Penentuan Parameter Rangkaian

4.3. Penentuan Parameter Rangkaian

Pengukuran Resistansi. Resistansi belitan stator maupun belitan rotor dapat diukur. Namun perlu diingat bahwa jika pengukuran dilakukan dengan menggunakan metoda pengukuran arus searah dan pengukuran dilakukan pada temperatur kamar, harus dilakukan koreksi-koreksi. Dalam pelajaran lebih lanjut kita akan melihat bahwa resistansi untuk arus bolak-balik lebih besar dibandingkan dengan resistansi pada arus searah karena adanya gejala yang disebut efek kulit. Selain dari itu, pada kondisi kerja normal, temperatur belitan lebih tinggi dari temperatur kamar yang berarti nilai resistansi akan sedikit lebih tinggi.

Uji Beban Nol.

Dalam uji beban nol stator diberikan tegangan nominal sedangkan rotor tidak dibebani dengan beban mekanis. Pada uji ini kita mengukur daya masuk dan arus saluran. Daya masuk yang kita ukur adalah daya untuk mengatasi rugi tembaga pada beban nol, rugi inti, dan daya celah udara untuk mengatasi rugi rotasi pada beban nol. Dalam uji ini slip sangat kecil, arus rotor cukup kecil untuk diabaikan sehingga biasanya arus eksitasi dianggap sama dengan arus uji beban nol yang terukur.

76 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

Uji Rotor Diam. Uji ini analog dengan uji hubng singkat pada transformator. Dalam uji ini belitan rotor di hubung singkat tetapi rotor ditahan untuk tidak berputar. Karena slip s = 1, maka daya mekanis keluaran adalah nol. Tegangan masuk pada stator dibuat cukup rendah untuk membatasi arus rotor pada nilai yang tidak melebihi nilai nominal. Selain itu, tegangan stator yang rendah (antara 10 – 20 % nominal) membuat arus magnetisasi sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Rangkaian ekivalen dalam uji ini adalah seperti pada Gb.4.8. Perhatikan bahwa kita mengambil tegangan fasa-netral dalam rangkaian ekivalen ini.

I 0 jX e = jX 1 + jX ' 2

V fn

Gb.4.8. Rangkaian ekivalen motor asikron pada uji rotor diam.

Jika P d adalah daya tiga fasa yang terukur dalam uji rotor diam, I d adalah arus saluran dan V d adalah tegangan fasa-fasa yang terukur dalam uji ini, maka

Jika kita menggunakan rangkaian ekivalen pendekatan, pemisahan antara X 1 dan X 2 ´ tidak diperlukan dan kita langsung memanfaatkan

CONTOH-4.2 : Daya keluaran pada poros rotor motor asinkron tiga fasa 50 Hz adalah 75 kW. Rugi-rugi rotasi adalah 900 W; rugi- rugi inti stator adalah 4200 W; rugi-rugi tembaga stator adalah 2700 W. Arus rotor dilihat dari sisi stator adalah 100 A.. Hitunglah efisiensi motor jika diketahui slip s = 3,75%.

Penyelesaian:

Dari rangkaian ekivalen, daya mekanik ekivalen adalah

P m dalam formulasi ini meliputi daya keluaran pada poros rotor dan rugi rotasi. Daya keluaran 75 kW yang diketahui, adalah daya keluaran pada poros rotor sedangkan rugi rotasi diketahui 900 W sehingga

P m = 75000 + 900 = 75900 W dan rugi-rugi tembaga rotor adalah

P m s 75900 × 0 , 0375

P cr = ( I 2 ) R 2 =

= 2957 W

1 − 0 , 0375 Efisiensi motor adalah P η keluaran =

× 100 % P keluaran + rugi − rugi

= 87 , 45 % CONTOH-4.3 : Uji rotor diam pada sebuah motor asinkron tiga

fasa rotor belitan, 200 HP, 380 V, hubungan Y, memberikan data berikut: daya masuk P d = 10 kW, arus saluran I d = 250 A, V d =

65 Vdan pengukuran resistansi belitan rotor memberikan hasil R 1

= 0,02 Ω per fasa. Tentukan resistansi rotor dilihat di stator.

Penyelesaian :

Menurut (4.17) kita dapat menghitung

2 = 0 , 0533 Ω 3 per fasa I

P d 10000

d 3 × ( 250 )

R ' 2 = R e − R 1 = 0 , 0533 − 0 , 02 = 0 , 0333 Ω per fasa

78 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

CONTOH-4.4 : Pada sebuah motor asinkron tiga fasa 10 HP, 4 kutub, 220 V, 50 Hz, hubungan Y, dilakukan uji beban nol dan uji rotor diam.

