Pemberian insentif juga sering dikaitkan dengan tingkat disiplin kerja seorang karyawan, dimana karyawan dengan disiplin tinggi akan diberikan insentif.
Dengan demikian prestasi dan disiplin kerja dapat mempengaruhi insentif, dimana lingkungan kerja dan insentif dapat mempengaruhi perputaran karyawan.
Gambar 1.1. Kerangka Berpikir
1.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir, maka dihipotesiskan sebagai berikut: 1. Lingkungan kerja, dan insentif berpengaruh terhadap perputaran karyawan
pada Pesantren Darul Arafah Deli Serdang. 2. Faktor prestasi kerja dan disiplin kerja berpengaruh terhadap pemberian
insentif pada Pesantren Darul Arafah Deli Serdang.
Lingkungan Kerja
Insentif Perputaran
Karyawan Prestasi Kerja
Disiplin Kerja
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Tentang Lingkungan Kerja 2.1.1. Pengertian dan Jenis Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah tempat dimana karyawan melakukan aktivitas setiap harinya. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan
memungkinkan karyawan untuk dapat bekerja optimal. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi emosi karyawan. Jika karyawan menyenangi lingkungan kerja
dimana dia bekerja, maka karyawan tersebut akan betah di tempat kerjanya, melakukan aktivitas sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif.
Lingkungan kerja itu mencakup hubungan kerja yang terbentuk antara sesama karyawan dan hubungan kerja antara bawahan dan atasan serta lingkungan fisik
tempat karyawan bekerja. Menurut Supardi dalam Subroto, 2005 “lingkungan kerja merupakan
keadaan sekitar tempat kerja baik secara fisik maupun non fisik yang dapat memberikan kesan yang menyenangkan, mengamankan, menentramkan, dan
betah kerja. Menurut Nitisemito dalam Intanghina, 2008 mendefinisikan
lingkungan kerja sebagai berikut: Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi drinya dalam menjalankan
tugas-tugas yang diembankan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sedarmayati dalam Intanghina, 2008 mendefinisikan lingkungan kerja sebagai berikut: Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat
perkakas dan bahan yang dihadapi lingkungan sekitarnya dimana seseorang
Universitas Sumatera Utara
bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya, baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok.
Dari beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja, baik
yang berbentuk fisik ataupun non fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaannya saat bekerja. Lingkungan kerja yang
mendukung produktivitas kerja akan menimbulkan kepuasan kerja bagi pekerja dalam suatu organisasi. Menurut Sihombing 2004 indikator dari lingkungan
kerja adalah: fasilitas kerja, gaji dan tunjangan, dan hubungan kerja. Menurut Sedarmayati dalam Intanghina, 2008, yang menjadi indikator-
indikator lingkungan kerja adalah sebagai berikut: penerangan, suhu udara, suara bising, penggunaan warna, ruang gerak yang diperlukan, keamanan kerja, dan
hubungan karyawan. Menurut Pattanayak 2002, motivasi kerja karyawan akan terdorong dari
lingkungan kerja. Jika lingkungan kerja mendukung, maka akan timbul keinginan karyawan untuk melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Keinginan ini
kemudian akan menimbulkan persepsi karyawan dan kreativitas karyawan yang diwujudkan dalam bentuk tindakan. Persepsi karyawan juga dipengaruhi oleh
faktor insentif yang diberikan perusahaan. Lingkungan kerja dapat dibagi atas 2 dua jenis, yaitu: lingkungan kerja
sosial, dan lingkungan kerja fisik. Lingkungan kerja sosial mencakup hubungan kerja yang terbina dalam perusahaan. Kita bekerja di dalam perusahaan tidaklah
seorang diri, dan dalam melakukan aktivitas, kita juga membutuhkan bantuan orang lain. Dengan demikian kita wajib membina hubungan yang baik antara
Universitas Sumatera Utara
rekan kerja, bawahan maupun atasan karena kita saling membutuhkan. Hubungan kerja yang terbentuk sangat mempengaruhi psikologi karyawan.
Komunikasi yang baik merupakan kunci untuk membangun hubungan kerja. Komunikasi yang buruk dapat menyebabkan kesalah-pahaman karena gagal
menyampaikan pikiran dan perasaan satu sama lain. Komunikasi yang baik dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi kerja karyawan dan membangun tim
kerja yang solid. Untuk membangun hubungan kerja yang baik, menurut Mangkunegara 2003 diperlukan:
a. Pengaturan waktu b. Tahu posisi diri
c. Adanya kecocokan d. Menjaga keharmonisan
e. Pengendalian desakan dalam diri f. Memahami dampak kata-kata atau tindakan pada diri orang lain.
g. Jangan mengatur orang lain sampai anda mampu mengatur diri sendiri. h. Bersikap bijak dan bijaksana.
