh Notoatmodjo menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok yaitu: kepercayaan, ide dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek serta kecenderungan untuk bertindak.

Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari empat tingkatan: 1. Menerima (reciving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek manusia) dan memerhatikan stimulus yang di berikan (objek).


(32)

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2.1.3 Tindakan (Practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain dalah fasilitas, disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain.

Menurut Notoatmodjo (1993), tindakan mempunyai beberapa tingkatan yaitu: 1. Persepsi (perseption) yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan

dengan tindakan yang akan diambil.

2. Respon terpimpin (guided respone), bila seseorang dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar.

3. Mekanisme (mecanisme), bila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis.


(33)

Adaptasi (adaptation ) merupakan suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, diantaranya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Pengukuran tindakan dilakukan secara langsung dengan cara observasi tindakan atau kegiatan yang dilakukan, sedangkan secara tidak langsung melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner.

2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku dalam Pengelolaan Limbah Padat Medis

Menurut Arifin (2009), limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Menurut Permenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004, limbah rumah sakit yaitu semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair dan gas. Dalam upaya pengelolaan limbah rumah sakit, diperlukan peran serta petugas pengelolaan limbah yaitu perawat dan cleaning servis serta peralatan-peralatan yang memadai dari segi kuantitas dan kualitas. Namun, hal yang paling utama adalah bagaimana perilaku petugas pengelolaan limbah tersebut dalam memproses limbah medis rumah sakit agar tidak membahayakan lingkungan.

Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya. Skiner dalam


(34)

Robbins (2002) merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku.

Menurut Green yang dikutip dari oleh Notoadmodjo (2007), yang mendasari timbulnya perilaku dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pendukung (enabling factor) dan faktor pendorong (reinfocing factor). Faktor-faktor yang tergolong sebagai faktor predisposisi (predisposing factor) antara lain pengetahuan, sikap, jenis kelamin, pendidikan, umur dan lama bekerja, faktor pendukung (enabling factor) antara lain mencakup ketersediaan sarana dan prasarana dalam hal ini peralatan ataupun perlengkapan pengelolaan limbah padat medis rumah sakit yang meliputi kualitas dan kuantitas alat. Sedangkan faktor pendorong (reinfocing factor) mencakup tidak langsung yang memengaruhi perilaku petugas (perawat dan cleaning servis) di rumah sakit yang meliputi peran kepala perawatan atau pengawas instalasi pengelolaan limbah medis serta peraturan-peraturan dari rumah sakit tentang pengelolaan limbah juga mengenai sistem informasi tata cara pengelolaan limbah rumah sakit.

2.2.1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap petugas pengelolaan limbah padat medis serta faktor-faktor karakteristik individu petugas pengelolaan limbah padat


(35)

medis yang berperan dalam tindakan petugas tersebut dalam upaya pengelolaan limbah padat medis.

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan ranah yang sangat penting bagi terbentuknya perilaku. Perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan cenderung tidak bersifat langgeng atau berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007). Selanjutnyamenurut soekidjo pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan yang di cakup dalam ranah pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu:

a. Tahu (know), tahu diartikan pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau dirangsang yang telah diterima. Oleh karena itu “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (comprehension), memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi harus dapat menjelaskan, menyebut contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.

c. Aplikasi (apllication), penerapan diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu kondisi nyata (sebenarnya).


(36)

Aplikasi disini dapat diartikan penggunaan metode, rumus, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis), analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (synthesis), sintesis menunjukkan pada kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation), evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.

2. Sikap

Sikap individu tidak terlepas dari perilaku, sebab proses terjadinya perilaku seseorang berlangsung karena adanya sikap orang terhadap obyek. Menurut Berkowitz dalam kutipan Azwar (1987) sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favourable), maupun perasaan tidak mendukung atau memihak (unfavourable), pada obyek tersebut.

Pengertian yang kurang lebih sama dikemukakan oleh Purwanto bahwa sikap sebenarnya sudah mengandung unsur penilaian suka atau tidak suka, positif atau negatif, yang disebut subyek atau obyek. Kalau sesseorang bersikap positif terhadap sesuatu hal, subyek akan mendekati, memakai, menganut atau mengadopsi obyek


(37)

tersebut. Sebaliknya kalau orang bersikap negatif terhadap suatu obyek, orang tersebut akan menjauhi, menolak, menggagalkan atau menghindari obyek tersebut.

Sedangkan Edgley yang dikutip Azwar (1987), mendefenisikan sikap sebagai suatu pola prilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial yang telah terkondisikan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Notoatmojo (2007) bahwa sikap belum merupakan suatu perilaku tertentu. Dari bahan-bahan di atas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu. Dalam diri individu sebenarnya terdapat suatu dorongan yang didasarkan pada kebutuhan, perasaan, perhatian dan kemampuan untuk mengambil suatu keputusan pada suatu saat terhadap suatu perubahan atau stimulus. Proses dalam tahapan ini sesungguhnya masih bersifat tertutup, tetapi sudah merupakan keadaan yang disebut sikap. Bila terus menerus diarahkan, maka pada suatu saat akan meningkatkan menjadi lebih terbuka dan berwujud pada suatu reaksi yang berupa perilaku (Notoatmodjo, 2007). 3. Jenis Kelamin

Sejak awal 1970 an semakin banyak kaum wanita yang bergerak memasuki karier organisasi. Sebagai hasil dari perkembangan ini, timbul pertanyaan berikut: adakah perbedaan agresivitas, kecenderungan menempuh resiko, keikatan dan etika kerja antara pria dan wanita. Yang diperlukan adalah pengkajian ilmiah tentang pria, wanita dan lain-lain yang melakukan pekerjaan dan bukan manajerial dalam organisasi, untuk itu dibutuhkan data untuk mengkaji dan mengetahui perbedaan gaya dan karakteristik apabila perbedaan itu memang ada (Fathoni, 2006).


