Metode Penelitian

B. Metode Penelitian

yaitu akibat pemilikan suatu benda di bidang perpajakan, kemungkinan timbulnya repercuise

Penelitian ini menggunakan metode dalam struktur pembiayaan. 8

penelitian deskriptif analitis, yaitu dengan menggambarkan dan menguraikan keadaan

Janji (Wa’d) hibah dalam pembiayaan ataupun fakta yang ada mengenai pelaksanaan

ijarah ini, dilakukan pada akhir masa Ijarah, yang produk pembiayaan ijarah dalam praktek

mana selama masa ijarah nasabah membayar perbankan syariah, kemudian dianalisis dengan

sejumlah uang kepada bank atas sewa objek ijarah bertitik tolak pada ketentuan-ketentuan yang

yang telah dilakukannya. Sehingga, hibah yang terkandung dalam Undang-Undang Perbankan

terjadi pada pembiayaan ini tidak terjadi begitu Syariah, teori-teori dan pendapat para ahli yang

saja, namun nasabah terlebih dahulu menyewa bertujuan mencari dan mendapatkan jawaban

objek yang akan dihibahkan tersebut melalui akad dari pokok masalah yang akan dibahas lebih

ijarah. Uang yang dibayarkan selama akad ijarah lanjut. Metode pendekatan yang dipergunakan

dibayar sebagai pembayaran uang sewa atas objek dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis-

Ijarah, namun khusus untuk pembiayaan ijarah normatif, yaitu penelitian mengenai pembiayaan

dengan janji (Wa’d) hibah ini bank mengenakan ijarah dengan janji (Wa’d) hibah ini dilakukan

perhitungan jumlah pembayaran uang sewa dengan menekankan pada ilmu hukum khususnya

dengan menggunakan perhitungan khusus yang mengenai hukum perbankan syariah dan

telah ditentukan untuk pembiayaan ijarah dengan menitikberatkan pada pengkajian data sekunder

janji (Wa’d) hibah. Penggunaan perhitungan yaitu berupa bahan-bahan hukum primer berupa

khusus dalam pembiayaan ijarah dengan janji Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang

(Wa’d) hibah ini terkait erat dengan perlindungan Perbankan Syariah, dan sebagainya, bahan hukum

nasabah terutama dalam hal belum mengikatnya sekunder berupa buku-buku dan artikel mengenai

janji (Wa’d) hibah yang dilakukan pada awal hukum perbankan syariah, dan bahan hukum

pelaksanaan pembiayaan ijarah. Pembiayaan tersier berupa kamus bahasa, dan lain sebagainya.

Ijarah dengan janji (Wa’d) hibah ini merupakan produk yang saat ini sedang dikembangkan dalam dunia perbankan syariah di Indonesia. Sehingga

7 Salim. H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia , Sinar Graika, Mataram, 2003, hlm. 141 8 Ibid, hlm. 142

Penerapan Prinsip Syariah Pada Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik... - Nun Harrieti

C. Pembahasan

dua Fatwa DSN yang menyangkut pengaturan

1. Penerapan Prinsip Syariah pada Pembiayaan Ijarah yaitu Fatwa Dewan Syariah Pembiayaan Ijarah Muntahia Bittamlik Nasional No. 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang

dengan Janji (Wa’d) hibah

Pembiayaan Ijarah dan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 27/DSN-MUI/III/2002 Tentang al-

Sebagai bagian dari industri pelayanan jasa Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik. keuangan, pada dasarnya bank syariah memiliki

Pengertian Ijarah menurut istilah syara’ fungsi utama yang tidak berbeda dari bank- adalah salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam

bank konvensional yang telah ada sebelumnya, memenuhi kebutuhan hidup manusia seperti sewa

menyewa, dan mengontrak atau menjual jasa. 11 intermediary karena bank memiliki fungsi Pembiayaan ijarah ini memiliki keistimewaan

