3.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data
sekunder yang diperoleh dari instansi-instansi terkait, seperti yang telah disebutkan di atas yang diperoleh dari publikasi resmi yang berhubungan dengan
penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melakukan pencatatan data secara langsung yang diperoleh dari berbagai sumber yang telah
disebutkan di atas.
3.4 Teknik Pengolahan Data
Untuk mengolah data dalam penelitian ini, penulis menggunakan program E-views 5.1.
3.5 Metode Analisis Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan Granger Causality Test dan Cointegration Test. Metode analisis
Granger Causality Test ini digunakan untuk melihat hubungan kausalitas antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran di Indonesia atau dapat dinyatakan dalam
fungsi Inf = f Un. Sedangkan analisis Cointegration Test bertujuan untuk melihat hubungan tingkat inflasi dan tingkat pengangguran di Indonesia dalam
jangka panjang. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, pengujian terhadap perilaku data
runtun waktu time series dan integrasinya dapat dipandang sebagai uji prasyarat
Universitas Sumatera Utara
bagi penggunaan metode Granger Causality Test dan Cointegration Test. sebelum dilakukannya estimasi terhadap kedua metode di atas, maka terlebih dahulu
dilakukan langkah-langkah berikut ini :
3.5.1 Uji Akar-Akar Unit Testing for Unit Roots
Pengujian ini merupakan uji stasioneritas. Pada prinsipnya, uji akar-akar unit ini adalah untuk mengamati atau mendeteksi apakah koefisien tertentu dari
model autoregresif yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak. Pengujian akar- akar unit ini dengan model autoregresif Dickey dan Fuller, 1979, 1981 dengan
persamaan berikut : DXt =
i
DXt……………………….. 3.1. DXt = c
o
+ c
1
T + c
2
BXt +
i
DXt…………………... 3.2. DXt = X
t
– X
t-1
BX = X
t-1
Dimana : T = Trend waktu
X
t
= Variabel yang diamati pada periode tingkat B = Operasi kelambanan waktu ke hulu backward lag operator
Kemudian dari hasil regresi persamaan di atas diperoleh nilai statistik ADF Augmented Dickey Fuller . Dengan melihat nilai statistik dari koefisien BX
t
pada persamaan 3.1. dan 3.2. dan dibandingkan dengan nilai tabel ADF nilai kritis dari Mackinnon dapat diambil sebuah kesimpulan. Jika nilai statistik dari
koefisien BX
t
lebih besar dari tabel ADF maka data tersebut stasioner. Apabila data tersebut tidak stasioner maka harus menciptakan variabel baru dengan cara
first difference, lalu dilakukan kembali uji akar-akar unit. Uji akar-akar unit ini
Universitas Sumatera Utara
bertujuan untuk melihat validitas data, dan bila data sudah stasioner maka dapat dilihat kausalitasnya dengan Uji Kausalitas Granger.
3.5.2 Uji Derajat Integrasi
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pada derajat atau order diferensi ke berapa data yang diamati akan stasioner. Pengujian ini dilakukan bila pada uji
akar-akar unit langkah pertama di atas dari data diamati tidak stasioner. Pengujian ini merupakan perluasan dari uji akar-akar unit yang ditaksir dengan
model autoregresif dengan OLS berikut ini : D2X
t
= e
o
+ e
1
BDX
t
+
i
B
i
D2X
t
………………………3.3. D2X
t
= g
o
+ g
1
T + g
2
BDX
t
+
i
B
i
D2X
t
………………3.4. D2X
t
= DXt – DX
t-1
BDX
t
= DX
t-1
Kemudian dari hasil regresi persamaan di atas diporoleh nilai statistik ADF. Dengan melihat nilai statistik dari koefisien BDX
t
pada persamaan 3.3. dan 3.4. dan dibandingkan dengan nilai tabel ADF dapat diambil kesimpulan. Jika
nilai statistik dari koefisien BDX
t
ADF, maka data tersebut stasioner pada derajat satu. Jika variabel X tersebut belum stasioner pada derajat 1, maka perlu
dilanjutkan hingga diperoleh suatu kondisi stasioner pada derajat kedua, ketiga dan seterusnya.