Beban nol : V 0 = 220 V; I 0 = 9,2 A; P 0 = 670 W Rotor diam : V d = 57 V; I d = 30 A; P d = 950 W.

Pengukuran resistansi belitan stator menghasilkan nilai 0,15 Ω per fasa. Rugi-rugi rotasi sama dengan rugi inti stator. Hitung: (a)

diperlukan untuk menggambarkan rangkaian ekivalen (pendekatan); (b) arus eksitasi dan rugi-rugi inti.

a). Karena terhubung Y, tegangan per fasa adalah

= 127 V .

Uji rotor diam memberikan : P

X 2 2 2 e 2 = Z e − R e = ( 1 , 1 ) − ( 0 , 35 ) = 3 , 14 Ω b). Pada uji beban nol, arus rotor cukup kecil untuk diabaikan;

jadi arus yang mengalir pada uji beban nol dapat dianggap arus eksitasi I f . Daya pada uji beban nol P 0 = 670 = V 0 I f cos θ 3

cos θ =

= 0 , 19 lagging . 220 3 × 9 , 2

Jadi : I f o = 9 , 2 ∠ θ = 9 , 2 ∠ − 79 .

Rugi inti : P inti = P

CONTOH-4.5 : Motor pada Contoh-4.3. dikopel dengan suatu beban mekanik, dan pengukuran pada belitan stator memberikan data : daya masuk 9150 W, arus 28 A, faktor daya 0,82. Tentukanlah : (a) arus rotor dilihat dari sisi stator; (b) daya mekanis rotor; (c) slip yang terjadi; (d) efisiensi motor pada pembebanan tersebut jika diketahui rugi rotasi 500 W.

Penyelesaian : a). Menggunakan tegangan masukan sebagai referensi, dari data

pengukuran dapat kita ketahui fasor arus stator, yaitu:

I 1 = 28 ∠ − 35 o . Arus rotor dilihat dari sisi stator adalah :

I ' 2 = I 1 − I = 28 ∠ − 35 o − 9 , 2 ∠ 79 f o −

= 28 ( 0,82 − j 0 , 57 ) − 9 , 2 ( 0 , 19 − j 0 , 98 ) = 21 , 2 − j 6 , 94

= 22 , 3 ∠ o − 18 A

b). Daya mekanik rotor adalah : P m = P in − P i nti − P cs − P cr

2 2 = 9150 − 632 − 3 × 28 × 0 , 15 − 3 × 22 , 3 × 0 , 2 = 7867 W c). Slip dapat dicari dari formulasi

g = P in − P inti − P cs =

3 ( I ' 2 2 ) R ' 2 3 × 22 , 3 2 × 0 , 2 s =

P g 9150 632 3 28 2

80 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga 80 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

e). Rugi rotasi = 500 W. Daya keluaran sumbu rotor : P o = P m − P rotasi = 7867 − 500 = 7367 W

7367 Efisiensi motor : η = o × 100 % = × 100 % = 80 %

Pada motor asinkron terjadi alih daya dari daya elektrik di stator menjadi daya mekanik di rotor. Sebelum dikurangi rugi-tembaga

rotor, alih daya tersebut adalah sebesar daya celah udara P g dan ini memberikan torka yang kita sebut torka elektromagnetik dengan perputaran sinkron. Jadi jika T adalah torka elektromagnetik maka

P g = T ω s atau

Torka Asut. Torka asut (starting torque) adalah torka yang dibangkitkan pada saat s = 1, yaitu pada saat perputaran masih nol. Besarnya arus rotor ekivalen berdasarkan rangkaian ekivalen Gb.4.7. dengan s = 1 adalah

( R 1 + R 2 )( + X 1 + X 2 )

Besar torka asut adalah

3 I ' 2 R 2 1 3 V 1 = R = × × = a 2 () 2

( R 1 + R 2 )( + X 1 + X 2 )

(4.20) Pada saat s = 1 impedansi sangat rendah sehingga arus menjadi

besar. Oleh karena itu pada waktu pengasutan tegangan direduksi dengan menggunakan cara-cara tertentu untuk membatasinya arus. Sudah barang tentu penurunan tegangan ini akan memperkecil torka asut. Persamaan (4.20) menunjukkan bahwa jika tegangan dturunkan

setengahnya, torka asut akan turun menjadi seperempatnya.

Torka maksimum. Torka ini penting diketahui, bahkan menjadi pertimbangan awal pada waktu perancangan mesin dilakukan. Torka ini biasanya bernilai 2 sampai 3 kali torka nominal dan merupakan kemampuan cadangan mesin. Kemampuan ini memungkinkan motor melayani beban-beban puncak yang berlangsung beberapa saat saja. Perlu diingat bahwa torka puncak ini tidak dapat diberikan secara kontinyu

sebab akan menyebabkan pemanasan yang akan merusak isolasi.

V 1 R c R jX ' c 2 s

Gb.4.9. Rangkaian ekivalen pendekatan. Karena torka sebanding dengan daya celah udara P g , maka torka

maksimum terjadi jika alih daya ke rotor mencapai nilai maksimum. Dari rangkaian ekivalen pendekatan Gb.4.9., teorema alih daya

R ' maksimum mensyaratkan bahwa alih daya ke

2 akan maksimum s jika

= R 2 1 + ( X 1 + X 2 ' atau s =

2 (4.21) s

Persamaan (4.21) memperlihatkan bahwa s m dapat diperbesar dengan memperbesar R ' 2 . Suatu motor dapat dirancang agar torka asut mendekati torka maksimum dengan menyesuaikan nilai

resistansi rotor. Arus rotor pada waktu terjadi alih daya maksimum adalah

82 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

( X 1 + X 2 )  R 1 + R 1 + ( X 1 + X 2 )(

= V 1 (4.22)

2 R 2 2 2 2 1 2 + R 1 R 1 + X ' ( ' 1 + X 2 )( + 2 X 1 + X 2 )

Torka maksimum adalah

() I 2 =

(4.23) ω s

 Persamaan (4.23) ini memperlihatkan bahwa torka maksimum tidak

tergantung dari besarnya resistansi rotor. Akan tetapi menurut (4.21) slip maksimum s m berbanding lurus dengan resistansi rotor. Jadi mengubah resistansi rotor akan mengubah nilai slip yang akan memberikan torka maksimum akan tetapi tidak mengubah besarnya torka maksimum itu sendiri.

Gb.4.10. memperlihatkan bagaimana torka berubah terhadap perputaran ataupun terhadap slip. Pada gambar ini diperlihatkan pula pengaruh resistansi belitan rotor terhadap karakterik torka-perputaran. Makin tinggi resistansi belitan rotor, makin besar slip tanpa mengubah besarnya torka maksimum.

Karakteristik Torka – Perputaran.

resistansi rotor tinggi

al 300

in resistansi rotor rendah m o n 200 %

am al d 100

a rk to

1 s m 1 s m 0 slip

0 n s perputaran

Gb.4.10. Karakteristik torka – perputaran

Aplikasi.

Motor dibagi dalam beberapa katagori menurut karakteristik spesifiknya sesuai dengan kemampuan dalam penggunaannya. Berikut ini data motor yang secara umum digunakan, untuk keperluan memutar beban dengan kecepatan konstan dimana tidak diperlukan torka asut yang terlalu tinggi. Beban-beban yang dapat dilayani misalnya kipas angin, blower, alat-alat pertukangan kayu, pompa sentrifugal. Dalam keadaan tertentu diperlukan pengasutan dengan tegangan yang direduksi dan jenis motor ini tidak boleh dibebani lebih secara berkepanjangan karena akan terjadi pemanasan.

Pengendalian. Dalam pemakaian, kita harus memperhatikan pengendaliannya. Pengendalian berfungsi untuk melakukan asut dan menghentikan motor secara benar, membalik perputaran tanpa merusakkan motor, tidak mengganggu beban lain yang tersmbung pada sistem pencatu yang sama. Hal-hal khusus yang perlu diperhatikan dalam pengendalian adalah : (a) pembatasan torka asut (agar beban tidak rusak); (b) pembatasan arus asut; (c) proteksi terhadap pembebanan lebih; (d) proteksi terhadap penurunan tegangan; (e) proteksi terhadap terputusnya salah satu fasa (yang dikenal dengan single phasing). Kita cukupkan sampai di sini pembahasan kita mengenai motor asinkron. Pengetahuan lebih lanjut akan kita peroleh pada pelajaran khusus mengenai mesin-mesin listrik.

Tabel-4.1. Motor Dalam Aplikasi

HP 2p η

T a T maks

[%] f.d. [%]

16 105 2p : jumlah kutub; T a : torka asut; T maks : torka maks

I a : arus asut; s : slip; f.d. : faktor daya; η : efisiensi.

84 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga