Partisipan 6 (N. G)
6. Partisipan 6 (N. G)
Selama dua tahun bermahasiswa di Salatiga, frekuensi makan partisipan 6 (N.G) adalah sebanyak 2 sampai dengan 3 kali setiap harinya, dan lebih sering makan
3 kali. Partisipan makan 2 kali bila partisipan sibuk menyelesaikan banyak tugas kuliah, bangun kesiangan ataupun kehabisan uang makan. Partisipan mengatakan sarapan pagi setiap jam 08.00 atau jam 09.00 kemudian makan siang setelah kelas berakhir atau sekitar jam 13.00 atau 14.00, kemudian makan malam sekitar jam 19.00 atau
20.00 malam.
Jenis makanan yang dikonsumsi partisipan selama di Salatiga adalah nasi sebagai makanan pokok yang berbeda dengan makanan pokok sebelumnya di Papua Jenis makanan yang dikonsumsi partisipan selama di Salatiga adalah nasi sebagai makanan pokok yang berbeda dengan makanan pokok sebelumnya di Papua
Setiap harinya partisipan membeli makan di warung makan dikarenakan tinggal di kos, selain itu partisipan juga makan di kontrakan putra mahasiswa Tolikara.
Buah-buahan yang dikonsumsi partisipan selama di Salatiga adalah mangga, pisang, apel, rambutan, jeruk, papaya, salak, kendodong, giyawas dan semangka. Partisipan biasa membeli buah di pasar, selain itu jika partisipan makan di warung dan tersedia pisang, maka partisipan memakan pisah setelah selesai makan. Partisipan tidak suka mengkonsumsi buah durian dikarenakan baunya yang menyengat.
Makanan lain yang juga dikonsumsi partisipan di Salatiga yaitu bubur kacang hijau, donat, pisang goreng, es kelapa muda, susu coklat, roti coklat, nasi ayam geprak, Makanan lain yang juga dikonsumsi partisipan di Salatiga yaitu bubur kacang hijau, donat, pisang goreng, es kelapa muda, susu coklat, roti coklat, nasi ayam geprak,
Porsi makan partisipan untuk 1 kali makan adalah 1 porsi, dengan nasi, sayur dan lauk sebanyak 600 gram untuk 1 kali makan.
Partisipan juga mengatakan ada jenis makanan yang sebelumnya dikonsumsi selama di Papua, namun tidak lagi dikonsumsi selama di Salatiga yaitu buah merah, kelapa hutan, burung elang, burung kasuari dan tikus pohon atau yang disebut kuskus, partisipan juga menjelaskan adanya perbedaan budaya, orang Jawa tidak mengkonsumsi makan tersebut, sehingga partisipan tidak lagi mengkonsumsinya karena tidak tersediannya makanan tersebut, ataupun partisipan tidak menemukan makanan tersebut selama di Salatiga.
Ada beberapa jenis makanan yang tidak disukai oleh partisipan selama di Salatiga yaitu durian, sate karena menurut partisipan dia mendengar sate di Jawa terbuat dari daging tikus, kemudian bakso, partisipan tidak menyukai segala jenis makanan yang berbahan mie, termasuk mie goreng dan mie instan, partisipan juga tidak menyukai sayur yang manis, sehingga jika dia makan di warung dan mendapati
sayur
yang
manis,
partisipan
tidak tidak
mengkonsumsi tahu santan atau masyarakat sini menyebutnya tahu terik.
Selama di Salatiga partisipan juga mengkonsumsi papeda namun sangat jarang karena ketersediaan papeda yang langka. Papeda dikonsumsi bila ada teman yang membawa sagu dari Papua.
Selama di Salatiga partisipan belum pernah makan makanan khas Salatiga, bahkan partisipan tidak mengetahui jenis makanan khas dari Salatiga. Selain itu kesan partisipan terhadap makanan yang dijumpai selama di Salatiga adalah terasa manis, tidak enak dan aneh bagi partisipan, serta tidak disukai, karena partisipan sudah terbiasa dengan rasa asin dan pedas, sehingga ketika mengkonsumsi
menyukainya karena tidak enak.
Partisipan menjelaskan bahwa ada perubahan dalam perilaku makan partisipan yaitu selama di Salatiga makanan selalu dibeli, sehingga bila kehabisan uang makan, partisipan akan kesulitan makan. Sedangkan di Tolikara partisipan mengatakan selalu ada makanan, selain itu biila tidak ada nasi, ada ubi jalar yang ditanam, dipanen dan dimasak, sama halnya dengan bila tidak ada uang untuk Partisipan menjelaskan bahwa ada perubahan dalam perilaku makan partisipan yaitu selama di Salatiga makanan selalu dibeli, sehingga bila kehabisan uang makan, partisipan akan kesulitan makan. Sedangkan di Tolikara partisipan mengatakan selalu ada makanan, selain itu biila tidak ada nasi, ada ubi jalar yang ditanam, dipanen dan dimasak, sama halnya dengan bila tidak ada uang untuk