BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1. Karakteristik Peserta Penelitian Tabel IV. 1. Karakteristik Peserta Penelitian Berdasarkan pada Oklusi Tuba dan
Serologi Chlamydia trachomatis
Karakteristik Oklusi tuba
Serologi Chlamydia trachomatis
Positif Negatif
Total IgG Positif
IgG Negatif Total
Usia :
20 - 24 tahun 2 6,89
4 13,79 6
10,07 50,11
6 25 - 29 tahun
12 41,37 10 34,48
22 60,46
160,35 22
30 - 34 tahun 4 13,79
9 31,03 13
10,07 120,27
13 35-39 tahun
7 24,13 4 13,79
11 40,31
70,16 11
40-44 tahun 3 10,34
2 6,89 5
10,07 40,09
5 45-49 tahun
1 3,44 0 0
1 00
10,02 1
Total 29100
29100 58
13100 45100
58
Tipe Infertilitas :
Primer 15 51,72
15 51,72 30
60,46 240,53
30 Sekunder
14 48,28 14 48,28
28 70,54
210,47 28
Total 29100
29100 58
13100 45100
58
Lama Infertilitas bulan :
12 – 36 12 41,37
14 48,28 26
60,46 200,44
26 37 – 60
8 27,58 7 24,13
15 40,31
110,24 15
61 – 72 1 3,44
4 13,79 5
10,07 40,09
5 73 – 84
0 0 1 3,44
1 00
10,02 1
85 – 96 2 6,89
0 0 2
00 2 0,04
2 97 – 108
0 0 1 3,44
1 00
10,02 1
109 – 120 2 6,89
2 6,89 4
00 40,09
4 ≥ 121
4 13,79 0 0
4 20,15
2 0,04 4
Total 29100
29100 58
13100 45100
58
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 diatas menunjukkan karakteristik peserta penelitian. Rentang
usia ibu pada kedua kelompok penelitian 20-49 tahun. Dimana ditemukan usia terbanyak pada peserta penelitian yang mengalami oklusi tuba positif adalah
pada kelompok 25-29 tahun, yaitu sebanyak 12 orang dan peserta penelitian yang tuba normal negatif adalah juga pada kelompok 25-29 tahun, sebanyak 10 orang.
Dari hasil pemeriksaan serologi Chlamydia Trachomatis terhadap wanita infertil ini sebagian besar tidak terinfeksi Chlamydia Trachomatis seronegatif
yaitu 45 orang, sedangkan ditemukan yang mengalami infeksi Chlamydia Trachomatis seropositif adalah sebanyak 13 orang dengan kelompok usia
terbanyak pada 25-29 tahun yaitu 6 orang. Hasil penelitian yang sama dari
penelitian Mawak JD dkk 2011 pada penelitiannya pada 164 wanita,
bahwa prevalensi tertinggi dari infeksi Chlamydia trachomatis dijumpai pada usia 25-29 tahun 17,68.Sama halnya dengan yang
didapatkan Yazdi JZ dkk 2006 pada penelitiannya pada 142 wanita,
menemukan bahwa prevalensi tertinggi 25, dari infeksi Chlamydia trachomatis dijumpai pada rentang usia ibu 25-29 tahun.
54,55
Peivandi dkk 2009 melakukan penelitian antibodi IgG serum terhadap
Chlamydia trachomatis pada 33 wanita infertilitas tuba dibandingkan dengan IgG
77 wanita dengan tuba normal. Peivandi dkk tidak menemukan hubungan yang
bermakna antara seropositif Chlamydia trachomatis dengan usia ibu. Sama halnya
Hadi N dkk 2010 pada penelitiannya pada 402 wanita tidak menemukan
hubungan signifikan antara Chlamydia trachomatis dengan usia ibu.
53,56
Nazer M dkk 2008 menemukan dalam penelitiannya bahwa prevalensi
tertinggi dari infeksi chlamydia trachomatis 12,1 dijumpai pada rentang usia ibu 25-34 tahun. Nazer M dkk tidak menemukan adanya hubungan yang
signifikan secara statistik antara seropositif chlamydia trachomatis dengan usia
ibu P=0,710. Sesuai juga dengan Aswad SG dkk 2004 pada
penelitiannya tidak menemukan hubungan antara seropositif Chlamydia trachomatis dengan usia ibu. Alasannya mungkin studi ini hanya mencakup
wanita yang menikah dan mengesampingkan wanita yang tidak menikah, ada kemungkinan bahwa populasi yang distudi berisiko rendah untuk chlamydia.
Universitas Sumatera Utara
Namun seks pra-nikah di dalam populasi studinya dilarang sama sekali. Walaupun tidak ada tersedia angka tentang seks pranikah dari populasi studinya, namun
bukti anekdot menunjukkan bahwa sekalipun itu ada mungkin sangat jarang.
12,57
Dari Tabel 4.1 diatas menunjukkan karakteristik tipe infertilitas.
Berdasarkan tipe infertil, didapatkan yang terbanyak adalah tipe primer yaitu 30 orang. Wanita yang terinfeksi Chlamydia Trachomatis seropositif lebih banyak
dijumpai dengan tipe infertil skunder sedang yang tidak terinfeksi Chalmydia Trachomatis seronegatif lebih banyak dijumpai dengan tipe infertil primer.
Mabey DCW dkk 1985 melakukan penelitian pemeriksaan
serologi chlamydia trachomatis terhadap 37 wanita dengan infertilitas tuba dan 37 wanita dengan tuba normal sebagai kontrolnya. Dari 37
wanita dengan infertilitas tuba, sebanyak 13 orang infertilitas primer dan 24 orang infertilitas sekunder. Dari 13 orang infertilitas primer, 8
orang 62 ditemukan seropositif chlamydia trachomatis dan selebihnya 5 orang seronegatif chlamydia trachomatis. Sedangkan dari
24 orang infertilitas sekunder, 17 orang 71 seropositif chlamydia trachomatis dan 7 orang seronegatif chlamydia trachomatis. Sedangkan
dari 37 wanita sebagai kontrolnya, sebanyak 13 orang 35 seropositif chlamydia trachomatis dan 24 orang seronegatif. Dari data tersebut
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara chlamydia trachomatis dengan tingkat infertilitas p=0,26. Sama
halnya Peivandi S dkk 2009 telah meneliti hubungan antara infeksi
chlamydia trachomatis dengan tingkat infertilitas pada wanita infertilitas tuba dan hasilnya tidak ditemukan adanya hubungan yang
bermakna antara infeksi chlamydia trachomatis dengan tingkat infertilitas.
53 ,58
Tetapi Akande VA dkk 2003 melaporkan masih ada hubungan
antara infertilitas sekunder dengan infeksi chlamydia trachomatis. Dimana wanita infertilitas sekunder yang mencapai konsepsi
sebelumnya dikaitkan dengan resiko infeksi chlamydia trachomatis yang bertanggung jawab terhadap abortus spontan.
61
Universitas Sumatera Utara
Dari tabel 4.1 diatas menunjukkan karakteristik lama infertilitas.
Sedangkan berdasarkan lamanya infertil maka yang terbanyak adalah dengan lama waktu 12-36 bulan. Dapat dilihat bahwa sebagian besar peserta penelitian yang
mengalami oklusi tuba positif lama infertil 12-36 bulan, yaitu sebanyak 12 orang, dan pada peserta penelitian yang tuba normal negatif, lebih banyak
peserta penelitian yang lama infertil 12-36 bulan juga, yaitu sebanyak 14 orang. Pada kelompok lama infertil 12-36 bulan ditemukan serologi positif
chlamydia trachomatis, yaitu sebanyak 6 orang. Dimana dari 12 orang peserta penelitian yang oklusi tuba positif, ditemukan 4 orang serologi positif chlamydia
trachomatis, dan dari yang tuba normal negatif, 2 orang peserta ditemukan serologi positif chlamydia trachomatis. Pada kelompok lama infertil 37-60 bulan
ditemukan serologi positif chlamydia trachomatis, yaitu sebanyak 4 orang. Dimana dari 8 orang berasal dari peserta penelitian yang mengalami oklusi tuba
positif, 4 orang serologi positif chlamydia trachomatis dan tidak ada dari peserta penelitian yang tuba normal negatif seropositif chlamydia trachomatis. Pada
kelompok lama infertil 61-72 bulan ditemukan serologi positif chlamydia trachomatis, yaitu sebanyak 1 orang. Dimana dari 1 orang peserta penelitian yang
mengalami oklusi tuba positif, 1 orang serologi positif chlamydia trachomatis dan tidak ada dari peserta penelitian yang tuba normal negatif seropositif
chlamydia trachomatis. Pada kelompok lama infertil 73-84 bulan tidak ditemukan serologi positif chlamydia trachomatis. 1 peserta penelitian yang tuba normal
negatif tidak ada ditemukan seropositif chlamydia trachomatis. Pada kelompok lama infertil 85-96 bulan tidak ditemukan serologi positif chlamydia trachomatis.
Dimana dari dua peserta penelitian yang mengalami oklusi tuba positif tidak ada ditemukan seropositif chlamydia trachomatis. Pada kelompok lama infertil 97-108
bulan tidak ditemukan serologi positif chlamydia trachomatis. Tidak ada dari peserta penelitian tuba normal negatif yang seropositif chlamydia trachomatis.
Pada kelompok lama infertil 109-120 bulan tidak ditemukan serologi positif chlamydia trachomatis. Dimana dari 2 orang peserta penelitian yang mengalami
oklusi tuba positif, tidak ada ditemukan serologi positif chlamydia trachomatis dan dari 2 orang peserta penelitian yang tuba normal negatif tidak ditemukan
seropositif chlamydia trachomatis. Pada kelompok lama infertil ≥ 121 bulan
Universitas Sumatera Utara
ditemukan serologi positif chlamydia trachomatis, yaitu sebanyak 2 orang. Dimana dari 4 orang peserta penelitian yang mengalami oklusi tuba positif, 2
orang serologi positif chlamydia trachomatis.
Veenemans LMW dkk 2002 pada penelitian 295 wanita tentang
hubungan infeksi chlamydia trachomatis dengan infertilitas tuba, menemukan bahwa yang paling banyak dijumpai lama infertilitas adalah pada 13-36 bulan.
60
Peivandi S dkk 2009 pada penelitiannya terhadap 150 wanita infertil
tuba mengenai hubungannya dengan infeksi chlamydia trachomatis, tidak terdapat hubungan signifikan antara infeksi chlamydia trachomatis dengan lamanya
infertilitas.
53
4. 2. Hubungan Infeksi Chlamydia trachomatis dengan Oklusi Tuba
Infeksi Chlamydia trachomatis dapat mempengaruhi kondisi tuba fallopii. Hubungan infeksi Chlamydia trachomatis dengan oklusi tuba ditunjukkan pada
tabel berikut ini. Tabel IV. 2. Hubungan Infeksi Chlamydia trachomatis dengan Oklusi Tuba
Kelompok Penelitian Oklusi Tuba
Total P
Positif Negatif
N N
N Serologi
Chlamydia trachomatis
Ig G Positif 11
a
2
b
13 0.012
X
2
= 8,031
Ig G Negatif
18
c
27
d
45 Total
29 29
58
Dari tabel diatas juga dapat dihitung bahwa proporsi infeksi Chlamydia trachomatis pada oklusi tuba dalam penelitian ini adalah 1129 = 0,38 lebih tinggi
dari proporsi infeksi Chlamydia trachomatis pada tuba normal yaitu 229 = 0,07. Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa wanita infertil dengan serologi
IgG positif umumnya mengalami oklusi tuba, dengan didapati 1113 85,
Universitas Sumatera Utara
sebaliknya wanita infertil dengan serologi IgG negative sebagian besar tidak mengalami oklusi tuba, 2745 60. Dari uji statistik dengan menggunakan Chi
Square menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara infeksi Chlamydia trachomatis dengan terjadinya oklusi tuba. p0,05.
Untuk mengetahui tingkat risiko terjadinya oklusi tuba pada wanita infertil maka dilakukan perhitungan Odd Ratio OR. Dari hasil perhitungan didapatkan
nilai OR adalah 8,25. Hal ini berarti resiko seorang ibu yang menderita infeksi Chlamydia trachomatis untuk mengalami oklusi tuba adalah 8,25 kali lebih besar
dibandingkan dengan ibu yang tidak terinfeksi Chlamydia trachomatis. Dengan nilai OR1, maka infeksi C.Trachomatis dapat dijadikan sebagai predictor untuk
menilai oklusi tuba.