Hal ini menunjukkan bahwa untuk membangunan hubungan kerja yang baik diperlukan pengendalian emosional yang baik di tempat kerja.
Mangkunegara 2003 menyatakan bahwa “untuk menciptakan hubungan relasi yang harmonis dan efektif, pimpinan dan manajer perlu 1 meluangkan
waktu untuk mempelajari aspirasi-aspirasi emosi karyawan dan bagaimana mereka berhubungan dengan tim kerja, serta 2 menciptakan suasana
memperhatikan dan memotivasi kreativitas”. Berdasarkan pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa pengelolaan hubungan kerja dan pengendalian emosional di
Universitas Sumatera Utara
tempat kerja sangat perlu untuk diperhatikan karena akan memberikan dampak terhadap prestasi kerja karyawan. Hal ini disebabkan karena manusia bekerja
bukan sebagai mesin, manusia mempunyai perasaan untuk dihargai dan bukan bekerja untuk uang saja.
Lingkungan kerja fisik adalah tempat kerja karyawan melakukan aktivitasnya. Lingkungan kerja fisik mempengaruhi semangat kerja dan emosi
para karyawan. Faktor-faktor fisik ini mencakup suhu udara di tempat kerja, luas ruang kerja, kebisingan, kepadatan, dan kesesakan. Faktor-faktor fisik ini sangat
mempengaruhi tingkah laku manusia. Sarwono 1992 menyatakan bahwa “kadang-kadang peningkatan suhu menghasilkan kenaikan prestasi kerja, tetapi
kadang-kadang malah menurunkan”. Menurut Bell, dkk dalam Sarwono 1992, kenaikan suhu pada batas tertentu menimbulkan arousal yang merangsang
prestasi kerja, tetapi setelah melewati ambang batas tertentu, kenaikan suhu ini sudah mulai mengganggu suhu tubuh yang mengakibatkan terganggunya pula
prestasi kerja. Lingkungan kerja fisik ini juga merupakan faktor penyebab stress kerja karyawan yang berdampak pada kinerja karyawan.
Robbins 2002 menyatakan bahwa “faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik adalah: suhu, kebisingan, penerangan, dan mutu udara.
Suhu adalah variabel dimana terdapat perbedaan individual yang besar. Dengan demikian untuk memaksimalkan produktivitas, adalah penting bahwa karyawan
bekerja di suatu lingkungan dimana suhu di atur sedemikian rupa sehingga berada diantara rentang kerja yang dapat diterima setiap individu.
Universitas Sumatera Utara
Bukti dari telaah-telaah tentang kebisingan menunjukkan bahwa suara- suara yang konstan atau dapat diramalkan pada umumnya tidak menyebabkan
penurunan kinerja, sebaliknya efek dari suara-suara yang tidak dapat diramalkan memberikan dampak negatif dan menganggu konsentrasi karyawan.
Bekerja pada ruangan yang gelap dan samar-samar akan menyebabkan ketegangan pada mata. Intensitas cahaya yang tepat dapat membantu karyawan
dalam memperlancar aktivitas kerjanya. Tingkat yang tepat dari intensitas cahaya juga tergantung pada usia karyawan. Pencapaian kinerja pada tingkat penerangan
yang lebih tinggi adalah lebih besar untuk karyawan yang lebih tua dibandingkan yang lebih muda.
Mutu udara merupakan fakta yang tidak bisa diabaikan bahwa jika menghirup udara yang tercemar membawa efek yang merugikan pada kesehatan
pribadi. Udara yang tercemar dapat mengganggu kesehatan pribadi karyawan. Udara yang tercemar di lingkungan kerja dapat menyebabkan sakit kepala, mata
perih, kelelahan, lekas marah, dan depresi. Faktor lain yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik adalah rancangan
ruang kerja. Rancangan ruang kerja yang baik dapat menimbulkan kenyamanan bagi karyawan di tempat kerjanya. Faktor-faktor dari rancangan ruang kerja
tersebut menurut Robbins 2002 terdiri atas: ukuran ruang kerja, pengaturan ruang kerja, dan privasi.
Ruang kerja sangat mempengaruhi kinerja karyawan. Ruang kerja yang sempit dan membuat karyawan sulit bergerak akan menghasilkan kinerja yang
lebih rendah jika dibandingkan dengan karyawan yang memiliki ruang kerja yang luas.