(38)

Tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam kemampuan memecahkan masalah, keterampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas atau kemampuan belajar. Namun studi-studi psikologis telah menemukan bahwa wanita lebih bersedia untuk memenuhi wewenang, dan pria lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya dari pada wanita dalam memiliki pengharapan untuk sukses. Bukti yang konsisten juga menyatakan bahwa wanita mempunyai tingkat kemangkiran yang lebih tinggi dari pada pria (Robbins, 2002). 4. Pendidikan

Pendidikan seseorang memengaruhi cara berfikir dalam menghadapi pekerjaan. Santis dikutip oleh Notoatmojo (2003) dimana dalam penelitiannya membuktikan bahwa pendidikan adalah salah satu faktor yang memengaruhi pendapatan dan cara kerja seseorang.

Faktor pendidikan adalah salah satu hal yang sangat besar pengaruhnya terhadap peningkatan produktivitas kerja yang dilakukan. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin besar kemungkinan tenaga kerja dapat bekerja dan melaksanakan pekerjaannya. Makin tinggi pendidikan makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dapat memengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk siap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin tinggi pendidikan makin mudah


(39)

menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dapat memengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk siap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin bnayak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu dan terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau berubah ke arah yang lebih dewasa, lebih baik dan matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat.

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan memengaruhi pola fikir yang nantinya akan berdampaka apda tingkat kepuasan kerja. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Robbins (2002), bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, maka tuntutan-tuntutan terhadap aspek-aspek kepuasan kerja di tempat kerjanya akan semakin meningkat.

5. Umur

Menurut Elisabeth yang di kutip Nurusalam (2008), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok (1999) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat


(40)

seseorang lebih dewasa lebih dapat dipercaya dari orang yang belum tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini merupakan bagian dari pengalaman dan kematangan jiwa.

Umur seseorang memengaruhi kematangan berfikir seseorang dalam berprilaku. Semakin tinggi umur, maka akan tercipta kematangan berfikir, sehingga cenderung berprilaku yang baik. Begitu pula sebaliknya, bila umur masih tergolong belia maka perilakunya masih perlu dilakukan sedikit pertimbangan atau cenderung sesuka hatinya. Dalam pengelolaan limbah padat medis di rumah sakit, umur berpengaruh terhadap upaya tersebut. Penjelasannya sama dengan penjelasan pada kalimat sebelumnya.

Umur memengaruhi produktivitas, alasannya adanya keyakinan yang meluas bahwa produktivitas merosot dengan meningkatnya umur seseorang. Sering diandaikan bahwa keterampilan individu terutama kecepatan, kecekatan, kekuatan dan koordinasi menurun seiring berjalannya waktu, dan bahwa kebosanan pekerjaan yang berlarut-larut dan kurangnya rangsangan intelektual semuanya berhubungan dengan berkurangnya produktivitas. Pada karyawan yang berumur juga dianggap kurang luwes dan menolak teknologi baru. Namun di lain pihak ada sejumlah kualitas positif yang ada pada karyawan yang lebih tua, meliputi: pengalaman, pertimbangan, etika kerja yang kuat dan komitmen terhadap mutu. (Sani , 2012).

6. Lama Bekerja

Lama bekerja atau masa kerja seseorang akan menentukan prestasi individu yang merupakan dasar prestasi dan kinerja organisasi. Semakin lama seseorang bekerja di suatu organisasi, maka tingkat prestasi individu akan semakin meningkat


(41)

yang dibuktikan dengan tingginya tingkat penjualan dan akan berdampak kepada kinerja dan keuntungan yang menjadi lebih baik, sehingga memungkinkan untuk mendapatkan promosi atau kenaikan jabatan (Gibson, 2000).

2.2.2. Faktor Pendukung (Enabling Factor)

Faktor pendukung perilaku adalah fasilitas, sarana ataupun prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang ataupun masyarakat. Pengetahuan dan sikap saja belum menjamin terjadinya perubahan perilaku, maka masih diperlukan sarana atau fasilitas untuk memungkinkan atau mendukung perilaku tersebut. Dari segi pengelolaan limbah padat rumah sakit, perlu adanya ketersediaan alat-alat tersebut. Jadi, dalam hal ini terpenuhi syarat kuantitas dan kualitas peralatan pengelolaan limbah padat medis di rumah sakit.

Dibutuhkan pedoman tertentu tentang penempatan fasilitas dan penanganannya, disamping untuk memenuhi kebutuhan jabatan seseorang, azas keserasian juga tetap untuk meningkatkan efisiensi kerja pegawai. Keserasian perbandingan antara manusia dengan alat kerja sehingga turut menjamin adanya suasana kerja yang menggairahkan. Peralatan dan perlengkapan harus tepat guna yang diadakan sesuai dengan tingkat kebutuhan (Fathoni, 2006).

2.2.3. Faktor Pendorong (Reinforcing Factor)

Faktor-faktor pendorong (factor reinforcing) terwujud dalam sikap dan perilaku dari petugas kesehatan dan petugas lainnya serta kebijakan yang ada seperti peraturan, sanksi dan penghargaan. Pengetahuan, sikap dan fasilitas yang tersedia kadang-kadang belum menjamin terjadinya perubahan perilaku sesorang ataupun


(42)

masyarakat. Faktor reinforcing adalah konsekuensi dari determinan perilaku, dimana masyarakat menerima feedback dan setelah itu ada dukungan sosial. Faktor reinforcing meliputi dukungan sosial, pengaruh dan informasi serta feedback oleh tenaga lainnya.

Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas kesehatan. Termasuk juga undang-undang, peraturan-peraturan, baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Robbins (2008), mengemukakan bahwa salah satu tugas pimpinan adalah melakukan supervisi terhadap evalusi pelaksanaan kegiatan dalam upaya pencapaian tujuan. Evaluasi yang digunakan berdasarkan efektivitas dan efisiensi. Adanya dua kategori evaluasi yaitu kesesuaian (appropriateness) yang dihubungkan dengan kebutuhan memenuhi tujuan program dan prioritas pilihan dan nilai-nilai yabg tersedia, dan kecukupan (adequency) yang berhubungan dengan masalah dapat terselesaikan melalui kegiatan yang telah diprogramkan. Fathono (2006), menyimpulkan bahwa supervisi yang baik dilakukan sebanyak enam kali dalam satu tahun. Ada hubungan yang bermakna antara supervisi dengan kinerja bidan dimana bidan yang kurang mendapat supervisi mempunyai resiko sebanyak 9,2 kali untuk berkinerja kurang.

