Konsep Hak Kekayaan Intelektual

2. Konsep Hak Kekayaan Intelektual

keuntungan ekonomi adalah royalti dan lisensi

sebagai Objek Wakaf

(Gozali: 2016:95).

Teori haq (hak) dalam Islam secara Landasan HKI sebagai objek wakaf

etimologi memiliki berbagai arti, yaitu: milik, yakni pada asas kemanfaatan HKI yang dapat

ketetapan, kepastian, kewajiban yang terbatas memberikan keuntungan dan kemanfaatan HKI

dan kebenaran sebagai lawan kebatilan. Dalam dapat diambil terus menerus tanpa menghabiskan

Fatwa MUI disebutkan Hak Kekayaan Intelektual ataupun merusak bendanya (Gozali: 2016:95-

(HKI) dalam pandangan hukum Islam sebagai 96). Namun berdasarkan data yang diperoleh dari

haqq maliyyah (harta kekayaan) yang mendapat wawancara dengan Ahmad Zawawi Muchtar,

mashu (perlindungan hukum) sebagaimana tidak semua jenis HKI dapat menjadi objek

mal (kekayaan). Namun, didalam hukum wakaf. HKI yang dapat dijadikan obyek wakaf

normatif di Indonesia tidak ada terminologi HKI yaitu yang telah menghasilkan royalti atau dapat

sebagai harta, akan tetapi sebagai benda. Pada dimanfaatkan oleh pihak lain. Salah satu syarat

KUHPerdata dijabarkan bahwa yang dimaksud benda obyek wakaf adalah kekayaan yang

benda menurut bentuknya yaitu benda materiil memberikan manfaat dan tidak bertentangan

atau berwujud dan benda immateriil atau tidak dengan ajaran Hukum Islam. Benda tersebut

berwujud (Saidin, 2015:15-16). harus bermanfaat, bernilai ekonomis, serta tahan

HKI adalah hak kebendaan, hak atas lama karena bendanya maupun manfaat atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja benda tersebut yang dapat diambil oleh penerima otak, hasil kerja rasio. Tepatnya hasil dari wakaf. pekerjaan rasio manusia yang menalar dan hasil kerja emosional. Hasil kerjanya berupa benda

3. Hak Kekayaan Intelektual sebagai

immateriil atau benda tidak berwujud. Tidak

Objek Wakaf dalam Prespektif Fiqh

semua orang dapat dan mampu mempekerjakan Hak atas Kekayaan Intlektual manusia otak (nalar, rasio, intelektual) secara maksimal yang meliputi hak cipta, penemuan atau ciri

yang artinya tidak semua orang pula dapat khas usaha dagang, logo, merek dagang, system menghasilkan intellectual property rights. Hanya operasional bisnis terpadu dan sebagainya, bila orang yang mampu mempekerjakan otaknya saja dilihat dari sudut Hukum Islam, merupakan yang dapat menghasilkan hak kebendaan yang persoalan baru dalam kajian iqh klasik. Persoalan disebut sebagai intellectual property rights. Hasil yang muncul terkait dengan hak atas kekayaan kerja otak yang menghasilkan Hak Kekayaan intlektual, menyangkut status kepemilikan bagi Intelektual bersifat ekslusif, hanya orang tertentu pemiliknya dan hukum yang melingkupinya saja yang dapat memilikinya (Saidin, 2015:10- dalam pandangan hukum muamalat Islam.

Analisis Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Objek Wakaf Dalam Upaya.... - Bellah Putri Afandy

Hak Kekayaan Intelektual, dalam hukum Islam termasuk kategori hak Ibtikar, yaitu penemuan atau kreasi yang merupakan hasil karya intlektual manusia yang belum pernah ditemukan oleh ilmuwan sebelumnya. HKI bila dihubungkan dengan pengertian harta dalam hukum Islam (dalam hal ini mengacu dengan teori Jumhur Ulama), maka HKI dapat dipandang sebagai harta, karena menurut Jumhur Ulama, yang dinamakan harta tidak harus bersifat materi atau benda, tetapi juga manfaat atau hak dapat dipandang sebagai harta. Alasannya bahwa maksud orang memiliki suatu benda bukan karena semata-mata bendanya tetapi adalah manfaat dari benda itu senidiri.