yaitu sebagai media intermediasi. 9 Dikatakan

sebagai perantara antara pihak yang mengalami dibandingkan dengan jenis pembiayaan syariah surplus atau kelebihan dana dengan pihak yang lainnya. Keistimewaan tersebut adalah bahwa kekurangan atau membutuhkan dana. Pembiayaan untuk memulai kegiatan usahanya, pengusaha adalah penyediaan dana atau tagihan/piutang tidak perlu memiliki barang modal terlebih yang dapat dipersamakan dengan itu yang salah dahulu, melainkan dapat melakukan penyewaan satunya berupa transaksi sewa dalam akad kepada lembaga keuangan syariah, sehingga ijarah atau sewa dengan opsi perpindahan hak pengusaha tidak dibebankan dengan kewajiban

milik dengan akad ijarah muntahiya bittamlik. 10 menyerahkan jaminan, maka dapat dikatakan Hal tersebut sebagaimana bentuk kegiatan pembiayaan ijarah lebih menarik dibandingkan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Syariah

jenis pembiayaan mudharabah dan musyarakah. 12 yang diatur dalam Pasal 19 Huruf (f) Undang-

Terdapat dua jenis akad dalam pembiayaan Undang Perbankan Syariah yaitu menyalurkan Ijarah yaitu : 13 Pembiayaan Ijarah diatur secara Pembiayaan penyewaan barang bergerak dan khusus dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad No. 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah Ijarah. Berdasarkan Fatwa DSN tersebut, yang muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak dimaksud dengan akad Ijarah adalah akad bertentangan dengan Prinsip Syariah. pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu

Pasal 1 Huruf i SKDBI No 32 Tahun 1999 barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui memberikan deinisi mengenai Dewan Syariah pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan

Nasional (DSN) yaitu dewan yang dibentuk pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. oleh Majelis Ulama Indonesia yang bertugas

Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik dan memiliki kewenangan untuk memastikan diatur secara khusus dalam Fatwa DSN No. kesesuaian antara produk, jasa, dan kegiatan 27/2002. Berdasarkan fatwa tersebut, sewa beli usaha bank dengan prinsip syariah. Terdapat

9 M. Luthi Hamidi, Jejak-Jejak Ekonomi Syariah, Senayan Abadi Publishing, Jakarta, 2003, hlm. 155 10 Pasal 1 Angka 4 Akad Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik Bank Jabar Syariah

11 Habib Nazir, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syariah, Kaki Langit, Bandung, 2004, hlm. 246 12 Harun Santoso dan Anik, “Analisis Pembiayaan Ijarah Pada Perbankan Syariah”, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, Vol. 1, No. 2, 2015, hlm. 107 13 ibid

Volume 10 No. 2 Edisi Desember 2017 Hal 201 - 213

adalah perjanjian sewa menyewa yang disertai Kewajiban Nasabah sebagai Musta’jir dengan opsi pemindahan hak milik atas benda berdasarkan Fatwa DSN No. 09/2000 adalah yang disewa kepada penyewa, setelah selesai meliputi:Membayar sewa dan bertanggung jawab masa sewa. Akad yang sesuai dengan sewa beli untuk menjaga keutuhan asset yang disewa serta tersebut berdasarkan Fatwa DSN No. 27/2002 menggunakannya sesuai kontrak, Menanggung adalah akad al-ijarah al muntahiyah bi al-tamlik. biaya pemeliharaan asset yang sifatnya ringan

(tidak materiil), Jika asset yang disewa rusak, Pihak yang menjadi Muajjir dalam

bukan karena pelanggaran dari penggunaan pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik di

yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian Perbankan Syariah adalah Bank Syariah sebagai

pihak penyewa dalam menjaganya, ia tidak penyedia jasa. adapun yang menjadi hak dan

bertanggung jawab atas kerusakan tersebut. Jika kewajibannya adalah sebagai berikut. Hak-hak

salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang salah

14 atau jika terjadi perselisihan diantara para satunya meliputi Bank Syariah adalah meliputi:

pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Mendapatkan pembayaran sewa dari Muajjir;

Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai Menerima kembali asset yang disewakan pada

kesepakatan melalui musyawarah. akhir masa sewa secara utuh bila nasabah memilih

untuk mengembalikan asset kepada bank; Ketentuan Objek ijarah berdasarkan memperoleh pembayaran asset pada akhir masa Fatwa DSN No. 09/2000, adalah meliputi: sewa apabila nasabah memilih untuk membeli Objek Ijarah adalah manfaat dari penggunaan asset;Menerima biaya perbaikan asset apabila barang dan/atau jasa, Manfaat barang harus bisa rusak disebabkan karena pelanggaran ataupun dinilai dan dapat dilaksanakan dalam bentuk kelalaian yang dilakukan oleh Musta’jir

kontrak, Pemenuhan manfaat harus yang bersifat Kewajiban Lembaga Keuangan Syariah dibolehkan, Kesanggupan memenuhi manfaat

(LKS) yang salah satunya meliputi Bank Syariah harus nyata dans esuai dengan syariah, Manfaat berdasarkan Fatwa DSN No. 09/2000 adalah harus dikenali secara spesiik sedemikian rupa meliputi Menyediakan aset yang disewakan, untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) Menanggung biaya pemeliharaan asset, yang akan mengakibatkan sengketa) Menjaminkan bila terdapat cacat pada asset yang

Ketentuan Umum Fatwa DSN No. 27/2002 disewakan. Pihak yang menjadi Musta’jir dalam menentukan bahwa Akad al-Ijarah al-Muntahiyah pembiayaan Ijarah di Perbankan Syariah adalah bi al-Tamlik boleh dilakukan dengan ketentuan nasabah sebagai penerima jasa. adapun yang sebagai berikut: Semua rukun dan syarat yang menjadi hak dan kewajibannya adalah sebagai berlaku dalam akad Ijarah (Fatwa DSN No.

berikut : Hak-Hak Musta’jir adalah meliputi: 15 09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam Memperoleh manfaat dari asset yang disewakan akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik, oleh Muajjir; Dibebaskan dari biaya perawatan Perjanjian untuk melakukan akad al-Ijarah al- asset, Mendapatkn jaminan dari Muajjir bahwa Muntahiyah bi al-Tamlik harus disepakati ketika asset dapat dipergunakan dengan layak.

akad Ijarah ditandatangani, Hak dan kewajiban

14 Habib Nazir, Op.Cit, Hlm. 247 15 ibid

Penerapan Prinsip Syariah Pada Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik... - Nun Harrieti

setiap pihak harus dijelaskan di dalam akad. yaitu ketika penyewa membeli asset dalam Selain itu ditentukan pula bahwa pihak yang periode sewa sebelum kontrak sewa berakhir melakukan al-Ijarah al-Muntahiah bi al-Tamlik dengan harga ekuivalen; dan Bertahap selama harus melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. periode sewa, yaitu ketika alih kepemilikan Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan dilakukan bertahap dengan pembayaran cicilan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan selama periode sewa. setelah masa ijarah selesai. Janji pemindahan

Setelah akad al-Ijarah telah selesai, maka kepemilikan yang disepakati di awal akad ijarah

keduanya akan melakukan akad pemindahan adalah wa’d yang hukumnya tidak mengikat.

kepemilikan, baik dengan jual beli ataupun Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka

hibah. Akad perpindahan kepemilikan ini bisa harus ada akad pemindahan kepemilikan yang

diperjanjikan di awal akad al-ijarah, namun dilakukan setelah masa ijarah selesai. Jika salah

demikian, janji (wa’d) ini bersifat tidak mengikat satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau

kedua pihak. Pihak nasabah bisa meneruskan jika terjadi perselisihan di antara kedua belah

akad dengan melakukan akad jual beli, atau pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui

mengakhirinya dengan mengembalikan barang Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai

sewaan. Antara akad sewa dan jual beli tidak bisa kesepakatan melalui musyawarah

dikumpulkan dalam satu akad dan satu obyek, Penjelasan Fatwa DSN No. 27/2002 artinya kesepakan sewa dan jual beli dilakukan menjelaskan bahwa sebelum melakukan akad al- sekaligus dalam satu akad, karena hal ini Ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik, pihak bank dan bertentangan dengan Hadis Nabi yang melarang nasabah harus melakukan akad al-ijarah murni dua bentuk akad sekaligus dalam satu obyek/ terlebih dahulu dan terpisah. Akad pemindahan transaksi. kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian

Hibah adalah pemberian (dari seseorang) (hibah) hanya dapat dilakukan setelah akad al- dengan pengalihan hak milik atas hartanya yang

ijarah selesai. Ijarah Muntahiya bittamlik adalah jelas, yang ada semasa hidupnya, kepada orang transaksi sewa dengan perjanjian untuk menjual lain. 18 Jika di dalamnya disyaratkan adanya atau menghibahkan objek sewa di akhir periode penggantian yang jelas, maka ia dinamakan jual sehingga transaksi ini diakhiri dengan alih beli. 19 Berdasarkan deinisi tersebut maka hibah kepemilikan objek sewa. 16 Berbagai bentuk alih

merupakan pemberian sepihak secara cuma-cuma kepemilikan ijarah muntahiya bittamlik antara tanpa mengharapakan imbalan. Kitab Undang- lain: 17 Hibah di akhir periode yaitu ketika pada Undang Hukum Perdata pun memberikan deinisi

akhir periode sewa asset dihibahkan kepada hibah sebagaimana diatur dalam Pasal 1666. penyewa; Harga yang berlaku pada akhir periode, Menurut pasal tersebut, hibah adalah suatu yaitu ketika pada akhir periode sewa asset dibeli perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu oleh penyewa dengan harga yang berlaku pada hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak saat itu; Harga ekuivalen dalam periode sewa,

16 Ibid, hlm. 103 17 Ibid 18 Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsman, Loc.cit. 19 Ibid

Volume 10 No. 2 Edisi Desember 2017 Hal 201 - 213

dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu yang diberi, dapat memanfaatkannya, maka benda guna keperluan si penerima hibah yang dinamakan hibah. Persamaan dari semua bentuk menerima penyerahan itu. Sedangkan hibah dalam derma tersebut adalah ketiganya termasuk kategori pembiayaan ijarah ini dilakukan oleh lembaga pemberian (derma) murni, yang pelakunya tidak perbankan yang dalam menjalankan kegiatannya mengharapkan sesuatu darinya. 24 dilarang membuat produk yang merugikan

Persyaratan akad hibah berdasarkan PMA bank. Hibah merupakan pemberian sepihak dari RI No. 02/2008 adalah meliputi: Harta yang

pihak pemberi hibah ke pihak lainnya tanpa diberikan sebagai hibah disyaratkan harus sudah

mendapatkan kontrapretasi langsung dari pihak ada pada saat akad hibah (Pasal 711); Harta yang

penerima hibah tersebut. Keluarnya harta dengan diberikan sebagai hibah disyaratkan harus berasal

derma (pemberian) dapat berupa hibah, hadiah, dari harta penghibah (Pasal 712 Ayat (1)); Harta dan sedekah. 20 Jika tujuannya adalah untuk yang bukan milik penghibah jika dihibahkan

mendapatkan pahala di akhirat, maka dinamakan dapat dianggap sah apabila pemilik harta

sedekah, jika dimaksudkan untuk kasih sayang tersebut mengizinkannya meskipun izin tersebut

dan mempererat hubungan dinamakan hadiah, dan diberikan setelah harta tersebut diserahkan (Pasal

jika dimaksudkan agar orang yang diberi dapat 712 Ayat (2)); Suatu harta dihibahkan harus pasti memanfaatkannya, maka dinamakan hibah. 21 dan diketahui (Pasal 713); Seorang penghibah

Buku III Peraturan Mahkamah Agung diharuskan sehat akalnya dan telah dewasa (Pasal Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2008 714); Hibah menjadi batal bila hibah tersebut Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah terjadi karena ada paksaan (Pasal 715). (selanjutnya ditulis PMA RI No. 02/2008)

Sesuai dengan Ketentuan Tentang al-Ijarah mengatur mengenai Zakat dan Hibah. Pasal 675

al-Muntahiyah bi al-tamlik sebagaimana diatur Angka 4 memberikan deinisi mengenai hibah dalam Fatwa DSN No. 27/DSN-MUI/2002,

yaitu penyerahan kepemilikan suatu barang pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiyah

kepada orang lain tanpa imbalan apa pun. Hibah bi al-Tamlik harus melaksanakan akad Ijarah adalah pemberian (dari seseorang) dengan terebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, pengalihan hak milik atas hartanya yang jelas,

baik dengan jual beli atau pemberian, hanya yang ada semasa hidupnya, kepada orang lain. jika

dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai. di dalamnya disyaratkan adanya pengganti yang

