maka tingkat pengangguran juga tidak akan segera turun, tetapi akan tetap berada di atas tingkat alamiah jangka waktu yang panjang.
Jadi, kesimpulannya pada pendukung Keynesian percaya bahwa adalah mahal biaya dalam konteks output dan employment untuk mengurangi tingkat
inflasi melalui kebijakan moneter kontraktif. Oleh karena itu, mengingat adanya biaya atau pengorbanan yang sangat besar dalam upaya pengurangan tingkat
inflasi melalui kebijakan moneter kontraktif, maka sebagian besar dari pengikut aliran Keynesian ini menyarankan untuk menggunakan instrument lainnya sebagai
pelengkap seperti pengawasan upah dan harga, disamping kebijakan moneter itu sendiri.
b. Adopsi Kaum Klasik: Kurva Phillips Jangka Panjang Long Run
Phillips Curve
Analisis kaum Keynesian seperti diuraikan di atas mengundang keberatan kaum Klasik. Menurut mereka, kelemahan analisis di atas adalah dimensi waktu
yang berjangka pendek. Hasil analisis jangka pendek akan berbeda bila dengan menggunakan analisis jangka panjang. Menurut kaum Klasik, dalam jangka
panjang perekonomian berada pada keadaan kesempatan kerja penuh full employment. Bentuk kurva AS menjadi tegak lurus, sehingga seperti ditunjukkan
oleh diagram di bawah, peningkatan permintaan agregat hanya akan menyebabkan inflasi P
2
P
1
P , sementara output tidak bertambah. Karena itu pula Kurva
Phillips jangka panjang berbentuk tegak lurus. Jadi, menurut kaum Klasik, dalam jangka panjang tidak ada trade off antara inflasi dan pengangguran.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9 Kurva Phillips Jangka Panjang LPC
P AS
P
2
LPC
P
1
AD
2
AD
1
P AD
Y
F
Y
c. Kaum Monetaris
Kaum monetaris juga percaya bahwa antara inflasi dengan pengangguran terdapat trade off dalam jangka pendek, dan bahwa periode penyesuaian adalah
panjang, meskipun tidak selama yang dibayangkan oleh Kaum Keynesian. Selain itu, Monetaris tidak mendukung penggunaan kebijakan moneter yang ekspansif
untuk mengurangi tingkat pengangguran agar berada di bawah tingkat alamiah. Dengan perkataan lain, para pendukung aliran Monetaris tidak menyarankan
penggunaan pengawasan upah atau harga sebagai cara untuk menurunkan tingkat inflasi. Untuk mengurangi biaya berkenaan dengan upaya pengurangan tingkat
inflasi, maka kaum Monetaris mengusulkan adanya pengurangan secara gradual di dalam laju pertumbuhan jumlah uang beredar, karena pengurangan yang bersifat
drastis menurut mereka akan memiliki efek negatif yang sangat serius bagi perekonomian.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Penelitian Terdahulu
Grubb 1986 dalam laporan penelitiannya bahwa rata-rata di negara- negara OECD selama masa periode pasca perang, peningkatan pengangguran 1
persen per tahun berhubungan dengan penurunan inflasi upah 2 persen selama 1 atau 2 tahun pertama, berikutnya penurunan 1 persen atau lebih selama beberapa
tahun ke depan. Suatu perubahan pengangguran dalam satu-satu negara secara tersendiri koefisiennya adalah 12 atau 23, tetapi untuk perubahan-perubahan
pengangguran pada keseluruhan negara secara serentak, koefisiennya malah lebih besar. Perdebatan ini terutama dipengaruhi oleh fluktuasi harga komoditas dunia
yang menciptakan hubungan negatif antara inflasi dengan pengangguran. Gruen et.al 1997 telah meguji sejarah Kurva Phillips di Australia dalam
40 tahun sejak A.W. Phillips menafsirkannya pertama kali. Dengan menggunakan berbagai pendekatannya, mereka menafsirkan Kurva Phillips untuk harga dan
biaya tenaga kerja di Australia pada tiga dekade terakhir ini. Kurva Phillips ini menunjukkan suatu peranan untuk tingkat pengangguran dan angka perubahannya
dalam menentukan tingkat inflasi. Mereka menambahkan bahwa rata-rata NAIRU di Australia mengalami kenaikan dari kurang lebih 2 persen pada akhir 1960
menjadi 6 persen pada tahun 1970. Kemudian turun pada tahun 1980 selanjutnya naik sedikit antara 5,2 persen sampai dengan 7 persen.
Solikin 2004 melakukan penelitian tentang keberadaan, pola pembentukan ekspektasi, dan linearitas kurva Phillips di Indonesia selama periode
1974-2002. Keberadan Kurva Phillips diteliti dengan menggunakan data PDB dan IHK. Dari hasil penaksiran dan pengujian model empiris yang dilakukan,
diperoleh beberapa temuan penting, antara lain dapat disimpulkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
fenomena Kurva Phillips eksis dalam perekonomian Indonesia, dimana keberadaan dan perilaku kurva tersebut mengalami perubahan dari waktu ke
waktu, sejalan dengan perubahan struktur fundamental perekonomian regime dependent, khususnya sebagai akibat dari krisis ekonomi 1997. Secara khusus,
pola pembentukan ekspektasi dan linieritas dalam Kurva Phillips mengalami perbedaan perubahan yang signifikan antara periode pre dan pasca krisis.
Habibi 2006, dalam penelitiannya tentang persamaan kurva penawaran agregat sebagai pendekatan Kurva Phillips di Indonesia menyimpulkan bahwa
kesenjangan PDB berpengaruh positif terhadap inflasi. Rasio trade-off yang terjadi sebesar 0,69 persen. Artinya, usaha untuk menurunkan inflasi sebesar satu
persen berdampak pada penurunan PDB riil sebesar 0,69 persen. Apabila diasumsikan setian pekerja menghasilkan nilai tambah yang sama, maka
penurunan satu persen inflasi berdampak pada peningkatan jumlah pengangguran sebesar 0,69 persen.
Amir 2008 melakukan penelitian tentang pengaruh inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran di Indonesia. Dari hasil penelitian
yang dilakukannya diperoleh kesimpulan bahwa di Indonesia, adanya kenaikan harga-harga atau inflasi pada umumnya disebabkan karena adanya kenaikan biaya
produksi misalnya naiknya Bahan Bakar Minyak BBM, bukan karena kenaikan permintaan. Dengan alasan inilah, maka tidak tepat bila perubahan tingkat
pengangguran di Indonesia dihubungkan dengan inflasi. Karena itu, perubahan tingkat pengangguran lebih tepat bila dikaitkan dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi. Sebab, pertumbuhan ekonomi merupakan akibat dari adanya pe- ningkatan kapasitas produksi yang merupakan turunan dari peningkatan investasi.
Universitas Sumatera Utara
Jadi jelas bahwa, pertumbuhan ekonomi berhubungan erat dengan peningkatan penggunaan tenaga kerja
2.5 Hipotesis Penelitian