HKI yang sumbernya adalah pemikiran manusia bernilai harta dan kedudukannya sama dengan kepemilikan benda-benda lain, yang berakibat bagi penemu atau pencipta terhadap karya atau ciptaanya menjadi hak milik mutlak yang bersifat materi sebagaimana dengan benda- benda lain yang dapat ditransaksikan, diwariskan atau diwasiatkan. Oleh sebab itu untuk menjaga eksistensi keberdaannya dari hal-hal yang meruisaknya, harus mendapatkan perlindungan hukum dari pihak Negara atau pemerintah baik lewat Undang-Undang atau peraturan lain. Tindakan pemerintah mengatur hak atas kekayaan intlektual manusia ini tidak bertentangan dengan kaidah hukum Islam “Tasharuf (tindakan) Imam terhadap rakyat harus dihubungkan dengan kemaslahatan”. Adanya perlindungan hukum ini, disamping lebih memberikan kepastian hukum, juga dapat menghindari terjadinya penipuan dan kerugian dari pihak-pihak yang saling bertransaksi dalam bisnis Pemikiran Jumhur Ulama dipandang lebih relevan dengan perkembangan zaman, terutama kemajuan dibidang ekonomi. Karya-karya intlektual yang dilahirkan dengan pengorbanan menjadikan karya yang dihadirkan

menjadi bernilai, apalagi dilihat dari manfaat ekonomi yang dapat dinikmati bagi dunia bisnis merupakan aset dagang atau persusahaan yang sangat berarti.

Teori hukum Islam tentang hak Ibtikar, sesuai dengan ijtihad ahli-ahli ekonomi di Indonesia lewat Dewan Perwakilan Rakyat dengan memproduk Undang-Undang HKI yang meliputi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tenta Cipta, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, dan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Dalam Undang-Undang HKI tersebut pada asasnya memberikan hak penuh bagi penemu atau pemegangnya untuk mengalihkan haknya kepada siapa saja, baik untuk memanfaatkannya atau menggunakannya atas seizinnya Hak atas kekayaan intlektual manusia, walaupun tidak ada landasan khusus atau dalil baik dari al- Qur’an maupun al-Hadits, secara ijtihadiyah dapat didasarkan pada “Urf” (suatu kebiasaan atau adab yang berlaku umum dalam suatu masyarakat). Adat yang telah berjalan dan berlaku umum dapat dijadikan dasar hukum, sebagaimana dalam kaidah hukum Islam “Adat Kebiasaan itu dapat ditetapkan sebagai hukum“ dan “Maslahah Mursalah” yaitu sesuatu yang dianggap maslahat, namun tidak ada ketegasan hukum untuk merealisasikannya dan tidak pula ada dalil tertentu baik yang mendukung maupun yang menolaknya, tetapi maslahah itu secara subtansial sejalan atau tidak bertentangan dengan petunjuk umum syari’at.

Dr. Fathi al-Duraini menyatakan bahwa mayoritas ulama dari kalangan mazhab Maliki, Syai’i dan Hanbali berpendapat bahwa hak cipta atas ciptaan yang orsinal dan manfaat tergolong

Volume 10 No. 2 Edisi Desember 2017 Hal 162 - 183

harta berharga sebagaimana benda jika boleh Walaupun wakaf dengan objek HKI sebenarnya dimanfaatkan secara syara’ atau hukum Islam telah dipraktikkan akan tetapi masih belum (Majelis Ulama Indonesia: 2015:478). Dalam dicatatkan karena Badan Wakaf Indonesia hukum Islam, HKI dipandang sebagai salah satu terbentuk pada tahun 2007 dan belum terperincinya haqq maliyyah (hak kekayaan) yang mendapat mekanisme pengadministrasian tentang wakaf perlindungan hukum (mashun) sebagaimana mal dengan objek berupa HKI.Seorang dosen Fakultas (kekayaan). HKI yang mendapat perlindungan Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) hukum Islam sebagaimana dimaksud angka 1 Sunan Gunung Djati benama Hanai (alm) telah tersebut adalah HKI yang tidak bertentangan mewakafkan hak cipta salah satu bukunya kepada dengan hukum Islam. HKI dapat dijadikan obyek Himpunan Mahasiswa Islam korkom IAIN Sunan akad ( al-ma’qud ‘alaih), baik akad mu’awadhah Gunung Djati dan Dr. Nasuka, SIP., MM. seorang (pertukaran, komersial), maupun akad tabarru’at purnawirawan TNI telah memberikan royalti (non komersial), serta dapat diwaqafkan dan hak cipta bukunya yang berjudul Teori Sistem diwariskan.

diterbitkan oleh Prenada Media (Jakarta) pada tahun 2005 ke program pasca sarjana UIN Sunan

4. Pengaplikasian Hak Kekayaan Intelek- Gunung Djati Bandung (Mubarok, 2008:105).

tual sebagai Obyek Wakaf di Indonesia