Universitas Sumatera Utara
Jika ruang kerja merujuk pada besarnya ruangan per karyawan, pengaturan merujuk pada jarak antara orang dan fasilitas. Pengaturan ruang kerja itu penting
karena sangat mempengaruhi interaksi sosial. Orang lebih mungkin berinteraksi dengan individu-individu yang dekat secara fisik. Oleh karena itu lokasi kerja
karyawan mempengaruhi informasi yang ingin diketahui. Privasi dipengaruhi oleh dinding, partisi, dan sekatan-sekatan fisik
lainnya. Kebanyakan karyawan menginginkan tingkat privasi yang besar dalam pekerjaan mereka khususnya dalam posisi manajerial, dimana privasi
diasosiasikan dalam status. Namun kebanyakan karyawan juga menginginkan peluang untuk berinteraksi dengan rekan kerja, yang dibatasi dengan
meningkatnya privasi. Keinginan akan privasi tersebut kuat pada banyak orang. Privasi membatasi gangguan yang terutama sangat menyusahkan orang-orang
yang melakukan tugas-tugas rumit.
2.1.2. Manfaat Lingkungan Kerja
Menurut Ishak dan Tanjung 2003, manfaat lingkungan kerja adalah menciptakan gairah kerja sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu,
manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai
standar yang benar dan dalam skala waktu yang ditentukan. Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan, dan tidak akan membutuhkan terlalu
banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Teori Tentang Insentif 2.2.1. Pengertian dan Jenis-jenis Insentif
Pemberian insentif yang adil dan layak merupakan daya penggerak yang merangsang terciptanya pemeliharaan karyawan. Karena dengan pemberian
insentif karyawan merasa mendapat perhatian dan pengakuan terhadap prestasi yang dicapainya, sehingga semangat kerja dan sikap loyal karyawan akan lebih
baik. Pelaksanaan pemberian insentif dimaksudkan perusahaan terutama untuk
meningkatkan prestasi kerja karyawan dan mempertahankan karyawan yang mempunyai produktivitas tinggi untuk tetap berada di dalam perusahaan. Insentif
itu sendiri merupakan rangsangan yang diberikan kepada karyawan dengan tujuan untuk mendorong karyawan dalam bertindak dan berbuat sesuatu untuk tujuan
perusahaan. Hal ini berarti insentif merupakan suatu bentuk motivasi bagi karyawan agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk
berprestasi bagi perusahaan. Ada beberapa definisi mengenai insentif seperti:
1. Menurut Hasibuan 2004, insentif merupakan suatu perangsang atau pendorong yang diberikan dengan sengaja kepada para pekerja agar dalam
diri mereka timbul semangat yang yang lebih besar untuk berprestasi bagi perusahaan.
2. Menurut Sarwoto 1996, insentif merupakan sarana motivasi, dapat berupa perangsang atau pendorong yang diberikan dengan sengaja kepada para
pekerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang yang lebih besar untuk berprestasi bagi organisasi”.
Universitas Sumatera Utara
3. Menurut Panggabean 2002, Insentif adalah kompensasi yang mengaitkan gaji dengan produktivitas. Insentif merupakan penghargaan dalam bentuk
uang yang diberikan kepada mereka yang dapat bekerja melampaui standar yang telah ditentukan.
4. Adapun definisi insentif menurut Terry dan Leslie 2003 adalah : “Incentive is an important actuating tool. Human being tend to strive more
itensely when the reward for accomplishing satisfies their personal demand”.
Artinya: Insentif adalah suatu alat penggerak yang penting. Manusia cenderung untuk berusaha lebih giat apabila balas jasa yang diterima
memberikan kepuasan terhadap apa yang diminta. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa insentif
diartikan sebagai bentuk pembayaran langsung yang didasarkan atau dikaitkan langsung dengan kinerja. Sistem ini merupakan bentuk lain dari upah langsung di
luar gaji yang merupakan kompensasi tetap, yang disebut sistem kompensasi berdasarkan kinerja pay for petfortnance plan.
Menurut Panggabean 2002, fungsi utama dari insentif adalah untuk memberikan tanggungjawab dan dorongan kepada karyawan. Insentif menjamin
bahwa karyawan akan mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan tujuan utama pemberian insentif adalah untuk meningkatkan
produktivitas kerja individu maupun kelompok.
Universitas Sumatera Utara
Secara lebih spesifik tujuan pemberian Insentif dapat dibedakan dua golongan yaitu:
a. Bagi Perusahaan Tujuan dari pelaksanaan insentif dalam perusahaan khususnya dalam kegiatan
produksi adalah untuk meningkatkan produkstivitas kerja karyawan dengan jalan mendorongmerangsang agar karyawan :
1 Bekerja lebih bersemangat dan cepat. 2 Bekerja lebih disiplin.
3 Bekerja lebih kreatif. b. Bagi Karyawan
Dengan adanya pemberian insentif karyawan akan mendapat keuntungan : 1 Standar prestasi dapat diukur secara kuantitatif.