Dalam pengelolaan limbah padat medis, faktor yang terkait sebagai faktor reinforcing adalah peran kepala pengelolaan instansi limbah rumah sakit, peraturan-peraturan dari rumah sakit tentang pengelolaan limbah, serta sistem informasi mengenai tata cara pengelolaan limbah padat rumah sakit (Sani, 2012).


(43)

2.3 Pengertian Rumah Sakit

Menurut UU RI No. 44s Tahun 2009 tentang Kesehatan, rumah sakit adalah institusi yang fungsi utamanya memberikan pelayanan kepada pasien, diagnostik dan teraupetik untuk berbagai penyakit dan masalah kesehatan, baik yang bersifat bedah maupun non bedah. Rumah sakit harus di bangun dan dilengkapi, serta dipelihara dengan baik untuk menjamin pelayanan kesehatan, keselamatan pasien serta harus menyediakan fasilitas yang lapang , tidak berdesak-desakan dan terjamin sanitasinya yang bertujuan untuk kesembuhan pasiennya.

Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.983/Menkes /SK/XI/1992 tanggal 12 November tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit yang menyebutkan bahwa rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan sub spesialistik. Rumah sakit ini mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugasnya adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan penyakit serta penyulluhan kesehatan bagi masyarakat sekitarnya.

Peran rumah sakit sejalan dengan tujuan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dan tujuan pembangunan nasional. Peran rumah sakit pada saat ini sudah bertambah dari


(44)

sarana pelayanan rujukan yang semula hanya melaksanakan upaya peningkatan dan pencegahan secara terpadu dan berkesinambungan (Soejitno, 2002).

2.3.1 Pelayanan Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan suatu sub sistem dari pelayanan kesehatan, juga merupakan suatu industri jasa yang berfungsi untuk memenuhi salah satu kebutuhan primer manusia, baik sebagai individu, masyarakat atau bangsa secara keseluruhan untuk meningkatkan hajat hidup yang utama yaitu kesehatan. Dalam upaya menghasilkan masukan, proses dan keluaran pelayanan yang bermutu, efektif, efisien yang berorientasi kepada kepentingan pasien. Departemen Kesehatan RI telah menyusun kriteria-kriteria penting mengenai jenis disiplin pelayanan yang berkaitan terutama dengan struktur dan proses pelayanan rumah sakit. Kroteria tersebut terutama dalam bentuk “standar pelayanan rumah sakit”, sebagai salah satu nilai atau modul yang dijadikan sebagai dasar perbandingan yang harus dipakai oleh pengelola rumah sakit dalam melaksanakan pelayanan yang didasari ilmu pengetahuan dan keterampilan manajemen rumah sakit yang memadai dengan dijiwai oleh etika profesi (Depkes RI, 2002).

2.3.2 Sumber Daya Pengelolaan Limbah di Rumah Sakit

Sumber daya pengelolaan limbah sangat diperlukan dalam mencapai tujuan pengelolaan limbah di rumah sakit. Untuk mencapai tujuan yang telah di tentukan diperlukan sumber daya manusia sebagai sumber daya aktif. Harold Koonts dan Cyrill O. Donnel dalam bukunya yang berjudul prinsiple of management yang dikutip oleh Marsum dan Siti Fauziah (2007) menjelaskan bahwa sumber daya manusia


(45)

adalah hal yang paling sangat menentukan dalam hal melakukan proses untuk mencapai suatu tujuan. Sumber daya manusia di rumah sakit terdiri dari sumber daya non medis (cleaning servis dan bagian administrasi) serta sumber daya medis (dokter dan perawat). Tanpa adanya sumber daya baik medis dan non medis maka tidak akan ada proses kerja, sebab pada dasarnya sumber daya manusia adalah makhluk kerja.

Manajemen di rumah sakit tidak terlepas dari sumber daya manusia (sumber daya aktif), koordinasi antar manusia yang dikendalikan untuk mencapai tujuan adalah merupakan proses manajemen yang meliputi 4 (empat) elemen dasar sumber daya manusia:

1. Kegiatan sumber daya untuk mencapai tujuan

2. Proses dilakukan secara rasional melalui manusia lain 3. Menggunakan metode dan teknik tertentu

4. Dan dalam lingkungan organisasi tertentu.

Prinsip-prinsip umum manajemen yang berkaitan dengan sumber daya manusia, sebagai berikut:

1. Adanya pembagian kerja, kualitas anggota perlu di perhatikan baik fisik, mental, pendidikan, pengalaman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang maha Esa.

2. Disiplin merupakan ketaatan, kepatuhan untuk mengikuti aturan yang menjadi tanggung jawabnya.

3. Kewenangan dan tanggung jawab setiap pekerja untuk melaksanakan pekerjaannya sesuai pembagian tugas yang di berikan kepadanya.


(46)

5. Penggajian pegawai dan karyawan sangat menentukan dalam kelancaran tugas. 6. Pusat kewenangan yang berdampak kepada perumusan pertanggungjawaban

dalam rangka mencapai tujuan.

7. Mekanisme kerja dalam organisasi sehingga anggota tahu siapa yang menjadi atasan dan bertanggung jawab kepada siapa dan sebaliknya.

8. Inovasi pengembangan serta inisiatif dari pekerja agar berkembang kearah perubahan kemajuan.

9. Semangat bekerja sama, yaitu hubungan manajemen dengan sumber daya manusia merupakan proses usaha pencapaian tujuan melalui kerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan (Marsum dkk. 2009).

Pengorganisasian usaha sanitasi rumah sakit harus mencerminkan fungsi dinamis dengan wadah kegiatan terdiri dari unsur:

1. Pimpinan layanan sanitasi rumah sakit 2. Teknis sanitasi

3. Penunjang layanan sanitasi

Adapun tugas-tugas dalam sanitasi rumah sakit yaitu: 1. Mengembangkan prosedur rutin untuk pelaksanaannya.

2. Melatih dan mengawasi petugas pengelolaan limbah dimulai dari perawat, cleaning servis hingga petugas khusus yang melakukan pengelolaan limbah padat medis.


