Tingkat Pengetahuan Keluarga Pasien Tentang Self-care (Perawatan Diri) Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke di RSUD Tangerang Tahun 2013

(1)

TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA PASIEN TENTANG

SELF-CARE ( PERAWATAN DIRI ) PADA ANGGOTA

KELUARGA YANG MENGALAMI STROKE DI RSU

KABUPATEN TANGERANG

TAHUN 2013

Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Keperawatan (S. Kep)

OLEH : ABU SYAIRI 108104000028

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1434 H / 2013 M


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

v

RIWAYAT HIDUP

Nama : ABU SYAIRI

Tempat, Tanggal Lahir : Kotabumi, 15 Januari 1991

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Hamami Fahrial Mega No. 99, RT/RW 02/06, Kotabumi, Lampung Utara

Anak ke : 1 dari 3 bersaudara

Telepon : +62 853 1083 1199

E-mail : undercoverari@yahoo.co.id Riwayat Pendidikan :

1. TK Pertiwi Negara Ratu 2. MI Negeri Padang Ratu 3. MTs Negeri 1 Kotabumi

4. MA Negeri 1 (MODEL) Bandar Lampung 5. S1 Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengalaman Organisasi :

1. Staff Ahli Divisi Kesenian dan Olahraga BEMJ Ilmu Keperawatan tahun 2009-2010.

2. Staff Ahli Departemen Kesenian dan Olahraga BEMF Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010-2011.


(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Alhamdulillahi rabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, berkah serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Tingkat Pengetahuan Keluarga Pasien Tentang Self-care (Perawatan Diri) Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke di RSUD Tangerang Tahun 2013”.

Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan sehingga penulis tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis sadar bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. DR (hc). Dr. Muhammad Kamil Tajuddin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. H.M. Djauhari W, AIF., PFK, selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes, selaku Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(8)

vii

4. Dra. Farida Hamid, Mpd, selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Tien Gartinah, MN, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Periode 2005-2012.

6. Bapak Waras Budi Utomo, S. Kep, Ns., MKM, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan terpilih, tahun 2013 dan pembimbing mata kuliah skripsi yang selalu memotivasi penulis untuk selalu bersemangat dalam perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

7. Ibu Irma Nurbaeti, S. Kp, M. Kep, Sp. Mat selaku pembimbing akademik penulis yang selalu memberikan motivasi kepada penulis untuk selalu semangat dalam perkuliahan dan penyusunan proposal skripsi ini.

8. Ibu Ernawati, S. Kp, M. Kep, Sp. KMB, selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk memberikanmasukan, nasihat, petunjuk dan arahan serta motivasi kepada penulis dalam menyusun proposal skripsi ini, terutama dalam hal konsep, gagasan dasar dan teori yang menunjang penelitian ini. 9. Ibu Nia Damiati, S. Kp, MSN, selaku pembimbing II yang telah

meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan masukan, nasihat, petunjuk dan arahan serta motivasi kepada penulis dalam menyusun proposal skripsi ini terutama dalam hal metode penelitian dan konsep statistika.


(9)

viii

10.Bapak dan Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengajarkan dan membimbing penulis, serta staf akademik (Bapak Azib Rosyidi S. Psi dan Ibu Syamsiah) atas bantuannya yang telah memudahkan penulis dalam proses belajar di PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

11.Segenap jajaran staf dan karyawan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN.

12.Kepala RSU Kabupaten Tangerang yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit tersebut.

13.Papa Mama Tercinta (Bapak Hasnizal dan Ibu Heldawati), serta Adik-adikku (Ikhsan Budiawan dan Ulya Rahma Salsabila) yang telah memberikan perhatian, kasih sayang tulus dan selalu mendoakan serta memberikan motivasi tiada hentinya kepada penulis.

14.Wardatul Washilah yang sudah memberikan semangat, motivasi dan perhatian bagi penulis selama di perkuliahan dan penulisan skripsi. 15.Teman-teman di jurusan Ilmu Keperawatan yang telah banyak

membantu penulis selama proses perkuliahan di kampus.

16.Teman-teman di semua jurusan di FKIK yang telah banyak membantu penulis selama proses perkuliahan di kampus.

Penulis menyadari bahwa proposal skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, penulis menerima segala bentuk kritik, saran, dan masukan yang membangun demi perbaikan di masa mendatang.


(10)

ix

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN Skripsi, September 2013

Abu Syairi, NIM : 108104000028

Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Self-care (Perawatan diri) Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke di RSU Kabupaten Tangerang Tahun 2013

xxii + 72 halaman, 14 tabel, 2 gambar, 4 lampiran ABSTRAK

Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan utama di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2005. Stroke membutuhkan penanganan komprehensif termasuk upaya pemulihan dalam jangka waktu yang lama bahkan sepanjang sisa hidup pasien. Penderita stroke memerlukan bantuan keluarga dalam memenuhi perawatan diri. Kemunduran fisik akibat stroke menyebabkan kemunduran perawatan diri. Perawatan diri merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis. Keluarga sangat berperan dalam fase pemulihan sehingga keluarga diharapkan terlibat dalam penanganan penderita sejak awal perawatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan keluarga pasien tentang Self-care (perawatan diri) pada anggota keluarga yang mengalami stroke. Subjek penelitian ini adalah keluarga yang terlibat dalam merawat anggota keluarganya yang mengalami stroke yang ada di RSU Tangerang. Desain penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode deskriptif dengan teknik accidental sampling. Jumlah responden yang diteliti ialah 72 responden di ruang poliklinik syaraf RSU Tangerang bulan Maret-April 2013. Hasil penelitian menunjukkan 36.1% responden berpengetahuan kurang, diikuti 33.3% berpengetahuan cukup dan 30.6% berpengetahuan baik. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan keluarga tentang self-care pada anggota keluarga yang mengalami stroke di RSU Tangerang sebagian besar adalah kurang, oleh karena itu diharapkan RSU Tangerang dapat memberikan informasi mengenai self-care pada keluarga dengan penderita stroke dan memotivasi keluarga serta penderita stroke untuk melakukan upaya preventif dan rehabilitatif dalam mengurangi disabilitas fisik.

Kata kunci : Tingkat Pengetahuan, Self-care, Keluarga. Daftar bacaan : 38 (1998 – 2013)


(11)

x

STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

NURSING STUDY PROGRAM

Undergraduated Thesis, September 2013 Abu Syairi, NIM : 108104000028

The Level Of Family Knowledge About Self-Care On Family Members Who Have A Stroke In RSU (Distric Hospital) Tangerang 2013

xxii + 72 pages, 12 tables, 2 images, 4 attachments ABSTRACT

Stroke is a major cause of death and disability in Indonesia according to the Household Health Survey (SKRT) in 2005. Stroke requires a comprehensive treatment including recovery efforts in the long term even for the rest of the patient's life. A stroke patient needs supports from his/her family in complying self-care. Physical deterioration due to stroke causes deterioration of self-care. Self-care is a self treatment that is taken to maintain the health, both physically and psychologically. Family has an important role in the recovery phase so that they are expected to be involved in the treatment of patients since the beginning of treatment. The purpose of this study is to determine the level of knowledge of the patient's family about self-care on family members who have a stroke. The respondents of this research were family who are involved in caring for his/her family member who had a stroke in RSUD Tangerang. The design of this research is quantitative descriptive method with accidental sampling technique. The number of respondents who had been surveyed was 72 respondents in the neurology polyclinic of RSUD Tangerang on March to April 2013. The results showed 36.1% respondents were less knowledgeable, followed by others 33.3% were knowledgeable enough and 30.6% were good knowledgeable. Conclusion of this study showed that the level of knowledge about self-care families on family members who suffered a stroke in RSUD Tangerang are largely less knowledgeable, therefore RSUD Tangerang is expected to provide more information about self-care on families with stroke survivors and motivate families and stroke patients to do preventive and rehabilitative efforts in reducing physical disability.

Keywords: Level Of Knowledge, Self-care, Family. Reference : 38 (1998 – 2013)


(12)

xi DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ...xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

1. Tujuan Umum ... 5

2. Tujuan Khusus ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ...6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Pengetahuan ... 8


(13)

xii

2. Tingkat Pengetahuan Dalam Kognitif ... 8

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 9

4. Pengukuran Pengetahuan ... 12

B. Stroke ... 12

1. Definisi ... 12

2. Penyebab ... 13

3. Klasifikasi ... 14

4. Penatalaksanaan ... 15

5. Patofisiologi ... 16

C. Self-care (Perawatan Diri) ... 18

D. Self-care Pada Stroke ... 22

E. Keluarga ... 24

1. Definisi ... 24

2. Tipe Keluarga ... 24

F. Penelitian Terkait ... 26

G. Kerangka Teori ... 28

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 29

A. Kerangka Konsep ... 29

B. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran ... 30

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 33

A. Desain Penelitian ... 33

B. Variabel Penelitian ... 33

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 33


(14)

xiii

E. Instrumen Penelitian ... 37

F. Uji Validitas dan Reabilitas Penelitian ... 38

G. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Penelitian ... 39

H. Pengolahan Data ... 40

1. Editing ... 40

2. Coding ... 40

3. Entry data ... 40

4. Cleaning data ... 41

I. Analisis Statistik ... 41

J. Etika Penelitian ... 41

1. Lembar Persetujuan (Informed Consent) ... 41

2. Tanpa Nama (Anonimity) ... 42

3. Kerahasiaan (Confidentally) ... 42

BAB V HASIL PENELITIAN ... 43

A. Gambaran Umum RSU Kabupaten Tangerang ... 43

B. Visi, Misi, Motto, dan Nilai-Nilai Budaya Kerja RSU Kabupaten Tangerang ... 44

a. Visi RSU Kabupaten Tangerang ... 44

b. Misi RSU Kabupaten Tangerang ... 44

c. Motto RSU Kabupaten Tangerang ... 44

d. Nilai-Nilai Budaya Kerja ... 45

C. Analisi Univariat ... 45


(15)

xiv

2. Gambaran Yang Memperoleh Informasi dan Jenis Pemberi Informasi Tentang Self-care Pada Anggota Keluarga Yang

Mengalami Stroke ... 48

3. Gambaran Tingkat Kemandirian Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke ... 50

4. Gambaran Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Self-care Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke ... 51