Oleh karenanya walaupun pada akad al-Ijarah jelas, maka ia dinamakan jual beli. 22 Keluarnya Muntahiyah bittamlik diperjanjikan terjadinya

harta dengan derma (pemberian) dapat berupa perpindahan kepemilikan, namun pada awal

hibah, hadiah, dan sedekah. 23 Jika tujuannya

pelaksanaannya bank dan Nasabah Penerima adalah untuk mendapatlan pahala akhirat, maka

Fasilitas melaksanakan mekanisme Ijarah terlebih dinamakan sedekah. Jika dimaksudkan untuk

dahulu sebagaimana dapat digambarkan melalui kasih sayang dan mempererat hubungan, maka

bagan di bawah ini:

dinamakan hadiah. Jika dimaksudkan agar orang

20 M. Amin Azis, Mengembangkan Bank Islam di Indonesia, Bankit, Jakarta, 1992, hlm. 21. 21 Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, Panduan Wakaf, Hibah dan Wasiat, Pustaka Imam Asy-Syai’I, Jakarta, 2008, hlm. 105 22 Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, op.cit., hlm. 105 23 Ibid 24 Ibid

Penerapan Prinsip Syariah Pada Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik... - Nun Harrieti

Keterangan:

1. Ijarah dengan janji (wa’d) jual atau hibah

2. Perpindahan kepemilikan dengan janji (wa’d) jual

3. Perpindahan kepemilikan dengan janji (wa’d) hibah

Mekanisme pembiayaan Ijarah yang terjadi antara bank dan nasabah penerima fasilitas dimulai dengan diajukannya permohonan pembiayaan Ijarah oleh calon nasabah kepada pihak bank. Permohonan ini merupakan suatu bentuk pernyataan keinginan dari pihak calon nasabah untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan Ijarah. Pihak bank akan melakukan berbagai analisis dalam menentukan keputusan diterima atau tidaknya permohonan tersebut. Apabila hasil penilaian berdasarkan analisis tersebut menunjukkan nasabah yang bersangkutan dianggap memiliki kemampuan untuk membayar sewa, maka bank akan menerima permohonan tersebut. Bank dalam tahapan ini juga memberikan suatu penilaian kepada calon Nasabah Penerima Fasilitas untuk menentukan pembiayaan Ijarah apa yang cocok untuk nasabah yang bersangkutan, pembiayaan Ijarah ataukah pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik. Hal tersebut disesuaikan dengan tingkat kebutuhan nasabah dan kemampuan membayar. Kemampuan membayar sangat diperhatikan oleh pihak bank karena terdapat perbedaan harga sewa

antara pembiayaan ijarah dan pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik baik dengan janji (wa’d) jual atau pun dengan janji (wa’d) beli.

Kedua jenis janji (wa’d) ini hanya diperjanjikan pada awal akad pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik, karena sesuai dengan ketentuan Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik dalam Penjelasan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 27 Tahun 2002 bahwa antara akad sewa dan jual beli tidak dapat dikumpulkan dalam satu akad dan satu objek karena hal ini bertentangan dengan Hadis Nabi yang melarang dua bentuk akad sekaligus dalam satu obyek/transakasi. Sehingga janji (wa’d) baru dilaksanakan pada akhir masa Ijarah dengan akad yang berbeda. Olehkarenanya terdapat dua akad dalam pembiayaan Ijarah Muntahiyah BIttamlik ini, yaitu akad Ijarah dan akad peralihan kepemilikan aset melalui akad jual beli, atau akad hibah.