(47)

Petugas yang berwenang dalam pelaksanaan usaha sanitasi di rumah sakit yang termasuk didalamnya adalah perawat dan cleaning servis merupakan kunci dalam panitia atau komite keamanan dan harus melaksanakan tugasnya dalam pengawasan infeksi. Petugas harus melakukan suatu pengamatan (surveilence) sanitasi yang efektif dan melaporkan pelaksanaan program yang telah dibuat kepada pimpinan rumah sakit. Petugas khususnya perawat sebagai pemberi layanan kepada penderita dapat memengaruhi proses pengobatan. Hubungan psikobiososial penderita dengan petugas maupun dengan pengunjung dapat memengaruhi hasil penyembuhan, lebih-lebih apabila interaksi faktor biopsikososial ini berproses dalam suasana lingkungan yang bersih, nyaman dan asri (Hapsari, 2010).

2.4 Konsep Limbah Padat Medisdi Rumah Sakit 2.4.1 Pengertian Limbah Padat Medis

Limbah padat medis adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien. Limbah padat medis terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam. Limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif dan limbah kontainer bertekanan dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi (Depkes RI, 2004).

Menurut Chandra (2007), limbah padat medis adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien. Termasuk kegiatan medis di ruang poliklinik, ruang perawatan, ruang bedah, ruang kebidanan, ruang otopsi dan ruang laboratorium seperti perban. Kasa, alat injeksi, ampul dan botol bekas obat injeksi, kateter, swab, plaster, masker, plasenta, jaringan organ, sediaan dan media sampel untuk pemeriksaan laboratorium.


(48)

Limbah padat non medis artinya limbah yang dihasilkan dari kegaiatan di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya. Limbah padat non medis meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkaitan dengan cairan tubuh. Pewadahan limbah padat non medis dipisahkan dari limbah padat medis dan ditampung dalam kantong plastik warna hitam khusus untuk limbah padat non medis (Depkes RI, 2004).

Tabel 2.1 Klasifikasi Limbah Padat Medis yang Berasal dari Rumah Sakit

No Kategori

Limbah Definisi

Contoh Limbah yang Dihasilkan 1 Infeksius Limbah yang terkontaminasi

organisme patogen (bakteri, virus, parasit atau jamur) yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan oeganisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.

Kultur laboratorium, limbah dari bangsal isolasi, kapas, materi atau peralatan yang tersentuh pasien terinfeksi.

2 Patologis Limbah berasal dari pembiakan dan stock bahan yang sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain yang telah diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius.

Bagian tubuh manusia dan hewan (limbah anatomis), darah dan cairan tubuh yang lain, janin.

3 Sitotoksis Limbah yang berasal dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuha sel hidup.

Dari materi yang terkontaminasi pada saat persiapan dan pemberian obat, misalnya spuit, ampul, kemasan, obat kadaluarsa, larutan sisa, urine, tinja, muntahan pasien yang mengandung obat sitotosksik.


(49)

Tabel 2.1 (Lanjutan)

No Kategori

Limbah Definisi

Contoh Limbah yang Dihasilkan 4 Benda tajam Merupakan materi yang dapat

menyebabkan luka iris atau luka tusuk. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tususkan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.

Jarum suntik, skalpel, piasu bedah, peralatan infus, gergaji bedah dan pecahan kaca.

5 Farmasi Limbah farmasi mencakup

produksi farmasi. Kategori ini juga mencakup barang yang akan dibuang setelah digunakan untuk menangani produk farmasi, misalnya botol atau kotak yang berisi residu, sarung tangan, masker, selang penghubung (tranfusi set) darah atau cairan ( infus set) dan ampul obat.

Obat-obatan, vaksin, dan serum yang sudah kadaluarsa, tidak digunakan, tumpah dan

terkontaminasi, yang tidak perlu lagi.

6 Kimia Mengandung zat kimia yang

berbentuk padat, cair, maupun gas yang berasal dari aktivitas diagnostik dan eksperimen serta dari pemeliharaan kebersihan rumah sakit dengan menggunakan desinfektan.

Reagent di laboratorium, film untuk rontgen, desinfektan yang kadaluarsa atau sudah

tidak di perlukan lagi, solven.

7 Radioaktif Bahan yang terkontaminasi dengan radioisotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida .

Limbah ini dapat berasal dari antara lain: tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan bakteriologis, dapat berbentuk padat, cair atau gas.

Cairan yang tidak terpakai dari radioaktif atau riset laboratorium, peralatan kaca, kertas absorben yang terkontaminasi, urine dan ekskreta dari pasien yang diobati atau diuji dengan radionuklida yang terbuka.


(50)

Tabel 2.1 (Lanjutan)

No Kategori

Limbah Definisi

Contoh Limbah yang Dihasilkan 8 Logam yang

bertekanan tinggi/berat

Limbah yang mengandung logam berat dalam konsentrasi tinggi termasuk dalam sub kategori limbah kimia bernahaya dan biasanya sangat toksik. Contohnya adalah limbah merkuri yang berasal dari bocoran peralatan kedokteran yang rusak.

Thermometer, alat pengukur tekanan darah,

residu dari ruang pemeriksaan gigi, dan sebagainya.

9 Kontainer bertekanan

Limbah yang berasal dari berbagai jenis gas yang digunakan di rumah sakit.

Tabung gas, kaleng, aerosol yang mengandung residu, gas catridge. (Sumber: Pengelolaan Aman Limbah Layanan Kesehatan, 2005).

2.5 Persyaratan Pengelolaan Limbah Padat Medis di Rumah Sakit

Persyaratan pengelolaan limbah padat medis pada layanan kesehatan sesuai International Commite of The Red Cross dan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004:

a. Minimisasi Limbah Padat

Minimasi limbah padat medis, ataupun proses daur ulang dilakukan dengan tindakan sebagai berikut:

1. Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumbernya. 2. Setiap rumah sakit harus memilih produk yang menghasilkan limbah paling

sedikit atau lebih sedikit, misalnya tidak menggunakan pembungkus materi tertentu.


(51)

4. Setiap rumah sakit harus mencegah pemborosan pemakaian alat atau produk tertentu.

5. Setiap rumah sakit harus memilih peralatan yang dapat dipakai kembalai seperti peralatan makan yang dapat dicuci kembali untuk digunakan dari pada yang sekali pakai.

