Muawiyah (661 – 680 M/40-60 H)

2.1. Muawiyah (661 – 680 M/40-60 H)

Muawiyah sebagai khalifah pertama melakukan pemindahan ibu kota negara dari Kufah (pusat kekuasaan Ali) ke Damaskus karena dia sudah 22 tahun menjadi gubernur di daerah ini. Selain itu dia mempunyai pendukung yang dapat diandalkan di sana, sedangkan di Kufah hanya terdapat pendukung Ali yang beraliran Syi’ah.

Selain itu Muawiyah untuk pertama kali dalam pemerintahan Islam mempergunakan tenaga Body-Guard (pengalaman pribadi) untuk alasan keamanan, juga Muawiyah membangun tempat khusus untuk dirinya di dalam mesjid yang disebut dengan Maqsurah.

Muawiyah juga memperkuat pemerintahan dengan mengembangkan armada angkatan laut sehingga ketika itu dia telah memiliki 1.700 buah kapal. Dia pernah menyerahkan angkatan laut itu di bawah pimpinan puteranya Yazid untuk merebut Konstantinopel (668 – 669 M). Akan tetapi usaha ini gagal karena pertahanan kota tersebut sangat kokoh. Akibatnya banyak yang menderita korban jiwa dan kapal,

Syamruddin Nasution | SEJARAH PERADABAN ISLAM • Syamruddin Nasution | SEJARAH PERADABAN ISLAM •

Menjelang wafatnya dia mengangkat puteranya Yazid sebagai putera mahkota yang mendapat dukungan dari para gubernurnya, tetapi dia mendapat tantangan dari para tokoh sahabat di Madinah, antara lain Husein bin Ali, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Zubeir, karena hal itu bertentangan dengan janjinya pada Hasan dahulu.

Al-Mughiroh bin Syu’bah adalah orang pertama yang mengusulkan kepada Muawiyah agar mengangkat anaknya Yazid menjadi khalifah sepeninggalnya. Karena dia akan dipecat Muawiyah dari jabatannya sebagai gubernur Kufah, maka dia pergi ke Syam menemui Yazid bin Muawiyah dan mengatakan: bahwa sesungguhnya para sahabat pilihan Nabi telah berpulang ke rahmatullah demikian juga para pembesar Quraisy yang berpengaruh, sekarang tingga para puteranya, sedangkan engkau adalah yang paling utama di antara mereka, saya tidak mengerti mengapa Amirul Mukminin tidak mengangkat engkau menjadi khalifah sesudahnya. 119

Muawiyah yang diberitahu anaknya Yazid tentang pemikiran al-Mughiroh itu memanggil al-Mughiroh untuk menanyakan kebenaran pemikirannya itu. Maka al-Mughiroh menjawab: Ya Amirul Mukminin sesungguhnya saya telah menyaksikan pertumpahan darah sepeninggal Utsman maka alangkah baiknya bila engkau mewariskan kekhalifahan itu kepada Yazid, sungguh Yazid lebih berhak menjadi khalifah sesudahmu nanti.

Akhirnya, al-Mughiroh tidak jadi dipecat Muawiyah, malahan disuruh untuk mempersiapkan bai’at bagi penobatan

118 Hasan Ibrahim Hasan, J.1, op.cit., h. 496. 119 Ibid., h. 9-10.

• Syamruddin Nasution | SEJARAH PERADABAN ISLAM

Yazid menjadi putera mahkota. Missi al-Mughiroh berhasil dan dapat menggalang penduduk Kufah untuk mendukung Yazid menjadi putera mahkota sepeninggal Muawiyah nanti. 120

Pemikiran al-Mughiroh itu diterima Muawiyah, dengan menunjuk puteranya Yazid menjadi khalifah sepeninggalnya, karena dia berkeinginan agar umat Islam tidak terlibat lagi dalam suatu pertempuran karena memperebutkan jabatan khalifah. Sebab, belum lama lagi umat Islam berperang sesamanya dalam Perang Jamal, Perang Shiffin dan mereka belum dapat melupakan malapetaka tersebut disebabkan adanya keinginan orang-orang tertentu menduduki jabatan khalifah. 121

Oleh sebab itu Muawiyah mengirim surat kepada Gubernur Madinah Marwan bin al-Hakam, sebagai berikut: “Aku ini telah lanjut usia, tulangku telah lemah, aku khawatir akan terjadi perpecahan di kalangan umat Islam sepeninggalku. Dan aku berpendapat kini sebaiknya aku memilih untuk umat seseorang yang akan menjadi khalifah mereka sesudahku..” 122

Keinginan Muawiyah itu mendapat sokongan dari para gubernurnya, kecuali Ziyad, gubernur Basrah yang menganjurkan kepada Muawiyah agar tidak tergesa-gesa melaksanakan cita-citanya itu. Tetapi setelah Ziyad meninggal, Muawiyah mendapat dukungan dari anaknya Ubaidillah bin Ziyad yang menggantikan ayahnya. Hal ini berarti keinginan Muawiyah itu mendapat sokongan penuh dari kalangan Bani Umaiyah, tetapi ditentang oleh keturunan Bani Hasyim.

120 Ibid., h. 10-11. 121 Al-Thabari, Tarikh Al-Thabari, J. 4 (Kairo: Dar al-Ma’arif, 1963), h. 224. 122 Ahmad Syalabi, J. 2, op.cit., h. 47-48.