3.5.3 Uji Kausalitas Granger Granger Causality Test
Pendekatan ini digunakan untuk melihat hubungan kausalitas antara dua variabel, sehingga dapat diketahui apakah kedua variabel tersebut secara stastistik
saling mempengaruhi searah atau sama sekali tidak ada hubungan. Berikut ini model yang digunakan untuk melakukan Granger Causality Test :
Universitas Sumatera Utara
X
t
=
i
X
t-i
+
j
Y
t-j
+
t
…………………………..3.5. Y
t
=
i
X
t-i
+
j
Y
t-j
+
t
…………………………...3.6. Dimana µ dan ε adalah error term yang diasumsikan tidak mengandung korelasi
serial dan m = n = r = s. Berdasarkan hasil regresi dari kedua bentuk model regresi linear di atas akan menghasil empat kemungkinan nilai koefisien – koefisien
regresi dari peramaan 3.5. dan 3.6. sebagai berikut : 1.
Jika
j
≠ 0
j
= 0, maka terdapat kausalitas satu arah dari Y ke X 2.
Jika
j
= 0
j
≠ 0, maka terdapat kausalitas satu arah dari X ke Y 3.
Jika
j
= 0
j
= 0, maka X dan Y tidak ada hubungan 4.
Jika
j
≠ 0
j
≠ 0, maka terdapat kausalitas dua arah antara X dan Y
Untuk memperkuat indikasi keberadaan berbagai bentuk kausalitas seperti yang disebutkan diatas, maka dilakukan uji F F – test untuk masing-masing model
regresi.
3.5.4 Uji Kointegrasi Cointegration Test
Kadangkala dijumpai dua variabel random yang masing-masing merupakan random walk tidak stasioner, tetapi kombinasi linear antar dua
variabel tersebut merupakan data time series yang stasioner. Uji kointegrasi bertujuan untuk mengetahui hubungan keseimbangan
dalam jangka panjang antara tingkat inflasi dengan tingkat pengangguran di Indonesia. Uji ini dapat dilakukan dengan cara Uji Engle-Granger atau Uji
Universitas Sumatera Utara
Augmented Engle-Granger AEG. Uji ini dilakukan untuk memanfaatkan Uji DF-ADF.
Adapun langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pengujian AEG ini adalah:
• Lakukan estimasi model
• Dapatkan residual dari model tersebut
• Uji apakah sudah stasioner. Apabila residualnya sudah stasioner, berarti ada
kointegrasi.
3.6 Model Analisis Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan Granger Causality Test untuk melihat hubungan kausalitas antara tingkat inflasi dan pengangguran di Indonesia.
Untuk itu model analisis yang digunakan adalah dengan pendekatan Granger Causality Test seperti berikut ini :
Inf
t
=
t-1
+
t-j
+
1t
…………………………..3.7. UN
t
=
t-1
+
t-j
+
2t
......................................3.8. Dimana :
Inf = Tingkat inflasi di Indonesia dalam persen
UN = Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia dalam persen
µ = Variabel gangguan Error Term
α
1,
β
1
, γ
1
, λ
1
= Koefisien regresi
Universitas Sumatera Utara
3.7 Definisi Operasional
1. Tingkat inflasi adalah kenaikan tingkat harga secara umum dan terus
menerus yang diukur dengan menggunakan tolok ukur Indeks Harga Konsumen IHK, selama periode 1980 – 2008 dalam persen.
2.
Tingkat pengangguran merupakan tingkat pengangguran terbuka yaitu jumlah penduduk yang termasuk angkatan kerja namun tidak memiliki
pekerjaan dalam persen.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Negara Indonesia
4.1.1 Kondisi Geografis
Indonesia merupakan negara bahari dengan luas laut berkisar 7,9 juta km
2
termasuk dengan daerah Zone Economic Exclusive ZEE atau 81 persen dari luas keseluruhan Indonesia. Daratan Indonesia mempunyai luas lebih dari 1,86 juta
km
2
, mempunyai puluhan atau mungkin ratusan gunung dan juga sungai. Sehubungan dengan letak Indonesia yang dikelilingi oleh beberapa samudera,
serta banyaknya terdapat gunung berapi yang masih aktif menyebabkan Indonesia sering dilanda gempa.