6. Setiap rumah sakit harus dapat mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun.

7. Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah yang tidak dimanfaatkan kembali.

b. Pemilahan, Pewadahan dan Penanganan (Handling)

Pemilahan limbah padat medis adalah proses pengidentifikasian berbagai jenis limbah padat medis dan bagaimana limbah tersebut dikumpulkan secara terpisah. Ada dua prinsip penting dalam proses pemilahan, yaitu:

1. Pemilahan sampah harus selalu menjadi tanggung jawab bagian yang memproduksi mereka. Hal ini harus dilakukan sedekat mungkin dengan tempat dimana limbah dihasilkan. Misalnya perawat harus membuang benda tajam di wadah jarum suntik untuk menghindari pemakaian kembali. Perawat juga harus memasangkan penutup jarum suntik sebelum meletakkannya di wadah limbah yang tergolong tajam.

Tidak perlu dilakukan pemilahan limbah padat medis yang mengalami proses dalam pengobatan, kecuali limbah padat medis yang tajam, yang harus selalu dipisahkan dengan limbah lainnya. Pemilahan merupakan tahapan penting dalam


(52)

pengelolaan limbah rumah sakit, dimana semua staf rumah sakit harus berpartisipasi dalam pelaksanaannya. Pelatihan dan pemeriksaan rutin adalah hal penting.

Cara termudah untuk memilah berbagai jenis limbah adalah dengan mendorong orang untuk menyortir limbah atau untuk mengumpulkan berbagai jenis limbah di wadah terpisah atau kantong plastik dengan warna dan ditandai dengan simbol. Rekomendasi warna dan simbol internasional dapat kita lihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.2 Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Kategori


(53)

Sampah rumah tangga di rumah sakit diletakkan di wadah plastik berwarna hitam yang selanjutnya diperlakukan sesuai dengan limbah rumah tangga biasa. Tetapi sebelum diangkut, maka sebaiknya dilakukan pemilahan sampah organik dan anorganik. Harus ada persediaan wadah limbah padat medis yang cukup di rumah sakit. Ini adalah tanggung jawab manajemen limbah di suatu rumah sakit.

Berikut ini gambar wadah limbah padat medis dengan kantong plastik berwarna kuning dan wadah limbah padat non medis dengan kantong plastik berwarna hitam.:

Gambar 2.1 Contoh Wadah Limbah Gambar 2.2 Contoh Wadah Limbah

Padat Medis Padat Non Medis

2. Pewadahan limbah padat medis menurut Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X 2004 harus memenuhi persyaratan yaitu:

a. Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air dan mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya, misalnya fiberglass.


(54)

b. Di setiap sumber penghasil limbah padat medis harus tersedia tempat pewadahan yang terpisah dengan limbah limbah padat nonmedis.

c. Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang sehari apabila bagian telah terisi limbah.

d. Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada tempat khusus (safety box) seperti botol atau karton yang aman.

e. Tempat pewadahan limbah padat medis padat infeksius dan sitotoksik yang tidak langsung dengan limbah harus segera dibersihkan dengan larutan desinfektan apabila akan dipergunakan kembali, sedangkan untuk kantong plastik yang telah di pakai dan kontak langsung dengan limbah tersebut tidak boleh digunakan lagi.

3. Penanganan (Handling)

Dalam hal penangan limbah padat medis dapat dilakukan dengan cara jarum dan syringes harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan kembali. Limbah padat medis yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui proses strerilisasi. Untuk menguji efektivitas sterilisasi panas harus dilakukan tes Bacilus stearothermophilus dan untuk sterilisasi kimia harus dilakukan tes Basilus subtilis.

Metode sterilisasi terdiri dari:

a. Sterilisasi termal, ada dua yaitu sterilisasi kering dalam oven “poupinel” dengan suhu 160ºC selama 120 menit atau 170ºC selama 60 menit, dan sterilisasi basah dalam autoklaf dengan suhu 121ºC selama 30 menit.


(55)

b. Sterilisasi kimia dengan ethylene oxide (gas) dengan suhu 50ºC-60ºC selama 3-8 jam atau glutaraldehyde (cair) selama 30 menit.

Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan kembali. Apabila fasilitas layanan kesehatan tidak mempunyai jarum yang sekali pakai (dispossible), limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui proses salah satu metode sterlilisasi.

c. Pengumpulan dan Penyimpanan

Limbah harus dikumpulkan secara teratur, setidaknya sekali sehari. Limbah tidak boleh dibiarkan menumpuk dimana limbah diproduksi. Pengumpulan limbah padat medis dari tempat produksinya direncanakan dengan baik, setiap jenis limbah harus dikumpulkan dan di simpan secara terpisah. Limbah infeksius tidak boleh disimpan dalam tempat-tempat yang terbuka untuk umum. Petugas yang bertugas mengumpulkan dan mengangkut limbah harus diberitahu untuk mengumpulkan hanya wadah berwarna kuning dan wadah khusus benda tajam yang telah ditutup dan petugas juga harus memakai sarung tangan. Kantong-kantong yang telah dikumpulkan harus segera diganti dengan tas baru.

Dalam tempat penampunagn sementara, pengumpulan limbah padat medis dari setiap ruangan menghasilkan limbah menggunakan troli khusus yang tertutup. Penyimpanan limbah padat medis juga harus sesuai dengan iklim tropis yaitu pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam. Lokasi penampungan sementara untuk limbah layanan kesehatan harus dirancang agar


(56)

berada di dalam wilayah instansi layanan kesehatan. Lokasi penampungan sementara tidak boleh berada di dekat lokasi penyimpanan dan penyiapan makanan.

Tempat atau daerah khusus untuk penyimpanan limbah padat medis harus memenuhi kriteria berikut:

1. Harus tertutup dan hanya petugas saja yang dapat masuk. 2. Harus terpisah dengan tempat penyediaan makanan. 3. Harus tertutup dan terlindungi dari sinar matahari. 4. Lantai harus kedap air dan dengan drainase yang baik. 5. Mudah dibersihkan.

6. Harus terlindungi dari gangguan hewan seperti tikus. 7. Harus ada akses mudah untuk keluar masuk transfortasi. 8. Pengaturan udara dan penerangan yang baik.

9. Harus ada pembatasan antar jenis limbah. 10. Dekat dengan lokasi insenerator.

11. Harus ada tempat pencucian di dekatnya.

12. Pintu masuk ditandai dengan “hanya petugas yang boleh masuk”. d. Transportasi

Transportasi limbah padat medis adalah bagaimana limbah diangkut dengan cara atau alat tertentu. Terkait transportasi, berbagai jenis limbah sebaiknya memiliki alat pengangkutan yang berbeda pula. Alat angkut limbah harus memenuhi persyaratan berikut:


(57)

2. Kantong limbah padat medis sebelum dimasukkan ke kendaraan pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup.

3. Kantong limbah padat medis harus aman dari jangkauan manusia maupun binatang.

4. Tidak boleh memiliki sudut yang tajam atau tepi yang mungkin merobek kantong atau merusak wadah.

5. Harus mudah dibersihkan (dengan klor aktif 5%) setiap harinya. 6. Harus ditandai dengan jelas.

7. Petugas yang menangani limbah (cleaning servis), harus menggunakan alat pelindung diri yang terdiri dari:

a. Topi b. Masker

c. Pelindung mata

d. pakaian panjang (coverall) e. apron untuk industri

f. pelindung kaki/sepatu boat, dan

g. sarung tangan khusus (dispossable gloves atau heavy duty gloves).

e. Pengolahan, Pemusnahan dan Pembuangan Akhir Limbah Padat Medis

Limbah padat medis tidak diperbolehkan dibuang langsung ke tempat pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan. Cara dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah padat medis disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit dan jenis limbah padat medis yang ada dengan pemanasan


(58)

menggunakan autoklaf atau dengan pembakaran menggunakan insenerator. Adapun cara pengolahan, pemusnahan dan pembuangan akhir limbah padat medis sebagai berikut:

1. Limbah infeksius dan benda tajam

a. Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan pengolahan panas dan basah seperti dalam autoclav sedini mungkin. Untuk limbah infeksius yang lain cukup dengan cara desinfeksi.

b. Benda tajam harus diolah dengan insenerator bila memungkinkan dana dapat diolah bersama dengan limbah infeksius lainnya. Kapsulisasi juga cocok untuk benda tajam.

c. Setelah insenerasi atau desinfeksi, residunya dapat dibuang ke tempat penampungan B3 atau dibuang ke landfill jika residunya sudah aman.

2. Limbah farmasi

Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan insenerator pirolitik (pyrolitik incenerator), rotary klin, dikubur secara aman, sanitary landfill dibuang ke sarana air limbah atau insenerasi. Tetapi dalam jumlah besar harus menggunakan fasilitas pengolahan yang khusus seperti kapsulisasi dalam drum logam dan insenerasi. Limbah padat dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada distributor, sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak memungkinkan dikembalikan supaya dimusnahkan melalui insenerator pada suhu di atas 1000ºC.


(59)

3. Limbah sitotoksik

a. Limbah sitotoksik sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang dengan penimbunan (landfill) atau saluran limbah umum.

b. Pembuangan yang dianjurkan adalah dikembalikan keperusahaan penghasil atau distributornya, insenerator pada suhu tinggi dan degredasi kimia, bahan yang belum dipakai dan kemasannya masih utuh karena kadaluarsa harus dikembalikan ke distributor apabila tidak ada insenerator dan diberi keterangan bahwa obat tersebut sudah kadaluarsa atau tidak dipakai lagi.

c. Insenerasi pada suhu tinggi sekitar 1200ºC dibutuhkan untuk menghancurkan semua bahan sitotoksik. Insenerasi pada suhu rendah dapat menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya ke udara. Insenerator pirolitik dengan 2 (dua) tungku pembakaran pada suhu 1200ºC dengan minimum waktu tinggal 2 detik atau suhu 1000ºC dengan waktu tinggal 5 detik di tungku kedua sangat cocok untuk bahan ini dan dilengkapi dengan penyaring debu. Insenerator juga harus dilengkapi dengan peralatan pembersih gas, insenerasi jika memungkinkan dengan rotary kiln yang didesain untuk dekomposisi panas limbah kimiawi yang beroperasi dengan baik pada suhu diatas 850ºC. Insenerator dengan 1 tungku atau pembakaran terbuka tidak tepat untuk pembuangan limbah sitotoksik.

d. Apabila cara insenerasi maupun degredasi kimia tidak tersedia, kapsulisasi atau insenerasi dapat di pertimbangkan sebagai cara yang dapat dipilih.


(60)

e. Cara kimia relatif mudah dan aman meliputi oksidasi oleh kalium permanganat (KMNO4) atau asam sulfat (H2SO4), penghilang nitrogen dengan asam bromida atau reduksi nikel dan alumunium.

f. Insenerasi maupun degredasi kimia tidak merupakan solusi yang sempurna untuk pengolahan limbah, tumpahan atau cairan biologis yang terkontaminasi agen antineoplastik. Oleh karena itu rumah sakit harus berhati-hati dalam menangani obat sitotoksik.

g. Apabila cara insenerasi maupun degradasi kimia tidak tersedia, kapsulisasi atau insenerasi dapat dipertimbangkan sebagai cara yang dapat dipilih.

4. Limbah bahan kimiawi

a. Pembuangan limbah kimia biasa

Limbah biasa yang tidak bisa daur ulang seperti asam amino, garam dan gula tertentu dapat dibuang kesaluran air kotor. Namun pembuangan tersebut harus memenuhi persyaratan konsentrasi bahan pencemar yang ada seperti bahan melayang, suhu dan pH.

b. Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah kecil

Limbah bahan berbahaya dalam jumlah kecil seperti residu yang terdapat dalam kemasan sebaiknya dibuang dengan insenerator pirolitik, kapsulisasi atau ditimbun (landfill).

c. Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar.

Tidak ada cara pembuangan yang aman dan sekaligus murah untuk limbah berbahaya, pembuangannya lebih ditentukan kepada sifat bahaya yang


(61)

dikandung oleh limbah tersebut, limbah tertentu bisa dibakar seperti bahan pelarut dapat diinsenerasi, namun bahan pelarut dalam jumlah besar seperti pelarut halogenida yang mengandung klorin atau florin tidak boleh diinsenerasi, kecuali inseneratornya dilengkapi dengan alat pembersih gas. d. Cara lain adalah dengan mengembalikan bahan kimia berbahaya tersebut ke

distributornya yang akan menanganinya dengan aman atau dikirim ke negara lain yang mempunyai peralatan yang cocok untuk mengolahnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penangann limbah kimia berbahaya adalah sebagai berikut:

1) Limbah berbahaya yang komposisinya berbeda harus dipisahkan untuk menghindari reaksi kimia yang tidak diinginkan.

2) Limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar tidak boleh ditimbun karena dapat mencaemari air tanah.

3) Limbah kimia didesinfektan dalam jumlah besar tidak boleh dikapsulisasi karena sifatnya yang korosif dan mudah terbakar.

4) Limbah padat bahan kimia berbahaya cara pembuangannya harus dikonsultasikan terlebih dahulu kepada instansi yang berwenang.

5. Limbah dengan kandungan logam berat tinggi

Limbah dengan kandungan mercuri atau kadmium tidak boleh dibakar atau di insenerasi karena beresiko mencemari udara dengan uap beracun dan tidak boleh dibuang landfill karena dapat mencemari air tanah. Adapun cara yang disarankan adalah dengan cara dikirim ke negara yang memiliki fasilitas pengelolahan


(62)

limbah dengan kandungan logam berat tinggi,bila tidak memungkinkan limbah dibuang ke tempat penyimpanan yang aman sebagai pembuangan akhir untuk limbah industri yang berbahaya. Cara lain yang paling sedeerhana adalah dengan kapsulisasi kemudian dilanjutkan dengan landfill, bila hanya dalam jumlah kecil dapat dibuang dengan limbah biasa.

6. Kontainer bertekanan

a. Cara yang terbaik untuk menangani limbah kontainer bertekanan adalah dengan daur ulang atau penggunaan kembali. Apabila masih dalam kondisi utuh dapat dikembalikan ke distributor untuk pengisian ulang gas. Agen halogenida dalam bentuk cair dan dikemas dalam botol harus diperlakukan sebagai limbah bahan kimia berbahaya untuk pembuangannya.

b. Cara pembuangan yang tidak diperbolehkan dalam pembakaran atau insenerasi karena dapat meledak adalah:

1) Kontainer yang masih utuh

Kontainer-kontainer yang harus dikembalikan ke penjualnya adalah sebagai berikut:

a) Tabung atau silinder etilen oksida yang biasanya disatukan dengan peralatan anastesi.

b) Tabung atau silinder etilen oksida yang biasanya disatukan dengan peralatan sterilisasi.


(63)

c) Tabung bertekanan untuk gas lain seperti oksigen, nitrogen, karbon dioksida, udara bertekanan, siklopropana, hidrogen, gas elpiji dan asetelin.

2) Kontainer yang sudah rusak

Kontainer yang rusak tidak dapat diisi ulang harus dihancurkan setelah dikosongkan kemudian baru dibuang ke landfill.

3) Kaleng aerosol

Kaleng aerosol kecil harus dikumpulkan dan dibuang bersama dengan limbah biasa dalam kantong plastik dan tidak untuk dibakar atau diinsenerasi. Limbah ini tidak boleh dimasukkan ke dalam kantong kuning karena akan dikirim ke insenerator, kaleng aerosol dalam jumlah banyak sebaiknya dikembalikan kepenjualnya atau keinstalasi daur ulang bila ada.

7. Limbah radioaktif

a. Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam kebijakan dan strategi nasional yang menyangkut peraturan, infrastruktur, organisassi pelaksana dan tenaga yang terlatih.

b. Setiap rumah sakit yang menggunakan sumber radio aktif yang terbuka untuk keperluan diagnosis, terapi atau penelitian harus menyiapkan tenaga khusus yang terlatih khusus di bibdang radiasi.

c. Tenaga tersebut bertanggung jawab dalam pemakaian bahan radioaktif yang aman dan melakukan pencatatan.


(64)

d. Instrumen kalibrasi yang tepat harus tersedia untuk monitoring dosis dan kontaminasi. Sistem pencatatan yang baik akan menjamin pelacakan limbah radioaktif dalam pengiriman maupun pembuangannya dan selalu diperbaharui datanya setiap waktu.

e. Limbah radioaktif harus dikategorikan dan dipilah berdasarkan ketersediaan pilihan cara pengolahan, pengondisian, penyimpanan dan pembuanagn dan kategori yang memungkinkan yaitu:

1) Umur paruh (half-life), seperti umur pendek (short-lived), misalnya umur paruh < 100 hari, cocok untuk penyimpanan pelapukan.

2) Aktivitas dan kandungan radionuklida. 3) Bentuk fisika dan kimia.

4) Cair, berair dan organik.

5) Tidak homogrn (seperti mengandung lumpur atau padatan yang melayang).

6) Padat: mudah terbakar/tidak mudah terbakar (bila ada) dan dapat dipadatkan/tidak mudah dipadatkan (bila ada).

7) Sumber tertutup atau terbuka seperti sumber tertutup yang dihabiskan. 8) Kandungan limbah seperti limbah yang mengandung bahan berbahaya

(patogen, infeksius, beracun).

f. Setelah pemilahan, setiap kategori harus disimpan terpisah dalam kontainer dan kontainer tersebut harus:


(1)

Crosstabs

[DataSet1] E:\ \Hasil Kuesioner.sav

Case Processing Summary

45 100,0% 0 ,0% 45 100,0%

Sikap Responden * Risiko Tindakan

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

Sikap Responden * Risiko Tindakan Crosstabulation

18 1 19

94,7% 5,3% 100,0% 64,3% 5,9% 42,2% 40,0% 2,2% 42,2%

9 11 20

45,0% 55,0% 100,0% 32,1% 64,7% 44,4% 20,0% 24,4% 44,4%

1 5 6

16,7% 83,3% 100,0% 3,6% 29,4% 13,3% 2,2% 11,1% 13,3%

28 17 45

62,2% 37,8% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 62,2% 37,8% 100,0% Count

% within Sikap Responden

% within Risiko Tindakan % of Total

Count % within Sikap Responden

% within Risiko Tindakan % of Total

Count % within Sikap Responden

% within Risiko Tindakan % of Total

Count % within Sikap Responden

% within Risiko Tindakan % of Total

Baik

Sedang

Kurang Sikap Responden

Total

Risiko Tidak Beris iko Risiko Tindakan


(2)

Crosstabs

[DataSet1] E:\ \Hasil Kuesioner.sav Chi-Square Te sts

16,366a 2 ,000

18,899 2 ,000

15,548 1 ,000

45 Pearson Chi-S quare

Lik elihood Ratio Linear-by-Linear As soc iation N of V alid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

2 c ells (33,3%) have ex pec ted c ount les s than 5. The minimum expected count is 2,27.

a.

Case Processing Summary

45 100,0% 0 ,0% 45 100,0%

Tindakan Responden * Risiko Tindakan

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total


(3)

Tindakan Responden * Risiko Tindakan Crosstabulation

21 2 23

91,3% 8,7% 100,0% 75,0% 11,8% 51,1% 46,7% 4,4% 51,1%

6 12 18

33,3% 66,7% 100,0% 21,4% 70,6% 40,0% 13,3% 26,7% 40,0%

1 3 4

25,0% 75,0% 100,0% 3,6% 17,6% 8,9% 2,2% 6,7% 8,9%

28 17 45

62,2% 37,8% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 62,2% 37,8% 100,0% Count

% within Tindakan Responden

% within Risiko Tindakan % of Total

Count

% within Tindakan Responden

% within Risiko Tindakan % of Total

Count

% within Tindakan Responden

% within Risiko Tindakan % of Total

Count

% within Tindakan Responden

% within Risiko Tindakan % of Total

Baik

Sedang

Kurang Tindakan

Responden

Total

Ris iko Tidak Beris iko Ris iko Tindakan

Total

Chi-Square Te sts

17,024a 2 ,000

18,664 2 ,000

14,658 1 ,000

45 Pearson Chi-S quare

Lik elihood Ratio Linear-by-Linear As soc iation N of V alid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

2 c ells (33,3%) have ex pec ted c ount les s than 5. The minimum expected count is 1,51.


(4)

Logistic Regression

[DataSet1] E:\ \Hasil Kuesioner.sav

Block 0: Beginning Block

Case Processing Summary

45 100,0

0 ,0

45 100,0

0 ,0

45 100,0

Unweighted Casesa

Included in Analysis Mis sing Cases Total

Selected Cases

Unselected Cas es Total

N Percent

If weight is in effect, s ee class ification table for the total number of cases.

a.

De pendent V aria ble Encodi ng

0 1 Original Value

Risiko

Tidak Berisiko

Int ernal Value

Classification Tablea,b

28 0 100,0

17 0 ,0

62,2 Observed

Risiko Tidak Beris iko Risiko Tindakan

Overall Percentage Step 0

Risiko Tidak Beris iko

Risiko Tindakan Percentage Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is ,500 b.


(5)

Block 1: Method = Enter

Variables not in the Equation

14,917 1 ,000 15,901 1 ,000 14,991 1 ,000 27,329 3 ,000 Pengetahuan

Sikap Tindakan Variables

Overall Statistics Step

0

Score df Sig.

Omnibus Tests of Model Coefficients

36,772 3 ,000 36,772 3 ,000 36,772 3 ,000 Step

Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summary

22,895a ,558 ,760 Step

1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Es timation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by les s than ,001. a.

Classification Tablea

25 3 89,3

1 16 94,1

91,1 Observed

Risiko Tidak Beris iko Risiko Tindakan

Overall Percentage Step 1

Risiko Tidak Beris iko

Risiko Tindakan Percentage Correct Predicted

The cut value is ,500 a.


(6)

Variables in the Equation

2,391 1,054 5,143 1 ,023 10,927 2,421 1,003 5,824 1 ,016 11,257 2,111 ,937 5,077 1 ,024 8,254 -13,214 4,242 9,704 1 ,002 ,000 Pengetahuan

Sikap Tindakan Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variable(s) entered on s tep 1: Pengetahuan, Sikap, Tindakan. a.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Karakteristik Terhadap Kepuasan Kerja Petugas Rekam Medis Di RSU Tembakau Deli PTPN II Medan Tahun 2004

0 23 89

Karakteristik Penderita Penyakit Jantung Koroner Rawat Inap Di RSU Permata Bunda Medan Tahun 2000-2002

0 35 106

Sistem Pengolahan Limbah Cair, Padat Dan Gas Di Bagian Eksplorasi Produksi (EP)-I Pertamina Pangkalan Susu Tahun 2008

32 139 103

Penilaian Prestasi Kerja Sebagai Dasar Kebijakan Promosi Pada RSU Permata Bunda Medan

0 26 125

Faktor-Faktor yang Berperan Terhadap Permintaan Pelayanan Kesehatan Terpadu di Klinik Spesialis Bunda dan RSU Permata Bunda (Studi Kasus : Klinik Spesialis Bunda dan RSU Permata Bunda Medan).

0 41 90

Dampak Pengolahan Limbah Padat Medis pada Petugas Incinerator di RSUP H. Adam Malik Tahun 2014

0 0 18

KUESIONER PENELITIAN KARAKTERISTIK DAN PERILAKU PETUGAS CLEANING SERVIS MENGENAI PENGELOLAAN LIMBAH PADAT MEDIS TERHADAP RISIKO KECELAKAAN KERJA DI RSU PERMATA BUNDA MEDAN TAHUN 2014

0 0 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perilaku - Karakteristik dan Perilaku Petugas Cleaning Service Mengenai Pengelolaan Limbah Padat Medis Terhadap Risiko Kecelakaan Kerja di RSU Permata Bunda Medan Tahun 2014

0 0 47

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Karakteristik dan Perilaku Petugas Cleaning Service Mengenai Pengelolaan Limbah Padat Medis Terhadap Risiko Kecelakaan Kerja di RSU Permata Bunda Medan Tahun 2014

0 0 9

KARAKTERISTIK DAN PERILAKU PETUGAS CLEANING SERVICE MENGENAI PENGELOLAAN LIMBAH PADAT MEDIS TERHADAP RISIKO KECELAKAAN KERJA DI RSU PERMATA BUNDA MEDAN TAHUN 2014 TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) d

0 0 17