Syamruddin Nasution | SEJARAH PERADABAN ISLAM •

Tantangan keras datang dari Abdurrahman bin Abi Bakar, dengan tegas dia berkata “…kamu hendak menjadikan khalifah itu sebagai ‘Heracliusisme’, bila seorang Heraclius meninggal dunia maka digantikan oleh Heraclius yang lain…” Sikap Abdurrahman itu mendapat sokongan dari pemimpin- pemimpin lainnya di Madinah seperti Husein bin Ali, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Zubeir, dan lain-lainnya.

Tantangan dari Bani Hasyim dan sahabat-sahabat yang tinggal di Madinah dihadapi Muawiyah dengan tangan besi. Dia datang ke sana dan mengumpulkan rakyat dan sahabat- sahabat tersebut di masjid. Muawiyah mngancam, siapa yang berani memotong pembicaraannya, algojo telah siap memenggal lehernya. Dalam pidatonya disebutkan bahwa tokoh-tokoh kalian telah setuju mengangkat Yazid sebagai khalifah sepeninggalku, apakah kalian setuju? Disambut rakyat dengan suara bulat, setuju.

Dengan demikian Muawiyah yang sudah berkuasa selama dua puluh tahun telah mendapat persetujuan dari seluruh wilayah untuk mengangkat putranya Yazid sebagai khalifah sepeninggalnya. Hal itu berarti telah merubah wajah pemerintahan Islam dari system demokrasi menjadi monarchi dengan mendudukkan Bani Umaiyah di semua jabatan- jabatan penting Negara.

Khalifah Usman pun telah melakukan hal tersebut sebelumnya, bedanya, pada masa khalifah Usman penuh dengan protes dari masyarakat, sementara di masa khalifah Muawiyah tidak seorang pun yang berani memprotes walaupun rakyat tidak sepenuhnya setuju dengan tindakan Muawiyah tersebut.

Dalam keadaan seperti ini, andaikan dari kalangan Bani Hasyim ada yang diangkat menjadi khalifah , Husein

• Syamruddin Nasution | SEJARAH PERADABAN ISLAM • Syamruddin Nasution | SEJARAH PERADABAN ISLAM

Selain itu, dari segi politik jika Bani Hasyim memprotes Muawiyah mengangkat anaknya Yazid sebagai khalifah sepeninggalnya, mengapa mereka tidak memprotes orang yang mengangkat Hasan sebagai khalifah menggantikan Ali? Bukankah itu masih dalam sistem turun- temurun juga. Hal ini berarti Bani Hasyim tidak setuju dengan sistem pemerintahan monarchi untuk Bani Umaiyah dan menyetujui untuk Ali bin Abi Thalib.

Kalau begitu, esensi masalah pada saat itu bukan terletak pada sikap Muawiyah yang membentuk pemerintahan daulah dengan sistem Monarchi, akan tetapi lebih disebabkan persaingan sengit antara Bani Hasyim dan Bani Umaiyah. Terbukti setelah Bani Hasyim tidak dapat membendung keinginan Muawiyah membentuk Daulah Umaiyah, Bani Hasyim melakukan hal yang sama secara turun-temurun.

Masalah berikutnya andaikata Muawiyah tidak menunjuk anaknya Yazid menjadi khalifah sesudahnya, adakah yang sanggup memegang jabatan khalifah, selain Bani Umaiyah. Orang yang mampu mengendalikan pemerintahan Islam tanpa pertumpahan darah. Husein misalnya, tidak mempunyai kaki tangan yang kuat untuk menegakkan pemerintahan. Hal yang sama terjadi juga pada diri Abdullah bin Zubeir. Dengan demikian yang benar-benar ada persiapan matang dan terbaik melanjutkan pemerintahan adalah orang- orang Bani Umaiyah, khususnya para gubernur yang telah berpengalaman dalam pemerintahan.

Syamruddin Nasution | SEJARAH PERADABAN ISLAM •

Oleh sebab itu, tindakan Muawiyah membentuk daulah tidak sepenuhnya dapat disalahkan, jika dikaitkan dengan kondisi riil pemerintahan Islam pada saat itu, agar kaum Muslimin terhindar dari pertumpahan darah karena memperebutkan jabatan khalifah.

Andaikata Muawiyah tidak menunjuk anaknya Yazid menjadi khalifah sesudahnya, adakah yang sanggup memegang jabatan khalifah, selain Bani Umaiyah. Dia mampu mengendalikan pemerintahan Islam tanpa pertumpahan darah. Husein misalnya, tidak mempunyai kaki tangan yang kuat untuk menegakkan pemerintahan. Hal yang sama terjadi juga pada diri Abdullah bin Zubeir.

Dengan demikian yang benar-benar sudah ada persiapan yang matang dan terbaik melanjutkan pemerintahan saat itu adalah orang-orang Bani Umaiyah, khususnya para gubernur yang telah berpengalaman dalam pemerintahan.

Oleh sebab itu, tindakan Muawiyah membentuk daulah Umaiyah tidak sepenuhnya dapat disalahkan, jika dikaitkan dengan kondisi riil pemerintahan Islam pada saat itu, agar kaum Muslimin terhindar dari pertumpahan darah karena memperebutkan jabatan khalifah.

Muawiyah telah dipandang sukses membentuk sebuah pemerintahan Daulah Umaiyah di Syam yang telah memerintah di sana, dua puluh dua tahun menjadi Gubernur dan dua puluh tahun menjadi Khalifah. Pemerintahannya terkesan sebagai pemerintahahan sistem kerajaan dan tidak sistem republik seperti yang telah dikenal sebelumnya. Sistem kerajaan yang dibentuknya menjadi sistem pemerintahan dunia Islam selama berabad-abad sesudahnya sampai 1924 ketika Mustafa Kemal menjatuhkan Kerajaan Turki Usmani.

• Syamruddin Nasution | SEJARAH PERADABAN ISLAM