Indonesia terletak antara 6
o
08’ Lintang Utara dan 11 15’ Lintang Selatan
dan di antara 94
o
45’ Bujur Timur dan 141
o
05’ Bujur Timur. Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik dimana sejak tahun 2001
Indonesia dibagi menjadi 30 provinsi dengan 4 empat tambahan provinsi baru yaitu Gorontalo, Kepulauan Bangka Belitung, Banten, dan Maluku Utara. Pada
tahun 2005 dibagi atas 33 provinsi dengan 3 tiga tambahan provinsi baru yaitu Kepulauan Riau, Sulawesi Barat, dan Irian Jaya Barat.
4.1.2 Kondisi Iklim dan Topografi
Di Indonesia dikenal hanya 2 musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Pada Bulan Juni sampai dengan September arus angin berasal dari
Universitas Sumatera Utara
Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga menyebabkan terjadinya musim kemarau. Sebaliknya, pada Bulan Desember sampai dengan
Maret, arus angin banyak berasal dari Asia dan Samudera Pasifik yang menyebabkan musim hujan. Keadaan seperti ini berganti setiap tengah tahun
setelah melewati masa peralihan pada Bulan April sampai dengan Mei dan Bulan Oktober sampai dengan November.
Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Pada tahun
2008, suhu udara rata-rata berkisar antara 25,30 C sampai dengan 31,47
o
C. Indonesia mempunyai kelembapan udara relatif tinggi dimana pada tahun 2008
rata-rata berkisar antara 81 persen setelah mengalami penurunan dari tahun 2007 yaitu sekitar 83,1 persen.
Curah hujan disuatu tempat dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan topografi, dan perputaran atau pertemuan arus udara. Oleh karena itu, jumlah
curah hujan beragam menurut bulan dan letak stasiun pengamat. Rata-rata curah
hujan selama 2004 berkisar antara 996,60 mm sampai dengan 492,7 mm.
Kecepatan angin hamper merata di seluruh provinsi di Indonesia setiap tahunnya, yaitu berkisar antara 2,48 kmjam sampai dengan 21,0 kmjam. Faktor lain yang
mempengaruhi hujan dan arah atau kecepatan angin adalah perbedaan tekanan udara.
4.1.3 Keadaan Demografi
Kesejahteraan penduduk merupakan sasaran utama pembangunan dalam rangka membentuk manusia Indonesia seluruhnya dari masyarakat Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Untuk itu, pemerintah telah melakukan berbagai usaha dalam rangka memecahkan masalah kependudukan. Usaha-usaha yang mengarah pada pemerataan
penyebaran penduduk dilakukan dengan cara memindahkan penduduk yang padat ke daerah yang tidak banyak jumlah penduduknya, yaiutu dikenal dengan
Transmigrasi, ataupun juga perpindahan penduduk dari kota ke desa, yang disebut Urbanisasi. Selain itu, dengan mulai diberlakukannya program otonomi daerah,
diharapkan dapat mengurangi perpindahan penduduk terutama di Pulau Jawa. Usaha untuk menekan laju pertumbuhan penduduk juga dilakukan pemerintah
melalui program KB Keluarga Berencana yang telah dicanangkan pada awal tahun 1970-an.
Dari aspek kependudukan, Indonesia sebenarnya memiliki potensi yang besar bagi pembangunan. Jumlah penduduk yang relatif besar merupakan sumber
tenaga kerja sekaligus pasar. Namun, jumlah tenaga kerja yang besar tersebut tidak diikuti dengan tingkat pendidikan yang memadai, dalam konteks
pembangunan yang rendah, membimbing masyarakat pada kemampuan berpikir. Keadaan ini berpengaruh terhadap kemampuan masyarakat dalam bekerja atau
berproduksi guna memenuhi hidupnya dan keluarganya. Bila sifat kegiatan produksinya subsistence, maka balas jasa yang diperoleh sebagian besar tenaga
kerja Indonesia tidak begitu besar, sehingga kemampuannya dalam berkonsumsi akan sangat terbatas. Laju pertambahan penduduk Indonesia dapat dilihat pada
table berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia
Tahun Jumlah Penduduk
Juta Pertumbuhan
1985 164,047
-
1986 168,350
2,56
1987 172,010
2.13
1988 175,590
2.04
1989 179,140
1,98
1990 179,250
0,06
1991 182,940
2,02
1992 186,940
1,67
1993 189,140
1,64
1994 192,220
1,60
1995 194,750
1,30
1996 198,320
1,80
1997 201,350
1,50
1998 202,390
0,51
1999 203,910
0,75
2000 206,200
1,11
2001 209,000
1,34
2002 212,000
1,42
2003 215,040
1,41
2004 217,850
1,29
2005 218,870
0,47
2006 221,829
1,33
2007 224,904
1,36
2008 227,779
1.26
Rata-rata Pertumbuhan
Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia
Universitas Sumatera Utara
4.2 Gambaran Umum Perekonomian Indonesia
Perkembangan ekonomi Indonesia yang terjadi selama hampir satu dekade pada tahun 1970-an telah dapat tumbuh dengan baik dengan adanya kenaikan
harga minyak yang tinggi. Pendapatan perkapita Indonesia pada tahu 1970 hingga 1979 naik hingga lebih dari 5 kali lipat, takni dari 80 US pada tahun 1970
menjadi 410 US pada akhir tahun 1979. Memasuki dasawarsa 1980-an, perekonomian Indonesia mulai menghadapi berbagai tantangan berat, baik yang
bersumber dari eksternal maupun internal. Tantangan yang bersumber dari eksternal tercermin pada perkembangan ekonomi global pada tahun 1982 yang
ditandai oleh kelesuan ekonimi dan merosotnya harga minyak bumi sejak akhir tahun 1981. Kelesuan yang terjadi pada perekonomian dunia telah mengakibatkan
turunnya permintaan akan barang-barang ekspor non-migas Indonesia. Sementara itu, penurunan harga minyak menimbulkan tekanan-tekanan
berat pada neraca pembayaran dan terbatasnya sumber devisa yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan, serta menurunnya penerimaan
pemerintah utuk menggerakkan perekonomian. Keadaan ini diperberat lagi dengan berbagai masalah internal terutama mendesaknya ketersediaan kesempatan
kerja bagi angkatan kerja yang terus bertambah dengan cepat. Dari segi lembag keuangan, pemberian kredit perbankan pada awalnya sangat tergantung pada
kredit likuiditas Bank Indonesia. Sementara itu, pasar modal sebagai alternatif pembiayaan pembangunan belum berkembang.
Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 1982 mencapai titik terendah selama 10 tahun terakhir, yakni 2,3 persen. Pada tahun 19821983, nilai ekspor
Universitas Sumatera Utara
migas dan non-migas merosot masing-masing dengan 19 persen dan 7 persen sebagai dampak resesi perekonomian yang melanda dunia pada waktu itu.
Cadangan devisa pada bank sentral merosot hanya menjadi 3.074 juta US pada akhir Maret 1983, sementara neraca transaksi berjalan mengalami defisit 7.073
juta US yang tidak diimbangi dengan kelebihan neraca modal di luar sektor moneter. Dengan makin melemahnya permintaan dalam negeri, dominasi
pemerintah dalam menopang kegiatan ekonomi makin menurun, dan mendorong serta meningkatkan peran serta sektor swasta dalam meneruskan kelangsungan
pembangunan nasional. Dalam mengatasi berbagai masalah tersebut, maka ditempuh beberapa
kebijakan pengendalian moneter yang menuju kea rah mekanisme pasar. Kebijakan tersebut diawali dengan mendevaluasi nilai tukar rupiah pada 30 Maret
1983 dri Rp. 702,50 menjadi 970 US guna mengembalikan daya saing Indonesia. Lalu pemerintah melakukan langkah-langkah penyesuaian, antara lain
membebaskan eksportir untuk menyerahkan devisa hasil ekspor serta melalui tindakan-tindakan deregulasi dan birokratisasi. Sedangkan langkah deregulasi di
bidang keuangan dan moneter berupa Paket Kebijakan 1 Juni 1983 dengan maksud utama untuk mendorong kemandirian dunia perbankan.
Paket Juni 1983 PAKJUN 83 telah memberikan kontribusi positif terhadap kestabilan moneeter, yang sejak saat itu pengendalian moneter lebih
mengutamakan penggunaan instrumen tidak langsung. Dari segi pengendalian uang beredar, kebijakan deregulasi 1 Juni 1983 ini telah mengubah mekanisme
dan piranti pengendalian moneter. Pemerintah tidak lagi melakukan intervensi langsung dalam mengendalikan kebijakan moneter. Untuk keperluan opersai pasar
Universitas Sumatera Utara
terbuka open market operation, sejak Bulan Februari 1984 Bank Indonesia menerbitka instrumen moneter berupa Sertifikat Bank Indonesia SBI dan
menyediakan fasilitas diskonto. SBI pada dasarnya merupakan instrumen moneter tidak langsung yang
diadakan untuk menyedot kelebihan uang beredar di masyarakat jika kondisi moneter terlalu ekspansif. Kebijakan moneter yang ekspansif dapat dilakukan
dengan menurunkan duku bunga fasilitas diskonto, dan sebaliknya kebijakan moneter kontraktif dapat dilakukan dengan menurunkan suku bunga diskonto.
Perbankan dapat memanfaatkan kelebihan likuiditas yang dimiliki dengan membeli SBI jika dana tersebut tidak dipinjamkan ke masyarakat. Sebaliknya,
untuk menambah uang beredar ekspansi, sejak tanggal 1 Februari 1985, Bank Indonesia menerbitkan pula instrumen OPT baru berupa Surat Berharga Pasar
Uang SBPU. Instrumen ini digunakan dalam rangka pelaksannaan pemberina kredit dan pinjaman antar bank.
Pada tahun 1986, perekonomian Indonesia mengalami keadaan yang sulit kembali terutama akibat merosotnya harga minyak bumi, disamping masih
rendahnya pertumbuhan ekonomi dunia dan tindakan proteksi oleh beberapa negara industri. Turunnya harga minyak bumi dengan tajam dari 25 US per barel
menjadi 10 US per barel pada Agustus 1986 menyebabkan neraca pembayaran mengalami tekanan-tekanan yang sangat berat dan penerimaan pemerintah
sebagai suatu sumber utama pembiayaan pembangunan menurun dengan tajam. Kejadian tersebut telah menbawa Indonesia pada krisis ekonomi yang paling
buruk sejak dimulainya Orde Baru pada pertengahan tahun 1960-an.
Universitas Sumatera Utara
Mengingat sedemikian beratnya tekanan-tekanan yang dihadapi neraca pembayaran dan belum adanya tanda-tanda perubahan harga minyak bumi dalam
jangka pendek, maka untuk menghindari lebih memburuknya keadaan neraca pembayaran, pada 12 September 1986 pemerintah melakukan devaluasi
September 1986, nilai tukar rupiah ditetapkan berdasarkan system mengambang bebas terhadap sekeranjang mata uang.
Berdasarkan sistem tersebut, nilai tukar ditentukan secara harian. Selanjutnya, guna mendukung kebijakan devaluasi tersebut maka pemerintah
mengeluarkan serangkaian kebijakan yang terutama ditujukan untuk lebih mendorong ekspor non-migas dan penanaman modal. Sebagai hasil serangkaian
kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah, laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 1986 naik menjadi 3,2persen dibanding 1,9persen pada tahun 1985 yang terutama
disebabkan olleh meningkatnya pertumbuhan sektor pertambangan dan perdagangan.
Mulai pada tahun 19891990, terjadi peningkatan permintaan akan barang dan jasa dalam negeri. Keadaan ini menyebabkan naiknya lajuu inflasi hamper
dua digit pada tahun 19901991, serta meningkatnya defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih dapat memberatkan beban neraca pembayaran. Laju inflasi
yang tinggi dan berkepanjangan apabila tidak segera ditanggulangi secara bersungguh-sungguh akan berdampak negatif terhadap perekonomian secara
keseluruhan dan menghambat upaya pembangunan. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah uuntuk menyejukkan
perekonomian sejak pertengahan 1990-an telah memperlammbat pertumbuhan
Universitas Sumatera Utara
permintaan dalam negeri yang sebelumnya menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Faktor-faktor pendorong pertumbuhan ekonomi pada
tahun 1991 telah bergeser ke permintaan luar negeri yang tercermin pada peningkatan yang cukup tinggi dari ekspor barang dan jasa. Pertumbuhan
permintaan dalam negeri menurun dari 12,2 persen menjadi 3,4 persen, sedangkan pertumbuhan ekspor barang dan jasa naik cukup pesatdari 0,5 persen menjadi 24,3
persen pad tahu 1991. Pertumbuhan ekonomi terlihat cukup tinggi pada tahun 1991 yakni 6,6 persen dibandingkan tahun 1989 dan tahun 1990 yakni masing-
masing 7,5 persen dan 7,1 persen Pertumbuhan perekonomian Indonesia pada tahun 1993 mencatat laju
pertumbuhan sebesar 6,7 persen walaupun di satu sisi tekanan inflasi meningkat hingga mencapai 10,17 persen. Pertumbuhan tersebut ditandai oleh menguatnya
kembali permintaan dalam negeri dan menurunya peranan sektor luar negeri dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Kebangkitan ekonomi dalam negeri
tersebut didukung oleh pengeluaran konsumsi masyarakat yang tumbuh cepat. Pesatnya kegiatan ekonomi yang dipacu oleh pertumbuhan domestic tersebut
mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai 8,2 persen pada tahun 1995 dan PDB perkapita mencapai 1.023US. Tekanan-tekanan inflasi pada tahun 19951996
masih tetap tinggi sebagai dampak pesatnya pertumbuhan permintaan domestik.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Beberapa Indikator Makroekonomi Sebelum dan Sesudah Krisis
Ekonomi
Tahun Inflasi
persen Pertumbuhan
Ekonomi persen
Tingkat Pengangguran
persen 1993
9,77 6,7
2,80
1994 9,24
7,5 4,40
1995 8,64
8,2 7,24
1996 6,47
7,8 4,89
1997 11,05
4,7 4,68
1998
77,63 -13,1
5,46
1999
2,01 0,8
6.36
2000 9,53
4,9 6,08
2001 12,55
3,8 8,10
2002 10,03
4,4 9,06
2003 5,06
4,7 9,50
2004
6,4 5,1
9,86
2005
17,11 5,6
10,26
2006 6,6
5,5 10,40
2007 6,59
6,3 9,11
2008 11,6
6,4 8,39
Sumber: Badan Pusat Statistik BPS Indonesia
Terjadinya krisis ekonomi awal tahun 1997 dimana puncaknya terjadi pada tahun 1998 yang hampir menghabisi perekonomian kita dapat dikatakan sebagai
Universitas Sumatera Utara
tahun-tahun yang berat bagi perekonomian kita. Dapat dilihat dari tabel di atas, pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya tampil dengan rata-rata 7 persen per
tahun, pada puncak krisis ekonomi tahun 1998 anjlok mencapai angka -13 persen dan inflasi yang meroket mencapai 77,63 persen serta pengangguran dan
kemiskinan yang juga meningkat. Dari total utang luar negeri per Maret 1998 yang mencapai 138 Milyar
Dollar AS, sekitar 72,5 Milyar Dollar AS adalah utang swasta yang mana dua pertiganya jangka pendek, di mana sekitar 20 Millar Dollar AS jatuh tempo pada
tahun 1998. Sementara, pada saat itu cadangan devisa tinggal sekitar 14,44 Milyar Dollar AS.
Terpuruknya kepercayaan ke titik nol membuat rupiah yang ditutup pada level Rp. 4.850 Dollar AS pada tahun 1997, meluncur dengan cepat ke level
sekitar Rp. 17.000 Dollar AS pada 22 Januari 1998, atau terdepresiasi lebih dari 80 persen sejak rupiah menganut sistem mengambang bebas sejak 14 Agustus
1997. Pendapatan per kapita yang mencapai 1.155 Dollar kapita tahun 1996 dan
1.088 Dollarkapita tahun 1997, menciut menjadi 610 Dollarkapita tahun 1998, dan dua dari tiga penduuduk Indonesia disebut Organisasi Buruh Internasional
ILO dalam kondisi sangat miskin pada tahun 1999 jika ekonomi tidak segera membaik.
Perbankan merupakan salah satu sektor yang paling parah terkena dampak dari krisis moneter ini khususnya dirasakan akibat penurunan nilai tukar rupiah
terhadap Dollar AS. Hamper sebagian besar bank nasional mengalami kerugian
Universitas Sumatera Utara
dalam waktu yang relatif singkat. Penyebabnya terutama karena tidak dilakukannya lindung nilai hedding oleh bank-bank atas pinjaman yang mereka
lakukan dalam mata uang asing. Diitambah lagi, kondisi arus kas perbankan makin menurun dan perusahaan-perusahaan yang memiliki pinjaman valuta
asaing valas jangka pendek tidak mampu memenuhi kewajibannya kepada perbankan. Semua faktor di atas makin memperparah kondisi ekonomi, keuangan,
dan perbankan ketika itu, serta makin memperpanjang masa krisis yang terjadi.
Di satu sisi, sektor ekspor yang diharapkan mampu menjadi penyelamat di tengah krisis, ternyata sama terpuruknya dan tak mampu memanfaatkan
momentum depresiasi rupiah, akibat beban utang, ketergantuungan besar pada komponen impor, kesulitan trade finacing, dan persaingan ketat di padar global.
Selama periode Januari-Juni 1998, ekspor migas anjlok sekitar 34,1 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 1997, sementara ekspornon-migas
hanya tumbuh 5,36 persen. Berbagai upaya yang dilakuan oleh pemerintah untuk melakukan
pengendalian terhadap kondisi ekonomi pada saat krisis tahun 1998 membuahkan hasil, di mana inflasi dapat ditekan hingga menncapai 2,01 persen walaupun di
satu sisi pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 0,8 persen. Namun, di satu sisi tahun-tahun berikutnya masih kurang stabil. Bahkan secara umum, selama tahun
2001 kinerja perekonomian Indonesia menunjukkan pertumbuuhan yang melambat. Hal ini tidak terlepas dari kondisi internal di mana masih tingginya
risiko dan ketidakpastian dan berlanjutnya berbagai permasalahan dalam negeri yang terkait dengan resturkturisasi utang. Hal ini mengakibatkan menurunnya
Universitas Sumatera Utara
kepercayaan dunia usaha untuk melakukan kegiatan produksi dan investasi, yang pad akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi yang turun menjadi 3,8 persen
dari 4,9 persen pada tahun 2000. Kecenderungan terus bertambahnya jumlah angkatan kerja pada tahun
2001 sekitar 2,5 persen belum dapat sepenuhnya diimbangi oleh penyediaan lapangan kerja yang memadai. Kondisi ini menyebabkan meningkatnya angka
pengangguran 2001 menjadi 8,1 persen dari 6,1 persen pada tahun 2000. Di satu sisi, depresiasi nilai tukar rupiah mengakibatkan naiknya biaya produksi sehingga
mengurangi daya saing produk ekspor Indonesia yang bahan bakunya banyak diimpor dan meningkatkan inflasi menjadi 12,55 persen pada tahun 2001.
Kondisi perekonomian Indonesia pada tahun-tahun berikutnya dapat dikatakan cukup stabil hingga tahun 2005. Walaupun pertumbuhan ekonomi
mencapai 5,6 persen, lebih tinggi dari tahun 2004 yaitu sebesar 5,1 persen, tetapi di satu sisi inflasi mencapai tingkat tertingginya sejak krisis ekonomi tahun 1998
yaitu sebesar 17,11 persen dan terjadi depresiasi nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS yang cukup tajam. Hal ini terkait dengan kenaikan harga BBM yang
dikeluarkan pemerintah pada Oktober 2005. Selain itu, akibat kenaikan harga BBM dan lonjakan inflasi yang
menurunkan daya beli masyarakat, tahun 2005 ditandai dengan peningkatan jumlah pengangguran terbuka dan melonjaknya angka kemiskinan. Jumlah
pengangguran terbuka meningkat dari 10,2 juta jiwa 9,9 persen pada akhir 2004 menjadi 12 juta jiwa 11,2 persen di tahun 2005. Sementara itu, jumlah penduduk
Universitas Sumatera Utara
miskin meningkat dari 36,3 juta jiwa 16,6 persen pada akhir 2004 menjadi 70 juta jiwa 33 persen.
Setelah terjadi tekanan yang cukup tinggi pada perekonomian Indonesia pada tahun 2005, upaya-upaya yang dilakukan pemerintahhh untuk menstabilkan
perekonomian membuahkan hasil di tahun berikutnya. Walaupun pada tahun 2007 perekonomian Indonesia dibayangi oleh gejolak eksternal sebagai efek dari
terjadinya krisis subprime mortage di Amerika Serikat yang memperngaruhi perekonomian Amerika Serikat sendiri. Untungnya, perekonomian Indonesia
masih dapat mencatat prestasi yang cukup baik, hal ini tercermin pada peningkatan pertumbuhan ekonomi, penurunan tingkat inflasi dan angka
pengangguran dalam negeri dan apresiasi nilai tukkat rupiah terhadpa Dollar AS di Indonesia.
4.3 Perkembangan Inflasi di Indonesia