Biaya Usaha Tani Dan Harga Referensi Daerah Komoditas Cabai Merah Di Sumatera Utara

(1)

52

DAFTAR PUSTAKA

Amir, 2004. Strategi Memasuki Pasar Ekspor. Penerbit PPM. Jakarta.. Anonymous. 2007 a. Cabai Merah ( capsicum annum L).

Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, 2012. Surat Kesepakatan Harga Referensi Daerah Jagung Tahun 2012 di Provinsi Sumatera Utara. Medan.

Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura. 2005. Statistik Tanaman Sayuran. Departemen Pertanian. Jakarata.

Ginting, P. 2006. Pemasaran Produk Pertanian. USU Press. Medan. Hernanto, Fadholi. 1996. Ilmu Usahatani. Penebar swadaya. Jakarta.

Mei, Theresia. M.H. 2006. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Sayuran Organik Yayasan Bina Sarana Bhakti. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mubyarto. 1977. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.

Nasir, M. 1999. Heritabilitas dan Kemajuan Genetik Harapan Karakter Agionomi Tanaman Lombak (capcum annuum L) Habitat. 11 (109) : 1 - 8.

Nurliah, Elly. 2002. Analisis Pendapatan Usahatani Dan Pemasaran Cabai Merah Keriting di Desa Sindangmekar Kecamatan Wanaraja Kabupaten Garut, Jawa Barat. Jurusan Ilmu- Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pracaya, 2003. Bertanam Lombok Kanisius. Yogyakarta. P. 11 – 19. Prajnanta, F. 2005. Agribis Cabai Hibrida. Peneban Swadaya. Jakarta.

Pusat Data dan Informasi Pertanian. Volume 5, Nomor 2. 2006. PDB Sektor Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Pusat Data dan Informasi Pertanian. Volume 5, Nomor 4. 2006. PDB Sektor Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Rachmat, Muchjidin. Peranan Sayuran dalam Perekonomian Nasional. 2005. Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka. Departemen Pertanian. Jakarta.


(2)

Setiadi, 1990. Bertanam cabai. Penebar Swadaya. PP 182. Soekartawi, 1993. Analisis Usahatani. UI Press. Jakarta.

Soekartawi, 2003. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian. RAJA Grafindo Persada. Jakarta.

Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia. UI Press.Jakarta.

Soekartawi dkk, 2011. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI Press. Jakarta.


(3)

26

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Sampel

Daerah penelitian adalah Sumatera Utara. Propinsi Sumatera Utara dipilih sebagai daerah penelitian dikarenakan Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu Propinsi yang akan menetapkan harga referensi daerah untuk komoditi Cabai.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Adapun data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari data hasil wawancara langsung antara peneliti dan responden yaitu pimpinan di Dinas Pertanian dan badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara. Sedangkan data sekunder merupakan data yang baru diperoleh peneliti dari dinas terkait seperti Kantor Badan Ketahanan Pangan Sumut, Dinas Pertanian Sumut,dan Balai Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara

3.3 Metode Analisis Data

Untuk tujuan pertama akan dianalisis secara diskriptif, yaitu diskripsi tentang proses penentuan HRD Cabai oleh stake holder.


(4)

TC = FC+VC

Untuk tujuan kedua dianalisis dengan menggunakan tabulasi sederhana untuk menghitung biaya produksi

Keterangan: TC = Total Cost (Total Biaya) FC = Fixed Cost (Biaya Tetap) VC = Variable Cost (Biaya Variabel)

Untuk tujuan ketiga digunakan analisis Pendapatan yang dibedakan menjadi dua, pertama pendapatan atas biaya tunai (pendapatan tunai) yaitu biaya yang benar- benar dikeluarkan secara tunai oleh petani (explicit cost). Kedua, pendapatan atas biaya total (pendapatan total) dimana semua input milik keluarga juga diperhitungkan sebagai biaya.

Secara umum pendapatan diperhitungkan sebagai penerimaan dikurangi dengan semua biaya yang telah dikeluarkan, baik biaya tunai maupun tidak tunai. Secara matematis tingkat pendapatan usahatani dapat ditulis sebagai berikut (soekartawi, 1993).

I tunai = NP – BT

I total = NP – (BT + BD) Dimana :


(5)

28 I tunai = Pendapatan tunai

I total = Pendapatan total

NP = Nilai Produksi (jumlah produk x harga output) (Rp) BT = Biaya Tunai (Rp)

BD = Biaya Diperhitungkan (Rp)

Biaya tunai terdiri dari sarana produksi, tenaga kerja luar keluarga, dan pajak lahan. Biaya yang diperhitungkan meliputi sewa lahan, penyusutan alat, dan tenaga kerja dalam keluarga, serta biaya bibit sendiri. Biaya penyusutan alat- alat pertanian diperhitungkan dengan membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dengan lamanya modal pakai. Metode yang digunakan ini adalah metode garis lurus. Metode ini digunakan karena jumlah penyusutan alat tiap tahunnya dianggap sama dan diasumsikan tidak laku bila dijual.


(6)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 . Usaha Tani Cabe Merah 4.1.1. Pengolahan Lahan

Sebelum melakukan penanaman cabe biasanya petani di Sumatera Utara akan melakukan pengolahan lahan . Kedalaman cangkul antara 20 - 30 cm, agar akar tanaman dapat dengan leluasa memperoleh zat hara yang ada di dalam tanah. Bila tanah sudah gembur bedengan dapat langsung dibuat. Bedengan dibuat setinggi 30 - 40 cm, lebar bedengan ± 100 cm, serta jarak antar bedengan ± 40 cm dengan tujuan agar bisa dilalui oleh petani. Selain itu, perlu dibuatkan saluran air sebagai tempat untuk penampungan atau pembuangan air yang berlebihan. Ini perlu dibuat agar pada waktu musim kering, air pada saluran penampungan tersebut dapat dimanfaatkan. Biasanya penanaman cabai di lahan tegalan dilakukan pada akhir musim hujan.

Dalam pengolahan lahan atau persiapan lahan petani yang memiliki luasan rata-rata lahan 0,4 ha melakukan pengolahan lahan sendiri dan dibantu oleh 1 orang tenaga kerja dalam keluarga dan 1 orang tenaga kerja luar keluarga. Sedangkan petani yang memiliki lahan 1 ha mengolah lahannya dibantu oleh 6 orang tenaga kerja, terdiri dari 1 orang tenaga kerja dalam keluarga dan 5 orang tenaga kerja luar keluarga, dengan upah sebesar Rp. 20.000,- per orang per hari. Pengolahan lahan untuk lahan 1 ha menghabiskan


(7)

30

waktu 10 hari dan pada lahan 0,4 ha dikerjakan selama 5 hari. Terdapat perbedaan lamanya hari pada saat pengolahan lahan untuk sistem non organik. Pada lahan 1 ha petani mengolah lahan selama 8 hari dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 6 orang dan pada lahan 0,2 ha yang dikerjakan selama 2 hari dilakukan oleh 4 orang tenaga kerja.

4.1.2. Pembenihan Tanaman

Penyiapan benih dilakukan pada bedengan yang dibuat khusus untuk pembenihan. Pada umumnya petani menyemai benih cabai dalam bedengan yang ukurannya bervariasi. Petani responden umumnya berpedoman bahwa untuk bedengan pembenihan cabai yang luasnya 2 m2 dapat membenihkan cabai seluas 1.000 m2, jadi ukuran dan banyaknya bedengan yang akan dibuat tergantung pada areal pertanaman yang dimiliki petani. Dengan demikian, kebutuhan benih ± 500 g/ha. Setiap meter persegi luas bedengan diberi 5- 10 kg pupuk kandang dan kompos. Di atas bedengan diberi naungan yang tingginya sekitar 1 m di bagian barat dan 1,5 m di bagian timur. Bila umur calon bibit sudah 2 minggu, sebagian naungannya dibuang. Sisa naungannya dapat dibuang setelah umur calon bibit tersebut sudah 3 minggu.

Buah yang memenuhi syarat dipotong menjadi tiga bagian yang setiap bagiannya harus sama panjang antara 2 - 3 cm. Biji untuk benih diambil dari potongan bagian tengah. Potongan bagian tengah ini umumnya memiliki biji yang lebih padat, lebih banyak, lebih besar, dan kemungkinan sudah mengalami


(8)

penyerbukan sempurna. Potogan yang dipilih dibelah, kemudian bijinya dikeluarkan untuk dijemur sampai kering. Setelah biji cabai untuk benih diperoleh, tahap berikutnya melakukan seleksi biji untuk mendapatkan benih

cabai yang baik. Seleksi ini bertujuan agar diperoleh benih cabai dengan daya tumbuh yang baik. Penyeleksian dilakukan dengan cara biji calon benih dimasukkan ke dalam ember atau bak berisi air dan diaduk- aduk. Dengan cara ini tampak adanya biji yang mengambang dan yang tenggelam. Biji yang mengambang merupakan biji yang kurang baik untuk benih. Biji ini merupakan biji yang tidak berisi (kosong). Sebaliknya, biji yang tenggelam merupakan biji yang berisi.

Bila tidak langsung digunakan, benih yang terpilih dapat disimpan, dengan cara benih ditebarkan merata di atas tampah dan dikeringkan dengan cara dijemur, tetapi tidak langsung di bawah sinar matahari. Lamanya penjemuran ini tergantung dari cuaca saat itu. Bila hari panas, lamanya pengeringan 3 hari. Sebaliknya bila hari hujan, lamanya pengeringan dapat dilakukan hingga seminggu. Benih yang sudah kering dimasukkan ke dalam botol hingga ¾ tinggi botol, sedangkan ruang sisanya diisi abu pembakaran. Dengan cara ini benih dapat disimpan hingga 2 - 3 bulan tanpa mempengaruhi daya tumbuhnya.


(9)

32

Sebelum disemai, benih yang terpilih direndam selama 1 - 2 jam ke dalam air hangat. Cara ini agar dapat mempercepat perkecambahan dan juga dapat membantu menghilangkan sisa- sisa bakteri dan cendawan yang bisa mengganggu. Setelah itu, benih dapat langsung ditebarkan ke persemaian. Penyemaian benih di bedengan cukup dengan menebarkan benih di atas tanah persemaian. Jarak tebaran antara 3 - 6 cm. Setelah benih ditebarkan di bedengan, di atas benih tersebut ditaburkan pupuk kandang dan kompos. Benih yang ditebarkan harus dilindungi dari terpaan sinar matahari langsung ataupun air hujan.

Biasanya 1 - 2 minggu setelah penebaran, benih sudah mulai bertunas. Untuk mendapatkan bibit yang siap tanam, tentunya semaian harus dirawat dengan baik. Semaian siap tanam setelah berusia sekitar dua minggu. Secara umum, perawatan yang dilakukan antara lain penyiraman serta pengendalian serangan hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi dan sore bila di bedengan penyemaian sangat panas. Bila udara dingin atau terjadi hujan, penyiraman dapat ditiadakan atau hanya sekali penyiraman saja yaitu pada pagi hari saja. Persemaian perlu dijaga dari kemungkinan serangan hama dan penyakit. Hama dan penyakit yang sering mengganggu persemaian antara lain semut, cacing dan jamur. Biasanya petani responden melakukan pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan pengobatan secara alami, yaitu menggunakan daun sirsak, daun surai, ataupun bisa juga dengan daun sereh.


(10)

4.1.3. Penanaman

Secara umum budidaya cabai merah organik dilakukan secara polikultur atau tumpang sari dengan tanaman kol dan bisa juga dengan tanaman sawi putih. Dalam budidaya tanaman cabai organik ini hanya dilakukan dalam satu musim tanam, yaitu hanya satu tahun sekali sampai habis masa pertumbuhannya. Penanaman ini dilakukan pada bedengan- bedengan yang sudah disiapkan.

4.1.4. Penentuan Jarak Tanam

Berdasarkan pengalaman petani responden jarak tanam yang lebar akan lebih baik untuk kesehatan tanaman. Jarak tanam yang umumnya digunakan petani responden adalah 60 cm x 60 cm. Dengan jarak tanam yang lebar, selain memberikan dampak positif terhadap kesehatan tanaman, juga dapat memberikan keuntungan lain bagi tanaman, yaitu agar masing- masing tanaman tidak saling berebut makanan, tidak berebut air, dan dapat memperoleh sinar matahari atau cahaya yang cukup karena tanaman akan tidak saling menaungi.

4.1.5. Penanaman Bibit

Bibit yang siap tanam merupakan bibit yang sudah berumur 1 - 1,5 bulan setelah penyemaian benih. Sebelum penanaman, polibag tempat pembibitan harus dibuang terlebih dahulu. Setelah itu, tanah dan bibitnya ditanam di lubang tanam yang sudah disiapkan sebelumnya. Saat pembuangan polibag perlu dijaga


(11)

34

agar akar tanamannya tidak rusak. Untuk itu, perlakuan ini harus dilakukan dengan hati- hati, maka sebaiknya hal ini dilakukan di dekat lubang tanam agar bibitnya dapat langsung dimasukkan ke dalam lubang tanam.

Bila penanaman dilakukan dengan cara polikultur atau tumpang sari jumlah tanaman yang akan ditanam berkisar 2.000 - 6.000 tanaman pada luasan lahan 0,4 – 0,6 ha dengan jarak tanam 60 cm x 60 cm. Setelah tanaman dimasukkan ke dalam lubang tanam, tanah bekas galiannya dimasukkan menyusul ke dalam lubang tanam sambil diuruk hingga batas pangkal batang atau menutupi tanah bekas pembibitan. Selanjutnya bagian tanah di sekitar tanaman ditekan- tekan atau diinjak-injak yang arahnya ke bagian akar agar tanah menjadi sedikit lebih padat. Cara ini bertujuan agar tanaman tidak mudah goyang.

Waktu penanaman sebaiknya dilakukan pada pagi hari antara pukul 07.00 - 09.00 atau sore hari setelah pukul 15.00. Setelah penanaman, penyiraman dapat langsung dilakukan. Pelindung tanaman juga diperlukan untuk tanaman cabai merah ini, fungsinya untuk melindungi tanaman agar tanaman tidak terkena sengatan sinar matahari secara langsung serta terhindar dari terpaan air hujan dan angin kencang. Para petani membuat pelindung atau naungan dari pelepah daun pisang kering ataupun daun kelapa. Pelindung ini cukup ditopang dengan tiang bambu kecil atau ranting kayu asalkan cukup kuat untuk menahan air hujan ataupun terpaan angin kencang. Agar


(12)

35

kelembaban tanah terjaga, di atas tanah biasanya diberikan mulsa atau penutup tanah, dan petani biasanya menggunakan daun kering, rumput kering atau plastik perak sebagai mulsa.

4.1.6. Pemupukan Tanaman

Seminggu setelah penanaman, dapat dilakukan pemupukan awal. Tujuan pemupukan ini adalah agar kol yang akan dipanen lebih dulu akan mendapat makanan yang cukup tanpa terjadi perebutan makanan antara cabai dan kol. Pupuk yang biasa digunakan petani responden adalah pupuk kandang dari kotoran sapi, domba dan kambing. Aturan pemberian pupuk yang dilakukan petani yaitu setiap satu lubang tanam diberi 1 kg pupuk kandang atau kompos sebelum tanaman ditanam, diaduk dan didiamkan selama 2 hari. Proses pemupukan awal ini dilakukan bersamaan saat proses pengolahan lahan, sehingga jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah sama saja. Kemudian dilakukan pemupukan susulan,dilakukan pada saat awal pertumbuhan, pembentukan bunga dan buah serta saat proses pematangan buah. Waktu pemberiannya adalah saat tanaman berumur 1, 3, dan 5 minggu. Pupuk yang biasa digunakan petani adalah pupuk cair organik yang terbuat dari kotoran ternak (urine kambing, domba dan sapi) atau bisa juga terbuat dari kulit udang, bulu ayam, ikan busuk (ikan teri, ikan peda dan lain- lain) atau bisa juga untuk pengendalian penyakit menggunakan “supergrow organic”.


(13)

36

Proses pemupukan susulan pada lahan 1 ha dikerjakan oleh tiga orang tenaga kerja yang terdiri dari dua orang tenaga kerja pria masing-masing dari luar keluarga dan dalam keluarga mengerjakan kegiatan ini selama lima hari dan dibantu oleh 1 orang tenaga kerja wanita dari dalam keluarga dan dikerjakan selama 2 hari. Namun, pada proses pemupukan susulan untuk lahan 0,4 ha hanya dibutuhkan 2 orang tenaga pria masing-masing dari luar keluarga dan dalam keluarga, dan dikerjakan selama 2 hari.

4.1.7. Perawatan Tanaman

Penyulaman tanaman pada cabai merah diperlukan untuk mengganti tanaman utama yang mengalami pelayuan tanaman atau mati. Proses penyulaman ini dilakukan sejak satu hingga dua minggu setelah tanam. Caranya adalah dengan mengganti tanaman yang mati dengan tanaman yang baru. Bibit yang digunakan untuk penyulaman adalah sisa bibit yang masih ada di polibag. Proses penyulaman pada lahan 1 ha dan 0,4 menggunakan tenaga kerja wanita sebanyak 2 orang dan masing-masing lahan dikerjakan dalam waktu 7 hari dan 3 hari.

4.1.7. Pengontrolan Tanaman

Dalam pengontrolan petani melakukan pengamatan terhadap hama dan penyakit. Kegiatan ini dilakukan setiap hari dan biasanya yang mengerjakan adalah tenaga kerja perempuan. Hama yang sering menyerang cabai merah organik adalah ulat. Cara pembersihan hama ulat ini hanya diambil satu- satu


(14)

dari daunnya, tanpa menggunakan obat- obatan. Ketika melakukan pengamatan hama dan penyakit, bisa juga dilakukan pembersihan gulma di sekitar tanaman cabai.

4.1.8. Panen

Bila tidak ada hambatan dan perawatan cukup intensif, tanaman cabai merah akan dapat dipanen pertama kalinya pada usia 70-75 hari. Selanjutnya, cabai merah dapat dipanen secara terus- menerus dengan selang waktu pemanenan 4 hari sekali, sampai maksimal umur tanaman 1,5 tahun. Setelah umur 1,5 tahun tanaman sudah tidak dapat lagi menghasilkan buah. Cara panen untuk perlu diperhatikan, pemetikan buah hendaknya dilakukan dengan mengikutkan tangkai buahnya. Tujuannya agar buah bisa bertahan lama setelah dipetik, dan tingkat kematangan buah sewaktu panen bisa disesuaikan dengan kebutuhan, bila menghendaki cabai yang merah berarti waktu panennya bisa lebih lama. Menurut petani, saat pemanenan perlu diperhatikan pemilihan cabai yang sehat untuk dijadikan induk penghasil benih pada penanaman berikutnya. Tanaman yang terpilih kemudian dipelihara buahnya sampai benar- benar tua. Setelah tua, cabai tersebut dipetik, dijemur, dan bijinya disortir untuk mendapatkan biji yang sehat.

Selama masa produktif tanaman yaitu 1,5 tahun cabai merah dapat dipanen sebanyak 117 kali pada lahan 1 ha, sedangkan pada lahan 0,4 ha untuk satu musim tanam dapat dipanen sebanyak 58 kali panen. Setiap


(15)

38

pemanenan hanya membutuhkan 2 orang tenaga kerja dari dalam keluarga, karena pemanenan ini tidak terlalu sulit dalam pelaksanaannya.

4.1.9. Pemasaran Hasil

Cabai merah yang telah dipanen langsung dijual oleh petani ke konsumen, yaitu pemilik restoran- restoran dengan produk organik dan juga pemilik kios/ toko sayuran organik yang ada di pusat pasar tradisional di Sumatera Utara dengan harga yang diterima petani antara Rp 20.000,00 sampai Rp 35.000,00 per kilogram. Proses pemasaran yang terjadi yaitu konsumen mengambil sendiri cabai merah organik tersebut ke tempat petani sesuai jumlah yang diminta sebelumnya

4.2. Biaya Produksi

Sarana produksi merupakan faktor pengantar produksi usahatani. Sarana produksi pada usahatani cabai merah organik dan non organik terdiri dari bibit, lahan, tenaga kerja dan alat- alat pertanian yang digunakan pada saat budidaya berlangsung. Berikut dijelaskan sarana produksi yang terdapat dalam usahatani cabai merah.

4.3. Bibit

Cabai merah yang ditanam oleh petani biasanya adalah Hot Chilli atau petani lebih sering menggunakan bibit lokal yang dibuat sendiri. Bibit jenis

Hot Chilli diperoleh petani dengan membeli di toko pertanian sedangkan bila membuat sendiri bibit diperoleh dari buah yang sebelumnya


(16)

telah dipanen dimana dipilih yang bentuknya sempurna sehingga nantinya menghasilkan bibit yang baik kualitasnya. Jarak tanam yang umum digunakan petani adalah 60 x 60 cm, maka untuk luasan lahan 1 hektar bibit yang dibutuhkan adalah 25.000 bibit cabai merah organik dengan hasil panen sebanyak 10.000 kg, sedangkan untuk luasan lahan 1 hektar cabai merah non organik bibit yang dibutuhkan sebanyak 25.000 dengan hasil panen sebanyak 15.000 kg cabai merah non organik dan ditambah dengan bibit cadangan yang digunakan untuk penyulaman sebanyak 20% dari bibit yang dibutuhkan.

4.4. Lahan

Rata-rata kepemilikan lahan berkisar antara 0,1 ha sampai 1 , 2 ha. Lahan seluas ini biasanya hanya ditanami dengan satu jenis tanaman utama dan satu jenis tanaman sebagai tanaman pendamping untuk sistem polikultur.

4.5. Tenaga Kerja

Kebutuhan tenaga kerja untuk usahatani cabai merah, baik secara organik maupun non organik dapat berupa tenaga kerja dalam keluarga yaitu tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga petani dan tenaga kerja luar keluarga yaitu tenaga kerja yang merupakan tenaga upahan.

Jadwal atau waktu kerja b i a s a n y a mulai pukul 07.00 sampai pukul 15.00 (8 jam kerja) untuk tenaga kerja laki- laki, sedangkan pukul 07.00 sampai pukul 13.00 (6 jam kerja)untuk tenaga kerja perempuan. Tingkat upah


(17)

40

penggunaan tenaga kerja pada usahatani non organik pada lahan 1 hektar lebih banyak menggunakan tenaga kerja pria yaitu sebesar 55 persen atau sebanyak 276 HKP, sedangkan wanita sebesar 45 persen atau sebanyak 227 HKP. Perincian penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan budidaya tanaman cabai merah non organik untuk produksi satu tahun dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Cabe Merah Non Organik Per Hektar Untuk Masa Produksi Satu Tahun d i S u m u t

Sumber : Dinas Pertanian Sumatera Utara, 213 (diolah)

Rata-rata yang dibayarkan untuk tenaga kerja laki- laki adalah Rp 20.000,-/ hari dan untuk perempuan adalah Rp 10.000,-20.000,-/ hari. Jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam usahatani cabai merah rata- rata sebanyak dua orang yaitu istri dan anak petani. Kontribusi masing- masing tenaga kerja pada setiap proses usahatani cabai merah organic. Tenaga kerja perempuan lebih banyak digunakan pada kegiatan pemanenan dan perawatan. Kontribusi tenaga kerja perempuan dalam usahatani ini sebesar 56 persen dari total pemakaian tenaga kerja

No Kegiatan

Penggunaan Tenaga Kerja

Total Persentasii ket

Luar Dalam

L P L P

1 Persiapan Lahan 40,0 - 8,0 - 48,0 9,54 -

2 Penanaman - 15,0 3,0 2,4 20,4 4,06 -

3 Penyulaman - - 7,0 5,6 12,6 2,50 -

4 Perawatan 20,0 96,0 60,0 48,0 224,0 44,53 -

5 Pemupukan 7,0 - 7,0 1,6 15,6 3,11 -

6 Penyemprotan 25,5 - 25,5 - 51,0 10,14 -

7 Pemanenan - - 73,0 58,4 131,4 26,12 -

Total 92,5 111,0 183,5 116,0 503,0 -


(18)

Dalam kegiatan budidaya cabai merah non organik tenaga kerja yang digunakan sebanyak 503 HKP dengan perincian jumlah tenaga kerja luar keluarga sebanyak 203,5 HKP dan jumlah tenaga kerja dalam keluarga sebanyak 300 HKP. Penggunaan tenaga kerja paling banyak pada saat kegiatan perawatan yaitu sebesar 44 persen dan pada kegiatan pemanenan sebesar 26 persen.

Dalam kegiatan budidaya cabai merah non organik pada luasan rata- rata lahan (0,2 Ha) tenaga kerja yang digunakan sebanyak 163,2 HKP dengan perincian jumlah tenaga kerja luar keluarga sebanyak 32,8 HKP dan jumlah enaga kerja dalam keluarga sebanyak 130,4 HKP. Penggunaan tenaga kerja paling banyak pada saat kegiatan perawatan yaitu sebesar 53 persen dan pada kegiatan pemanenan sebesar 32 persen ( Pusat Data dan Informasi Pertanian. Volume 5, Nomor 4. 2006. PDB Sektor Pertanian).

Penggunaan tenaga kerja pada usahatani non organik ini lebih banyak menggunakan tenaga kerja wanita yaitu sebesar 50,5 persen atau sebanyak 82,4 HKP, sedangkan wanita sebesar 49,50 persen atau sebanyak 81 HKP. Perincian penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan budidaya tanaman cabai merah non organik untuk produksi satu tahun dapat ilihat pada Tabel 4.2.


(19)

42

T a b e l 4 . 2 .Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Cabai Merah Non Organik Per Luasan Rata- rata Lahan (0,2 Ha) Untuk Masa Produksi Satu Tahun Di Sumut, 2012

No

Kegiatan Usahatani

Penggunaan Tenaga

Total Persentase (%)

Luar Dalam

L P L P

1 Persiapan lahan 2,0 - - 0,8 3,8 2,31

2 Penanaman - 0,8 1,0 0,8 2,6 1,60

3 Penyulaman - - 1,0 0,8 1,8 1,10

4 Perawatan - 28,0 30,0 28,0 86,0 52,70

5 Pemupukan 2,0 - 2,0 - 4,0 2,45

6 Pemanenan - - 29,0 23,2 52,2 32,00

7 Penyemprotan - - 12,8 - 12,8 7,84

Total 4,0 28,8 48,8 53,6 163,2

100,0

Nilai Tenaga 80 576 976 1.072 3.264

Sumber : Dinas Pertanian Sumatera Utara, 213 (diolah)

Terdapat perbedaan penggunaan tenaga kerja antara usahatani cabai merah dengan budidaya secara organik dan non organik. Pada usahatani secara organik penggunaan tenaga kerja lebih banyak daripada usahatani secara non organik, yaitu sebesar 866,4 HKP dan non organik sebanyak 503 HKP pada luasan lahan satu hektar. Penggunaan tenaga kerja perempuan pada budidaya secara organik lebih banyak daripada non organik, yaitu sebesar 485,4 HKP dan 227 HKP (Pusat Data dan Informasi Pertanian. Volume 5, Nomor 4. 2006. PDB Sektor Pertanian).

Hal ini karena budidaya secara organik membutuhkan perawatan yang sangat teliti dan telaten agar tanaman yang dihasilkan memuaskan. Sehingga petani yang menggunakan budidaya secara organik harus mengeluarkan biaya untuk upah seluruh tenaga kerjanya lebih banyak dibandingkan dengan budidaya secara non organik.


(20)

4.6. Alat- Alat Pertanian

Dalam usahatani ini jenis alat- alat pertanian yang digunakan meliputi cangkul, sprayer, kored, garpu, dan golok. Cangkul \digunakan untuk menggemburkan tanah dan membuat selokan air. Kored dan golok digunakan petani untuk membersihkan/ menyiangi gulma, dan rumput ataupun semak- semak yang mengganggu tanaman. Garpu digunakan untuk menggemburkan tanah dan membalik- balikkan tanah pada saat pengolahan dan pemberian pupuk. Sprayer digunakan untuk menyemprotkan air dan untuk menyemprotkan pupuk cair organik, atau untuk budidaya non organik digunakan untuk menyemprotkan pestisida. Petani tidak selalu membeli alat- alat pertanian setiap kali musim tanam, sebab setiap alat yang digunakan memiliki umur teknis lebih dari dua tahun.

Tabel. 4 . 3 Penggunaan Peralatan Usahatani Cabai Merah untuk Satu MusimTanam di Sumut, 2012 per Rata-rata Luasan Lahan

Sumber : Dinas Pertanian Sumatera Utara, 213 (diolah)

No Jenis Alat Jumlah (Buah) Harga (Rp) Nilai (Rp) Umur Teknis Penyusutan (Rp/Tahun)

1 Cangkul 1 50.000 50.000 3 16.666

2 Sprayer 1 175.000 175.000 5 35.000

3 Kored 2 25.000 50.000 3 16.666

4 Garpu 1 15.000 15.000 3 5.000

5 Golok 1 30.000 30.000 3 10.000

6 Sabit 1 17.000 17.000 3 5.666

7 Linggis 1 100.000 100.000 5 20.000


(21)

44

Penggunaan alat- alat pertanian untuk setiap budidaya, baik secara organik maupun non organik adalah sama, hanya jumlah yang dimiliki petani adalah sama, tergantung kepemilikan luas lahan petani. Tabel 4 . 3 dan Tabel 4 . 4

Tabel. 4 . 4 Penggunaan Peralatan Usahatani Cabai Merah untuk Satu Musim Tanam di Sumut per Hektar

Sumber : Dinas Pertanian Sumatera Utara, 213 (diolah)

menunjukkan nilai penyusutan peralatan pertanian yang digunakan dalam usahatani cabai merah baik yang digunakan secara organik maupun non organik yaitu pada luasan lahan rata-rata nilai penyusutan sebesar Rp 159.998,00 per tahun. Penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus dengan asumsi peralatan tersebut tidak dapat digunakan lagi setelah melewati umur teknis. Nilai penyusutan untuk alat- alat yang digunakan pada lahan 1 ha sebesar Rp. 316.666,-

Biaya yang dikeluarkan petani terdiri atas biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai untuk usahatani cabai merah non organik ini terdiri dari biaya sarana produksi seperti biaya benih, pupuk kandang, pestisida, tenaga kerja luar keluarga, pembelian ajir (bambu) dan tali rafia. Sedangkan biaya yang termasuk biaya yang diperhitungkan adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga,

No Jenis Alat Jumlah (Buah) Harga (Rp) Nilai (Rp) Umur Teknis (Tahun) Penyusutan (Rp/Tahun)

1 Cangkul 6 50.000 300.000 3 100.000

2 Sprayer 3 175.000 350.000 5 70.000

3 Kored 4 25.000 100.000 3 33.333

4 Garpu 3 15.000 45.000 3 15.000

5 Golok 3 30.000 90.000 3 30.000

6 Sabit 5 17.000 85.000 3 28.333

7 Linggis 2 100.000 200.000 5 40.000


(22)

biaya penyusutan alat pertanian (cangkul, sprayer, kored, garpu dan golok) dan biaya sewa lahan.

Alokasi biaya terbesar dalam saran produksi adalah untuk pupuk kandang. Rata-rata penggunaan pupuk kandang per luasan rata - rata lahan per musim tanam adalah 3.000 kg, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk membeli pupuk kandang adalah sebesar Rp 1.800.000,00. Rata-rata penggunaan pupuk kandang per hektar per musim tanam sebesar 15.000 kg. Biaya yang dkeluarkan untuk pembelian pupuk kandang sebesar Rp 9.000.000.00. Penggunaan pupuk kandang pada budidaya non organik berbeda cara pemberiannya pada budidaya organik, dimana pemberian pupuk pada budidaya non organik dilakukan dengan menyebar pupuk tersebut secara merata di atas lubang tanam.

Pupuk kimia yang digunakan dalam usahatani cabai merah non organik terdiri dari pupuk urea, SP36 dan KCL yang dibeli dengan harga masing- masing Rp. 1.200,- per kilogram, Rp 1.550,00 per kilogram dan Rp 1.460,00 per kilogram. Rata- rata penggunaan pupuk kimia per luasan 1 hektar lahan dalam 1 musim tanam adalah sebanyak pupuk urea 200 kg, SP36 150 kg dan KCL 100 kg. Sedangkan pada luasan rata- rata lahan (0,2 ha) pupuk yang digunakan sebanyak 40 kg untuk penggunaan urea, 30 kg untuk penggunaan SP36 dan 20 kg untuk penggunaan KCL.

Tenaga kerja dalam keluarga yang digunakan dalam usahatani cabai non organik adalah untuk luasan rata- rata lahan adalah sebesar 130,4 HKP dan untuk


(23)

46

1 hektar sebesar 300 HKP. Tenaga kerja dalam keluarga ini terdiri dari isteri atau anak- anak dari petani tersebut. Isteri atau anak- anak petani dianggap sebagai buruh tani, sehingga isteri petani juga diberi upah seperti tenaga kerja luar keluarga.

Biaya total yang dikeluarkan petani untuk usahatani cabai merah non organik per luasan lahan rata-rata per musim tanam adalah sebesar Rp 6.503.698,00 sedangkan per hektar per musim tanam sebesar Rp 25.707.499,00. Pada rata-rata luasan lahan, pendapatan yang diperoleh atas biaya tunai sebesar Rp 11.960.000,00 sedangkan pendapatan atas biaya total per luasan rata-rata lahan sebesar Rp. 9.096.302,00. Pada luasan lahan 1 hektar pendapatan yang diperoleh atas biaya tunai sebesar Rp 59.172.500,00 sedangkan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 52.365.834,00 .

4.7. Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Merah

Pada usahatani cabai merah non organik, penerimaan total diperoleh petani dari produksi yang dihasilkan dikalikan dengan harga yang berlaku. Produksi rata- rata cabai merah non organik per luasan rata-rata lahan per musim tanam adalah 3.000 kg, dengan luasan rata-rata lahan usahatani cabai merah non organik sebesar 0,2 hektar. Hasil panen ini selain dijual, juga dikonsumsi sendiri oleh petani rata- rata sebanyak 1 persen (30 kg). Maka, produksi rata- rata cabai merah non organik per rata-rata luasan lahan per musim tanam setelah dikurangi dengan tingkat kegagalan panen sebesar 20 persen adalah 2.400 kg. Sehingga penerimaan petani yang diperoleh sebesar Rp. 15.600.000,- per luasan rata-rata lahan dan


(24)

penerimaan yang diterima petani per hektar sebesar Rp. 78.000.000,- dengan asumsi perhitungan yang sama.

4.8. Penentuan Harga Referensi Daerah Cabai Merah

Harga referensi daerah cabai adalah harga minimum pembelian cabai di tingkat petani yang disepakati sebesar biaya produksi ditambah margin / keuntungan petani sebesar 30 % (tiga puluh persen). Tujuan disepakatinya harga referensi daerah cabai di Provinsi Sumatera Utara adalah untuk menjadi acuan bagi petani podusen dan pelaku tata niaga cabai sehingga tidak merugikan petani. Yang menentukan harga referensi daerah adalah seluruh organisasi atau himpunan petani/kelompok tani/gabungan kelompok tani Cabai di Sumatera Utara, Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara, Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, DInas Pertanian dan Perindustrian Provinsi Sumatera Utara, Biro Perekonomian Setdaprovsu.

Sesungguhnya penentuan HRD (Harga Referensi Daerah) yang dilakukan melalui diskusi seluruh stake holder merupakan dilema. Pada satu sisi jika HRD (Harga Referensi Daerah) dianggap rendah oleh petani, maka petani akan enggan menanam cabai dan Propinsi harus mengadakan impor dari luar Sumatera Utara untuk mencukupi konsumsi, dan hal ini memberikan dampak pada semakin melemahnya posisi petani.

Pada sisi yang lain tingginya harga referensi daerah akan dapat menyebabkan industri hilir berbahan baku cabai beralih membeli cabai dari luar Sumatera Utara,


(25)

48

sehingga akan terjadi kelebihan penawaran cabai di Sumatera Utara yang justru akan melemahkan harga cabai pada tingkat harga yang merugikan petani.

Ketetapan HRD oleh pemerintah menjadi indikator penting dalam menambah ketersediaan cabai di Sumatera Utara. Namun demikian, harga referensi daerah yang tinggi juga akan dapat menyebabkan kenaikan produksi menjadi sia-sia jika tidak dikonsumsi oleh perusahaan hilir cabai terutama industry makanan dan kuliner. Tingginya harga actual akan menyebabkan serapan produksi cabai pada pasar industri makanan dan kuliner menyebabkan akses supply yang membawa akibat pada jatuhnya harga cabai.

Harga referensi daerah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah Sumatera Utara didasarkan pada besaran biaya produksi per hektar ditambah dengan besaran keuntungan sebesar 30 persen. Namun demikian besaran HRD cabai juga menerima masukan dari Gapoktan petani cabai.

Berdasarkan perhitunagan biaya total per hektar untuk komoditi padi adalah Rp. 25.707.499. Biaya total ini akan menghasilkan produksi cabai merah sebanyak 12.000 Kg . Dengan demikian harga pokok untuk cabai adalah Rp. 25.707.499/12.000/Kg atau Rp.2.142.292/Kg. Sehingga jika harga pokok ini ditambahkan dengan 30 persen keuntungan maka harga referensi daerah untuk cabai merah di Sumatera Utara adalah Rp. 2.784.979/kg.


(26)

Harga referensi daerah untuk komoditi cabai merah di Sumatera Utara sebesar Rp. . 2.784.979 /kg. ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan harga cabai merah di tingkat petani yang mencapai Rp. 6.500,-. /Kg

Menentukan HRD dengan memberikan keuntungan pada petani 30 persen atau lebih, dapat meningkatkan kesejahteraan petani cabai. Namun masalah yang terjadi adalah harga actual di tingkat produsen bellum tentu akan lebih tinggi dari HRD. Jika harga aktual melebihi 60 persen dari HRD maka harga ditingkat konsumen akan meningkat tajam dan merugikan konsumen.

Konsekwensi logisnya adalah, dalam menetapkan kebijakan HRD seyogianya pemerintah Sumatera Utara mengawal jalannya perkembangan harga aktual. Hal ini penting mengingat harga yang liar akan menyebabkan kerugian petani yang membawa dampat pada ketersediaan cabai di Sumatera Utara.

Beberapa rekomendasi dari hasil kajian adalah :

1. Menetapkan HRD 30 persen di atas harga pokok

2. Pemerintah mengontrol input produksi seperti pupuk agar tepat sasaran 3. Mengawal perkembangan harga aktual

4. Memberikan informasi harga actual cabai di Sentara produksi diluar Sumatera Utara.

5. Mengawasi perkembangan jalur distribusi cabai di berbagai daerah di Sumatera Utara.


(27)

50

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Harga Referensi Daerah untuk komoditi cabe merah di Sumatera Utara disusun berdasarkan kepada struktur biaya produksi dan besaran keuntungan yang akan diperoleh oleh petani dengan tidak mengorbankan konsumen cabe merah

2. Pembiayaan usahatani cabe di Sumatera Utara terdiri dari biaya sarana produksi dan biaya tenaga kerja.

3. Recomendasi penetapan harga referensi daerah untuk cabai didasarkan kepada persentasi atas harga pokok cabai merah. Harga referensi daerah untuk cabai ditetapkan sebesar Rp. 2.784.979/kg atau 30 persen di atas harga pokok.


(28)

6.2. Saran

Dari hasil penelitian ini, penulis menyampaikan beberapa saran yaitu:

1. Kepada Petani

- Memperkecil biaya produksi, khususnya dalam penggunaan tenaga kerja dalam keluarga.

2. Kepada Pemerintah, khususnya Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara.

- Agar menetapkan Harga Referensi Daerah cabai merah setiap setahun sekali agar relevan karena setiap saat biaya saprodi usahatani selalu meningkat.


(29)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI

DAN KERANGKA PEMIIKIRAN

2.1 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Agronomi

Cabai atau lombok adalah tanaman semusim berbentuk perdu. Tanaman ini berakar tunggang dengan banyak akar samping yang dangkal. Batangnya tidak berbulu, tetapi banyak cabang. Daunnya panjang dengan ujung runcing (oblongus acutus). Cabai berbunga sempurna dengan benang sarinya tidak berlekatan (lepas). Umumnya bunga berwarna putih, namun ada pula yang ungu dan bunga cabai berbentuk terompet kecil.

Buah yang masih muda berwarna hijau, tetapi ada pula yang putih kekuningan. Buah tua umumnya berwarna merah atau kuning. Banyak biji di dalam ruangan buah, daging buahnya berupa keping- keping tidak berair. Biji tersebut melekat pada placenta. Buah cabai mengandung zat capsicin yang pedas dan merangsang. Cabai mengandung minyak atheris yang memberi rasa pedas dan panas. Selain itu, buah cabai banyak mengandung vitamin A dan vitamin C ( nasir, M. 1999).

Ada dua golongan tanaman cabai yang terkenal yaitu cabai besar (Capisicum annuum L.) dan cabai kecil (Capisicum frutescens L.). Jenis cabai yang termasuk ke dalam golongan cabai besar adalah cabai merah (Capisicum annum L. var longum L. Sendt). Cabai tersebut buahnya panjang dengan ujungnya


(30)

runcing dan posisinya menggantung pada ketiak daun. Ketika muda warna buahnya hijau, setelah tua berubah menjadi merah (Anonymous. 2007a).

Cabai dapat dengan mudah ditanam, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Syarat agar tanaman cabai tumbuh baik adalah tanah berhumus (subur), gembur, bersarang, dan pH tanahnya antara 5 - 6. Tanaman cabai tidak tahan hujan, terutama pada waktu berbunga, karena bunga - bunganya akan mudah gugur. Jika tanahnya kebanyakan air atau becek, tanaman mudah terserang penyakit layu. Oleh karena itu, waktu tanam cabai yang baik ialah pada awal musim kemarau. Namun cabai juga dapat ditanam pada saat musim penghujan asalkan drainasenya baik.

1. Cara Tanam

Cabai dikembangbiakkan dengan biji yang diambil dari buah tua atau yang berwarna merah. Biji tersebut disemaikan terlebih dahulu. Tanah persemaian ini sebaiknya dicampur dengan pupuk kandang supaya bibitnya lekas besar. Biji akan tumbuh setelah empat sampai tujuh hari kemudian. Untuk lahan seluas 1 hektar diperlukan 500 gram biji dengan daya kecambah 75 persen.

Sebelum ditanam, tanah yang akan ditanami cabai dicangkul dan diberi pupuk kandang. Pupuk kandang ini sebaiknya diletakkan di dalam lubang kecil yang dibuat lurus dengan jarak antar lubang 50 - 60 cm dan jarak antar baris 60 - 70 cm, tergantung kepada jenis yang akan ditanam. Setelah bibit berumur 1-1,5 bulan (kira-kira tingginya 10 - 15 cm), bibit dipindahkan ke


(31)

12

lubang tersedia. Satu bulan setelah tanam, tanaman diberi pupuk buatan. Pupuk tersebut merupakan campuran urea, TSP, dan KCL dengan perbandingan 1 : 2 : 1 sebanyak 10 gram tiap tanaman. Oleh karena itu, diperlukan 150 kg urea, 300 kg TSP dan 150 kg KCL. Pada tanah tandus, pupuk urea dapat diberikan sampai 200 kg per hektar. Pupuk buatan ini diberikan di sekeliling tanaman sejauh 5 cm dari batangnya. Saat tanaman berumur dua bulan sebaiknya diberi urea susulan 150 kg/ ha (Pracaya, 2003)

2. Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman cabai tidak terlalu sulit, dengan cara membersihkan rumput pengganggu, menjaga ketersediaan air, dan memberantas hama serta penyakit. Hama yang sering menyerang tanaman cabai ialah lalat buah (Dacus ferrugineus), kutu daun (Myzus persicae), dan tungu merah (Tetranycus sp.). Lalat buah merusak dengan menusuk buah cabai hingga berguguran. Pemberantasan hama ini dengan penyemprotan Kelthane 0,1-0,2%.

Penyakit yang sering mengancam tanaman cabai adalah penyakit busuk buah. Penyakit ini disebabkan cendawan Collectrichum nigrum.

Cendawan Oeidium sp. menyebabkan penyakit gugur daun, sedangkan cendawan

Phytophthora capsici penyebab terjadinya penyakit busuk daun. Penyakit busuk daun dan busuk buah tersebut dapat dicegah dengan disemprotkan Dithane M-45 atau Anthracol 0,2%. Penyakit utama yang sering menggagalkan tanaman cabai


(32)

besar ialah penyakit yang disebabkan virus daun keriting (TMV). Virus TMV ditularkan kutu daun. Virus tersebut merusak daun muda sehingga menjadi keriting atau menggulung dan mengecil. Penyakit ini sampai kini belum dapat diberantas sehingga bila ada tanaman yang terserang lebih baik dicabut dan dibuang agar tidak menular ke tanaman yang lain (setiadi, 1990). 3. Pemanenan

Pemungutan buah pertama dapat dilakukan setelah tanaman berumur empat bulan. Tanaman yang baik dapat menghasilkan buah 4 - 10 ton buah per hektar. Buah cabai mempunyai pasaran yang luas, baik dalam atau luar negeri. Dalam bentuk olahan (sambal atau tepung) telah dipasarkan sampai Eropa dan Amerika. Akan tetapi, harga cabai tidak stabil. Harga dapat berkisar antara Rp.1.000, sampai Rp.15.000, per kilogram tergantung musim panen dan hari besar (setiadi, 1990).

2.2 LANDASAN TEORI

Teori Produksi

Pengertian produksi adalah hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasi berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output. Hubungan teknis antara input dan output tersebut dalam bentuk persamaan, tabel atau grafik merupakan fungsi produksi. Jadi,


(33)

14

fungsi produksi adalah suatu persamaan yang menunjukkan jumlah maksimum output yang dihasilkan dengan kombinasi input tertentu (Nasir, M. 1999).

Hubungan antara jumlah output (Q) dengan sejumlah input yang digunakan dalam proses produksi (X1, X2, X3, ……Xn) secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

Q = f (X1 X2 X3... Xn) (2.1) Keterangan:

Q = output X = input

Berdasarkan fungsi produksi di atas maka akan dapat diketahui hubungan antara input dengan output, dan juga akan dapat diketahui hubungan antar input itu sendiri.

Apabila input yang dipergunakan dalam proses produksi hanya terdiri atas modal (K) dan tenaga kerja (L) maka fungsi produksi yang dimaksud dapat diformulasikan menjadi:

Q = f (K, L) Keterangan: Q = output K = input modal L = input tenaga kerja

Fungsi produksi di atas menunjukkan maksimum output yang dapat diproduksi dengan


(34)

menggunakan kombinasi alternatif dari modal (K) dan tenaga kerja (L).

Dalam teori ekonomi, setiap proses produksi mempunyai landasan teknis yang disebut fungsi produksi. Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hubungan fisik atau teknis antara faktor-faktor yang dipergunakan dengan jumlah produk yang dihasilkan per satuan waktu, tanpa memperhatikan harga, baik harga faktor-faktor produksi maupun harga produk (Prajnanta, F. 2005) Secara matematis fungsi produksi tersebut dapat dinyatakan:

Y = f (X1, X2, X3, ... , Xn) Dimana

Y = tingkat produksi atau output yang dihasilkan, dan X1, X2, X3, ... , Xn adalah berbagai faktor produksi atau input yang digunakan. Fungsi ini masih bersifat umum, hanya bisa menjelaskan bahwa produk yng dihasilkan tergantung dari faktor-faktor produksi yang dipergunakan, tetapi belum bisa memberikan penjelasan kuantitatif mengenai hubungan antara produk dan faktor produksi tersebut. Untuk dapat memberikan penjelasan kuantitatif, fungsi produksi tersebut harus dinyatakan dalam bentuknya yang spesifik antara lain:

a) Y = a + bX (fungsi linear)

b) Y = a +bX – cX2 (fungsi kuadratis) c) Y = aX1 bX2 c X3

d (fungsi Cobb-Douglas)

Menurut (Setiadi, 1990), sifat fungsi produksi diasumsikan tunduk pada suatu hukum yang disebut The Law of Diminishing Return atau hukum kenaikan hasil


(35)

16

berkurang. Hukum ini menyatakan bahwa jika penggunaan satu macam input ditambah sedang input-input lain tetap maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan tadi mula-mula naik tetapi kemudian seterusnya menurun jika input tersebut terus ditambahkan. Hubungan antara produk total, produk marginal dan produk rata-rata diperlihatkan dalam gambar:


(36)

Gambar 1. Hubungan antara PT, PM dan PR


(37)

18

Hubungan produk dan faktor produksi yang diperlihatkan pada pada gambar 1. mempunyai lima sifat (Epp & Malone, 1981) yaitu:

1. Mula-mula terdapat kenaikan hasil bertambah (garis 0B), di mana produk marginal semakin besar; produk rata-rata naik tetapi di bawah produk marginal.

2. Pada titik balik atau inflection point B terjadi perubahan dari kenaikan hasil bertambah menjadi kenaikan hasil berkurang, di mana produk marginal mencapai maksimum (titik B’); produk rata-rata masih terus naik.

3. Setelah titik B, terdapat kenaikan hasil berkurang (garis BM), di mana produk marginal menurun; produk rata-rata masih naiksebentar kemudian mencapai maksimum pada titik C’, di mana pada titik ini produk rata-rata sama dengan produk marginal. Setelah titik C’ produk ratarata menurun tetapi berada di atas produk marginal.

4. Pada titik M tercapai tingkat produksi maksimum, di mana produk marginal sama dengan nol; produk rata-rata menurun tetapi tetap positif.

5. Sesudah titik M, mengalami kenaikan hasil negatif, di mana produk marginal juga negatif; produk rata-rata tetap positif. Dari sifat-sifat tersebut dapat disimpulkan bahwa tahapan produksi seperti yang dinyatakan dalam The Law of Diminishing Return dapat dibagi ke dalam tiga tahap yaitu:

1. Produksi total dengan increasing returns, 2. Produksi total dengan decreasing returns, dan 3. Produksi total yang semakin menurun.


(38)

Faktor produksi sering disebut dengan korbanan produksi untuk menghasilkan produksi. Faktor produksi disebut dengan input. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dibedakan menjadi 2 kelompok (Soekartawi, 1990), antara lain: (1) Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat kesuburannya, bibit, varietas, pupuk, obat-obatan, gulma, dan sebagainya; (2) Faktor social ekonomi, seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, resiko, dan ketidakpastian, kelembagaan, tersedianya kredit dan sebagainya.

Input merupakan hal yang mutlak, karena proses produksi untuk menghasilkan produk tertentu dibutuhkan sejumlah faktor produksi tertentu. Misalnya untuk menghasilkan jagung dibutuhkan lahan, tenaga kerja, tanaman, pupuk, pestisida, tanaman pelindung dan umur tanaman. Proses produksi menuntut seorang pengusaha mampu menganalisa teknologi tertentu dan mengkombinasikan berbagai macam faktor produksi untuk menghasilkan sejumlah produk tertentu seefisien mungkin.

Modal dalam arti luas dan umum adalah modal petani secara keseluruhan, dengan memasukkan semua sumber ekonomi termasuk tanah di luar tenaga kerja. Untuk menguji peran masing-masing faktor produksi, maka dari sejumlah faktor produksi kita anggap variabel, sedangkan faktor produksi lainnya dianggap konstan (Mubyarto, 1977).


(39)

20 Teori Penetapan Harga

Menurut (Ginting, P. 2006) salah satu tujuan kebijakan harga pertanian adalah menstabilkan harga produk pertanian untuk meningkatkan kegiatan usaha tani, serta terciptanya harga pangan yang stabil bagi konsumen. Kebijakan harga pertanian dapat dilakukan melalui berbagai instrumen yaitu kebijakan perdagangan, kebijakan nilai tukar, pajak dan subsidi serta intervensi langsung. Secara tidak langsung stabilitas harga dapat diterapkan melalui kebijakan pemasaran output dan kebijakan input. Kebijakan input dapat dijalankan berupa subsidi harga sarana produksi yang diberlakukan pemerintah terhadap pupuk, benih, pestisida dan kredit.

Harga jual adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi suatu barang atau jasa ditambah dengan persentase laba yang diinginkan perusahaan, karena itu untuk mencapai laba yang diinginkan oleh perusahaan salah satu cara yang dilakukan untuk menarik minat konsumen adalah dengan cara menentukan harga yang tepat untuk produk yang terjual. Harga yang tepat adalah harga yang sesuai dengan kualitas produk suatu barang, dan harga tersebut dapat memberikan kepuasan kepada konsumen.

Salah satu keputusan yang sulit dihadapi suatu usahatani adalah menetapkan harga. Meskipun cara penetapan harga yang dipakai sama bagi setiap usahatani yaitu didasarkan pada biaya, persaingan, permintaan, dan laba. Tetapi kombinasi optimal dari faktor-faktor tersebut berbeda sesuai dengan sifat produk, pasarnya, dan tujuan (Soekartawi, 2003).


(40)

Tidak semua produsen akan memperoleh keuntungan ekonomi karena hal ini bergantung pada struktur dan biaya. Sekalipun harga sama untuk setiap produsen, struktur beaya akan berbeda karena hal ini bergantung pada teknologi yang digunakan dan manajemen dalam melakukan produksi. Dalam hal ini akan dijumpai produsen yang hanya memperoleh keuntungan normal (di mana AC=P) sehingga TC=TR. Dikatakan keuntungan normal karena produsen telah membebamkan keuntungan per unit Q pada harga pasar yang terjadi. Dalam kasus ini P=AC (Amir, 2004).

P C AC

MC

P B AR=MR=P

0 Q

Q1


(41)

22 Keterangan Gambar 1:

a) Pada harga OP, output yang dihasilkan OQ1, biaya rata-rata Q1B. b) Pada titik B, AC = MC = MR = P.

c) TR = Luas segi empat OQ1BP, TR = luas segi empat OQ1BP, TR = TC. d) Keuntungan = TR = TC = 0, keuntungan normal.

Salah satu metode untuk menetapkan harga jual menurut (Mei, Theresia. M.H. 2006) adalah dengan metode fixed percentage margin. Di sini margin dihitung atau ditentukan berdasarkan suatu persentase di tingkat eceran. Secara aljabar adalah sebagai berikut. Pr = Pf + M , di mana Pr adalah harga jual, Pf adalah harga di tingkat petani, dan M adalah margin atau keuntungan.

` Pemerintah turut campur dalam perekonomian negara kita. Salah satu bentuk turut campur tangan pemerintah dalam perekonomian yaitu dalam menentukan harga agar dianggap adil baik produsen maupun konsumen. Patokan harga yang dibuat oleh pemerintah itu tidak lain untuk mewujudkan pendekatan antara konsumen dan produsen dalam pembentukan harga yang riil. (Soekartawi 2006)

Menurut (Nurliah, Elly. 2002) bentuk campur tangan pemerintah tersebut adalah melalui penetapan harga eceran tertinggi, penetapan harga terendah, pajak atau melalui subsidi. Beberapa macam harga yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu :


(42)

Harga eceran tertinggi (ceiling price), adalah harga tertinggi yang ditetapkan oleh pemerintah yang bertujuan untuk melindungi konsumen. Dimana pemerintah menetapkan harga maksimum suatu barang. Penjual tidak diperbolehkan menetapkan harga di atas harga maksimum tersebut.

Adanya penetapan harga eceran tertinggi menyebabkan kelebihan permintaan, yang dapat diatasi dengan impor atau usaha-usaha lain terkait peningkatan produksi / layanan jasa. Harga eceran tertinggi bertujuan untuk mencapai tingkat harga yang tidak merugikan produsen maupun konsumen. Dari uraian tersebut penetapan harga eceran tertinggi akan memberikan pengaruh pada menurunnya harga pasar, tercipta kelebihan permintaan atau kekurangan penawaran, menurunkan kuantitas yang diperjualbelikan, dan menurunkan penerimaan produsen.

Price

Demand Supply

Excess demand

Harga Batas Atas (ceiling price)

0 Q1 Q2 Quantity

Gambar 3. Kebijakan Harga Tertinggi (ceiling price)

Harga eceran terendah (floor price)


(43)

24

Harga eceran terendah (floor price) adalah harga terendah yan ditetapkan oleh pemerintah yang bertujuan untuk melindungi produsen. Dimana pemerintah menetapan harga terendah khususnya pada komoditas-komoditas tertentu. Misalnya pemerintah menetapkan harga terendah pembelian gabah kering dari para petani. Para pembeli (umumnya para tengkulak) tidak diperbolehkan membeli gabah di bawah harga yang telah ditetapkan pemerintah tersebut.


(44)

Price excess supply Supply

Harga Batas Bawah ( floor price )

Demand

Q1 Q2 Quantity

Gambar 4. Kebijakan Harga Terendah ( floor price )

0


(45)

3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman hortikultura mempunyai fungsi dalam pemenuhan kebutuhan vitamin, mineral, penyegar, pemenuhan kebutuhan akan serat dan kesehatan lingkungan. Salah satu komoditi hortikultura yang sangat dibutuhkan manusia dan merupakan salah satu pangan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat hampir setiap hari adalah sayuran. Banyaknya manfaat sayuran ini menyebabkan sayuran menjadi bagian dari komoditas hortikultura yang terus diproduksi. Perkembangan tanaman hortikultura terutama sayuran dari tahun ke tahun terus meningkat, baik dari segi luasan lahan panen, produktivitas dan produksi setiap tahun di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup baik (Hermanto, Fadholi. 1996).

Cabai besar merupakan produk hortikultura yang memiliki harga yang sangat berfluktuasi. Adanya fluktuasi harga ini merupakan suatu risiko yang dihadapi oleh petani. Sewaktu–waktu harga sangat tinggi namun tidak berselang lama harga dapat turun dengan drastis. Kesenjangan harga tertinggi dan terendah pada komoditi cabai merah cukup besar. Sepanjang tahun 2006-2008 cabai merah keriting terendah berada pada harga Rp 2800 per kilogram sedangkan harga tertinggi adalah Rp 26000 per kilogram. Sementara itu untuk cabai merah besar harga terendah berada pada titik Rp 3000 dan harga tertinggi Rp 25000 ( Rachmat, Muchjidin. 2005).


(46)

Di sisi lain wilayah sentra produksi pertanian hortikultura khususnya cabai merah memiliki topografi yang beragam, ketersediaan sarana prasarana yang mendukung sektor tersebut (produksi, pengolahan, penyimpanan) bervariasi dari satu wilayah dengan wilayah lain, waktu panen yang tidak bersamaan di beberapa wilayah, dan iklim yang kurang mendukung pada saat tanam maupun panen raya, sehingga petani, kelompok tani (Poktan) maupun Gabungan Kelompoktani (Gapoktan) selalu dihadapkan pada berbagai masalah:

(a) Keterbatasan modal usaha untuk melakukan kegiatan pengolahan, penyimpanan, pendistibusian/pemasaran;

(b) Posisi tawar petani yang rendah pada saat panen raya yang bersamaan dengan datangnya hujan, sehingga petani terpaksa menjual produknya dengan harga rendah kepada para pelepas uang (pedagang perantara);

(c) Keterbatasan akses saat paceklik yang disebabkan karena tidak memiliki cadangan yang cukup.

Dampak dari ketidakberdayaan petani, Poktan dan Gapoktan dalam mengolah, menyimpan dan mendistribusikan/memasarkan hasil produksinya dapat menyebabkan: (a) ketidakstabilan harga di wilayah sentra produksi pertanian pada saat terjadi panen raya, dan (b) kekurangan pangan pada saat musim paceklik. Untuk mengatasi permasalahan harga, kebiajakan yang dilakukan oleh pemerintah Sumatera Utara adalah dengan menetapkan Harga Referensi Daerah (HRD). (Anonimous. 2007).


(47)

5

Dari tabel 1, kita dapat melihat produksi cabai dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Dalam kurun waktu tahun 2005 hingga tahun 2010, produksi tertinggi tercapai pada tahun 2010 yaitu sebanyak 196.347 ton. Sedangkan produksi terendah terdapat di tahun 2005 yaitu sebanyak 104.089 ton. Luas panen cabai di sumatera utara juga meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan luas panen ini meningkat sekitar 10 hingga 20 persen setiap tahun. Sedangkan untuk rata-rata produksi, komoditi cabai di Sumatera Utara mengalami fluktuasi rata-rata produksi setiap tahun. Pada tahun 2008, rata-rata produksi cabai tidak mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu tahun 2007. Rata-rata produksi cabai tahun 2008 adalah sebesar 85,74 Kw/ha sedangkan rata-rata produksi cabai tahun 2007 adalah sebesar 85,30 Kw/ha. Rata-rata produksi cabai Sumatera Utara dari tahun 2005 sampai tahun 2010 adalah sebesar 84,06 Kw/ha (Pusat Data dan Informasi Pertanian. Volume 5, Nomor 2. 2006).

Tabel 1. Produksi Cabai Sumatera Utara Pada Tahun 2010

Tahun Luas Panen

(Ha)

Produksi (Ton)

Rata-rata Produksi (Kw/Ha)

2005 13.313 104.089 78,19

2006 14.628 117.591 80,38

2007 13.229 112.843 85,30

2008 15.911 136.415 85,74

2009 18.350 154.799 84,36

2010 21.711 196.347 90,44


(48)

Walaupun luas lahan, produksi, dan rata-rata produksi cabai di Sumatera Utara cenderung mengalami kenaikan, namun kenaikan ini masih belum menjawab masalah ketersediaannya dalam memenuhi seluruh kebutuhan akan cabai. Ketika panen raya, harga cabai cenderung menurun signifikan. Sedangkan ketika hari-hari besar, permintaan cabai akan meningkat harga cabai juga akan ikut meningkat tajam hingga dua sampai tiga kali lipat.

Harga cabai yang rendah akibat panen raya, dirasakan sangat membebani petani. Harga cabai yang dibeli oleh pedagang pengumpul bahkan terkadang tidak sanggup menutupi biaya produksi. Sebaliknya, ketika hari besar dan permintaan cabai meningkat, harga cabai akan meningkat tajam. Namun peningkatan harga cabai ini tidak sepenuhnya dirasakan oleh petani. Petani hanya dapat merasakan sedikit porsi dari kenaikan harga cabai di pasar. Hal ini terjadi akibat tidak efisiennya rantai tataniaga cabai di Sumatera Utara sehingga margin share tidak terbagi secara adil sesuai dengan peran masing-masing pihak di dalam rantai tataniaga cabai ini.

Di lain pihak, konsumen akhir cabai di Sumatera Utara juga mengalami peningkatan harga yang fluktuatif. Konsumen tidak selalu menikmati harga cabai yang rendah ketika musim panen raya. Harga cabai biasanya tidak turun drastis sesuai dan tidak terlalu berbeda jauh dengan harga di tingkat petani. Misalnya ketika harga cabai di tingkat petani turun hingga 70% dari musim sebelumnya, harga cabai di tingkat konsumen akhir hanya turun maksimal hingga 30%. Sedangkan ketika permintaan cabai tinggi yang umumnya terjadi ketika hari-hari besar nasional, konsumen harus menerima harga yang meningkat hingga 2 sampai 3 kali lipat.


(49)

7

Melihat kegiatan tataniaga cabai di Sumatera Utara yang masih cukup tidak efisien, maka pemerintah hendaknya mengambil langkah kebijakan dan pelaksanaan kebijakan yang bertujuan meningkatkan efisiensi tataniaga cabai di Sumatera Utara. Bulog, sebagai salah satu lembaga yang bertugas menjaga stabilitas harga dan stok pangan, dapat merumuskan kebijakan Harga Referensi Daerah (HRD) yang berguna untuk stabilisasi harga.

Harga Referensi Daerah (HRD) bertujuan untuk melindungi petani dari kerugian akibat penurunan harga cabai yang signifikan. Harga Referensi Daerah (HRD) juga bertujuan untuk melindungi konsumen dari kerugian akibat kenaikan harga cabai ketika permintaannya sangat tinggi. Harga Referensi Daerah (HRD) umumnya dirumuskan berdasarkan besarnya biaya produksi yang dikeluarkan petani cabai di Sumatera Utara dalam memproduksi cabai tersebut.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menyiapkan harga referensi daerah (HRD) cabai sebagai standar pembelian dari petani dengan mencari masukan dari berbagai pihak, termasuk kalangan pengusaha. Harga Referensi Daerah Cabai adalah harga minimum pembelian cabai di tingkat petani yang disepakati sebesar biaya produksi ditambah margin/keuntungan petani sebesar 30% (tiga puluh persen). Landasan kesepakatan Harga Referensi Daerah Cabai tahun 2012 di Provinsi Sumatera Utara adalah :

1) Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah sentra produksi Cabai nasional dengan produksi ± 200.000 ton/tahun.


(50)

2) Masyarakat Provinsi Sumatera Utara memiliki permintaan yang cukup tinggi akan komoditi cabai.

3) Fluktuasi harga cabai terutama ketika harganya menigkat tajam, selama ini telah terbukti menyebabkan inflasi dan terganggunya perekonomian secara keseluruhan.

Dengan demikian, kebijakan Harga Referensi Daerah (HRD) sangat penting di dalam membantu produsen dan konsumen cabai di Sumatera Utara terhindar dari fluktuasi tajam harga cabai (Badan Ketahanan Pangan Sumatera Uatara 2012).

1.2 Identifikasi Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimanakah proses awal perencanaan harga referensi daerah cabai di Sumatera Utara.

2. Berapa besar biaya biaya produksi (cost price) cabe pada tingkat on-farm di Sumut.

3. Berapa rekomendasi Harga Referensi Daerah (HRD) yang tepat untuk komoditi cabai di daerah penelitian.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut :

1. Mengetahui proses awal perencanaan harga referensi daerah cabai di Sumatera Utara.


(51)

9

2. Berapa besar biaya biaya produksi (cost price) cabe pada tingkat on-farm di Sumut.

3. Menganalisis berapa rekomendasi Harga Referensi Daerah (HRD) yang tepat untuk komoditi cabai di daerah penelitian?

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di fakultas Pertanian Universutas Sumatera Utara.

2. Sebagai bahan informasi bagi para pengambil keputusan untuk menentukan harga jual cabai dan Harga Referensi Daerah yang layak untuk komoditi cabai merah di Sumatera Utara.


(52)

ABSTRAK

IRWANDA AKHIRUDDIN LUBIS

: Biaya Usaha Tani Dan Harga

Referensi Daerah Komoditas Cabe Merah Di Sumatera Utara, di bimbing oleh Dr. Ir. Salmiah, MS dan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc.

konsumen akhir cabai di Sumatera Utara juga mengalami peningkatan harga yang fluktuatif. Konsumen tidak selalu menikmati harga cabai yang rendah ketika musim panen raya. Harga cabai biasanya tidak turun drastis sesuai dan tidak terlalu berbeda jauh dengan harga di tingkat petani. Misalnya ketika harga cabai di tingkat petani turun hingga 70% dari musim sebelumnya, harga cabai di tingkat konsumen akhir hanya turun maksimal hingga 30%. Sedangkan ketika permintaan cabai tinggi yang umumnya terjadi ketika hari-hari besar nasional, konsumen harus menerima harga yang meningkat hingga 2 sampai 3 kali lipat. Penelitian dilakukan di Pasar – Pasar Tradsional di Sumatera Utara pada bulan Juni - Agustus 2013 dengan menggunakan metode penentuan daerah sampel, metode pengumpulan data dan metode analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya usaha tani memberikan pengaruh yang signifikan terhadap harga referensi daerah komoditas cabe merah di Sumatera Utara.

Kata Kunci : Biaya usaha tani, harga refernsi daerah.

ABSTRACT

IRWANDA Akhiruddin LUBIS: Cost of Farm Commodities and Price Reference Regional Red Chili In North Sumatra, guided by Dr. Ir. Salmiah, MS and

Dr.Ir. Satia State Lubis, MEc. end customers in North Sumatra pepper also increased prices fluctuate. Consumers do not always enjoy a low price when the chili harvest season. Chilli prices usually do not fall dramatically appropriate and not too much different from the price at the farm level. For example, when the price of chili at farm level fell to 70% from the previous season, the price of pepper at the end consumer level fell only a maximum of up to 30%. When demand is high while the chili is generally the case when the national major holidays, consumers must accept the price increase to 2 to 3-fold. The study was conducted in the Market - The market traditionally in North Sumatra in June to August 2013 by using the method of determination of the sample area, the method of data collection and data analysis methods. The results showed that the costs of farming have a significant influence on the price of commodities cayenne referenc eareainNorthSumatra.


(53)

BIAYA USAHA TANI DAN HARGA REFERENSI DAERAH

KOMODITAS CABAI MERAH DI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH:

IRWANDA AKHIRUDDIN LUBIS

070304009

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(54)

BIAYA USAHA TANI DAN HARGA REFERENSI DAERAH

KOMODITAS CABAI MERAH DI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH:

IRWANDA AKHIRUDDIN LUBIS

070304009

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Dr. Ir. Salmiah, MS) (Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc) NIP. 195702171986032001 NIP. 196304021997031001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(55)

ABSTRAK

IRWANDA AKHIRUDDIN LUBIS

: Biaya Usaha Tani Dan Harga

Referensi Daerah Komoditas Cabe Merah Di Sumatera Utara, di bimbing oleh Dr. Ir. Salmiah, MS dan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc.

konsumen akhir cabai di Sumatera Utara juga mengalami peningkatan harga yang fluktuatif. Konsumen tidak selalu menikmati harga cabai yang rendah ketika musim panen raya. Harga cabai biasanya tidak turun drastis sesuai dan tidak terlalu berbeda jauh dengan harga di tingkat petani. Misalnya ketika harga cabai di tingkat petani turun hingga 70% dari musim sebelumnya, harga cabai di tingkat konsumen akhir hanya turun maksimal hingga 30%. Sedangkan ketika permintaan cabai tinggi yang umumnya terjadi ketika hari-hari besar nasional, konsumen harus menerima harga yang meningkat hingga 2 sampai 3 kali lipat. Penelitian dilakukan di Pasar – Pasar Tradsional di Sumatera Utara pada bulan Juni - Agustus 2013 dengan menggunakan metode penentuan daerah sampel, metode pengumpulan data dan metode analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya usaha tani memberikan pengaruh yang signifikan terhadap harga referensi daerah komoditas cabe merah di Sumatera Utara.

Kata Kunci : Biaya usaha tani, harga refernsi daerah.

ABSTRACT

IRWANDA Akhiruddin LUBIS: Cost of Farm Commodities and Price Reference Regional Red Chili In North Sumatra, guided by Dr. Ir. Salmiah, MS and

Dr.Ir. Satia State Lubis, MEc. end customers in North Sumatra pepper also increased prices fluctuate. Consumers do not always enjoy a low price when the chili harvest season. Chilli prices usually do not fall dramatically appropriate and not too much different from the price at the farm level. For example, when the price of chili at farm level fell to 70% from the previous season, the price of pepper at the end consumer level fell only a maximum of up to 30%. When demand is high while the chili is generally the case when the national major holidays, consumers must accept the price increase to 2 to 3-fold. The study was conducted in the Market - The market traditionally in North Sumatra in June to August 2013 by using the method of determination of the sample area, the method of data collection and data analysis methods. The results showed that the costs of farming have a significant influence on the price of commodities cayenne referenc eareainNorthSumatra.


(56)

RIWAYAT HIDUP

IRWANDA AKHIRUDDIN LUBIS (070304009) dilahirkan di Medan pada tanggal 08

Juni 1989 sebagai anak kedua dari 2 bersaudara, dari keluarga Bapak Imran Lubis dan Ibu Saidah Aryany Simanjuntak.

Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Sekolah Dasar (SD) tahun 1994 – 2000 di SD Swasta Eria di Medan.

2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Tahun 2001 – 2003 di SLTP Swasta Al – Ulum di Medan.

3. Sekolah Menengah Atas (SMA) Tahun 2004 – 2007 di SMA Negeri 2 Medan. 4. Melalui jalur PMP Tahun 2005 diterima di Program Studi Agribisnis,

Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

5. Bulan Juni – Juli 2011, melaksanakan PKL di Desa Laut Tador, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batubara.


(57)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Biaya Usaha Tani Dan Harga Referensi Daerah Komoditi Cabe Merah Di Suamtera Utara” sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agribinis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua yang telah membimbing dan membesarkan hingga seperti sekarang ini, dan tidak lupa juga kepada Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc , sebagai ketua komisi pembimbing dan anggota komisi pembimbing yang telah memberikan masukan, saran dan kritik yang sangat berharga bagi penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari di dalam pembuatan skripsi masih banyak terdapat kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2013 Penulis


(58)

DAFTAR ISI

HAL

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.3. Kegunaan Penelitian ... 7

TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Tinjauan Pustaka ... 8

2.2. Landasan Teori ... 11

METODE PENELITIAN ... 23

3.1. Metode Penentuan Sampel ... 23

3.2. Metode Pengumpulan Data... 23

3.3. Metode Analisis Data ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1. Analisis Usaha Tani Cabe Merah ... 26

4.2. Biaya Produksi ……… 35

4.3. Bibit……….. 36

4.4. Lahan……… 37

4.5. Tenaga Kerja………. 37

4.6. Alat-Alat Pertanian……… 40

4.7. Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Merah………... 43


(59)

KESIMPULAN DAN SARAN………. . 47

Kesimpulan ... 47

Saran ... 48


(60)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Tabel 1.1 Produksi Cabai Sumatera Utara Pada Tahun2010……… 14 2. Tabel 4.1 Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Cabe Merah Non

Organik ……… … 42

3. T a b e l 4 . 2 .Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Cabai Merah Non

Organik Per Luasan……… 43

4. Tabel. 4 . 3 Penggunaan Peralatan Usahatani Cabai

Merah untuk Satu……… 45 5. Tabel. 4 . 4 Penggunaan Peralatan Usahatani Cabai Merah untuk Satu Musim Tanam di Sumut per Hektar………. 46


(61)

2

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Gambar 1. Hubungan antara PT, PM dan PR……… 21

2. Gambar 2. Kurva Normal Profit………... .. 25

3. Gambar 3. Kebijakan Harga Tertinggi (ceiling price)……….... .. 28


(1)

RIWAYAT HIDUP

IRWANDA AKHIRUDDIN LUBIS (070304009) dilahirkan di Medan pada tanggal 08

Juni 1989 sebagai anak kedua dari 2 bersaudara, dari keluarga Bapak Imran Lubis dan Ibu Saidah Aryany Simanjuntak.

Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Sekolah Dasar (SD) tahun 1994 – 2000 di SD Swasta Eria di Medan.

2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Tahun 2001 – 2003 di SLTP Swasta Al – Ulum di Medan.

3. Sekolah Menengah Atas (SMA) Tahun 2004 – 2007 di SMA Negeri 2 Medan. 4. Melalui jalur PMP Tahun 2005 diterima di Program Studi Agribisnis,

Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

5. Bulan Juni – Juli 2011, melaksanakan PKL di Desa Laut Tador, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batubara.


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Biaya Usaha Tani Dan Harga Referensi Daerah Komoditi Cabe Merah Di Suamtera Utara” sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agribinis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua yang telah membimbing dan membesarkan hingga seperti sekarang ini, dan tidak lupa juga kepada Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc , sebagai ketua komisi pembimbing dan anggota komisi pembimbing yang telah memberikan masukan, saran dan kritik yang sangat berharga bagi penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari di dalam pembuatan skripsi masih banyak terdapat kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2013 Penulis


(3)

DAFTAR ISI

HAL

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.3. Kegunaan Penelitian ... 7

TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Tinjauan Pustaka ... 8

2.2. Landasan Teori ... 11

METODE PENELITIAN ... 23

3.1. Metode Penentuan Sampel ... 23

3.2. Metode Pengumpulan Data... 23

3.3. Metode Analisis Data ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1. Analisis Usaha Tani Cabe Merah ... 26

4.2. Biaya Produksi ……… 35

4.3. Bibit……….. 36

4.4. Lahan……… 37

4.5. Tenaga Kerja………. 37


(4)

KESIMPULAN DAN SARAN………. . 47

Kesimpulan ... 47

Saran ... 48


(5)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Tabel 1.1 Produksi Cabai Sumatera Utara Pada Tahun2010……… 14 2. Tabel 4.1 Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Cabe Merah Non

Organik ……… … 42

3. T a b e l 4 . 2 .Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Cabai Merah Non

Organik Per Luasan……… 43

4. Tabel. 4 . 3 Penggunaan Peralatan Usahatani Cabai

Merah untuk Satu……… 45 5. Tabel. 4 . 4 Penggunaan Peralatan Usahatani Cabai Merah untuk Satu Musim Tanam di Sumut per Hektar………. 46


(6)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Gambar 1. Hubungan antara PT, PM dan PR……… 21

2. Gambar 2. Kurva Normal Profit………... .. 25

3. Gambar 3. Kebijakan Harga Tertinggi (ceiling price)……….... .. 28