2 Standar prestasi di atas dapat digunakan sebagai dasar pemberian balas jasa yang diukur dalam bentuk uang.
3 Karyawan harus lebih giat agar dapat menerima uang lebih besar. Pada dasarnya ada dua jenis insentif yang umum diberikan, seperti yang
diuraikan oleh Sarwoto 1996 yaitu: 1. Insentif Finansial
Insentif finansial merupakan insentif yang diberikan kepada karyawan atas hasil kerja mereka dan biasanya diberikan dalam bentuk uang berupa bonus,
komisi, pembagian laba, dan kompensasi yang ditangguhkan, serta dalam bentuk jaminan sosial berupa pemberian rumah dinas, tunjangan lembur,
tunjangan kesehatan dan tunjangan-tunjangan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
2. Insentif Non Finansial Insentif non finansial dapat diberikan dalam berbagai bentuk, antara lain :
a. Pemberian piagam penghargaan b. Pemberian pujian lisan ataupun tertulis, secara resmi ataupun pribadi
c. Ucapan terima kasih secara formal maupun informal d. Promosi jabatan kepada karyawan yang baik selama masa tertentu serta
dianggap mampu. e. Pemberian tanda jasamedali kepada karyawan yang telah mencapai
masa kerja yang cukup lama dan mempunyai loyalitas yang tinggi. f. Pemberian hak untuk menggunakan sesuatu atribut jabatan misalnya
pada mobil atau lainnya g. Pemberian perlengkapan khusus pada ruangan kerja
Menurut Hariandja 2002, bentuk-bentuk insentif adalah: a. Piece rate plan, yaitu insentif yang diberikan berdasarkan jumlah output atau
barang yang dihasilkan seseorang. b. Production bonus, yaitu tambahan upah yang diterima akibat basil kerja
melebihi standar yang ditentukan, di mana pekerja juga mendapatkan upah pokok. Bonus dapat diakibatkan pegawai menghemat waktu penyelesaian
pekerjaan. c. Commission, yaitu insentif yang diberikan berdasarkan jumlah barang yang
terjual. Sistem ini biasanya digunakan untuk tenaga penjual atau wiraniaga. d. Maturity curve. Organisasi mengembangkan apa yang disebut dengan maturity
curve, yang merupakan kurva yang menunjukkan jumlah tambahan gaji yang dapat dicapai sesuai dengan prestasi kerja dan masa kerja, sehingga mereka
Universitas Sumatera Utara
diharapkan terus meningkatkan prestasi. e. Merit raisin. Merit diartikan dengan sifat terpuji, jasa, atau bobot yang
dimiliki seseorang. Bila dikaitkan dengan pengkompensasian, ini menjadi kontribusi yang diberikan seseorang kepada perusahaan. Kontribusi yang
diberikan kepada perusahaan ditentukan oleh prestasi kerja karyawan, yang berarti karyawan yang mempunyai merit kontribusi yang tinggi diberi
tambahan gaji. Merit seseorang dilakukan melalui penilaian prestasi atau kinerja.
f. Par for knowledge or par for skill compensation. Pemberian insentif yang didasarkan bukan pada apa yang dikerjakan oleh seseorang akan menghasilkan
produk nyata, tetapi pada apa yang dapat dilakukan untuk organisasi melalui pengetahuan yang diperoleh, yang diasumsikan mempunyai pengaruh besar
dan penting bagi organisasi. g. Nonmonetary incentive. Insentif berupa fasilitas kerja seperti mobil dinas,
rumah dinas, dan lain sebagainya, yang diberikan kepada seorang pegawai akibat prestasi kerja yang diperoleh.
h. Insentif eksekutit Bonus yang diberikan kepada para manajer atau eksekutif atas peran yang mereka berikan untuk menetapkan dan mencapai tingkat
keuntungan tertentu bagi organisasi.
2.2.2. Program Insentif yang Efektif
Sebuah sistem insentif biasanya akan memiliki kesempatan sukses yang lebih besar jika semua karyawan di dalam organisasi diberi kesempatan
berpartisipasi. Jika beberapa karyawan dikucilkan, mereka mungkin akan menjadi iri dan benci kepada kepada orang-orang yang memiliki kesempatan memperoleh
Universitas Sumatera Utara
bayaran insentif ekstra, dan akibatnya akan kurang mau bekerja sama sampai maksimal.
Program insentif yang dirancang dengan baik akan berjalan karena program tersebut didasarkan pada dua prinsip psikologis yang diterima dengan
baik, yaitu: motivasi yang meningkat menyebabkan melejitnya kinerja dan pengakuan merupakan faktor utama dala motivasi. Sayangnya, banyak program
insentif yang dirancang secara tidak tepat, dan program tersebut akhirnya tersendat-sendat.
