Dasar Kontribusi Energi dan Zat Gizi dari Jajanan Anak terhadap Kecukupan
Seminar Nasional World Fit for Children Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro
6 Oktober 2012 Page
177 Berdasarkan kedua penelitian tersebut dapat diketahui bahwa faktor
– faktor yang berpengaruh pada kejadian stunting adalah tingkat asupan balita dan keadaan sosial ekonomi
keluarga. Pendapatan keluarga yang berbeda akan mempengaruhi dalam pengeluaran pangan keluarga dan pemilihan bahan makanan yang akan dikonsumsi keluarga tersebut.
Perkembangan Motorik Kasar Balita
Perkembangan motorik kasar adalah kemampuan mengontrol gerakan tubuh yang mencakup keterampilan mengendalikan otot-otot besar. Perkembangan motorik kasar dapat
dilihat dari kemampuan anak untuk merangkak, berjalan, berlari, melompat, atau berenang. Aktivitas motorik kasar akan menjadi sumber kebahagiaan anak terutama pada masa
prasekolah Ariyanti, 2007.
Menurut Soetjiningsih 1998 perkembangan motorik kasar balita dapat dinilai dengan tes Denver II. Tes Denver II merupakan tes skrining perkembangan anak yang mudah
dilakukan, cepat 15-20 menit, dapat diandalkan dan dapat menunjukkan validitas yang tinggi. Adapun kelemahan dari tes Denver II adalah sangat bergantung pada keahlian dari tim
pelaksana tes tersebut dan juga keadaan dari balita yang akan di tes misalnya balita dalam keadaan marah, lelah atau takut. Tes Denver II untuk aspek perkembangan motorik kasar pada
balita dapat dilihat pada Tabel 4 berikut : Tabel 4 Perkembangan Motorik Kasar Balita
Perkembangan motorik kasar
Stunting Non Stunting
Abnormal 1 2, 8
Meragukan 5 11, 4
3 8,6 Normal
29 82,9 32 91,4
Tabel 4 menunjukkan bahwa prosentase terbesar perkembangan motorik kasar pada balita non stunting adalah normal 32 91,4 lebih besar dari balita stunting 29 82,9. Pada
balita stunting terdapat 1 2,8 balita dengan perkembangan motorik kasar abnormal, dan pada balita non stunting tidak terdapat balita dengan perkembangan motorik kasar abnormal.
Pada penelitian ini jumlah balita dengan perkembangan motorik kasar meragukan pada kelompok balita non stunting sebanyak 38,6 balita dan pada kelompok balita stunting
sebanyak 5 11,4 balita. Hal ini menunjukkan bahwa balita yang stunting lebih beresiko mengalami gangguan perkembangan motorik kasar. Hasil tersebut didukung oleh Mahendra
2006 yang menyatakan bahwa perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh gizi, status kesehatan dan perlakuan gerak yang sesuai dengan masa perkembangannya. Status gizi yang
kurang akan menghambat laju perkembangan yang dialami individu, akibatnya proporsi struktur tubuh menjadi tidak sesuai dengan usianya yang pada akhirnya akan berdampak juga
pada perkembangan yang lainnya.
Teori yang dinyatakan oleh Mahendra 2006 sesuai dengan hasil Tes Denver II untuk aspek perkembangan yang lainnya, balita yang perkembangan motorik kasarnya meragukan
dan abnormal diketahui memiliki perkembangan bahasa yang meragukan juga. Terdapat balita dengan perkembangan motorik kasar normal mengalami gangguan perkembangan personal
sosial. Hal ini didukung oleh teori Ariyanti 2007 yang menyatakan bahwa ada beberapa aspek perkembangan anak yang berkaitan. Perkembangan pada satu aspek akan
mempengaruhi aspek lain. Sebaliknya, terhambatnya perkembangan satu aspek akan menghambat perkembangan aspek lainnya.
Menurut Sukamti 2006 perkembangan motorik kasar dan aspek perkembangan yang lainnya penting untuk anak usia dini. Apabila anak tidak mampu melakukan gerakan fisik
dengan baik maka akan menumbuhkan rasa tidak percaya diri dan akan memberikan konsep diri negatif dalam melakukan gerakan fisik.
Menurut Soetjiningsih 1998 hasil interpretasi Denver II yang meragukan seharusnya dilakukan tes ulangan 2 minggu berikutnya untuk menghilangkan faktor-faktor sesaat seperti
rasa takut, sakit atau kelelahan. Namun karena keterbatasan waktu dalam penelitian ini, peneliti tidak melakukan tes ulangan 2 minggu berikutnya.