5. Gambaran Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Usia Responden Tentang Self-care Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke ... 52

6. Gambaran Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Pendidikan Terakhir Responden Tentang Self-care Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke ... 53

7. Gambaran Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Yang Memperoleh Informasi Tentang Self-care Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke ... 54

BAB VI PEMBAHASAN ... 56

A. Distribusi Karakteristik Demografi Responden ... 56

1. Usia ... 56

2. Jenis Kelamin ... 57

3. Pendidikan Terakhir ... 58

4. Pekerjaan ... 59

B. Distribusi Yang Memperoleh Informasi dan Jenis Pemberi Informasi Tentang Self-care Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke .... 60


(16)

xv

C. Distribusi Tingkat Kemandirian Anggota Keluarga Yang Mengalami

Stroke ... 61

D. Distribusi Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Self-care Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke ... 62

E. Distribusi Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Usia Responden Tentang Self-care Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke ... 63

F. Distribusi Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Pendidikan Terakhir Responden Tentang Self-care Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke ... 65

G. Distribusi Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Yang Memperoleh Informasi Tentang Self-care Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke .... 66

H. Keterbatasan Penelitian ... 68

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 70

1. Rumah Sakit Umum Tangerang ... 70

2. Peneliti Selanjutnya ... 71

3. Pendidikan Keperawatan dan Ilmu Keperawatan ... 71


(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia ... 46 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir .. 47 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 48 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Yang Memperoleh Informasi Tentang Self-care Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke ... 48 Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Yang Memperoleh Informasi Tentang Self-care Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke Berdasarkan Jenis Pemberi Informasi ... 49 Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Tingkat Kemandirian Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke ... 50 Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Self-care Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke Di RSUD Tangerang Tahun 2013 ... 51 Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Usia Responden Tentang Self-care Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke Di RSUD Tangerang Tahun 2013 ... 52 Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Pendidikan Terakhir Responden Tentang Self-care Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke Di RSUD Tangerang Tahun 2013 ... 53


(18)

xvii

Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Yang Memperoleh Informasi Tentang Self-care Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke ... 54


(19)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian ... 28 Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 29


(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Perizinan Lampiran 2 Informed Consent Lampiran 3 Kuesioner Penelitian Lampiran 4 Hasil Pengolahan Data


(21)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Stroke atau cedera serebrovaskular adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Brunner, 2002). Stroke adalah gangguan di dalam otak yang ditandai dengan hilangnya fungsi dari bagian tubuh tertentu (kelumpuhan), yang disebabkan oleh gangguan aliran darah pada bagian otak yang mengelola bagian tubuh yang kehilangan fungsi tersebut (Cahyono, 2008).

Lebih dari 5,47 juta orang meninggal karena stroke di Dunia (WHO, 2002). Setiap 3 menit satu orang meninggal akibat stroke. (American Heart Association, 2007). Stroke merupakan penyebab kecatatan kedua terbanyak di seluruh dunia pada individual di atas 60 tahun (Wirawan, 2009).

Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan utama di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2005. Prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1000 penduduk. Kasus stroke telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan sebesar 72,3% di masyarakat (Riskesdas, 2007). Setiap 1000 orang, 8 orang diantaranya terkena stroke di Indonesia (Depkes, 2010). Jumlah penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun. Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia (Yastroki, 2011).


(22)

2

Stroke membutuhkan penanganan komprehensif termasuk upaya pemulihan dalam jangka waktu yang lama bahkan sepanjang sisa hidup pasien (Harsono, 2000). Penderita stroke memerlukan bantuan keluarga dalam memenuhi perawatan diri. Kemunduran fisik akibat stroke menyebabkan kemunduran perawatan diri (Pudjiastuti, 2003).

Orem mengembangkan teori self-care pada keperawatan yang menekankan pada kebutuhan klien tentang perawatan diri sendiri. Perawatan diri sendiri dibutuhkan oleh setiap manusia, tujuan dari teori Orem adalah membantu klien melakukan perawatan diri sendiri (Potter, 2005). Pada penelitian yang dilakukan Sahebalzamani et al (2009) pada 80 pasien stroke di Iran. Hasil penelitian didapatkan ada perbedaan yang signifikan pada kemampuan self-care sebelum di tes dan sesudah tes dan ada perbedaan antara grup yang diedukasi dengan tidak diberikan edukasi. Penelitian ini dapat disimpulkan, edukasi self-care pada penderita stroke dapat meningkatkan kemampuan pasien dan mengubah mereka dari ketergantungan menjadi mandiri.

Upaya perawatan diri dapat memberi kontribusi bagi integritas struktural fungsi dan perkembangan manusia (Asmadi, 2008). Perawatan diri merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis (Hidayat, 2009). Keluarga sangat berperan dalam fase pemulihan sehingga keluarga diharapkan terlibat dalam penanganan penderita sejak awal perawatan (Mulyatsih, 2008).

Friedman (1998) menyatakan bahwa keluarga sangat mendukung masa penyembuhan dan pemulihan. David Reiss (1981) dalam Friedman (1998)


(23)

3

berpendapat bahwa keluarga memiliki struktur nilai, norma dan budaya yang mempengaruhi segala tindakan yang akan dilakukan oleh keluarga. Nilai dari keluarga dan sistem keyakinan membentuk tingkah laku dalam menghadapi masalah-masalah yang ada dalam keluarga. Keyakinan dan nilai keluarga menentukan bagaimana sebuah keluarga akan mengatasi masalah kesehatan.

Irdawati (2009) dalam penelitiannya, terdapat hubungan antara pengetahuan keluarga penderita stroke terhadap tingkat kesehatan penderita stroke itu sendiri. Rendahnya tingkat pengetahuan keluarga tentang stroke menyebabkan meningkatnya tingkat keparahan, pasien tidak memiliki kemandirian, terjadi serangan ulang bahkan menyebabkan kematian. Keluarga mempengaruhi perilaku sehat dari setiap anggotanya, begitu juga status kesehatan dari setiap individu mempengaruhi fungsi keluarga dan kemampuannya untuk mencapai tujuan (Potter, 2005).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan, peneliti melihat fenomena yang ada dalam praktek klinik dan fenomena di keluarga peneliti, pasien stroke sangat bergantung pada keluarganya dalam melakukan self-care dan tingkat pengetahuan keluarga terhadap self-care pada pasien stroke kurang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2003) dalam Ratnasari (2011) pada penderita stroke sebanyak 92,3% penderita stroke tidak mandiri dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien stroke sangatlah bergantung dalam melakukan aktivitasnya pada keluarga maupun orang yang merawatnya. Penelitian yang dilakukan oleh Festy (2009) menunjukkan kemampuan keluarga sebagai educator (pendidik) pada pasien yang mengalami stroke masih sangat kurang.


(24)

4

Hal ini ditunjukkan dengan kurangnya pengetahuan keluarga terhadap rehabilitasi pada pasien stroke sebanyak 39%.

Peneliti telah memaparkan fenomena dan fakta dari penelitian maupun hasil dari pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, oleh karena itu peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang tingkat pengetahuan keluarga tentang self-care (perawatan diri) pada anggota keluarga yang mengalami stroke di RSU Kabupaten Tangerang. RSU Kabupaten Tangerang dipilih karena RSU Kabupaten Tangerang merupakan Rumah Sakit rujukan provinsi Banten dan dari data selama 6 bulan terakhir jumlah penderita stroke di RS Umum Tangerang sebanyak 133 pasien.

B. Rumusan Masalah

Stroke menyebabkan kemunduran dalam usaha merawat diri sendiri, hal ini dibuktikan dengan adanya penelitian oleh Santoso (2003) dalam Ratnasari (2011) bahwa ditemukan sebanyak 92.3% penderita stroke tidak mandiri dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Irdawati (2009) dalam penelitiannya, menyatakan bahwa adanya hubungan antara pengetahuan keluarga penderita stroke terhadap tingkat kesehatan penderita stroke itu sendiri.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan, peneliti melihat fenomena yang ada pada saat praktek pra-klinik dan di keluarga peneliti pasien stroke sangat bergantung pada keluarganya dalam melakukan perawatan diri sendiri dan tingkat pengetahuan keluarga terhadap perawatan diri pada pasien stroke masih kurang. Dukungan keluarga


(25)

5

tentang perawatan diri sangat penting untuk penderita, tapi keluarga dalam mendukung pasien stroke bukan menjadikan pasien menjadi ketergantungan, tetapi menjadikan penderita stroke menjadi mandiri, karena tujuan dari self-care itu menjadikan penderita stroke menjadi mandiri.

Dalam memberikan dukungan dan bantuan terhadap penderita stroke diperlukan pengetahuan yang baik tentang self-care itu sendiri. Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk meneliti mengenai tingkat pengetahuan keluarga pasien tentang self-care (perawatan diri) pada anggota keluarga yang mengalami stroke.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui tingkat pengetahuan keluarga tentang Self-care (perawatan diri) pada anggota keluarga yang mengalami stroke.

2. Tujuan Khusus

1) Mengetahui pengetahuan keluarga tentang self-care pada anggota keluarga yang mengalami stroke, meliputi pengertian self-care, manfaat self-care, mandi, memakai baju, makan, eliminasi, hygene, mobilisasi dalam rumah.

2) Mengetahui tingkat kemandirian anggota keluarga yang mengalami stroke


(26)

6

3) Mengetahui data demografi pengetahuan keluarga tentang self-care pada keluarga yang engalami stroke, meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan.

4) Mengetahui sumber informasi keluarga mengenai self-care.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1) Institusi, sebagai informasi dan bisa dijadikan acuan sejauh mana pengetahuan keluarga tentang self-care (perawatan diri) pada anggota keluarganya yang mengalami stroke.

2) Keluarga dan masyarakat, sebagai acuan pemahaman dan media informasi, sehingga mengetahui pentingnya self-care (perawatan diri) pada anggota keluarga yang mengalami stroke dan akhirnya dapat dipraktekkan pada kehidupan sehari-hari.

3) Peneliti lain, sebagai bahan referensi baik secara teoritis maupun metodologi mengenai tingkat pengetahuan keluarga tentang self-care (perawatan diri) pada anggota keluarganya yang mengalami stroke.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini melihat gambaran tingkat pengetahuan keluarga tentang self-care (perawatan diri) pada anggota keluarganya yang mengalami stroke. Meliputi pengertian self-care, manfaat self-care, mandi, memakai baju, makan, eliminasi, hygene, mobilisasi dalam rumah, meneliti tingkat


(27)

7

kemandirian pasien stroke, data demografi responden (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan) dan sumber informasi keluarga mengenai self-care.

Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner. Responden dalam penelitian ini adalah keluarga yang terlibat dalam merawat anggota keluarganya yang mengalami stroke di RSU Kabupaten Tangerang. Penelitian ini diadakan pada bulan Maret 2013.


(28)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan

1. Definisi pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007).

2. Tingkat pengetahuan dalam kognitif

1) Tahu berarti mengingat suatu materi yang telah dipelajari atau rangsangan yang sudah diterima sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2) Memahami berarti mampu menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahuinya dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3) Aplikasi adalah kemampuan menjabarkan materi atau objek kedalam bagian-bagian yang lebih kecil, tetapi masih dalam struktur organisasi dan ada kaitannya satu sama lain.

4) Sintesis merupakan kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada.


(29)

9

5) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2003).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Notoadmodjo (2003: 18) faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi terbentuknya pengetahuan yaitu :

a. Intelegensi

Intelegensi merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. Orang berpikir menggunakan inteleknya atau pikirannya. Cepat atau tidaknya dan terpecahkan tidaknya suatu masalah tergantung kemampuan intelegensinya. Salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan pesan dalam komunikasi adalah taraf intelegensi seseorang. Secara commonsence dapat dikatakan bahwa orang yang lebih intelegen akan lebih mudah menerima suatu pesan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa orang yang mempunyai taraf intelegensi ntinggi akan mempunyai pengetahuan yang baik dan sebaliknya.

b. Pendidikan

Tugas-tugas dari pendidikan adalah memberikan atau meningkatkan pengetahuan, menimbulkan sifat positif, serta memberikan atau meningkatkan kemampuan masyarakat atau individu tentang aspek-aspek yang bersangkutan, sehingga dicapai suatu masyarakat yang berkembang. Pendidikan formal dan non formal. Sistem pendidikan yang berjenjang diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan melalui pola tertentu. (Notoatmodjo: 2003; 18). Jadi tingkat pengetahuan


(30)

10

seseorang terhadap suatu objek sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan.

c. Pengalaman

Menurut teori Determinan perilaku yang disampaikan WHO, menganalisa bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu salah satunya disebabkan karena adanya pemikiran dan perasaan dalam diri seseorang yang terbentuk dalam pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek tersebut, dimana seseorang mendapatkan pengetahuan baik dari pengalaman pribadi maupun pengalaman oranglain. (Notoatmodjo: 2003; 143)

d. Informasi

Teori depedensi mengenai efek komunikasi massa, disebutkan bahwa media massa dianggap sebagai sistem informasi yang memiliki peranan penting dalam proses pemeliharaan, perubahan, dan konflik dalam tatanan masyarakat, kelompok atau individu dalam aktivitas sosial dimana media massa ini nantinya akan mempengaruhi fungsi kognitif, afektif, dan behavioral. Pada fungsi kognitif diantaranya adalah berfungsi untuk menciptakan ataumenghilangkan ambiguitas, pembentukan sikap, perluasan sistem, keyakinan masyarakat dan penegasan atau penjelasan nilai-nilaitertentu. (Notoatmodjo: 2003; 102). Media dibagi menjadi tiga yaitu media cetak yang meliputi boolet, leaflet, rubrik yang terdapat pada surat kabar atau majalah dan


(31)

11

poster. Kemudian media elektronik yang meliputi televisi, video, slide, dan film serta papan (billboard). (Notoatmodjo: 2003; 99)

e. Kepercayaan

Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang, mengenai apa yang berlaku bagi objek sikap, sekali kepercayaan itu telah terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari objek tertentu.

f. Umur

Umur dapat mempengaruhi seseorang, semakin cukup umur tingkat kemampuan; kematangan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan menerima informasi.

g. Pekerjaan

Menurut Hurlock (1998) bahwa pekerjaan adalah sutu kegiatan atau aktivitas seseorang untuk memperoleh penghasilan guna kebutuhan hidupnya sehari-hari. Lama bekerja merupakan pengalaman individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan.

h. Sosial budaya

Sosial budaya termasuk di dalamnya pandangan agama, kelompok etnis dapat mempengaruhi proses pengetahuan khususnya dalam penerapan nilai-nilai keagamaan untuk memperkuat super egonya. i. Status sosial ekonomi

Status sosial ekonomi berpengaruh terhadap tingkah lakunya. Individu yang berasal dari keluarga yang bestatus sosial ekonomi baik dimungkinkan lebih memiliki sikap positif memandang diri dan masa


(32)

12

depannya dibandingkan mereka yang berasal dari keluargadengan status ekonomi rendah.

4. Pengukuran pengetahuan

Dua cara pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar yaitu, mendasarkan diri pada rasional dan pengalaman. Cara pengukuran pengetahuan dalam penalitian bisa menggunakan angket dan biasanya dituliskan dalam prosentase. Baik = 76-100%; Cukup = 56-75%;

Kurang = ≤55% (Nursalam, 2003: 124).Hidayat (2007) menjelaskan

bahwa salah satu skala yang dapat digunakan dalam mengukur pengetahuan adalah menggunakan skala Guttman. Skala guttman terdiri dari benar-salah atau ya-tidak. Oleh karena itu, penelitian menggunakan skala guttman dengan pilihan jawaban benar dan salah dalam pengukuran pengetahuan klien tentang tingkat pengetahuan keluarga pasien tentang Self-care (perawatan diri) pada anggota keluarga yang mengalami stroke.

B. Stroke 1. Definisi

Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Brunner, 2002). Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir daya ingat, dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008). Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadinya gangguan peredaran darah di otak


(33)

13

yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian (Batticaca, 2009).

2. Penyebab

a. Trombosis serebral

Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehinnga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkaniskemi serebral.

b. Hemoragi

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak. Perdarahn ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, terjadilah infark otak dan mungkin herniasi otak.

c. Hipoksia umum

Penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah hipertensi yang parah, henti jantung-paru dan curah jantung turun akibat aritmia.


(34)

14 d. Hipoksia setempat

Penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subaraknoid, vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren (Muttaqin, 2008). 3. Klasifikasi

a. Stroke hemoragi

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subaraknoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada area otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua yaitu:

1) Perdarahan intra serebral: pecahnya pembuluh darah terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. 2) Perdarahan subaraknoid: perdarahan ini berasal dari pecahnya

aneurisma berry. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subaraknoid menyebabkan peningkatan TIK secara mendadak, meregangnya struktur peka nyeri sehingga menimbulkan nyeri kepala hebat, dan vasospasme pembuluh


(35)

15

darah serebral yang berakibat disfungsi otak global maupun fokal (Muttaqin, 2008).

b. Stroke nonhemoragik

Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder (Muttaqin, 2008).

4. Penatalaksanaan a. Fase Akut

Fase akut stroke biasanya berakhir 48 sampai 72 jam. Pasien yang koma saat pada saat masuk dipertimbangkan mempunyai prognosis buruk. Sebaliknya pasien sadar penuh menghadapi hasil yang lebih dapat diharapkan. Prioritas dalam fase akut ini adalah mempertahankan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat. (Brunner dan Suddarth, 2002).

b. Fase Rehabilitasi

Rehabilitasi stroke adalah program pemulihan pada kondisi stroke, bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional pasien stroke, sehinga mampu mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Sasaran utama pada fase ini adalah pasien dan keluarga meliputi perbaikan mobilitas, menghindari nyeri bahu, pencapaian perawatan diri, mendapatkan control kandung kemih, perbaikan proses pikir, pencapaian beberapa bentuk komunikasi,


(36)

16

pemeliharaan integritas kulit, perbaikan fungsi keluarga dan tidak adanya komplikasi (Bruner dan Suddarth, 2002). Pada fase rehabilitasi ini pasien dapat dirawat di rumah sakit, di pusat rehabilitasi ataupun di rumahnya sendiri yang bergantung pada sejumlah faktor, termasuk status ketergantungan pasien stroke.

Salah satu alat ukur tingkat ketergantungan pasien stroke yaitu melalui Indeks Barthel (IB) yang dirumuskan oleh Mahoney, F.I dan Barthel D.W untuk mengukur ketergantungan ADL (Activity Daily Living). Tingkatan ketergantung pada setiap komponen dengan nilai indeks sebagai berikut : Skor IB 100 berarti pasien mandiri dan mampu melakukan sepuluh komponen kegiatan tanpa bantuan fisik atau pengawasan. Nilai 91 – 99 ketergantungan ringan, memerlukan bantuan minimal namun beberapa komponen memerlukan bantuan. Nilai 62 – 90, ketergantungan sedang : memerlukan bantuan lebih banyak, namun sebagian kegiatan dapat dilakukan mandiri. Nilai 21 – 61 ketergantungan berat: memerlukan bantuan maksimal, namun masih mampu melakukan beberapa kegiatan. Nilai 0-20 pasien ketergantungan total : memerlukan bantuan secara keseluruhan (Gallo, dkk. 1998).

5. Patofisiologi

Faktor-faktor resiko stroke

Katup jantung rusak, infark miokard, endokarditis

Aneurisma, malformasi, arteriovenous Aterosklerosis,


(37)

17

Infark serebral yaitu berkurangnya suplai darah di otak. Luasnya infark bergantung pada lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat terganggu dan dapat berubah makin lambat atau cepat, karena adanya gangguan lokal seperti trombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskular atau karena gangguan umum seperti hipoksia karena gangguan jantung.

Menurunnya kemampuan Self-care

Trombosis serebral

Perdarahan intraserebral Penyumbatan pembuluh

darah otak oleh bekuan darah, lemak, udara

Pembuluh darah oklusi Iskemik jaringan otak

Edema dan kongesti jaringan sekitar

Emboli serebral

Defisit neurologis Stroke

Perembesan darah dalam parenkim otak Penekanan jaringan otak Infark otak, edema, hemiasi

otak

Kehilangan kontrol volunter

Hemiplegi dan hemiparesis


(38)

18

Aterosklerosis atau penyempitan pembuluh darah merupakan faktor penyebab infark pada otak. Trombus (bekuan darah) berasal dari plak aterosklerotik dan dapat darah dapat beku di area stenosis, sehingga yang terjadi aliran darah mengalami pelambatan dan turbulensi.

Trombus bisa pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus menyebabkan iskemia jaringan otak dan edema serta kongesti di area sekitar. Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan dapat menyebabkan herniasi otak.

Dari faktor-faktor yang terjadi diatas terjadilah stroke. Stroke dapat mengakibatkan defisit neurologis yang mengakibatkan kehilangan kontrol volunter, kemudian terjadi kerusakan mobilitas fisik yang dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan self-care.

C. Self-care (Perawatan Diri)

Perawatan diri merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis. Pemenuhan perawatan diri dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya budaya, nilai sosial pada individu atau keluarga, pengetahuan terhadap perawatan diri, serta persepsi terhadap perawatan diri. (Hidayat, 2009). Orem (1971) mengembangkan definisi keperawatan yang menekankan pada kebutuhan klien tentang perawatan diri sendiri. perawatan diri sendiri dibutuhkan oleh setiap manusia, baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak. Tujuan dari


(39)

19

teori orem adalah membantu klien melakukan perawatan diri sendiri (Potter, 2005).

Orem yang dikenal dengan model self-care memberikan pengertian jelas bahwa bentuk pelayanan keperawatan dipandang dari suatu pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar dengan tujuan mempertahankan kehidupan, kesehatan, kesejahteraan, yang ditekankan pada kebutuhan klien tentang perawatan diri sendiri. Self-care sebagai bagian dari kebutuhan dasar manusia, seorang mempunyai hak dan tanggung jawab dalam perawatan diri sendiri, self-care juga merupakan perubahan tingkah laku secara lambat dan terus menerus didukung atas pengalaman sosial sebagai hubungan interpersonal, self-care akan meningkatkan harga diri seseorang dan dapat mempengaruhi dalam perubahan konsep diri. Orem membagi dalam kelompok kebutuhan dasar yang terdiri dari pemeliharaan dalam pengambilan udara (oksigen), pemeliharaan pengambilan air, pemeliharaan dalam pengambilan makanan, pemeliharaan kebutuhan proses eliminasi, aktivitas dan istirahat, keseimbangan antara kesendirian dan interaksi sosial, kebutuhan akan pencegahan resiko pada kehidupan manusia dalam keadaan sehat dan kebutuhan dalam perkembangan kelompok sosial sesuai dengan potensi, pengetahuan dan keinginan manusia. Orem mengembangkan tiga bentuk teori self-care diantaranya:

1. Perawatan diri sendiri (Self-care)

Orem mengemukakan bahwa self-care meliputi: pertama, self-care itu sendiri yang merupakan aktivitas dan inisiatif dari individu serta


(40)

20

dilaksanakan oleh individu itu sendiri dalam memenuhi serta mempertahankan kehidupan, kesehatan serta kesejahteraan; kedua, self-care agency merupakan suatu kemampuan individu dalam melakukan perawatan diri sendiri yang dapat dipengaruhi oleh usia, perkembangan. Sosiokultural, kesehatan dan lai-lain; ketiga, adanya tuntutan atau permintaan dalam perawatan diri sendiri yang merupakan tindakan mandiri yang dilakukan dalam waktu tertentu untuk perawatan diri sendiri dengan menggunakan metode dan alat dalam tindakan yang tepat;

Keempat, kebutuhan self-care merupakan suatu tindakan yang ditujukan pada penyediaan dan perawatan diri sendiri yang bersifat universal dan berhubungan dengan proses kehidupan manusia serta dalam upaya mempertahankan fungsi tubuh, self-care yang bersifat universal itu adalah aktivitas sehari-hari (ADL) dengan mengelompokkan ke dalam kebutuhan dasar manusianya. Sifat dari self-care selanjutnya adalah untuk perkembangan kepercayaan diri serta ditujukan pada penyimpangan kesehatan yang memiliki ciri perawatan yang diberikan dalam kondisi sakit atau dalam proses penyembuhan.

2. Self-care defisit

Self-care defisit merupakan bagian penting dalam perawatan secara umum dimana segala perencanaan keperawatan diberikan pada saat perawatan dibutuhkan yang dapat diterapkan pada anak yang belum dewasa, atau kebutuhan yang melebihi kemampuan serta adanya perkiraan penurunan kemampuan dalam perawatan dan tuntutan dalam peningkatan self-care, baik secara kualitas maupun kuantitas.


(41)

21 3. Teori sistem keperawatan

a. Sistem bantuan secara penuh (Wholly compensatory system) merupakan suatu tindakan keperawatan dengan memberikan bantuan secara penuh pada pasien, dikarenakan ketidakmampuan pasien dalam memenuhi tindakan keperawatan secara mandiri yang memerlukan bantuan. b. Sistem bantuan sebagian (Partially compensatory system) merupakan

sistem dalam pemberian perawatan diri secara sebagian saja dan ditujukan kepada pasien yang memerlukan bantuan secara minimal. c. Sistem suportif dan edukatif merupakan sistem bantuan yang diberikan

pada pasien yang membutuhkan dukungan pendidikan dengan harpan pasien mampu memerlukan perawatan secara mandiri. Sistem ini dilakukan agar pasien mampu malakukan tindakan keperawatan setelah dilakukan pembelajaran (Hidayat, 2009).

4. Manfaat Self-care

a. Memenuhi kebutuhan dasar manusia untuk meningkatkan kehidupan, kesehatan serta kesejahteraan

b. Mempertahankan kualitas kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan baik dalam keadaan sehat ataupun sakit

c. Membantu individu dan keluarga dalam mempertahankan self-care yang mencakup integritas struktural, fungsi dan perkembangan.


(42)

22 D. Self-care Pada Stroke

Stroke adalah penyebab utama dari kecacatan jangka panjang di Amerika Serikat. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa program rehabilitasi efektif dalam meningkatkan status fungsional pasien dan mengurangi ketergantungan pasien. Rehabilitasi medis memang mempengaruhi perkembangan penyembuhan saraf, tapi dipastikan bahwa tetap diperlukan terapi lain seperti self-care.

Saat ini terjadi peningkatan ketertarikan untuk mencari terapi alternatif yang dapat meningkatkan status fungsional pasien selain menggunakan terapi saraf. Terapi alternatif tersebut adalah self-care (Robinson, 2000). Bentuk-bentuk self-care pada pasien stroke yang dapat diajarkan keluarga kepada pasien stroke adalah mandi, memakai baju, makan, eliminasi, hygene, mobilisasi dalam rumah (Wesley, 2004).