Menurut Simamora 1997 program insentif yang baik harus memenuhi beberapa aturan sebagai berikut:
a. Sederhana, aturan sistem insentif haruslah ringkas, jelas, dan dapat dimengerti. b. Spesifik, para karyawan perlu mengetahui secara rinci apa yang diharapkan
supaya mereka kerjakan. c. Dapat dicapai, setiap karyawan harus memiliki kesempatan yang masuk akal
untuk memperoleh sesuatu. d. Dapat diukur, tujuan yang terukur merupakan landasan dimana rencana
insentif dibangun. Program bernilai rupiah merupakan pemborosan jika pencapaian spesifik tidak dapat dikaitkan dengan uang dikeluarkan.
Menurut Dessler 1997, jenis rencana insentif secara umum adalah: a. Program insentif individual memberikan pemasukan lebih dan di atas gaji
pokok kepada karyawan individual yang memenuhi satu standar kinerja
individual spesifik. Bonus di tempat diberikan, umumnya untuk karyawan
individual, atas prestasi yang belum diukur oleh standar, seperti mengakui jam kerja yang lama yang digunakan karyawan tersebut bulan lalu.
Universitas Sumatera Utara
b. Program insentif kelompok adalah seperti rencana insentif individual namun memberi upah lebih dan di atas gaji pokok kepada semua anggota tim ketika
kelompok atau tim secara kolektif mencapai sate standar yang khusus kinerja, produktivitas atau perilaku sehubungan dengan kerja lainnya.
c. Rencana pembagian laba secara umum merupakan program insentif di seluruh organisasi yang memberikan kepada karyawan satu bagian share dari laba
organisasi dalam satu periode khusus. d. Program pembagian perolehan gain sharing adalah rencana upah di seluruh
organisasi yang dirancang untuk memberi imbalan kepada karyawan atas perbaikan dalam produktivitas organisasi.
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian Insentif
Handoko 1996 menyatakan bahwa ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian insentif yaitu:
a. Penawaran dan permintaan tenaga kerja Untuk jabatan yang mempunyai tingkat permintaan hanya berjumlah sedikit
maka insentif cenderung rendah. Sedangkan untuk tenaga kerja langka dimana penawaran hanya berjumlah sedikit, maka insentif cenderung tinggi.
b. Serikat pekerja Tingkat insentif juga dipengaruhi oleh ada tidaknya serikat pekerja serta
kekuatan pengaruhnya. Tingkat insentif akan meningkat bila pengaruhnya cukup kuat.
c. Kesediaaan perusahaan untuk membayar Tinggi rendahnya insentif yang diberikan bergantung pada kemampuan
perusahaan dalam segi keuangannya, karena insentif akan meningkatkan beban
Universitas Sumatera Utara
perusahaan. d. Prestasi karyawan
Tingkat insentif yang diterima oleh seseorang juga dipengaruhi oleh prestasi orang tersebut dalam pekerjaannya. Tingginya prestasi akan meningkatkan
tingkat insentif yang diterimanya. Insentif merupakan salah satu jenis penghargaan yang dikaitkan dengan
prestasi kerja. Menurut Long 1998 insentif merupakan bagian dari upah berdasarkan kinerja performance pay yang diberikan dalam bentuk uang dan
ditetapkan berdasarkan prestasi. Semakin tinggi prestasi kerjanya, semakin besar pula insentif yang diberikan. Menurut Agency Theory Jensen dan Meckling, 1976
dalam Ruky, 2002 insentif digunakan untuk mendorong karyawan dalam memperbaiki kualitas dan kuantitas hasil kerjanya. Apabila insentif yang diterima
tidak dikaitkan dengan prestasi kerja, tetapi bersifat pribadi, maka karyawan akan merasakan adanya ketidakadilan. Dengan adanya ketidakadilan tersebut akan
mengakibatkan ketidakpuasan yang pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku. Konsep tentang insentif telah diperkenalkan oleh Frederick Taylor pada
akhir tahun 1800, bahwa yang dinamakan insentif adalah kompensasi yang mengaitkan gaji dengan produktivitas dalam Ruky : 2002. Insentif merupakan
penghargaan dalam bentuk finansial yang diberikan kepada mereka yang dapat bekerja melampui standar yang telah ditentukan.
Istilah sistem insentif pada umumnya digunakan untuk menggambarkan rencana-rencana pembayaran upah yang dikaitkan baik secara langsung maupun
tidak langsung dengan standar produktivitas karyawan. Karyawan yang bekerja
Universitas Sumatera Utara
dibawah sistem insentif berarti prestasi kerja mereka menentukan baik secara keseluruhan atau sebagian penghasilan mereka Handoko, 2001.
2.2.4. Pengertian Prestasi Kerja
Prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugas-tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya, Dharma 1996 Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan pada kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu penyelesaian, Hasibuan,
2005 Prestasi kerja adalah kinerja yang dicapai seorang tenaga kerja dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya, Sastro Hadiwirya, 2002
2.2.5. Pengertian Disiplin Kerja
Disiplin kerja adalah sikap dan tingkah laku seseorang yang mencerminkan tingkat kepatuhan dan ketaatannya pada berbagai ketentuan yang
berlaku dan tindakan korektif terhadap pelanggaran atas ketentuan yang telah ditetapkan, Siagian, 2003
Disiplin kerja adalah seetiap perseorangan atau kelompok yang menjamin adanya kepatuhan terhadap perintah dan berinisiatif untuk melakukan suatu
tindakan yang diperlukan seandainya tidak ada perintah, Heidjrachman dan Husnan, 2002
Universitas Sumatera Utara
2.3. Teori tentang Perputaran Karyawan 2.3.1. Pengertian dan Jenis-jenis Perputaran Karyawan
Dalam setiap kegiatannya, perusahaan menggunakan sumber daya manusia untuk mengelola setiap aktivitas perusahaan. Sebagai mahluk hidup,
sumber daya manusia karyawan memiliki keterbatasan kemampuan, baik fisik maupun non fisik. Adanya keterbatasan kemampuan tersebut menyebabkan
karyawan memiliki batas lama kerja pada perusahaan sehingga pada suatu saat, karyawan tersebut pasti meninggalkan perusahaan. Perusahaan senantiasa
berusaha agar proses produksinya berjalan sebagaimana mestinya, sehingga apabila ada karyawan yang meninggalkan perusahaan, maka pihak manajemen
akan berusaha untuk menutupi kekurangan karyawan tersebut, melalui rekrutmen. Menurut Ranupandojo dan Husnan 2001, perputaran turnover
karyawan diartikan sebagai aliran para karyawan yang masuk dan keluar perusahaan. Perputaran karyawan merupakan petunjuk kestabilan karyawan,
dimana semakin tinggi turnover, berarti semakin sering terjadi pergantian karyawan.
Selanjutnya Flippo 2001 menyebutkan bahwa pergantian tenaga kerja merujuk pada perpindahan karyawan ke dalam dan keluar dari suatu organisasi,
dan perpindahan tersebut adalah suatu indeks stabilitas tenaga kerja. Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa perputaran
karyawan adalah aliran perpindahan atau pemberhentian dan penerimaan karyawan dalam suatu perusahaan. Perputaran karyawan menunjukkan stabilitas
kerja dalam perusahaan. Perputaran karyawan labour turnover dapat dihitung dengan cara sebagai berikut Hasibuan, 2005 :
Universitas Sumatera Utara
∑ karyawan yang keluar + yang masuk Turnover =
x 100 ½
∑ karyawan awal tahun + akhir tahun Semakin tinggi angka turnover, berarti bahwa stabilitas kerja dalam perusahaan
semakin rendah dan sebaliknya, semakin rendah angka turnover, stabilitas kerja dalam perusahaan semakin tinggi. Dengan demikian, perusahaan selalu berusaha
untuk menekan angka turnover agar stabilitas kerja dalam perusahaan tetap terjaga sesuai dengan ketentuan.
Menurut Lee-Ross 1999 perputaran karyawan dibagi menjadi perputaran karyawan yang sukarela dan tidak sukarela, fungsional dan tidak fungsional, serta
bisa dihindari dan tidak bisa dihindari. a. Sukarela dan Tidak Sukarela
Perputaran karyawan sukarela adalah perputaran karyawan yang terjadi alas kemauan karyawan sendiri, sedangkan perputaran karyawan tidak sukarela
adalah perputaran karyawan yang terjadi bukan alas kemauan karyawan sendiri diberhentikan oleh perusahaan.
b. Fungsional dan Tidak Fungsional Perputaran karyawan fungsional terjadi bila karyawan dengan performa yang
tidak memenuhi harapan perusahaan keluar, sedangkan perputaran karyawan fungsional terjadi bila karyawan dengan performa yang memenuhi harapan
perusahaan keluar. c.
Bisa Dihindari dan Tidak Bisa Dihindari Perputaran karyawan yang tidak bisa dihindari terjadi ketika karyawan keluar
karena alasan-alasan yang berhubungan dengan pekerjaan. misalnya masalah gap, kondisi kerja, atau masalah dengan atasan dan sebagainya, sedangkan
Universitas Sumatera Utara
perputaran karyawan yang bisa dihindari terjadi ketika karyawan keluar karena alasan-alasan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, misalnya
seseorang harus pindah keluar kota karena mengikuti suami Lee-Ross, 1999.
2.3.2. Faktor-faktor Penyebab Perputaran Karyawan
Menurut Griffeth dan Gaertner 2001, penyebab perputaran karyawan yang terjadi di industri-industri secara umum, yaitu:
1. Kependudukan dan karakter individu: a. Wanita cenderung untuk lebih setia daripada laki-laki dalam bekerja pada
suatu perusahaan. b. Karyawan dengan kewajiban keluarga yang lebih besar cenderung lebih
jarang keluar dari suatu perusahaan. c. Karyawan yang lebih tua dan punya jabatan yang lebih balk lebih jarang
keluar dari suatu perusahaan. 2. Kepuasan kerja:
a. Karyawan yang tidak puas memiliki kemungkinan keluar atau berhenti dari pekerjaannya daripada karyawan yang puas.
b. Hubungan antara ketidakpuasan kerja dengan berhentinya karyawan adalah lebih kuat pada saat tingkat pengangguran rendah, tetapi melemah
pada saat sebaliknya atau tingkat kesempatan kerja rendah. c. Karyawan dengan harapan-harapan tertentu tentang pekerjaannya lebih
sering berhenti bekerja pada waktu harapan-harapan mereka tidak terpenuhi, dibandingkan dengan karyawan yang harapan-harapannya
terpenuhi.
Universitas Sumatera Utara
3. Organisasi dan lingkungan kerja a. Ketidakpuasan terhadap pembayaran tidak termasuk benefit tidak
berhubungan dengan perputaran karyawan. b. Tingkat keadilan dari kompensasi memiliki korelasi yang sangat rendah
dengan tingkat perputaran karyawan. c.
Organisasi dengan sistem hirarki yang kaku mengakibatkan karyawan cenderung lebih mudah keluar dibanding dengan sistem organisasi
participative management. d. Persepsi yang luas tentang peranan seseorang dalam organisasi
mengurangi perputaran karyawan . e. Sentralisasi dalam organisasi mempengaruhi perputaran karyawan.
f. Kepuasan tentang promosi mengurangi perputaran karyawan. Peluang- peluang yang jelas dan transparan mengurangi perputaran karyawan.
i. Promosi secara nyata mempengaruhi perputaran karyawan. 4. Kejelasan tugas-tugas dalam pekerjaan dan motivasi-motivasi khusus
a. Karyawan dengan pekerjaan yang lebih kompleks, dengan tantangan tertentu dalam pekerjaan memiliki tingkat perputaran karyawan yang lebih
rendah. b. Karyawan dengan pekerjaan-pekerjaan rutin lebih mudah keluar.
c. Stres kerja mendorong perputaran karyawan d. Motivasi dari dalam mengurangi perputaran karyawan.
e. Karyawan yang merasa dilibatkan dalam pekerjaannya cenderung untuk memiliki tingkat perputaran karyawan yang lebih rendah.
f. Profesionalisme tidak mempengaruhi perputaran karyawan.
Universitas Sumatera Utara
g. Karyawan yang mempunyai wewenang untuk mengatur managerial motivation memiliki tingkat perputaran karyawan yang lebih rendah.
5. Lingkungan eksternal Adanya tawaran dan tersedianya pekerjaan lain yang lebih menarik memiliki
pengaruh terhadap perputaran karyawan. 6. Motivasi-motivasi pengunduran diri
a. Karyawan yang aktif mencari peluang kerja yang lebih balk di tempat lain memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk keluar.
b. Karyawan akan keluar apabila merasa hal tersebut bisa memberi keuntungan tertentu.
7. Ketidakhadiran, keterlambatan dan performa kerja a. Ketidakhadiran dan keterlambatan memiliki hubungan yang kuat terhadap
tingkat perputaran karyawan. b. Karyawan dengan performa kerja yang buruk memiliki kecenderungan
keluar lebih besar. Menurut Bell dan Winters 1993, bahwa perputaran karyawan pada
hospitality industry disebabkan oleh lebih banyaknya kesempatan yang memudahkan karyawan untuk berpindah tempat yang dianggap dapat memberikan
kondisi kerja yang lebih baik. Adapun variabel-variabel khusus yang mempengaruhi tingkat perputaran
karyawan menurut Iverson dan Deery 1997 adalah: 1. Variabel struktural yang berhubungan dengan kepuasan kerja, tekanan
kerja, keambiguan peran, konflik peran serta pekerjaan yang terlalu membebani. Kompensasi juga berdampak terhadap kepuasan kerja, selain
Universitas Sumatera Utara
itu keamanan kerja, peluang promosi dan pengembangan karir juga berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
2. Variabel Pre-entry yaitu variabel yang terdiri dari kepribadiankepribadian yang positif, misalnya kecenderungan untuk bahagia dan kepribadian-
kepribadian yang negatif misalnya kecenderungan untuk merasa tidak nyaman.
3. Variabel lingkungan yang berkaitan dengan kesempatan kerja yang mana memiliki efek negatif terhadap kepuasan kerja dan memiliki efek positif
terhadap kemauan untuk keluar. 4. Variabel union. karyawan yang menjadi anggota serikat pekerja cenderung
untuk lebih mudah keluar apabila merasa tuntutanmya tidak terpenuhi. 5. Orientasi karyawan, berkaitan dengan kepuasan kerja, komitmen terhadap
organisasi, dan pencarian kerja. Kepuasan kerja akan mempengaruhi komitmen karyawan terhadap organisasi tersebut. Hal ini mengakibatkan
keinginan karyawan untuk mencari pekerjaan lain berkurang Lee-Ross, 1999.
Menurut Woods dan Macaulay dalam Gustafson 2002, ada delapan alasan utama yang menyebabkan tingkat perputaran karyawan pada industri
secara umum, yaitu: a.
Rendahnya pembayaran dan benefit b. Kurangnya kualitas pengawasan
c. Komunikasi yang kurang efektif d. Kondisi kerja yang kurang nyaman
e. Kurangnya kualitas rekan sekerja
Universitas Sumatera Utara
f. Ketidakcocokan dengan budaya perusahaan g. Kurangnya definisi dan tanggung jawab yang jelas tentang pekerjaan
h. Pengarahan yang kurang jelas untuk hal yang harus dilakukan. Berdasarkan suatu penelitian yang melibatkan 5000 general manager dari
industri perhotelan, Woods et al. 1998 menjelaskan bahwa ada lima faktor internal yang dapat menyebabkan perputaran karyawan, yaitu:
a. Kompensasi b. Masalah konuutikasi
c. Kurangnya kesempatan untuk berkarier d. Kurangnya pengenalan yang balk terhadap pekerjaan
e. Adanya konflik dengan pihak manajemen.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pesantren Darul Arafah, Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang. Pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan
Mei 2010 sampai dengan bulan September 2010.
3.2. Metode Penelitian 3.2.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan survey. Menurut Arikunto 2005, “Pendekatan survey adalah kegiatan mengumpulkan
data sebanyak-banyaknya mengenai fakta-fakta yang merupakan pendukung terhadap penelitian, dengan maksud untuk mengetahui status dan gejala”.
Singarimbun dan Effendi 1995 menyatakan bahwa, “Penelitian survey adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner
sebagai alat pengumpulan data yang pokok”.
3.2.2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif yaitu untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh lingkungan kerja dan insentif terhadap perputaran
karyawan pada Pesantren Darul Arafah Deli Serdang. Menurut Sugiyono 2006, penelitian deskriptif dilakukan untuk menjelaskan setiap variabel penelitian.
Universitas Sumatera Utara
3.2.3. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah explanatory. Menurut Sugiyono 2006, “Explanatory adalah penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-
variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain. Menurut Singarimbun dan Effendi 1995 bahwa “Penelitian penjelasan
menyoroti hubungan antara variabel-variabel penelitian dan menguji hipotesa yang telah dirumuskan sebelumnya”.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan pada Pesantren Darul Arafah Deli Serdang pada tahun ajaran 20092010 yang berjumlah 111
orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus
Slovin Umar, 2005, yaitu:
2
Ne 1
N n
+ =
Dimana : n = Jumlah sampel
N = Ukuran populasi e = Tingkat kesalahan dalam pengambilan sampel.
Kesalahan yang ditolerir dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini ditentukan sebesar 10.
Universitas Sumatera Utara
Dari rumus tersebut di atas, maka dapat dihitung jumlah sampel sebagai berikut:
2
0,1 111
+ 1
111 =
n
n = 52,61 dibulatkan menjadi 53 orang Dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 53 orang
karyawan pada Pesantren Darul Arafah Deli Serdang. Selanjutnya pembagian jumlah sampel berdasarkan golongan karyawan
dilakukan dengan teknik proportionate random sampling yang didasarkan pada ukuran populasi. Adapun distribusi populasi dan sampel pada masing-masing
golongan karyawan dirinci sebagaimana ditampilkan pada Tabel III.1 berikut ini:
Tabel 3.1. Jumlah Sampel Penelitian No.
Golongan Populasi orang
Sampel orang
1 IV
37 37111 x 53 = 18
2 III
45 45111 x 53 = 21
3 II
29 29111 x 53 = 14
Total 111
53
Sumber: Bagian Kepegawaian Pesantren Darularafah Tahun 2010 Data Diolah
3.4. Metode Pengumpulan Data