Penentuan harga sewa pada pembiayaan Ijarah sangat bergantung pada nilai aset. Contohnya pada pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik dengan janji (wa’d) jual, pihak bank akan menghitung harga sewa sesuai dengan jangka waktu dan periode yang telah disepakati dengan menggunakan perhitungan yang telah ditetapkan, sehingga pada akhir masa Ijarah selesai modal bank yang dikeluarkan untuk pembelian aset telah tertutupi

Bagan 1. Mekanisme Pelaksanaan Ijarah Muntahiya Bittamlik

Sumber: Disarikan dari beberapa buku

Volume 10 No. 2 Edisi Desember 2017 Hal 201 - 213

ditambah bank telah menerima keuntungan dari harga sewa sesuai dengan ekspektasi bank pada awal pembiayaan Ijarah tersebut. Selain itu, bank pun mendapatkan keuntungan dari nilai jual aset pada akhir masa Ijarah yang dihitung berdasarkan nilai residu aset. Keuntungan tersebut merupakan keuntungan yang juga menjadi bagian ekspektasi bank pada awal pembiayaan Ijarah muntahiya bittamlik ini.

Setelah masa Ijarah selesai dan nasabah telah memenuhi segala kewajibannya terutama dalam memenuhi harga sewa, maka bank menghibahkan aset kepada Nasabah Penerima Fasiltas. Perhitungan khusus harga sewa pada pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik dengan janji (wa’d) hibah ini, telah menyebabkan harga sewa pada pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik menjadi lebih besar dibandingakan dengan pembiayaan Ijarah muntahiya Bittamlik dengan Janji (Wa’d) jual. Karena pada Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik dengan Janji (Wa’d) jual, harga sewa tidak ditambah dengan nilai residu asset, nilai residu asset akan dibayarkan secara langsung setelah masa Ijarah selesai. Jumlah harga sewa pada pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik dengan Janji (Wa’d) Hibah akan sama totalnya dengan Harga sewa dtambah pembayaran nilai residu aset pada akhir masa Ijarah pada Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik dengan Janji (W’ad) jual. Perbedaannya hanya terletak pada waktu pembayaran nilai residu aset saja. Pada Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik dengan Janji (Wa’d) hibah nilai residu aset dibayar secara bertahap digabung dengan harga sewa. Sedangkan pada Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik dengan janji (Wa’d) Jual, pembayaran nilai residu asset dilakukan pada akhir masa Ijarah melalui akad jual beli. Padahal

25 Maltul Fitri, “Prinsip Kesyariahan Dalam Pembiayaan Syariah”, Economica, Vol. VI, Edisi 1, Mei, 2015, hlm. 1

sesuai dengan karakteristiknya, hibah merupakan pemberian secara sepihak, cuma-cuma, dan tanpa kontraprestasi apapun.

2. Perlindungan Terhadap Nasabah

dalam Pembiayaan Ijarah dengan Janji (Wa’d) hibah Apabila Janji Hibah Diputuskan Sepihak dalam Kaitannya dengan Ketentuan Undang-Undang Perbankan Syariah

Perlindungan yang dilakukan oleh bank syariah bukan hanya dilakukan terhadap kepentingan nasabah investor atau kepentingan bank saja, namun meliputi pula kepentingan nasabah penerima fasilitas. Walaupun Pasal 36 Undang- Undang Perbankan Syariah hanya mengamanatkan kewajiban bank syariah untuk menempuh cara- cara yang tidak merugikan bank syariah dan atau unit usaha syariah dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya dalam menyalurkan pembiayaan dan kegiatan usha lainnya, namun bukan berarti kepentingan nasabah penerima fasilitas dapat diabaikan begitu saja. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan timbul dalam suatu kondisi yang bersifat kompehensif. Tidak hanya meliputi perlindungan terhadap simpanan nasabah, tetapi juga meliputi perlindungan terhadap penyaluran pembiayaan yang memberikan keseimbangan dan keadilan dalam hak dan kewajibannya antara bank dan nasabah penerima fasilitas. Untuk memberikan edukasi dan perlindungan kepada nasabah (masyarakat) perlu adanya analisa prinsip-prinsip kesyariahan pada praktek perbankan syariah. 25

Ketentuan dasar yang melandasi dilaksanakannya dua akad dalam pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah sebagaimana disebutkan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 27/2002

Penerapan Prinsip Syariah Pada Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik... - Nun Harrieti

yang menyebutkan bahwa antara akad sewa dan penerima fasilitas mendapatkan kepastian hukum jual beli tidak bissa dikumpulkan dalam satu akad atas ketentuan tersebut. Bank syariah sebagai dan satu obyek, artinya kesepakatan sewa dan jual pihak yang memberikan pembiayaan kepada beli dilarang dilakukan dalam satu akad, karena nasabah penerima fasilitas sudah semestinya hal ini bertentangan dengan Hadis Nabi yang mampu mengakomodir akan kebutuhan tersebut. melarang dua bentuk akad sekaligus dalam satu Perlindungan nasabah tidak hanya dilakukan pada obyek /transaksi. Begitu pula halnya dengan akad awal pelaksanaan pembiayaan Ijarah Muntahiya sewa dengan akad hibah tidak dapat dikumpulkan Bittamlik dengan janji (Wa’d) hibah saja, karena dalam satu obyek atau satu transaksi. Selain itu walaupun berbagai ketentuan sudah secara ketentuan mengenai Janji (Wa’d) yang diberikan jelas diakomodir di dalam akad pembiayaan oleh pihak bank syariah berdasarkan Fatwa Ijarah Muntahiya Bittamlik dengan Janji (Wa’d) Dewan Syariah Nasional No. 27/2002 bersifat Hibah, hal tersebut hanya akan meminimalisir tidak mengikat harus diinformasikan kepada tingkat terjadinya perselisihan, sehingga bukan calon nasabah penerima fasilitas.

berarti perselisihan tidak akan terjadi sama sekali. Berbagai ketentuan untuk menyelesaikan

Informasi yang diberikan secara sepotong- perselisihan yang telah diakomodir di dalam

sepotong dan tidak jelas kepada nasabah akad pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik

penerima fasilitas akan menyebabkan timbulnya dapat dijadikan sarana untuk menyelesaikan

persengketaan dikemudian hari. Terutama

perselisihan ini.

mengenai ketentuan janji (Wa’d) yang diberikan oleh pihak bank pada awal masa Ijarah Muntahiya Forum penyelesaian sengketa merupakan salah Bittamlik yang bersifat tidak mengikat berdasarkan satu cara untuk memberikan perlindungan bagi fatwa Dewan Syariah Nasional No.27/2002. masing-masing pihak yang merasa haknya telah Tidak ada satu pun ketentuan di dalam Akad dilanggar. Musyawarah merupakan cara yang pembiayaan Ijarah Muntahiya BIttamlik dengan paling baik dan mudah dalam menyelesaiakan janji (Wa’d) hibah yang mengatur mengenai sengketa. Selain biayanya yang murah, para pihak ketentuan ini. Pasal 3 Angka (4) Akad Pembiayaan pun dapat mengkomunikasikan permasalahan Ijarah Muntahiya Bittamlik hanya menyebutkan yang dialaminya secara kekeluargaan. Ketentuan- bahwa Setelah berakhirnya masa sewa, maka ketentuan dalam akad pembiayaan Ijarah dengan ini bank syariah berjanji (wa’d) untuk Muntahiya Bittamlik yang dibuat secara terperinci menjual atau menghibahkan Aset Ijarah mengenai hak dan kewajiban para pihak akan kepada nasabah penerima fasilitas. Sedangkan dapat dijadikan landasan yuridis yang kuat mengenai mekanisme pelaksanaannya, termasuk bagi masing-masing pihak untuk memperkuat kondisi-kondisi yang menyebabakan bank dapat pembelaannya. Ketentuan yang jelas mengenai memebatalkan haknya tidak diatur. Janji (Wa’d) pelaksanaan janji (Wa’d) Hibah yang diberikan yang diberikan oleh pihak bank syariah pada awal oleh bank dalam akad pembiayaan Ijarah akan pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik kepada memberikan landasan yang jelas bagi nasabah nasabah penerima fasilitasnya, walaupun bersifat untuk menuntut haknya. tidak mengikat namun sudah selayaknya nasabah

Volume 10 No. 2 Edisi Desember 2017 Hal 201 - 213