1. Mandi

a. Pasien stroke memiliki keterbatasan kemampuan untuk berdiri lama dan memiliki keseimbangan yang buruk maka diperlukan kursi disaat mandi b. Untuk menjaga keamanan di kamar mandi maka diperlukan pegangan

(hand rail) agar pasien stroke tidak jatuh. 2. Berpakaian

a. Posisi berbaring merupakan posisi yang baik dan aman disaat penderita stroke berpakaian

b. Saat berpakaian dimulai dari tangan dan kaki yang lemah terlebih dahulu


(43)

23

c. Saat melepas pakaian dimulai dari tangan dan kaki yang kuat terlebih dahulu

3. Makan

a. Disaat makan tinggi meja perlu disesuaikan dengan jangkauan pasien, agar pasien stroke dapat mudah disaat makan

b. Disaat makan kursi yang digunakan harus nyaman dan dapat menopang tubuh penderita stroke

c. Sebelum makan, makanan yang sulit dipotong sebaiknya dipotong terlebih dahulu, agar pasien mudah saat makan

4. Eliminasi

a. Menggunakan closet (tempat BAB) yang duduk lebih baik dari pada closet yang jongkok, karena closet duduk memudahkan saat BAB b. Pasien yang mengalami gangguan berkemih, sebaiknya gunakan popok

khusus (pampers) atau sesuai indikasi dari dokter

c. Agar penderita stroke tidak menempuh jarak yang cukup jauh, sebaiknya menggunakan kamar mandi yang jaraknya dekat.

5. Mobilisasi

a. Penderita stroke harus merubah posisi setiap 2 jam sekali yaitu miring kanan dan miring kiri.

b. Jika mengalami keterbatasan untuk berdiri, gunakan kursi roda atau tongkat untuk beraktivitas di rumah

c. Penderita stroke memerlukan latihan fisik seperti latihan berjalan dan latihan menggerakan anggota badan


(44)

24 6. Higiene

a. Penderita stroke perlu dijaga kebersihannya dengan mengganti pakaian dengan yang bersih

b. Jika terdapat kulit yang luka perlu diobati dan jangan dibiarkan dalam kondisi basah dan kotor.

c. Seprei atau linen yang telah basah dan kotor perlu diganti agan kebersihan lingkungan penderita stroke terjaga

E. Keluarga 1. Definisi

Friedman (1998) mendefinisikan bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (UU No. 10 tahun 1992).

2. Tipe keluarga

Friedman (1986) dalam Ali (2010) membagi tipe keluarga seperti berikut ini:

a. Nuclear family (keluarga inti). Terdiri dari orang tua dan anak yang masih menjadi tanggungannya dan tinggal dalam satu rumah, terpisah dari sanak keluarga lainnya.


(45)

25

b. Extended family (keluarga besar). Satu keluarga yang terdiri dari satu atau dua keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah dan saling menunjang satu sama lain.

c. Single parent family. Satu keluarga yang dikepalai oleh satu kepala keluarga dan hidup bersama dengan anak-anak yang masih bergantung kepadanya.

d. Nuclear dyed. Keluarga yang terdiri dari sepasang suami isteri tanpa anak, tinggal dalam satu rumah yang sama.

e. Blended family. Satu keluarga yang terbentuk dari perkawinan pasangan, yang masing-masing pernah menikah dan membawa anak hasil perkawinan terdahulu.

f. Three generation family. Keluarga yang terdiri dari tiga generasi, yaitu kakek, nenek, bapak, ibu, dan anak dalam satu rumah.

g. Single adult living alone. Bentuk keluarga yang hanya terdiri dari satu orang dewasa yang hidup dalam rumahnya.

h. Middle age atau elderly couple. Keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri paruh baya.

3. Fungsi keluarga

a. Fungsi afektif. Berhubungan dengan fungsi internal keluarga yang merupakan dasar kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Anggota keluarga mengembangkan gambaran diri yang positif, peran dijalankan dengan baik dan penuh rasa kasih sayang.


(46)

26

b. Fungsi sosialisasi. Proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu menghasilkan interaksi sosial, dan individu tersebut melaksanakan perannya dalam lingkungan sosial. Keluarga merupakan tempat individu melaksanakan sosialisasi dengan anggota keluarga dan belajar disiplin, norma budaya, dan perilaku melalui interaksi dalam keluarga, sehingga individu mampu berperan di dalam masyarakat.

c. Fungsi reproduksi. Fungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah SDM.

d. Fungsi ekonomi. Fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti makan, pakaian, perumahan, dan lain-lain.

e. Fungsi perawatan kesehatan. Keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan dan asuhan kesehatan/keperawatan. Kemampuan keluarga melakukan asuhan keperawatan atau pemeliharaan kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga dan individu (Ali, 2010).

F. Penelitian Terkait

Pada penelitian kali ini dengan judul Keefektifan Edukasi Self-care pada Rehabilitasi Pasien Stroke. Penelitian ini dilakukan di Urmia University of Medical Sciences Hospitals, Iran, pada tahun 2008 oleh Mohammad Sahebalzamani, Leila Aliloo, Ali Shakibi. Tujuannya untuk melihat atau menggambarkan keefektifan edukasi self-care pada pasien stroke dalam tahap


(47)

27

rehabilitasi. Metode penelitian studi eksperimen, sampel sebanyak 80 yang dipilih secara acak dan dibagi dalam 2 grup.

Pada penelitiannya pertama mencari data demografi, kemudian memeriksa kemampuan perorangan, kemudian 1 grup diberikan edukasi self-care dan setelah 45 hari diberikan tes. Hasil penelitiannya, pada grup yang diberikan edukasi menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada kemampuan self-care sebelum dan sesudah dites, dan ada perbedaan pula antara grup yang diberikan edukasi dengan grup yang tidak diberikan edukasi self-care. Kesimpulannya edukasi self-care pada penderita stroke dapat meningkatkan kemampuan pasien dan mengubah mereka dari pribadi ketergantungan menjadi pribadi mandiri.


(48)

28 Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Sumber : Muttaqin (2009), Friedman (1986) dalam Ali (2010), Notoadmodjo (2003) dan Nursalam (2003) dengan modifikasi.

Stroke

Fungsi Keluarga: Afektif Sosialisasi Reproduksi

Ekonomi Menurunnya

kemampuan Self-care

Perawatan Kesehatan Defisit Neurologis

Kehilangan kontrol volunter

Kerusakan mobilitas fisik

Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengetahuan :

1. Intelegensi 2. Pendidikan 3. Pengalaman 4. Informasi 5. Kepercayaan 6. Umur 7. Pekerjaan 8. Sosial budaya


(49)

29 BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah. Kerangka konsep membahas tentang saling ketergantungan antar variabel yang dianggap perlu untuk melengkapi dinamika situasi atau hal yang sedang atau yang akan diteliti (Hidayat, 2008).

Kerangka konsep penelitian ini dibuat berdasarkan tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi tingkat pengetahuan keluarga tentang self-care pada anggota keluarga yang mengalami stroke. Berdasarkan landasan teori yang diuraikan dalam tinjauan teoritis maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan pada bagan 2.2.

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Pengetahuan keluarga

tentang Self-care

Tingkat pengetahuan:

Baik Cukup Kurang


(50)

30 B. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Alat Ukur

Skala Ukur

Pengetahuan Kemampuan keluarga pasien yang terlibat dalam merawat,untuk memahami informasi yang diperoleh tentang self-care pada anggota keluarga yang mengalami stroke, meliputi pengertian, manfaat, kebutuhan self-care (mandi, memakai baju, makan, eliminasi, mobilisasi dalam rumah, higiene)

Meminta responden untuk menjawab kuesioner B tentang self-care.

Baik = 76-100% Cukup = 56-75%

Kurang = ≤55%

(Nursalam, 2003: 124).

Kuesioner Pertanyaan 1 - 3

(pengertian) , 4-6 (manfaat), 7-9 (mandi), 10 -12 (berpakaian ), 13-15 (makan), 16 -18 (eliminasi), 19-21 (mobilisasi) , 22 - 24 (higiene)

Ordinal

Usia Usia responden berdasarkan lamanya hidup dalam tahun

Meminta responden

Dalam kategori: 1. Remaja akhir


(51)

31 yang dihitung sejak lahir

hingga ulang tahun terakhir.

untuk mengisi pertanyaan dalam

kuesioner A mengenai data demografi: usia

17-25 tahun 2. Dewasa awal

26-35 tahun 3. Dewasa akhir

36-45 tahun 4. Lansia awal

46-55 tahun 5. Lansia akhir

56-65 tahun Jenis

Kelamin

Jenis kelamin responden Meminta responden untuk mengisi pertanyaan dalam

kuesioner A mengenai data demografi: jenis kelamin

Dalam kategori : 1. Laki-laki 2. Perempuan

Kuesioner Nominal

Pendidikan Pendidikan formal yang terakhir pernah diikuti oleh responden

Meminta responden untuk mengisi pertanyaan dalam

kuesioner A mengenai data demografi:

Pendidikan

berdasarkan jenjang pendidikan yang ditempuh:

0. Tidak sekolah 1. SD

2. SMP/SLTP 3. SMU/SLTA


(52)

32

pendidikan 4. Akademik/per guruan tinggi Pekerjaan Suatu mata pencaharian atau

lapangan usaha yang dapat menghasilkan materi

Meminta responden untuk mengisi pertanyaan dalam

kuesioner A mengenai data demografi: pekerjaan

Riwayat pekerjaan dinyatakan menjadi:

a) Tidak bekerja b) Bekerja

kuesioner Nominal

Sumber informasi

Sesuatu yang menjadi tempat seseorang mendapatkan berita

Meminta responden untuk mengisi pertanyaan dalam

kuesioner A mengenai data demografi: sumber informasi

Dinyatakan dalam informasi:

1. Media Informasi (Cetak/Tv) 2. Teman/Tetang

ga 3. Petugas

Kesehatan

Kuesioner Nominal


(53)

33 BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah jenis desain kuantitatif dengan metode deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan tingkat pengetahuan keluarga tentang Self-care pada anggota keluarga yang mengalami stroke (Notoadmodjo, 2010).

B. Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti meliputi pengetahuan keluarga tentang self-care (pengertian, manfaat, aktivitas sehari-hari/ADL meliputi mandi, memakai baju, makan, eliminasi, mobilisasi dalam rumah, higiene, dan data demografi meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan tingkat kemandirian penderita stroke, serta sumber informasi).

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi adalah subjek atau objek dengan karateristik tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2008). Populasi yang ditentukan sebagai subjek penelitian adalah keluarga yang anggota keluarganya yang mengalami stroke di RSU Kabupaten Tangerang.


(54)

34 2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sub unit populasi survey itu sendiri yang oleh peneliti dipilih dengan mewakili populasi target. Semakin besar sampel maka representative sampel tersebut semakin mendekati jumlah populasi (Nursalam, 2003). Sampel pada penelitian ini adalah keluarga pasien stroke yang berada di RSU Kabupaten Tangerang.

a. Kriteria Sampel

1. Keluarga yang terlibat dalam merawat anggota keluarganya yang mengalami stroke.

2. Keluarga pasien yang bersedia menjadi responden. 3. Keluarga pasien yang dapat berkomunikasi dengan baik . b. Teknik Sampling

Pemilihan teknik pengarnbilan sampel merupakan upaya penelitian untuk mendapat sampel yang representatif (mewakili), yang dapat menggambarkan populasinya. Teknik sampling pada penelitian ini menggunakan Non Probability Sample dengan jenis, Accidental Sampling.

Accidental Sampling adalah pengambilan sampel dilakukan tanpa direncanakan lebih dahulu, juga jumlah sampel yang dikehendaki harus berdasarkan pertimbangan kriteria inklusi yang dapat dipertanggung jawabkan (Nasution, 2003). Berikut tahapan peneliti dalam pengambilan responden yang akan menjadi sampel:


(55)

35

1. Memperoleh persetujuan pembimbing untuk melakukan tindak lanjut dalam penelitian.

2. Menyelesaikan kelengkapan administrasi seperti surat izin penelitian dari Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Peneliti datang ke Ruang Poli Syaraf RSU Kabupaten Tangerang.

4. Perawat Poli Syaraf memberikan nama-nama pasien stroke yang berkunjung ke Poli Syaraf pada hari itu.

5. Peneliti melakukan seleksi sesuai kriteria inklusi untuk mendapatkan responden yang di inginkan.

6. Peneliti melakukan pendekatan dan penjelasan kepada calon responden tentang penelitian.

7. Bagi responden yang bersedia dipersilahkan menandatangani persetujuan penelitian.

8. Membuat kontrak dengan responden untuk kesediaannya mengisi kuesioner.

9. Peneliti bertanya pada responden apakah kuesioner akan diisi sendiri atau dibacakan oleh peneliti.

10.Memberikan waktu kepada responden untuk menjawab pertanyaan dan memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya jika ada yang belum jelas.

11.Setelah pertanyaan dalam kuesioner dijawab, maka peneliti memeriksa kembali kelengkapan data.


(56)

36

12.Peneliti mengucapkan terima kasih kepada responden atas partisipasinya dalam mengisi kuesioner.

c. Jumlah Sampel

Pemilihan sampel pada penelitian ini berkaitan dengan penerapan distribusi normal untuk variabel normal (Univariat). Dikemukakan bahwa ukuran besar sampel diambil dengan menggunakan rumus estimasi satu proporsi, yaitu:

n: Besar sampel

: Z score berdasarkan tingkat kepercayaan : Proporsi dari penelitian sebelumnya

d : Presisi

Jadi sampel pada penelitian ini berjumlah 65 orang. Untuk mencegah drop out jumlah sampel di tambah 10%, jadi 65 + 10% = 72 orang.


(57)

37 D. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RSU Kabupaten Tangerang pada Maret 2013 dan penelitian ini selesai akhir bulan April 2013. Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan uji validitas di ruang rawat inap RSU Kabupaten Tangerang pada bulan Maret 2013 dengan jumlah 30 responden.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan suatu alat ukur pengumpulan data agar memperkuat hasil penelitian. Alat ukur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang telah dibuat oleh peneliti dan mengacu pada kepustakaan yang terdiri atas beberapa pertanyaan yang harus dijawab responden. Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan lembar kuesioner yang terdiri dari 3 bagian, bagian A merupakan pertanyaan tentang identitas atau data demografi responden, bagian B mengenai, dari manakah informasi self-care diperoleh, bagian C mengenai pertanyaan tentang kemandirian penderita stroke, dan bagian terakhir yaitu D untuk pengetahuan responden berisi 24 pertanyaan tentang tingkat pengetahuan keluarga tentang Self-care pada anggota keluarga yang mengalami stroke.

Pertanyaan 1 sampai 3 mengenai pengertian self-care, 4-6 tentang manfaat self-care, 7-9 tentang mandi, 10 sampai 12 mengenai berpakaian, 13-15 tentang makan, pertanyaan 16 sampai 18 tentang eliminasi, pertanyaan 19-21 tentang mobilisasi, dan pertanyaan 22 sampai 24 tentang


(58)

38

higiene. Pengukuran tingkat pengetahuan menggunakan skala Guttman dan Scoring. Pertanyaan peneliti terdiri dari 16 pertanyaan positif dan 8 pertanyaan negatif.

Pernyataan positif pada responden menjawab benar diberi nilai 1,dan jika salah diberi nilai 0. Pernyataan negatif, pada responden menjawab benar diberi nilai 0, dan jika salah diberi nilai 1. Jika pasien

dapat menjawab benar ≤ 55% dari pertanyaan maka pengetahuan pasien

tersebut kurang, jika pasien mampu menjawab benar sebanyak 56-75% dari pertanyaan maka pengetahuan pasien tergolong cukup, dan jika pasien mampu menjawab benar sebanyak 76-100% dari pertanyaan maka pengetahuan pasien tergolong baik (Nursalam,2003:124).

F. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen

Validitas adalah suatu indeks yang ditunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Dalam hal ini digunakan beberapa item pertanyaan yang dapat secara tepat mengungkapkan variabel yang diukur tersebut.

Uji ini dilakukan dengan menghitung masing-masing skor item pertanyaan dari tiap variabel dengan total skor variabel tersebut. Uji validitas menggunakan rumus Pearson Product Moment. Sesuatu instrumen dikatakan valid atau shahih apabila tiap butiran memiliki nilai positif dan nilai r > dari r table (0,361) (Hidayat, 2007).


(59)

39

Reabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuan itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali. Atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama. Pengukuran reabilitas menggunakan bantuan software komputer dengan rumus Alpha Cronbach. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha Cronbach > 0,60 (Hidayat, 2007).

G. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen

Sebelum melakukan penelitian, peneliti telah melakukan uji validitas dan reabilitas untuk mendapatkan instrumen yang valid untuk penelitian. Uji validitas dilakukan di ruang rawat inap RSU Kabupaten Tangerang pada bulan Maret 2013, dengan sampel yang diambil sebanyak 30 responden. Uji validitas menggunakan rumus Pearson Product Moment. Sesuatu instrumen dikatakan valid apabila tiap butiran memiliki nilai positif dan nilai r > dari r table (0,361).

Hasil pengukuran uji validitas pada penelitian ini didapatkan nilai r table 0,42 artinya kuesioner penelitian valid karena nilai r table diatas 0,361. Pengukuran reabilitas menggunakan bantuan software komputer dengan rumus Alpha Cronbach. Variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha Cronbach > 0,60. Hasil pengukuran reabilitas pada penelitian ini didapatkan nilai Alpha Cronbach 0,85 yang artinya kuesioner ini dapat dipercaya dan diandalkan.


(60)

40 H. Pengolahan Data

Dalam proses pengolahan data peneliti menggunakan langkah-langkah pengolahan data menurut Hidayat (2007) diantaranya:

1) Editing

Editing adalah upaya memeriksa kembali kebenaran data atau formulir koesioner yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tshsp pengumpulan data atau setelah data terkumpul.

2) Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel. 3) Entry data

Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam master table atau data base komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa dengan membuat tabel kontingensi.


(61)

41 4) Cleaning data

Merupakan kegiatan memeriksa kembali data yang sudah di entry, apakah ada kesalahan atau tidak sehingga data siap dianalisa. I. Analisis Statistik

Pada penelitian ini menggunakan analisis univariat. Analisis univariat bertujuan menggambarkan deskriptif karakteristik responden dan gambaran tingkat pengetahuan keluarga tentang Self-care pada anggota keluarga yang mengalami stroke, dilakukan dengan menyajikan distribusi frekuensi dari variabel yang diteliti dan disajikan dalam bentuk tabel untuk mengetahui proporsi masing-masing variabel yang diteliti.

J. Etika Penelitian

Masalah etika dalam penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian mengingat peneliti keperawatan akan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika peneliti harus diperhatikan karena manusia memiliki hak asasi dalam penelitian (Hidayat, 2008). Dalam melakukan penelitian menekankan masalah etika penelitian yang meliputi:

1. Lembar Persetujuan ( Informed Consent )

Lembar persetujuan ini diberikan dan dijelaskan kepada responden yang akan diteliti yang memenuhi kriteria sampel dan disertai judul penelitian serta manfaat penelitian dengan tujuan responden dapat mengerti maksud dan tujuan penelitian.


(62)

42 2. Tanpa Nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data yang diisi oleh responden, tetapi lembar tersebut hanya diberi kode tertentu. 3. Kerahasiaan (Confidentally)

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.


(63)

43 BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum RSU Kabupaten Tangerang

RSU Kabupaten Tangerang didirikan pada tahun 1928 berlokasi di ruangan BUI (Penjara) yang bekas lahannya sekarang menjadi lokasi Mesjid Agung Al-Ittihad. RSU Kabupaten Tangerang adalah Rumah Sakit Umum milik Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang, yang berlokasi di Wilayah Kota Tangerang, tepatnya Jl. Jenderal Ahmad Yani No.9 Tangerang. RSU Kabupaten Tangerang merupakan Type Rumah Sakit Kelas B Non Pendidikan.

Fasilitas RSU Kabupaten Tangerang yaitu, jumlah tempat tidur sebanyak 426 TT, memiliki ruang rawat darurat 24 jam, rawat jalan dengan 27 pelayanan spesilistik & 7 sub spesilistik, medical checkup, kamar bedah dengan 11 kamar operasi, kamar bersalin dengan 22 buah tempat tidur, ruang hemodialisa dengan jumlah 18 tempat tidur, pusat thalassaemia dengan jumlah 4 tempat tidur, ruang isolasi pasien flu burung, klinik bougenville, pelayanan penunjang medis (laboratorium, radiologi, farmasi, ct-scan, pa, usg, eeg, ekg, treadmill, spirometri), dan penunjang lainnya (ambulance, kereta jenazah)

Setelah dikembangkan secara bertahap saat ini RSUD Tangerang mempuyai bangunan dengan luas keseluruhannya 24.701 m2 diatas tanah 41.615 m2. Jumlah pegawai per 31 Juli 2010 sebanyak 1065 orang. RSUD Tangerang merupakan rumah sakit milik Pemda Kabupaten Tangerang


(64)

44

yang berlokasi di Kota Tangerang, Rumah Sakit ini menerima pasien dari Wilayah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, DKI Jakarta, Kabupaten Bogor, dll.

B. Visi, Misi, Motto dan Nilai-Nilai Budaya Kerja RSU Kabupaten Tangerang

a. Visi RSU Kabupaten Tangerang

Visi RSU Kabupaten Tangerang adalah “Menjadi RS Rujukan yang bermutu dan terjangkau bagi seluruh masyarakat Tangerang”. Makna visi tersebut adalah bahwa dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, RSU Kabupaten Tangerang diharapkan menjadi pusat pelayanan rujukan medik, dengan fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif bagi pasien yang sesuai dengan kebutuhan dan terjangkau oleh masyarakat luas.

b. Misi RSU Kabupaten Tangerang

Misi RSU Kabupaten Tangerang adalah: a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan

b. Membangun sistem manajemen Rumah Sakit yang efektif dan efisien

c. Motto RSU Kabupaten Tangerang

Motto RSU Kabupaten Tangerang adalah “BERTEMU KASIH” (Bersih, Tertib, Bermutu dan Kasih Sayang)


(65)

45 d. Nilai-nilai Budaya Kerja

Nilai-nilai yang terkandung dalam visi dan misi RSU Kabupaten Tangerang merupakan nilai-nilai yang harus dianut dan diterapkan dalam sikap dan perilaku seluruh jajaran pegawai rumah sakit dalam menjalankan semua kegiatan. Nilai-nilai budaya kerja dalam RSU Kabupaten Tangerang adalah “CARE” (Cakap, Akuntabel, Responsif, Efisien).

Penelitian mengambil lokasi di Instalasi Rawat Jalan atau Poliklinik di RSU Kabupaten Tangerang yaitu Poliklinik Syaraf. Poliklinik ini memiliki pasien stroke sebanyak 133 pasien, data ini diambil 6 bulan terakhir. Poloklinik buka setiap hari Senin sampai hari Sabtu, ditangani oleh Dokter Spesialis Syaraf 2 Orang dan dibantu oleh 2 perawat profesional dan terlatih di setiap harinya. Poliklinik Syaraf ini terletak di sayap kanan gedung utama lantai 1, jam buka pelayanan Poliklinik Syaraf ini hari Senin s/d Kamis jam 09.00 - 13.30, hari Jum’at jam 09.00 – 10.30, dan hari Sabtu jam 09.00 – 11.30.

C. Analisis Univariat

Hasil penelitian digambarkan dengan analisis univariat yang menggambarkan karakteristik frekuensi demografi responden (umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan), sumber informasi tentang self-care pada stroke, tingkat kemandirian anggota keluarga yang mengalami stroke, dan tingkat pengetahuan keluarga tentang self-care pada anggota


(66)

46

keluarga yang mengalami stroke di Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang tahun 2013

1. Gambaran Karakteristik Demografi Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan pekerjaan. Pada penelitian “Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Self-care (Perawatan diri) Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke di RSU Kabupaten Tangerang” diperoleh responden sebanyak 72 responden sesuai dengan sampel yang direncanakan.

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia

Usia N Presentase (%)

Remaja akhir

17-25 tahun 9 12.5

Dewasa awal

26 – 35 tahun 16 22.2

Dewasa akhir

36 – 45 tahun 15 20.8

Lansia awal

46 – 55 tahun 25 34.7

Lansia akhir

56 – 65tahun 7 9.7

Jumlah 72 100

Berdasarkan dari tabel 5.1 tentang distribusi frekuensi responden berdasarkan usia, menunjukkan bahwa frekuensi usia 46-55 tahun memiliki jumlah terbanyak yaitu 25 orang (34.7 %), dan usia 56-65 tahun memiliki jumlah terendah yaitu 7 orang (9.7 %).


(67)

47 Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin N Presentase (%)

Laki - Laki 28 38.9

Perempuan 44 61.1

Jumlah 72 100

Berdasarkan dari tabel 5.2 mengenai distribusi frekuensi jenis kelamin, frekuensi jenis kelamin perempuan memiliki jumlah terbanyak yaitu 44 responden (61.1 %).

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Pendidikan N Presentase (%)

SD 14 19.4

SMP 25 34.7

SMA 22 30.6

Perguruan Tinggi 11 15.3

Jumlah 72 100

Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan terakhir dari tabel 5.3 menunjukkan yang berpendidikan pada jenjang perguruan tinggi memiliki presentase terendah, yaitu 11.1 % (11 responden)


(68)

48 Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan N Presentase (%)

Tidak Bekerja 31 43.1

Bekerja 41 56.9

Jumlah 72 100

Berdasarkan tabel 5.4 tentang distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan menunjukkan yang tidak bekerja memiliki presentase sebanyak 31 responden (43.1 %).

2. Gambaran Yang Memperoleh Informasi dan Jenis Pemberi Informasi Tentang Self-care Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke

Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi Responden Yang Memperoleh Informasi Tentang Self-Care Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke

Sumber Informasi N Presentase (%)

Tidak Memperoleh 42 58.3

Memperoleh 30 41.7


(69)

49

Dari tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sebanyak 42 orang (58.3 %) tidak pernah memperoleh informasi tentang self-care pada stroke, sedangkan 30 (41.7 %) orang pernah mendapatkan informasi tentang self-care pada stroke.

Tabel 5.6

Distribusi Frekuensi Responden Yang Memperoleh Informasi Tentang Self care Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke Berdasarkan Jenis

Pemberi Informasi

Pemberi Sumber Informasi N Presentase (%)

Media Informasi (Cetak/Televisi) 3 10

Teman/Tetangga 8 26.7

Petugas Kesehatan 16 53.4

Media Informasi (Cetak/Televisi)

dan Teman/Tetangga 1 3.3

Media Informasi (Cetak/Televisi)

dan Petugas Kesehatan 1 3.3

Petugas Kesehatan dan

Teman/Tetangga 1 3.3

Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan bahwa responden banyak memilih pernah mendapatkan informasi tentang self-care pada petugas kesehatan dengan frekuensi 17 (51.5 %).


(70)

50

3. Gambaran Tingkat Kemandirian Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke

Tabel 5.7

Distribusi Frekuensi Tingkat Kemandirian Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke

Tingkat Kemandirian N Presentase (%)

Ketergantungan Total 4 5.6

Ketergantungan Berat 18 25

Ketergantungan Sedang 30 41.7

Ketergantungan Ringan 16 22.2

Mandiri 4 5.6

Jumlah 72 100

Dari tabel 5.6 tentang distribusi frekuensi tingkat kemandirian anggota keluarga yang mengalami stroke dapat dilihat bahwa ketergantungan sedang memiliki presentase tertinggi yaitu 41.7 % dengan jumlah 30 orang pasien, sedangkan ketergantungan total dan mandiri memiliki presentase yang sama dan terendah yaitu 5.6 % dengan jumlah 4 orang pasien.


(71)

51

4. Gambaran Tingkat Pengetahuan Keluarga Pasien Tentang Self-care Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke

Tabel 5.8

Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Self-care Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke Di RSU

Kabupaten Tangerang Tahun 2013

Tingkat Pengetahuan N Presentase (%)

Baik 22 30.6

Cukup 24 33.3

Kurang 26 36.1

Jumlah 72 100

Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan dengan kategori baik memiliki presentase terendah yaitu 30.6 % dengan jumlah 22 orang responden, sedangkan tingkat pengetahuan dengan kategori kurang memiliki presentase tertinggi yaitu 36.1 % dengan jumlah 26 orang responden.


(1)

3 Petugas kesehatan

4 Lainnya:………….

C. Penilaian Kemandirian Pasien

Aktifitas Skor

Makan

Tidak mampu makan sendiri Butuh bantuan dalam makan Mampu makan, tanpa bantuan

Mandi

Tidak mampu mandi sendiri

Mampu mandi dengan sendiri tanpa bantuan

Berdandan

Butuh bantuan dalam berdandan(mencuci muka, menyisir rambut, mencukur, membersihkan gigi)

Mampu, tanpa bantuan

Berpakaian

Tidak mampu berpakaian sendiri

Bisa dalam berpakaian tetapi butuh bantuan Mampu tanpa bantuan

BAB

Tidak dapat mengontrol BAB

Terkadang dapat mengontrol BAB, terkadang tidak Dapat mengontrol BAB

BAK

Tidak dapat mengontrol BAK

Terkadang dapat mengontrol BAK, terkadang tidak Dapat mengontrol BAK

Menggunakan Toilet

Tidak mampu dalam menggunakan toilet

Bisa dalam menggunakan toilet, tetapi butuh bantuan Bisa menggunakan sendiri

Berpindah dari tempat tidur ke kursi (sebaliknya)

Tidak mampu, tidak bisa duduk Butuh bantuan maksimal, dapat duduk Butuh bantuan minimal

Mampu, tanpa bantuan

Mobilisasi Tidak mampu bergerak/berjalan


(2)

Mampu berjalan dengan bantuan orang Mampu berjalan/bergerak tanpa bantuan

Naik Turun Tangga

Tidak mampu Butuh bantuan

Mampu tanpa bantuan

D. Pengetahuan Tentang Self-care (Perawatan Diri)

N

O Pernyataan Benar Salah

1

Perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis adalah definisi yang tepat dari perawatan diri

2

Pemenuhan perawatan diri dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya pengetahuan terhadap perawatan diri.

3

Perawatan diri hanya bisa dilakukan oleh tenaga kesehatan, tidak dapat dilakukan dirumah dan membutuhkan peralatan khusus dan mahal

4 Manfaat dari perawatan diri salah satunya untuk meningkatkan

derajat kesehatan

5 Ketika perawatan diri tidak dapat dipertahankan, akan terjadi

penurunan kebersihan diri dan kepercayaan diri

6 Perawatan diri dapat melatih hidup bersih, sehat dan menciptakan

penampilan yang sesuai

7

Jika pasien memiliki keterbatasan kemampuan untuk berdiri lama dan memiliki keseimbangan yang buruk maka diperlukan kursi disaat mandi

8 Untuk menjaga keamanan di kamar mandi maka diperlukan pegangan

agar pasien tidak jatuh


(3)

10 Posisi berbaring merupakan posisi yang baik dan aman disaat

penderita stroke berpakaian

11 Disaat berpakaian dimulai dari tangan dan kaki yang lemah terlebih

dahulu

12 Disaat melepas pakaian dimulai dari tangan dan kaki yang kuat

terlebih dahulu

13 Disaat makan tinggi meja tidak perlu sesuai dengan jangkauan pasien

14 Disaat makan kursi yang digunakan harus nyaman dan dapat

menopang tubuh penderita stroke

15 Sebelum makan, makanan yang sulit dipotong sebaiknya dipotong

terlebih dahulu, agar pasien mudah saat makan

16

Menggunakan closet (tempat BAB) yang jongkok lebih baik dari pada closet yang duduk, karena closet duduk tidak memudahkan saat BAB

17 Jika pasien mengalami gangguan berkemih, sebaiknya gunakan

popok khusus (pampers) atau sesuai indikasi dari dokter

18 Sebaiknya menggunakan kamar mandi yang jaraknya dekat, sehingga

penderita stroke tidak menempuh jarak yang cukup jauh

19 Merubah posisi setiap 2 jam sekali yaitu miring kanan dan miring kiri

merupakan contoh mobilisasi (gerakan) bagi penderita stroke

20 Jika mengalami keterbatasan untuk berdiri, gunakan kursi roda atau

tongkat untuk beraktivitas di rumah

21 Penderita stroke tidak memerlukan latihan fisik seperti latihan

berjalan dan latihan menggerakan anggota badan

22 Penderita stroke perlu dijaga kebersihannya dengan mengganti

pakaianyang bersih

23 Kulit yang luka tidak perlu diobati dan dibiarkan saja dalam kondisi

basah dan kotor.


(4)

Reliability

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0 Excluded(

a) 0 .0

Total 30 100.0

a Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items .856 24

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

A1 16.43 23.633 .409 .850

A2 16.43 23.633 .409 .850

A3 16.20 24.579 .422 .851

A4 16.53 23.568 .391 .851

A5 16.53 23.568 .391 .851

A6 16.43 23.564 .425 .850

A7 16.43 23.564 .425 .850

A8 16.60 23.214 .457 .849

A9 16.53 23.430 .420 .850

A10 16.60 23.214 .457 .849

A11 16.60 23.628 .369 .852

A12 16.43 23.771 .378 .852

A13 16.20 24.579 .422 .851

A14 16.43 23.289 .489 .848

A15 16.40 23.559 .445 .849

A16 16.47 23.568 .410 .850

A17 16.47 23.430 .441 .849

A18 16.43 23.702 .394 .851

A19 16.40 23.628 .429 .850

A20 16.30 24.079 .399 .851

A21 16.20 24.579 .422 .851

A22 16.60 23.214 .457 .849

A23 16.20 24.579 .422 .851


(5)

Tingkat Pengetahuan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Kurang

26 36.1 36.1 36.1

Cukup

24 33.3 33.3 69.4

Baik

22 30.6 30.6 100.0

Total

72 100.0 100.0

Tingkat Kemandirian Pasien

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ketergantungan Total 4 5.6 5.6 5.6

Ketergantungan Berat 18 25.0 25.0 30.6

Ketergantungan Sedang 30 41.7 41.7 72.2

Ketergantungan Ringan 16 22.2 22.2 94.4

Mandiri 4 5.6 5.6 100.0

Total 72 100.0 100.0

Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Remaja Akhir 9 12.5 12.5 12.5

Dewasa Awal 16 22.2 22.2 34.7

Dewasa Akhir 15 20.8 20.8 55.6

Lansia Awal 25 34.7 34.7 90.3

Lansia Akhir 7 9.7 9.7 100.0


(6)

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Laki-Laki 28 38.9 38.9 38.9

Perempuan 44 61.1 61.1 100.0

Total 72 100.0 100.0

Pendidikan Terakhir

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid SD 14 19.4 19.4 19.4

SMP 25 34.7 34.7 54.2

SMA 22 30.6 30.6 84.7

Perguruan Tinggi 11 15.3 15.3 100.0

Total 72 100.0 100.0

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak Bekerja 31 43.1 43.1 43.1

Bekerja 41 56.9 56.9 100.0

Total 72 100.0 100.0

Sumber Informasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak Memperoleh 42 58.3 58.3 58.3

Memperoleh 30 41.7 41.7 100.0


Dokumen yang terkait

Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Anggota Keluarga yang Menderita Asma di Rumah di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa

3 65 92

Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keluarga Pasien Hemodialisis Mengenai Gagal Ginjal Kronik di Klinik Rasyida Medan

1 37 76

Gambaran Self-Care Management Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis di Wilayah Tangerang Selatan Tahun 2013

1 30 136

Gambaran self-care management pasien gagal ginjal kronis dengan hemodialisis di wilayah Tangerang Selatan tahun 2013

6 44 186

Hubungan Komunikasi Teraupetik Perawat dengan Anggota Keluarga terhadap Tingkat Kecemasan Keluarga pada Pasien yang dirawat di Unit Perawatan Kritis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta

0 4 8

HUBUNGAN PERSEPSI KELUARGA TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN SIKAP KELUARGA PADA ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA Hubungan Persepsi Keluarga Tentang Gangguan Jiwa Dengan Sikap Keluarga Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Rumah

0 2 13

Gambaran Tingkat Pengetahuan Tentang Perawatan Diri (Self Care) Pada Pasien Hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

0 0 8

TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DAN KESIAPAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENDERITA STROKE DI DESA KEBAKKRAMAT KARANGANYAR

0 0 12

Hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan perawatan diri (self care) pada pasien pasca stroke di Puskesmas Gundih Surabaya - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 2 20

Hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan perawatan diri (self care) pada pasien pasca stroke di Puskesmas Gundih Surabaya - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 39