Gambar : Diagram hubungan infeksi Chlamy dia dengan oklusi tuba
Cohen CR dkk 2000 melakukan penelitian di Nairobi, Kenya,
pada 47 wanita dengan infertilitas faktor tuba atas hysterosalpingogram dan 46 sebagai kontrolnya. Paparan chlamydia trachomatis ditentukan oleh
adanya antibodi IgG di dalam serum. Hasil yang diperoleh, chlamydia trachomatis dijumpai pada 25 kasus 53 dan 12 kontrol 26
penelitian. Dengan ditemukannya peningkatan konsentrasi antibodi IgG pada wanita dengan infertilitas faktor tuba, ini menandakan adanya suatu hubungan
Universitas Sumatera Utara
yang signifikan P0,05. Hubungan antara infeksi chlamydia trachomatis dengan infertilitas faktor tuba merupakan suatu hubungan kausal.
16
Peivandi dkk 2009 menyelidiki peran Chlamydia serologi
sebagai test penyaringan untuk infertilitas tuba di Klinik Infertilitas pada Rumah sakit Emam Khomeini, Sari, Iran, from 2007 to 2008. Pada wanita
dengan kelainan tuba, antibodi IgG chlamydia trachomatis dijumpai pada 22 dari 33 pasien 66,6, yang mana secara signifikan lebih
besar daripada wanita yang tuba normal 6,5 p0,001. Hal ini
sesuai dengan Mabey DCW dkk 1985 menyatakan adanya hubungan antara
infeksi chlamydia trachomatis dengan wanita infertil tuba, pada 253768 wanita dengan infertilitas faktor tuba dan 133735 kontrol tuba
normal. Penelitian ini menggunakan tes antibodi serum chlamydia trachomatis spesifik. Wanita infertil tuba mengalami prevalensi yang lebih tinggi
secara signifikan atas antibodi terhadap chlamydia trachomatis dibandingkan kontrol P0,01.
53, 58
Machado ACS dkk 2007 di daerah pusat di Brazil, merekrut 55
wanita dengan infertiitas tuba, dan 55 dengan tuba normal. Prevalensi chlamydia trachomatis IgG antibodies dengan signifikan lebih tinggi
pada wanita dengan infertiitas tuba 3155-56,4 dibandingkan kontrol 1755-31,0P0,01. Seperti halnya dengan yang didapatkan oleh
Akande VA dkk 2003 pada Klinik Kedokteran Reproduksi pada Rumah
Sakit St Michaels di Bristol, menghubungkan antara wanita infertilitas faktor tuba dengan infeksi chlamydia trachomatis dengan melakukan
pemeriksaan serologi IgG, dengan hasil infeksi chlamydia trachomatis positif secara signifikan pada wanita dengan infertil tuba dibandingkan kontrol
tuba normal P0,001.
59,61
den Hartog JE dkk 2005 menemukan hubungan signifikan
antara infeksi chlamydia trachomatis dengan infertilitas tuba. Menggunakan tes antibodi IgG, dijumpai chlamydia trachomatis positif pada 3254,2 dari 59
wanita infertil tuba, dibandingkan kontrol 207,9 dari 254 wanita tanpa
kelainan tuba P0,05. Begitu juga Azab HE dkk 2009 pada klinik
Universitas Sumatera Utara
infertilitas pada rumah sakit Kasr El-Aini, Universitas Cairo, meneliti hubungan antara infeksi chlamydia trachomatis yang ditentukan oleh adanya antibodi
IgG di dalam serum dengan 34 wanita dengan infertilitas faktor tuba atas hysterosalpingogram dan 36 sebagai kontrolnyatuba normal. Hasil yang
diperoleh, chlamydia trachomatis seropositif dijumpai lebih tinggi dengan signifikan pada infertilitas tuba 1724,3 dibandingkan dengan
tuba normal 34,3 p=0,0001.
6 2 ,63
Tiitinen A dkk 2006 pada unit IVF, Helsinki University
Hospital, menggunakan pemeriksaan IgG serum spesifik terhadap chlamydia trachomatis, menyatakan antibodi IgG chlamydia trachomatis lebih sering
ditemukan 43,2 versus 13,5 pada kasus infertilitas faktor tubal daripada kontrol tuba normal P 0,001.
64
4. 3. Keterbatasan dalam penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak dilakukannya pemeriksaan kemungkinan infeksi lain selain infeksi chlamydia trachomatis. Penyakit radang
panggul dapat juga disebabkan oleh mikroorganisme transseksual N.gonore dan chlamydia trachomatis. Mikroorganisme endogen yang
ditemukan dalam vagina, terutama mikroorganisme BV, dan mikroorganisme yang jarang seperti Haemophilus influenzae
, group A streptococci, and pneumococci dapat menyebabkan PID yang juga dapat
menyebabkan oklusi tuba.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN